SKRIPSI
Oleh :
FUAD MUHIEDIN
0111030023-103
LEMBAR PERSETUJUAN
Nim : 0111030023-103
Program Studi : S – 1 Reguler
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Disetujui Oleh :
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Nim : 0111030023-103
Program Studi : S – 1 Reguler
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Ketua Jurusan,
ii
iii
Menyatakan bahwa,
Skripsi dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas. Apabila
di kemudian hari terbukti ini tidak benar saya bersedia dituntut sesuai hukum yang
berlaku.
Fuad Muhiedin
NIM. 0111030023 – 103
iii
iv
RINGKASAN
iv
v
SUMMARY
v
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan keagungan bagi Allah SWT yang Maha Pengasih
dan Penyayang, karena atas rahmat-Nya penelitian ini dapat diselesaikan.
Shalawat dan salam semoga dicurahkan Allah kepada Rasulullah SAW.
1. Ir. Sukardi, MS dan Irnia Nurika, STP. MP, selaku Dosen Pembimbing
yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan, bantuan dan
kesabarannya dalam penyelesaian penyusunan skripsi.
2. Sucipto, STP. MP dan Dodyk Pranowo, STP. MSi selaku Dosen Penguji
terimakasih atas saran-saran dan bantuannya.
3. Ir. Maimunah Hindun Pulungan, MP terima kasih atas bimbingannya yang
amat berarti.
4. Bapak Ibu dosen di TIP terimakasih banyak ilmu dan pengetahuannya.
5. Bapak Ibuku, dan seluruh keluarga besarku di Kertosono terimakasih atas
doa, dukungan dan juga bantuannya selama ini.
6. Bude dan keluarga besar di Lamongan terimakasih atas doa dan juga
bantuannya.
7. Adeq Ima terima kasih atas semangat dan kesabarannya menemani.
8. Imam, Marco, Rozikin, Shalahudin, Andhang, Hilmi, Jhoss dan Temen-
temen TIP yang belum bisa saya sebutkan thanks atas kebersamaannya.
9. Heru n` family yang bersedia menampung, rosyd, kukuh, indra dan huda
terima kasih atas dukungannya.
10. Ibu kasih dan mas eko yang uda nganggep anak sendiri.
vi
vii
Disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu dengan segala kerendahan diharapkan adanya saran, kritik dan masukan yang
konstruktif demi perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang. Akhirnya,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan semua
pihak yang membutuhkan pada umumnya.
Penyusun,
vii
viii
RIWAYAT HIDUP
Fuad Muhiedin, nama Ayah Abdul Maaf dan nama Ibu Djumiati. Penulis
organisasi Forum Kajian Islam FTP (FORKITA) sebagai staf bidang usaha dan
dana, staf Humas MPM FTP, dan ikut menjadi panitia pelaksana pada berbagai
viii
ix
DAFTAR ISI
ix
x
PENUTUP ...................................................................................... 39
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 39
5.2. Saran..................................................................................................... 39
LAMPIRAN .................................................................................... 43
x
xi
DAFTAR TABEL
xi
xii
DAFTAR GAMBAR
Halama
Nomor Teks n
xii
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1
I. PENDAHULUAN
bumbu dalam berbagai masakan. Buah lada berbentuk bulat saat muda berwarna
hijau dan setelah matang berwarna merah. Hasil pengolahan lada ada 3 jenis yaitu
lada hitam, putih dan hijau, dari 3 jenis olahan yang dikenal hanya lada hitam dan
putih.
Belitung, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Luas areal dan produksi lada
selama tahun 2000-2005 cenderung meningkat, yaitu dari 150.531 ha pada tahun
2000 menjadi 211.729 ha pada tahun 2005, dan produksi dari 69.087 ton pada
tahun 2000 menjadi 99.139 ton pada tahun 2005. Total ekspor lada dari negara-
negara produsen pada tahun 2005 mencapai 230.625 ton. Dari total ekspor
tersebut, Indonesia mengekspor 45.760 ton atau sekitar 19,80% (Yuhono, 2006).
dalam keadaan utuh biji lada mempunyai kelemahan yaitu aroma akan hilang dan
juga mudah rusak karena jamur selama penyimpanan. Hasil olahan lada antara
lain adalah oleoresin dan lada bubuk. Oleoresin merupakan ekstrak atau sari
keunggulan dibandingkan dengan produk olahan yang lain dari lada yaitu
awet. Oleoresin lada biasanya diproduksi dari lada hitam karena mempunyai
2
rendemen yang lebih besar dibanding dengan bahan baku lada putih dan juga
harga bahan baku yang lebih murah dengan kandungan sari tumbuhan yang
hampir sama dari oleoresin lada hitam maupun oleoresin lada putih.
pelarut yang banyak untuk dapat mengekstraksi oleoresin dari bahan baku.
menjadi dua cara yaitu ekstraksi satu tahap ekstraksi dan multi tahap ekstraksi.
Ekstraksi satu tahap ekstraksi adalah ekstraksi dengan jumlah pelarut yang sesuai
dengan bahan baku sehingga oleoresin yang terkandung dalam bahan baku
tersebut larut. Kelemahan dari satu tahap proses ekstraksi adalah dibutuhkan
Metode ekstraksi multi tahap adalah metode ekstraksi lebih lanjut yang
pelarut yang selalu baru pada residu dari ekstraksi sebelumnya sehingga
dengan meminimalkan input dari proses ekstraksi yaitu pemakaian jumlah total
dapat diterapkan pada ekstraksi oleoresin lada hitam yaitu menggunakan metode
ekstraksi multi tahap. Menurut Bernasconi, et al. (1995) ekstraksi beberapa kali
3
dengan pelarut yang lebih sedikit akan lebih efektif dibanding ekstraksi satu kali
berapa tahap ekstraksi yang tepat untuk menghasilkan oleoresin lada hitam
Tujuan Umum
daan meminimalkan input berupa pelarut etanol pada ekstraksi oleoresin lada
Tujuan Khusus
dari jumlah total pelarut dan jumlah proses ekstraksi untuk mendapatkan oleoresin
pada ekstraksi oleoresin lada hitam dengan metode ekstraksi muti tahap.
rendemen dan mutu oleoresin lada hitam. Selain itu penelitian ini diharapkan
1.4. Hipotesis
Diduga jumlah total pelarut etanol yang digunakan serta jumlah proses
ekstraksi akan meningkatkan rendemen dan mempengaruhi sifat fisika kimia lada
hitam.
5
Tanaman lada yang ada di Indonesia berasal dari daerah Malabar India, dan
dibawa oleh koloni hindu yang pindah ke Asia tenggara sejak 2000 tahun silam
merupakan tanaman semak belukar, herba, berbatang kecil menjalar dan bunganya
kimia mengandung asam amida atau disebut juga piperin yang pada umumnya
dimiliki oleh beberapa spesies dalam famili Piperaceae, dan mengandung minyak
curah hujan dan kelembaban yang cukup. Lada hitam tumbuh baik pada daerah
antara 200 LU dan 200 LS, dan pada ketinggian sampai 1500 m diatas permukaan
laut. Suhu yang dikehendaki antara 100 C dan 400 C, dengan curah hujan rata-rata
125-200 cm/tahun. Lada hitam dapat tumbuh subur pada tanah yang memiliki pH
jenis dan mempunyai ciri berbeda yang dipengaruhi daerah asal budidayanya
antara lain :
a. Malabar
Jenis lada hitam terbaik didunia sebagian berasal dari India sebelah barat daya
6
dan dikenal sebagai daerah pantai Malabar. Lada malabar mempunyai aroma
b. Lampung
Indonesia termasuk salah satu produsen utama lada hitam, dengan penanaman
c. Brazil
Brazil adalah salah satu produsen lada hitam utama yang baru. Biji lada hitam
brazil mempunyai permukaan yang lembut dengan kulit luar berwarna hitam
d. Serawak
e. Sri lanka
Lada hitam sri lanka mempunyai kandungan minyak atsiri dan oleoresin yang
f. Vietnam
Vietnam adalah negara produsen lada hitam yang baru, kebanyakan lada
tumbuh didaerah vietnam selatan. Pangsa pasar lada hitam vietnam adalah
g. Negara lain
Beberapa negara yang juga tumbuh tanaman lada namun dengan tingkat
produksi yang sedikit dan dalam jumlah terbatas untuk eksport. Negara
Lada hitam memiliki rasa pedas dan aroma yang khas. Rasa pedas tersebut
karena adanya zat piperine, piperanin, dan chavicine. Sedangkan aroma dari biji
lada akibat adanya minyak atsiri, yang terdiri dari beberapa jenis minyak terpene
Lada hitam kering mengandung 1,2 – 2,6% minyak atsiri yang terdiri dari
β-methyl pyrroline.
8
c. Aminoacids.
2.2. Oleoresin
Oleoresin adalah campuran kompleks yang diperoleh dengan ekstraksi,
konsentrasi (pemekatan) dan standarisasi minyak atsiri dan komponen non volatil
dari rempah-rempah, biasanya dalam bentuk cair kental, pasta dan padat
diinginkan. Oleoresin mengandung minyak atsiri dan senyawa non volatil lain
dengan karakteristik flavour, warna dan aspek lain yang menyerupai bahan baku.
daging, saos, pembuatan minuman ringan, bahan baku obat farmasi, industri
kosmetik dan parfum, industri kembang gula dan roti (Anonymousa, 2006).
sebenarnya keduanya sangat berbeda. Minyak atsiri dapat dihasilkan dengan cara
9
yang tersuling dari bahan olah yang mempunyai aroma yang kuat, sedangkan
selain mengandung minyak atsiri juga mengandung resin yang tidak menguap dan
berikut :
rempah asalnya.
tepat.
3. Flavor dipengaruhi oleh asal dan kualitas bahan mentah yang mungkin
yang ditentukan jika tidak dilakukan kontrol yang baik dalam proses
ekstraksinya.
minyak volatil (minyak atsiri). Untuk mendapatkan piperine yang terdapat pada
oleoresin, lada hitam dilarutkan pada bahan pelarut kemudian bahan pelarut
Piperine (C7H19O3N) adalah unsur utama yang terdapat pada lada hitam
seperti sakit tenggorokan, sakit kepala, dan penyakit kulit. Konsentrasi piperine
sekitar 6%-9% di dalam Piper nigrum L, 4% di dalam Piper longum dan 4.5% di
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan atau
Terjadi kontak antar muka bahan dan pelarut sehingga pada bidang muka terjadi
pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah bercampur
dengan pelarut maka pelarut menembus kapiler dalam suatu bahan padat dan
dalam bahan ekstraksi. Serta dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan
Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan
terhadap pelarut yang digunakan (McCabe et al, 1999). Oleoresin didapatkan dari
ekstraksi mengandung minyak dan senyawa terlarut pada pelarut. Pelarut organik
yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak,
yaitu:
1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling
menjadi dua yaitu ekstraksi tunggal dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi tunggal
adalah dengan mencampurkan bahan yang akan diekstrak dihubungkan satu kali
dengan pelarut. Disini sebagian dari zat yang akan diolah akan larut dalam bahan
tahap, bahan yang akan diekstrak dihubungkan beberapa kali dengan bahan
pelarut yang baru dalam jumlah yang sama besar. Setelah melalui beberapa kali
efisiensi ekstraksi, tetapi jumlah berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak,
diekstrak sampai titik keseimbangan, namun pada ekstraksi multi tahap kepekatan
dari zat yang akan diperoleh pada tingkat ekstraksi berikutnya selalu menjadi
lebih rendah, karena itu bahan pelarut tidak terpakai secara optimum.
dipengaruhi oleh jenis bahan, jenis pelarut dan kondisi ekstraksi, kondisi ekstraksi
13
meliputi metode, waktu, jenis pelarut, perbandingan bahan dengan pelarut, suhu
sehingga mempercepat penetrasi pelarut ke dalam bahan yang akan diekstrak dan
alat penghancur biji. Hancuran biji lada ini kemudian dilewatkan pada saringan 40
bahan semakin luas pula permukaan bahan sehingga semakin banyak oleoresin
yang dapat diekstrak. Tetapi ukuran bahan yang terlalu kecil juga menyebabkan
2006).
Ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi pada
ekstraksi oleoresin hal ini dapat meningkatkan beberapa komponen yang terdapat
manis yang diekstrak pada suhu 400C menghasilkan kadar 18% dibandingkan
dengan suhu ekstraksi 300C, sedangkan pada suhu 500C tidak terjadi kenaikan
2.3.1.3. Pelarut
titik didih, toksisitas (daya atau sifat racun), mudah tidaknya terbakar dan sifat
a. Selektifitas
b. Kelarutan
Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh atau hanya secara terbatas larut
d. Kerapatan
e. Reaktifitas
f. Titik didih
penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak
Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak
beracun, tidak terbakar, tidak eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak
rendah dan stabil secara termis karena hampir tidak ada pelarut yang
memenuhi semua syarat diatas maka hanya untuk setiap proses ekstraksi harus
tetapi jumlah berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, dalam jumlah
2.3.1.3.1. Etanol
Etanol atau etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH mempunyai titik
o
didih 78,3 C, dapat larut dalam air dengan tidak terbatas (Fessenden, 1991).
Menurut Anonymousa (2005) etanol digunakan sebagai bahan untuk pabrikasi cat
dan pernis, di dalam kedokteran sebagai pembunuh kuman pada area kulit yang
pelarut organik lainnya. Etanol mempunyai tingkat polar yang tinggi sehingga
2.4.1. Penimbangan
Penimbangan bahan baku dilakukan pada tahap awal ekstraksi.
dan menentukan jumlah bahan baku yang sesuai dengan kapasitas alat maupun
sehingga kontak antara bahan dan pelarut bisa berlangsung optimum. Perbesaran
1995). Penghancuran lada hitam dapat dilakukan dengan alat penghancur biji.
2.4.3. Pengayakan
semakin luas pula permukaan bahan sehingga semakin banyak minyak yang dapat
diekstrak. Tetapi ukuran bahan yang terlalu kecil juga menyebabkan banyak
senyawa atau larutan campuran. Larutan campuran tersebut akan bergerak menuju
permukaan bahan dan kemudian keluar (Komara, 1991 dalam Samuel 2004).
dengan bahan pelarut baru beberapa kali dengan jumlah besar. Campuran bahan
yang akan diekstrak dengan pelarut dilakukan pengadukan secara intensif dalam
antara pelarut dengan bahan utama lebih lama sehingga daya larutnya lebih besar.
2.4.5. Penyaringan
dan residu karena dalam filtrat tersebut komponen oleoresin yang diinginkan.
mempercepat proses penyaringan dan juga supaya pelarut tidak menguap (Hui,
1992).
18
2.4.6. Evaporasi
Pelarut yang masih terdapat dalam filtrat harus diuapkan dengan metode
penyulingan pada titik uap pelarut. Jika dipergunakan heksan maka penyulingan
dilakukan pada suhu + 40ºC dan + 65ºC jika digunakan etanol 96% (Anonymousb,
2006).
2.5. Efisiensi
beberapa masukan (input) yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit keluaran
(output). Unit organisasi yang paling efisien adalah unit yang memproduksi
Menurut Syamsi (2004), efisiensi dapat ditinjau dari dua segi, yaitu :
1. Segi hasil atau keluaran, yaitu hasil minimum yang dikehendaki ditetapkan
uang, atau lainnya) yang ada atau ditetapkan, kemudian ditetapkan hasil
nya pemborosan sumber daya ekonomi dimana sumber daya tersebut tidak
mungkin lagi digunakan untuk memperbaiki keadaan rumah tangga yang lain
• Perusahaan harus berada pada kurva biaya relevan syarat ini terpenuhi jika
yang maksimum.
20
harga kalau nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi
yang bersangkutan.
Malang. Penelitian mulai dilakukan pada bulan Oktober 2006 dan selesai pada
3.2.1. Alat
timer. alat untuk analisa adalah timbangan digital, rotary vacuum evaporator,
refraktometer, colour reader. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa adalah
takar 10ml.
3.2.2. Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam ekstraksi oleoresin lada hitam adalah
lada hitam kering subgrade dan bahan pembantu adalah etanol 96% digunakan
1. Bahan utama yang digunakan adalah lada hitam (Piper nigrum) subgrade.
biaya variabel.
Secara umum, tahap – tahap yang dilalui pada penelitian ini ditunjukkan
Studi literatur
Analisis data
Penentuan Efisiensi
Kesimpulan
terjadi pada pembuatan oleoresin lada hitam yaitu pada proses ekstraksi secara
mendapatkan semua oleoresin pada lada hitam diperlukan etanol dalam jumlah
besar, agar proses ekstraksi dapat efisien dan tidak boros dalam penggunaan
diantaranya adalah proses ekstraksi multi tahap dengan jumlah pelarut yang
sesuai. Namun berapa kali proses ekstraksi yang optimal serta penggunaan pelarut
yang tetap efektif untuk menghasilkan rendemen dan mutu yang tinggi , hal inilah
majalah, kajian dari internet, dan laporan dari instansi pemerintah sebagai data
pelengkap. Literatur yang dipelajari meliputi segala sesuatu tentang lada hitam,
• Rancangan Penelitian
acak kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor I adalah jumlah total pelarut
berdasarkan rasio bahan (gr) dengan pelarut (ml) terdiri atas 4 level dan faktor II
24
adalah jumlah proses ekstraksi terdiri atas 2 level sehingga diperoleh 8 kombinasi
Faktor I : Jumlah total pelarut berdasarkan rasio bahan (gr) dengan pelarut (ml)
Faktor II : Jumlah proses ekstraksi. Jumlah proses ekstraksi akan membagi total
pelarut yang digunakan sehingga jumlahnya akan sama untuk tiap proses
ekstraksinya
K1T1 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:4 (b/v)
K1T2 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:2,67 (b/v)
K2T1 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:4,5 (b/v)
K2T2 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:3 (b/v)
K3T1 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:5 (b/v)
K3T2 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:3,33 (b/v)
K4T1 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:5,5 (b/v)
K4T2 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:3,67 (b/v)
• Pelaksanaan Penelitian
berikut:
3. Etanol sesuai perlakuan [K1T1 (etanol 200 ml); K1T2 (etanol 133,3 ml);
K2T1 (etanol 225 ml); K2T2 (etanol 150 ml); K3T1(etanol 250 ml); K3T2
(etanol 166,6 ml); K4T1(etanol 275 ml); K4T2 (etanol 183,3 ml) ]
perlakuan.
dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 65oC dengan tekanan 200
• Pengumpulan Data
(Eswanto, 2002), kadar piperin, dan sisa pelarut (Sujarwadi, 1996). Prosedur
(ANOVA). Analisis ini untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan
dan interaksi antar kedua faktor. Jika ada perbedaan yang nyata dilanjutkan
dengan uji BNT 5% dan jika ada interaksi maka dilakukan uji DMRT 5%.
hitam pada ekstraksi oleoresin lada hitam menyatakan besarnya oleoresin yang
bisa diekstrak dari bahan baku. Nilai efisiensi diperoleh dengan membandingkan
oleoresin hasil ekstraksi dengan oleoresin yang terdapat pada bahan baku.
ekstraksi maka diperlukan perhitungan biaya proses ekstraksi oleoresin lada hitam
Biaya proses ekstraksi bisa juga dikategorikan sebagai biaya tidak tetap (variabel)
yaitu biaya yang berubah secara proporsional sesuai dengan perubahan volume
produk yang dihasilkan. Biaya tidak tetap terdiri dari bahan baku, bahan
Lada hitam
Penimbangan
(50 gram)
Penyaringan Ampas
Filtrat
Penguapan Etanol
(65oC, 200 mmBar : 40 rpm) Etanol
Analisa : 1. rendemen
Oleoresin lada hitam
2. kadar piperin
3. sisa etanol
didalam oleoresin
4.1 Rendemen
pelarut dan jumlah proses ekstraksi diperoleh nilai terendah 3,550% pada
perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan
3 kali proses ekstraksi dan nilai tertinggi 5,348% pada perlakuan jumlah total
pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dengan 3 kali proses
jumlah total pelarut, jumlah proses ekstraksi dan interaksi keduanya berbeda
Tabel 2. Rerata Rendemen Oleoresin Pada Berbagai Jumlah Total Pelarut dan
Jumlah Proses Ekstraksi.
Perlakuan Rerata Kadar DMRT
Jumlah total pelarut (b/v) Jumlah proses ekstraksi Piperine (%) 5%
1:8 3 kali 3,550 a
1:8 2 kali 4,291 b 0,741
1:9 2 kali 4,424 c 0,133
1:9 3 kali 4,561 d 0,137
1:10 2 kali 5,185 e 0,624
1:11 2 kali 5,194 e 0,009
1:10 3 kali 5,344 f 0,150
1:11 3 kali 5,348 f 0,004
Keterangan : Rerata yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata (α = 0,05)
Dari Tabel 2 tersebut diketahui bahwa perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan
dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi mempunyai nilai
rerata rendemen tertinggi (5,348%). Hal ini dikarenakan jumlah pelarut etanol
yang lebih banyak pada saat mencapai kesetimbangan reaksi mampu melarutkan
oleoresin yang lebih banyak juga dan dengan jumlah proses ekstraksi yang lebih
30
banyak dapat mengekstraksi kembali oleoresin yang masih tertinggal pada ampas
yang didapat semakin banyak proses ekstraksi maka semakin banyak rendemen
yang diperoleh disebabkan karena oleoresin yang tertingggal dalam ampas sisa
6.00
ole ore s in (%)
yang digunakan maka semakin banyak rendemen yang diperoleh. Hal ini
jumlah pelarut, peningkatan tertinggi pada jumlah total pelarut (rasio bahan
dengan pelarut total) 1:10 (b/v) sebesar 5,185% dengan 2 kali proses eskstraksi
dan pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) sebesar
pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) yaitu
sebesar 5,194% dengan 2 kali proses ekstraksi dan pada jumlah total pelarut (rasio
bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) sebesar 5,348% dengan 3 kali proses
jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) cenderung tetap
karena pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v)
dengan 2 sampai 3 kali ekstraksi kebutuhan jumlah etanol sudah maksimal dalam
Ditinjau dari segi rendemen, perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan
dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dan 3 kali proses ekstraksi lebih baik daripada
perlakuan dengan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v)
dan 3 kali proses ekstraksi hal ini dikarenakan pemakaian jumlah etanol yang
lebih sedikit namun mampu menghasilkan rendemen yang sama dengan perlakuan
dengan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dan 3 kali
proses ekstraksi.
menggunakan metode ekstraksi satu tahap ekstraksi dengan jumlah pelarut etanol
(rasio bahan dengan pelarut) 1:15 (b/v) menghasilkan rendemen 5,13%. Pada
32
ekstraksi oleoresin lada hitam menggunakan metode ekstraksi multi tahap dengan
perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dan 3
kali proses ekstraksi menghasilkan rendemen yang lebih tinggi yaitu sebesar
rendemen yang lebih tinggi daripada metode satu tahap ekstraksi dan mampu
mengurangi jumlah total pelarut yang diperlukan untuk proses ekstraksi hal ini
ekstraksi tunggal yaitu mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut satu kali,
umumnya tidak mungkin seluruh ekstrak terlarutkan hal ini disebabkan adanya
kesetimbangan antara ekstrak yang terlarutkan dan ekstrak yang masih tertinggal
dalam bahan. Pelarutan lebih lanjut hanya mungkin dengan cara memisahkan
larutan ekstrak dari bahan ekstraksi dan mencampurkan bahan ekstraksi tersebut
dengan pelarut baru. Ekstraksi akan lebih menguntungkan jika dilakukan dalam
jumlah tahap banyak dan setiap tahap menggunakan pelarut yang sedikit.
Rendemen tertinggi diperoleh pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan
pelarut total) 1:11 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi dan rendemen terendah
diperoleh pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v)
Hasil analisa kadar piperine yang diperoleh berkisar antara 45,080% pada
perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan
3 kali proses ekstraksi sampai 47,706% pada perlakuan jumlah total pelarut (rasio
bahan dengan pelarut total) 1:9 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi. Berdasarkan
33
analisa ragam diperoleh bahwa jumlah proses ekstraksi berbeda nyata pada α =
0,05 sedangkan jumlah total pelarut dan interaksi antara jumlah total pelarut
dengan jumlah proses ekstraksi berbeda sangat nyata pada α = 0,01. Perhitungan
analisis ragam kadar piperine oleoresin lada hitam yang dihasilkan dengan
perlakuan jumlah total pelarut dan jumlah proses ekstraksi yang berbeda
Tabel 3. Rerata Kadar Piperine Oloresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah
Total Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi.
Perlakuan Rerata Kadar DMRT
Jumlah total pelarut (b/v) Jumlah proses ekstraksi Piperine (%) 5%
1:8 3 kali 45,080 a
1:9 2 kali 47,022 b 1,942
1:8 2 kali 47,316 b 0,294
1:11 2 kali 47,471 b 0,155
1:10 3 kali 47,488 b 0,017
1:11 3 kali 47,610 b 0,121
1:10 2 kali 47,682 b 0,073
1:9 3 kali 47,706 b 0,024
Keterangan : Rerata yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata (α = 0,05)
pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:9 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi
perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan
Melalui uji duncan kadar piperine oleoresin lada hitam yang didapat dengan
berbagai kombinasi perlakuan, perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan
pelarut total) 1:8 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi berbeda nyata dengan
perlakuan yang lainnya pada taraf kepercayaan α = 0,05. hal ini diduga karena
34
menggunakan metode ekstraksi satu tahap ekstraksi dengan jumlah pelarut etanol
(rasio bahan dengan pelarut) 1:15 (b/v) diperoleh kadar piperin sebesar 47,55%
dan nilai ini tidak berbeda jauh dari kadar piperin yang diperoleh dengan ekstraksi
metode multi tahap yang mempunyai nilai kadar piperin yang hampir sama tiap
jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan 3 kali
proses ekstraksi dengan kadar piperin sebesar 45,08%. Hal ini dapat diartikan
bahwa metode ekstraksi multi tahap tidak mempengaruhi kadar piperin dan dapat
Hasil analisa sisa etanol pada oleoresin lada hitam yang diperoleh berkisar
antara 1,95% pada perlakuan dengan 2 kali proses ekstraksi sampai 2,01% pada
0,05) terhadap sisa etanol yang dihasilkan, sedangkan jumlah total pelarut tidak
mempengaruhi sisa etanol serta interaksi kedua faktor yaitu jumlah total pelarut
35
dan jumlah proses ekstraksi tidak ada interaksi. Perhitungan analisis ragam sisa
Tabel 4. Rerata Sisa Etanol pada Oloresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah
Proses Ekstraksi.
Jumlah Proses Ekstraksi Rerata Sisa Etanol pada Oleoresin (%) BNT 5%
2 kali proses 1,95a
0,04863
3 kali proses 2,01b
lebih besar kadar sisa etanolnya daripada ekstraksi dengan 2 proses ekstraksi.
Kadar sisa etanol terendah didapatkan pada jumlah proses ekstraksi 2 kali
Standart SNI kadar sisa etanol untuk oleoresin lada hitam ditetapkan
sebesar maksimal 25 ppm, namun dari tiap perlakuan percobaan dihasilkan nilai
sisa kadar etanol yang masih tinggi dan belum memenuhi standart SNI. Kadar sisa
etanol yang masih tinggi disebabkan pada proses evaporasi menggunakan alat
rotary vakum evaporator untuk memisahkan etanol dari oleoresin suhu yang
dibutuhkan pada kondisi vakum sebesar 65oC dengan tekanan 200mmHg, pada
kenyataannya pada proses evaporasi etanol diuapkan pada suhu 65oC namun
kondisi vakum tidak terjadi sehingga titik didih etanol tidak mengalami penurunan
yaitu tetap sebesar 78,3oC menyebabkan etanol tidak menguap secara sempurna
dan berdampak pada tingginya nilai sisa etanol yang masih tertinggal dalam
oleoresin.
adalah seberapa banyak oleoresin yang didapat dari proses dalam mengesktraksi
oleoresin yang ada pada bahan baku. Kinerja efisiensi ditunjukkan oleh
perbandingan oleoresin pada bahan baku dan oleoresin yang didapat setelah
Efisiensi proses ekstraksi oleoresin lada hitam denagn metode multi tahap
kandungan oleoresin pada bahan baku lada hitam. Menurut Hanum (1991),
kandungan oleoresin pada biji lada hitam kering adalah sekitar 17%. Perhitungan
efisiensi pelarut pada proses ekstraksi oleoresin lada hitam dapat dilihat pada
Lampiran 5.
(rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi
perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dengan
3 kali proses ekstraksi mempunyai nilai efisiensi tertinggi yaitu 89,14%. Jumlah
proses ekstraksi menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dari pada perlakuan
dengan 2 kali proses ekstraksi pada pemakaian pelarut yang sama sehingga
mempunyai nilai efisiensi ekstraksi oleoresin yang lebih besar, terkecuali pada
perlakuan perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8
(b/v). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tahap ekstraksi 3 kali lebih efisien
untuk mengekstraksi oleoresin lada hitam dari pada jumlah proses ekstraksi 2 kali.
dipengaruhi oleh banyaknya oleoresin yang didapat serta banyaknya pelarut yang
Diduga semakin banyak pelarut yang digunakan maka oleoresin yang didapat juga
jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) menghasilkan
rendemen 5,344% namun dengan 3 kali proses ekstraksi memerlukan 3 jam untuk
dapat melakukan semua proses ekstraksi. Perlakuan terbaik kedua yaitu perlakuan
dengan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v)
menghasilkan rendemen yang lebih sedikit yaitu 5,185% dengan 2 kali proses
menentukan perlakuan yang terbaik maka dari alternatif perlakuan diatas dihitung
yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah produk. Biaya proses ekstraksi bisa
juga dikategorikan sebagai biaya tidak tetap (variabel) yaitu biaya yang berubah
Biaya tidak tetap terdiri dari bahan baku, bahan pembantu, bahan pengemas,
utilitas, dan tenaga kerja langsung. Rincian biaya proses ekstraksi alternatif
pertama dapat dilihat pada Lampiran 6 sedangkan rincian biaya proses ekstraksi
lada hitam subgrade. Alternatif perlakuan pertama yaitu jumlah total pelarut (rasio
bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dengan 3 kali proses esktraksi dalam sehari
sebanyak 300 kg lada hitam subgrade. Pada alternatif perlakuan kedua yaitu
jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dengan 2 kali
proses esktraksi dalam sehari mampu melakukan 9 kali proses ekstraksi sehingga
Penggunaan etanol sebagai pelarut dalam jumlah banyak dan harga yang
lada hitam. Untuk menekan biaya penggunaan etanol maka hasil recovery etanol
dapat dipergunakan lagi dalam proses selanjutnya, hal ini didukung dengan
tidak ada pengaruh nyata terhadap rendemen dan kadar piperine yang dihasilkan.
Pemilihan alat juga mempengaruhi etanol yang hilang selama proses, pemakaian
alat vaccum filter dan vaccum evaporator yang ideal adalah dengan tingkat
kehilangan pelarut pada saat proses penyaringan sekitar 5% dan proses evaporasi
sekitar 5%. Sehingga pada proses pembuatan oleoresin lada hitam kebutuhan
pelarut etanol dapat memanfaatkan hasil recovery etanol yang digunakan secara
prosesnya dan 300 liter per hari sedangkan alternatif perlakuan kedua
penambahan pelarut 50 liter per prosesnya dan membutuhkan etanol sebanyak 450
Biaya proses ekstraksi oleoresin lada hitam pada alternatif pertama sebesar
Rp 85.784.000,00 per bulan dengan total produksi selama 1 bulan sebesar 400,8kg
Bruto dapat diihat pada Lampiran 6. Sedangkan biaya proses esktraksi pada
produksi selama 1 bulan sebesar 585,3kg sehingga diperoleh HPP bruto sebesar
Rp 218.458,91 rincian perhitungan HPP Bruto dapat diihat pada Lampiran 7. Dari
perhitungan biaya proses esktraksi maka yang layak menjadi perlakuan terbaik
adalah alternatif perlakuan pertama yaitu jumlah total pelarut (rasio bahan dengan
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S. 1991. Kimia Organik Jilid 1. Penerjemah :
Pudjaatmaka, A.H. Erlangga. Jakarta.
Hanum, T.1991. Rendemen dan Mutu Oleoresin dari Beberapa Jenis Mutu
Lada Hitam Lampung. Buletin Ilmiah Pertanian dan Transmigrasi. V.
2(8), 1991: p .15 – 22.
41
Koswara. 1995. Jahe dan Hasil Pengolahannya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
McCabe, W.L. Smith, J.C. Hariot, Peter. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid 2.
Penerjemah : Jasjfi, E. Erlangga. Jakarta.
Sujarwadi, E.T. 1996. Kajian Jumlah Pelarut dan Lama Ekstraksi Rimpang
Kencur terhadap Rendemen dan Mutu Oleoresin Kencur. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syamsi, I. 2004. Efisiensi, Sistem, dan Prosedur Kerja. Bumi Aksara. Jakarta.
Oleoresin
Titik nol spektro photometer dengan C2H4Cl2, dan baca A setiap akhir larutan pada
Ws = Berat sampel gr
44
Masukkan 1ml larutan K-bikromat – asam sulfat, 0,5ml oleoresin dan 1ml larutan
dengan baik. Masukkan larutan dalam labu takar 10ml dan encerkan sampai tanda.
480nm.
Etanol = X x fp
dimana x = (0.372-Abs)/0.313
fp = 2/ml sampel
45
Multi Tahap
Contoh perhitungan :
Bahan masuk :
Ekstrak akhir :
• Kondensat = 140 ml
• Oleoresin = 2,133 gr
Total 7500000
Total 75000000
Total 400000
D. Kebutuhan Air
Harga/sat
No Jenis Jml/hari Jml/bln (Rp) Biaya/bln(Rp)
3
1 Kondensor (m ) 1 25 2440 61000
Total 61000
E. Kebutuhan Energi
Harga/sat
No Jenis Jml/hari Jml/bln (Rp) Biaya/bln(Rp)
1 Listrik (kWh) 84 2100 630 1323000
Total 1323000
Total 1500000
54
Rincian Biaya Tak Tetap selama 1 bulan (alternatif perlakuan terbaik pertama)
Biaya
No Jenis (Rp)
1 Bahan Baku
Lada Hitam subgrade 7500000
2 Bahan Pembantu
Ethanol 96 % 75000000
3 Bahan Pengemas
Botol HDPE 400000
4 Utilitas
Air *) 61000
Listrik **) 1323000
5 Tenaga Kerja Langsung 1500000
Total 85784000
*) Tarif air minum untuk industri kecil pemakaian air min 10 m3 adalah
tarif 1 Rp 1.750,00 tarif 2 Rp 2.550,00 dan tarif 3 Rp 3.600,00 (PDAM, bulan Januari 2008)
**) Tarif tenaga listrik untuk industri kecil (450 - 14000 VA)
adalah Rp 630/kwh, PLN bulan Januari 2008)
Total 11250000
Total 112500000
Total 600000
D. Kebutuhan Air
Harga/sat
No Jenis Jml/hari Jml/bln (Rp) Biaya/bln(Rp)
3
1 Kondensor (m ) 1 25 2440 61000
Total 61000
E. Kebutuhan Energi
Harga/sat
No Jenis Jml/hari Jml/bln (Rp) Biaya/bln(Rp)
1 Listrik (kWh) 124 3100 630 1953000
Total 1953000
Total 1500000
56
Rincian Biaya Tak Tetap selama 1 bulan (alternatif perlakuan terbaik kedua)
Biaya
No Jenis (Rp)
1 Bahan Baku
Lada Hitam subgrade 11250000
2 Bahan Pembantu
Ethanol 96 % 112500000
3 Bahan Pengemas
Botol HDPE 600000
4 Utilitas
Air *) 61000
Listrik **) 1953000
5 Tenaga Kerja Langsung 1500000
Total 127864000
*) Tarif air minum untuk industri kecil pemakaian air min 10 m3 adalah
tarif 1 Rp 1.750,00 tarif 2 Rp 2.550,00 dan tarif 3 Rp 3.600,00 (PDAM, bulan Januari 2008)
**) Tarif tenaga listrik untuk industri kecil (450 - 14000 VA)
adalah Rp 630/kwh, PLN bulan Januari 2008)