Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FITOKIMIA
“DESTILASI”

Dosen Pengampu : Nur Ermawati, M. Farm., Apt.

Nama : Nurul Azizah


NPM : 1118005621
Semester/Kelompok : 4/B

PRODI STUDI D-III FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2020
PRAKTIKUM 5
DESTILASI
I. TUJUAN PERCOBAAN

Mahasiswa dapat melakukan isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air
II. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa dapat memahami dan dapat melakukan
isolasi minyak atsiri dari suatu simplisia dengan cara destilasi air.
III. DASAR TEORI
Minyak Atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan persenyawa padat
yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya, kelarutan dalam pelarut organik dan
keluratan dalam air yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji
maupun dari bunga.Minyak atsiri merupakan senyawa minyak yang berasal dari bahan
tumbuhan dengan beberapa sifat yaitu sangat mudah menguap bila dibiarkan diudara terbuka,
memiliki bau khas seperti tumbuhan aslinya, umumnya tidak berwarna tetapi memiliki warna
gelap karena mengalami oksidasi dan pendamaran. Karena sifatnya yang mudah menguap
minyak atsiri sering disebut sebagai minyak menguap atau minyak eteris. Minyak atsiri
dikenal dengan beberapa nama , yaitu
a. Minyak menguap ( volatile oils )
Karena bila dibiarkan diudara terbuka mudah menguap tanpa meninggalkan bekas,
juga karena mengandung senyawa atau komponen yang mudah menguap dengan
komposisi dan titik didih yang berbeda.
b. Minyak essensial
Karena merupakan senyawa essential atau konstituen berbau dari tanaman penghasil.
c. Minyak eteris (Guenther, E. 1948)
 Sifat Minyak Atsiri
a. Mudah menguap bila dibiarkan pada udara terbuka
b. Tidak larut dalam air
c. Larut dalam pelarut organic
d. Tidak berwarna, tetapi semakin lama menjadi gelap karena mengalami oksidasi dan
pendamaran
e. Memiliki bau yang khas seperti pada tumbuhan aslinya (Anonim, 2015)
 Metode Produksi (Pengambilan) Minyak Atsiri
Berdasarkan sifat tersebut diatas, minyak atsiri dapat dibuat dengan beberapa cara, yaitu
penyulingan, ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), ekstraksi dengan lemak
dingin (enfleurasi), ekstraksi dengan lemak panas (maserasi) dan pengepresan (pressing).
Ekstraksi minyak atsiri bisa dilakukan dengan berbagai cara, misal dengan destilasi,
menggunakan lemak (biasa digunakan untuk ekstraksi minyak atsiri dari bunga). Secara
umum metode pengambilan minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu cara
mekanik dan cara fisika-kimia.
a. Cara Mekanik
Metode yang sering disebut expression ini merupakan cara cold pressing tidak ada panas
yang dibutuhkan pada cara ini. Prosesnya adalah penekanan/pemerasan (squeezing). Bahan
dasar yang bisa diambil minyaknya dengan pengepresan secara mekanik biasanya berupa
biji-bijian atau kacang-kacangan maupun buah-buahan (citrus oil). Beberapa buah yang
mengandung citrus oil diantaranya bergamot, grapefruit, lemon, lime, mandarin, orange, dan
tangerine. Ada tiga cara yang berbeda untuk memungut citrus oil :
1. Sponge, dulu dilakukan secara manual (dengan tangan). Daging buah dipisahkan,
kulit buah dan biji direndam dalam air panas. Setelah lebih elastis kemudian
sponge/busa ditempelkan pada kulit buah lalu diperas/ditekan. Minyak atsiri yang
keluar akan terserap oleh sponge. Setelah jenuh, dikumpulkan dengan cara memeras
sponge.
2. Equelle a piquer, cara ini lebih hemat tenaga daripada sponge. Metode ini tidak lagi
dilakukan dengan cara manual tapi dengan alat yang yang diputar dan dilengkapi
paku-paku pada pinggirnya untuk menusuk oil cells pada kulit buah. Minyak atsiri
dan pigmen dapat dikeluarkan dari kulit buah, kemudian minyak atsirinya dapat
dipisahkan.
3. Machine abrasion, hampir sama dengan cara 2. Mesin dapat melepaskan kulit buah
dan memasukkannya ke dalam centrifuge dengan menambahkan air. Pemisahan
secara sentrifugal ini berjalan sangat cepat, tetapi karena minyak atsiri bercampur
dengan zat-zat lain, kemungkinan dapat terjadi perubahan karena pengaruh enzim.
b. Cara Kimia-fisika
1. Destilasi (Penyulingan)
Prinsipnya penyulingan destilasi merupakan suatu proses pemisahan komponen-
komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan
perbedaan tekanan uap atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen
senyawa tersebut. Pada dasarnya terdapat dua jenis penyulingan yaitu :
a. Hidrodestilasi adalah penyulingan suatu campuran yang berwujud cairan yang
tidak saling bercampur, hingga membentuk dua fasa atau dua lapisan. Proses ini
dilakukan dengan bantuan air maupun uap air. Hidrodestilasi memiliki 3 jenis
metode berdasarkan cara penanganan bahan yang diproses yaitu : destilasi air,
destilasi uap dan air serta destilasi uap langsung.
b. Fraksinasi adalah penyulingan suatu cairan yang tercampur sempurna hingga
hanya membentuk satu lapisan. Proses ini dilakukan tanpa menggunakan uap air.
Fraksinasi memiliki 3 jenis metode yaitu kohobasi, rektifikasi dan destilasi
fraksinasi.
2. Ekstraksi Pelarut, yang dapat berupa :
a. Maserasi
b. Enfleurage
c. Pelarut mudah menguap
d. Ekstraksi Hiperkritikal CO2 (Rusli, M.S. 2010)
 Isolasi

Salah satu cara untuk meng-isolasi minyak atsiri dari bahan tanaman penghasil
minyak atsiri adalah dengan penyulingan, yaitu pemisahan komponen yang berupa cairan dua
macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik didih. Proses tersebut dilakukan
terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air. (Harbone, J.B. 1978)
Isolasi bahan alam dilakukan berdasarkan sifat bahan alam tersebut, dan dapat
digolongkan menjadi isolasi cara fisis dan isolasi cara kimia. Isolasi secara fisis didasarkan
pada sifat fisik bahan alam, seperti kelarutan dan tekanan uap. Isolasi berdasarkan perbedaan
kelarutan bahan alam dalam pelarut tertentu dapat dilakukan dengan pelarut dingin atau
pelarut panas. Isolasi dengan pelarut dingin digunakan untuk mengisolasi bahan alam yang
dapat larut dalam keadaan dingin. Tekniknya dapat dilakukan dengan merendam sumber
bahan alamnya dalam pelarut tertentu selama beberapa lama (jam atau hari). Untuk bahan
alam yang larut dalam keadaan panas digunakan teknik isolasi secara kontinyu dengan alat
Soxhlet. Isolasi berdasarkan penurunan tekanan uap dilakukan dengan cara destilasi uap.
Cara ini digunakan untuk senyawa yang tidak larut dalarn air, bertitik didih tinggi, mudah
terurai sebelum titik didihnya dan mudah menguap. (Harbone, J.B. 1978)
 Destilasi
Proses Destilasi merupakan salah satu cara untuk memisahkan komponen dalam larutan
yang berbentuk cair atau gas dengan mendasarkan pada perbedaan titik didih komponen yang
ada di dalamnya. Dasar dari pemisahan dengan distilasi adalah jika suatu campuran
komponen diuapkan maka komposisi pada fase uap akan berbeda dengan fase cairnya. Untuk
komponen yang memiliki titik didih lebih rendah maka akan didapatkan komposisi yang
cenderung lebih besar pada fase uapnya, uap ini diembunkan dan dididihkan kembali secara
bertingkat–tingkat maka akan diperoleh komposisi yang semakin murni pada salah satu
komponen. Pada beberapa campuran komponen, untuk komposisi, suhu dan tekanan tertentu
tidak memenuhi kecenderungan tersebut, artinya jika campuran tersebut dididihkan maka
komposisi fase uapnya akan memiliki komposisi yang sama dengan fase cairnya, keadaan ini
disebut kondisi azeotrop, sehingga campuran pada kondisi ini tidak dapat dipisahkan dengan
cara distilasi biasa (Abassato, 2007)
Destilasi air merupakan salah satu cara untuk memisahkan minyak atsiri dari dalam
bahan. Pada metode ini, bahan yang didestilasi akan kontak langsung dengan air
mendidih.Sebelum rimpang jeringau didestilasi, rimpang terlebih dahulu diubah dalam
bentuk chips untuk mempermudah dalam proses destilasi. Permintaan akan minyak jeringau
ini sangat luas yaitu dari bidang industri makanan, farmasi, kecantikan maupun industri
parfum (Prisca, 2014).
Prinsip destilasi adalah penguapan cairan dan pengembunan kembali uap tersebut pada
suhu titik didih. Titik didih suatu cairan adalah suhu dimana tekanan uapnya sama dengan
tekanan atmosfer. Cairan yang diembunkan kembali disebut destilat. Tujuan destilasi adalah
pemurnian zat cair pada titik didihnya, dan memisahkan cairan tersebut dari zat padat yang
terlarut atau dari zat cair lainnya yang mempunyai perbedaan titik didih cairan murni. Pada
destilasi biasa, tekanan uap di atas cairan adalah tekanan atmosfer (titik didih normal). Untuk
senyawa murni, suhu yang tercatat pada termometer yang ditempatkan pada tempat terjadinya
proses destilasi adalah sama dengan titik didih destilat (Sahidin, 2008).
Fungsi komponen dalam destilasi diantaranya:
1. Labu destilasi, sebagai wadah atau tempat suatu campuran zat cair yang akan
didestilasi. Terdiri dari:
a. Labu dasar bulat
b. Labu erlenmeyer khusus untuk destilasi atau refluks.
2. Steel head, sebagai penyalur uap / gas yang akan masuk ke pendingin, dan biasanya
labu destilasinya sudah dilengkapi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head.
3. Thermometer, digunakan untuk mengukur suhu uap zat cair yang didestilasi selama
proses destilasi berlangsung dan thermometer yang digunakan harus beskala suhu
tinggi diatas titik didih zat cair yang akan didestilasi dan ditempatkan pada labu
destilasi atau steel head.
4. Kondensor, memiliki 2 celah, yaitu celah masuk untuk aliran uap hasil reaksi dan
celah keluar untuk air keran.
5. Labu didih, biasanya selalu berasa / keset yang berfungsi untuk sebagai wadah
sampel. Contohnya untuk memisahkan alkohol dan air.
6. Aerator, untuk menyalurkan air kedalam kondensor dan mengeluarkan air dari dalam
kondensor
7. Batu didih, untuk menyeimbangkan panas suatu sampel bahan kedalamnya. ( Agoes
Goeswin . 2007)
 Macam-Macam Destilasi
1. Destilasi Sederhana, prinsipnya memisahkan dua atau lebih komponen cairan
berdasarkan perbedaan titik didih yang jauh berbeda.
2. Destilasi Fraksionasi (Bertingkat), sama prinsipnya dengan distilasi sederhana, hanya
distilasi bertingkat ini memiliki rangkaian alat kondensor yang lebih baik, sehingga
mampu memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang
berdekatan.
3. Destilasi Azeotrop : memisahkan campuran azeotrop (campuran dua atau lebih
komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam prosesnya digunakan senyawa lain
yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut, atau dengan menggunakan tekanan
tinggi.
4. Destilasi Kering : memanaskan material padat untuk mendapatkan fasa uap dan
cairnya. Biasanya digunakan untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu
bata.
5. Destilasi Vakum: memisahkan dua kompenen yang titik didihnya sangat tinggi,
motede yang digunakan adalah dengan menurunkan tekanan permukaan lebih rendah
dari 1 atm, sehingga titik didihnya juga menjadi rendah, dalam prosesnya suhu yang
digunakan untuk mendistilasinya tidak perlu terlalu tinggi (Van Winkel, 1967)
 Kelebihan dan Kekurangan Destilasi
a. Kelebihan Destilasi
1. Dapat memisahkan zat dengan perbedaan titik didih yang tinggi.
2. Produk yang dihasilkan benar-benar murni.
b. Kekurangan Destilasi
1. Hanya dapat memisahkan zat yang memiliki perbedaan titik didih yang besar.
2. Biaya penggunaan alat ini relatif mahal.
3. Berlaku hanya untuk zat dengan fase cair dan gas. (Ansel, 1989)
 Bunga Kecombrang
- Klasifikasi Bunga Kecombrang
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (Berkeping satu atau monokotil)
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae (suku jahe-jahean)
Genus : Nicolaia
Spesies : Nicolaia speciosa Horan (Dalimartha, 2009).
- Morfologi Bunga Kecombrang
Tanaman kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) mempunyai bunga dalam karangan
berbentuk gasing bertangkai panjang dengan ukuran 0,5-2,5 cm x 1,5- 2,5 cm, dengan daun
pelindung bentuk jorong 7-18 cm x 1-7 cm bewarna merah jambu hingga merah terang
berdaging, ketika bunga mekar maka bunga tersebut akan melengkung dan membalik.
Kelopak berbentuk tabung dengan panjang 3- 3,5 cm bertaju 3 dan terbelah. Mahkota
berbentuk tabung bewarna merah jambu berukuran 4 cm. Labellum serupa sudip dengan
panjang sekitar 4 cm bewarna merah terang dengan tepian putih atau kuning. (Dalimartha,
2009).
Bunga yang kuncup Bunga yang mekar

- Kandungan Zat Kimia pada Bunga Kecombrang


Bunga kecombrang mempunyai kandungan zat kimia sebagai berikut : karbohidrat, serat
pangan, lemak, protein, air, zat besi, fosforus, kalium, kalsium, magnesium, seng. Selain itu
bunga kecombrang juga mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid,
saponin, dan minyak atsiri. (Antoro, ED. 1995)
- Manfaat pada Bunga Kecombrang
Bunga kecombrang banyak bermanfaat di antaranya adalah : menghilangkan bau badan,
menyembuhkan penyakit yang berhubungan dengan kulit, misalnya campak. Kalium yang
terkandung dalam bunga kecombrang bermanfaat sebagai memperlancar air seni, mengobati
penyakit ginjal. (Antoro, ED. 1995)
Selain itu bunga kecombrang juga dapat bermanfaat memperbanyak ASI, pembersih
darah, hal ini sangat baik bagi ibu yang sedang menyusui. Di beberapa kalangan masyarakat
kecombrang juga dipercaya sebagai penetral kolesterol, juga bermanfaat sebagai
antimikrobia. (Antoro, ED. 1995)
 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pertama kali dikembangkan oleh Izmailoff dan
Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar , yang fase diamnya
berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidng datar yang didukung oleh lempeng
kaca, plat aluminium, atau plat plastik (Gandjar dan Rohman, 2007).
- Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Lapis Tipis

a) Beberapa kelebihan KLT yaitu:


1. KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan
dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar
ultraviolet.
3. Dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending),
menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena
komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
5. Hanya membutuhkan sedikit pelarut. (Gandjar dan
Rohman, 2007).

b). Adapun kekurangan KLT yaitu :


1. Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda
yang diharapkan.
2. Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.
3. Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun.
(Gandjar dan Rohman, 2007).
- Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis

Pada dasarnya KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen berdasarkan


perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang. KLT
sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan
nyata terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis
adsorben sebagai pengganti kertas.
Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan
antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan
gugus fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa
geraknya. Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam,
kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan ukuran molekul (Stahl, E. 1985)
- Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan media dalam KLT yang juga
mempengariuhi nilai Rf yaitu (Harbone, J.B. 1978) :
a. Struktur kimia dan senyawa yang sedang dipisahkan
b. Sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya
c. Suhu dan kesetimbangan
d. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase gerak.
e. Derajat kejenuhan.
IV. ALAT DAN BAHAN

No Alat Bahan
1. Botol sampel (vial) Kelopak Bunga Kecombrang
2. Gelas ukur Toluena
3. Beaker glass Kloroform
4. Lap H2SO4 50%
5. Corong Aquadest
6. Sendok tanduk Plat silika GF 254
7. Pipet tetes
8. Batang pengaduk
9. Pipa kapiler
10. UV 254
11. Cawan penguap
12. Kertas saring
13. Alumunium foil

V. CARA KERJA

1. Kelopak bunga kecombrang sebanyak 100 gram didestilasi dengan pelarut


aquadest

2. Sampel didestilasi selama ± 4-5 jam.


3. Selanjutmya volume minyak atsiri diukur dan ditampung ke dalam botol sampel(vial)

4. Disimpan dalam almari es dan bebas cahaya, selanjutnya sampel dianalisa.

Pemeriksaan Parameter Minyak Atsiri:

a. Organoleptis Minyak Atsiri :

1. Disiapkan minyak atsiri yang diperoleh


2.Diamati dan dideskripsikan mengenai bentuk, warna, bau, dan rasa dari ekstrak tersebut

3.Dicatat hasil pengamatan di lembar kerja


b. Rendemen Minyak Atsiri

1.Disiapkan untuk minyak atsiri yang diperoleh


2.Dihitung kadar minyak atsiri tersebut dengan menggunakan rumus

Kadar Minyak Atsiri % ( vb )= Volume minyak atsiri( ml)


berat simplisia awal( g)
x 100 %

c. Pola Kromatografi Lapis Tipis

1. Pelat silika gel disiapkan dengan ukuran tertentu.


2.Sebelum dilakukan penotolan fase diam harus diaktifkan dengan cara dipanaskan
terlebih dahulu dalam oven pada suhu 1100 C selama 15 menit.

3.Selanjutnya minyak atsiri ditotolkan pada garis awal dengan menggunakan pipa kapiler,
biarkan beberapa saat hingga pelarutnya menguap.

4. Plat silika kemudian dimasukkan dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah
dijenuhkan dengan cairan pengembang.

5.Proses komatografi dihentikan sampai cairan pengembang sampai ke garis depan.


6.Visualisasi dilakukan dengan menggunakan lampu UV dengan panjang gelombang 254


nm dan 366 nm serta hitung nilai Rf setiap bercak yang teramati.
Jarak yang ditempuh senyawa
Rf =
Jarak yang ditempuh fase gerak .

VI. DATA DAN HASIL PERCOBAAN


1. Organoleptis Ekstrak

Organoleptis Keterangan
Bentuk Cairan
Warna Putih bening
Rasa Agak pahit
Bau Khas bunga kecombrang

2. Rendemen Minyak Atsiri

Percobaan Hasil
Volume minyak atsiri (mL) 0,5 ml
Berat simplisia awal (g) 100 gram
Rendemen minyak atsiri 0,5 % v/b

3. Pola Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Sampel Jarak yang Jarak yang Rf HRf


ditempuh ditempuh eluent
sampel
Serbuk rimpang 6,5 cm 8 cm 0,81 81
kunyit

VII. DATA PERHITUNGAN


1. Perhitungan Kadar Minyak Atsiri

Kadar minyak atsiri % ( vb )= Volume minyak atsiri(ml)


Berat simplisia awal (g)
× 100 %

0,5
= ×100 %
100
= 0,5 % v/b
2. Perhitungan Rf

Jarak yang ditempuh senyawa


Rf =
Jarak yang ditempuh fase gerak .
6,5
=
8
= 0,81
HRf = 0,81 × 100
= 81

VIII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, kami melakukan isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi
air dari simplisia kelopak bunga kecombrang dengan metode destilasi. Proses Destilasi
merupakan salah satu cara untuk memisahkan komponen dalam larutan yang berbentuk cair
atau gas dengan mendasarkan pada perbedaan titik didih komponen yang ada di dalamnya.
Dasar dari pemisahan dengan distilasi adalah jika suatu campuran komponen diuapkan maka
komposisi pada fase uap akan berbeda dengan fase cairnya. (Abassato, 2007)
Adapun prinsip destilasi ini yaitu : penguapan cairan dan pengembunan kembali uap
tersebut pada suhu titik didih. Titik didih suatu cairan adalah suhu dimana tekanan uapnya
sama dengan tekanan atmosfer. Cairan yang diembunkan kembali disebut destilat. Tujuan
destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya, dan memisahkan cairan tersebut dari
zat padat yang terlarut atau dari zat cair lainnya yang mempunyai perbedaan titik didih cairan
murni. Pada destilasi biasa, tekanan uap di atas cairan adalah tekanan atmosfer (titik didih
normal). Untuk senyawa murni, suhu yang tercatat pada termometer yang ditempatkan pada
tempat terjadinya proses destilasi adalah sama dengan titik didih destilat (Sahidin, 2008).
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu botol sampel (vial),
gelas ukur, beaker glass, corong, sendok tanduk, pipet tetes, batang pengaduk, pipa kapiler,
UV 254, cawan penguap, kertas saring, alumunium foil, dan lap. Sedangkan bahan-bahan
yang digunakan diantaranya simplisia kelopak bunga kecombrang, toluena, kloroform,
aquadest, plat silika GF 254, dann pereaksi semprot H2SO4 50%.
Kemudian, dilakukan pengekstraksian yang mana dilakukan dengan cara kelopak
bunga kecombrang sebanyak 100 gram didestilasi dengan pelarut aquadest. Pelarut yang
digunakan adalah aquadest (air) , karena air memiliki sifat kepolaran yang berbeda dengan
minyak atsiri sehingga minyak atsiri sehingga akan mudah dipisahkan dari destilat. Air dan
minyak atsiri tidak saling melarutkan, selain itu titik didih air lebih kecil dari minyak atsiri
sehingga uap air akan mendorong minyak dalam kelopak kecombrang untuk lepas dari pori-
pori kecombrang dan menghasilkan destilat. Sampel didestilasi selama ±4-5 jam.
Ketika suhu mencapai 30 sampai 40 ºC uap hasil pemanasan tersebut kemudian
dialirkan menuju kondensor yang berfungsi sebagai pendingin. Pada kondensor terjadi proses
kondensasi (uap menjadi embun) sehingga akan dihasilkan destilat yang selanjutnya
ditampung pada erlenmeyer. Destilat yang dihasilkan akan terus bertambah hingga mencapai
titik didih azeotrop. Titik azetrop adalah titik maksimum dimana campuran, komponen, untuk
komposisi, suhu, dan tekanan tertentu memnuhi kecenderungannya, jika campuran didihkan
terus menerus melewati titik didihnya maka komposisi fase uapna memiliki komposisi yang
sama dengan fase cairnya.
Pemanasan awal berfungsi agar air terserap kedalam pori-pori kelopak kecombrang
yang dapat mengeluarkan minyak atsiri karena adanya tekanan osmotik. Tetes minyak
awalnya tertahan pada kondensor dan tidak segera turun, hal tersebut terjadi karena sudut
kemiringan kondensor yang terlalu datar dan juga aliran air yang terlalu kecil. Setelah aliran
air diperbesar, minyak yang dihasilkan mulai menetes. Ditilasi dilanjutkan sampel dalam labu
alas bulat mulai tinggal sedikit. Percobaan yang telah dilakukan menghasilkan destilat berupa
air dan minyak atsiri, dimana minyak atsiri berada di lapisan atas karena massa jenisnya yang
lebih kecil dari air. Minyak atsiri dipisahkan dari air dengan memipet air secara perlahan, jika
jumlah air sudah sangat sulit untuk dipisahkan dengan pipet karena jumlahnya yang sedikit.
Selanjutnya volume minyak atsiri diukur dan ditampung ke dalam botol sampel (vial),
disimpan dalam almari es dan bebas cahaya, selanjutnya sampel dianalisa.
Setelah terbentuk ekstrak, maka dilakukan pemeriksaan parameter ekstrak yang mana
bertujuan untuk mengetahui kualitas ekstrak dilihat dari sifat fisik dan kandungan kimianya.
Yang pertama dilakukan adalah pemeriksaan organoleptis ekstrak yang mana dilakukan
dengan menggunakan panca indera dengan mendeskripsikan bentuk,warna,bau,dan rasa dari
ekstrak yang diperoleh. Untuk ekstrak yang dihasilkan pada perobaan ini yaitu berbentuk
cairan,warna putih bening, rasa agak pahit, dan bau khasbunga kecombrang.
Untuk selanjutnya dilakukan perhitungan kadar minyak atsiri. Kadar minyak atsiri
diperoleh berdasarkan perbandingan volume minyak atsiri (ml) dengan berat simplisia yang
digunakan dikalikan dengan 100 %, sesuai yang dicantumkan pada persamaan:

( vb )= Volume
Kadar minyak atsiri %
minyak atsiri(ml)
Berat simplisia awal (g)
× 100 %

Pada percobaan ini diperoleh bobot ekstrak yaitu 0,5 ml, bobot simplisia 100 gram. Jadi
untuk kadarnya diperoleh sebesar 0,5 % v/b. Dari hasil tersebut menunjukkan nilai rendemen
yang tidak sesuai dengan literatur standart nilai rendemen yaitu 7,8% (Nurhayati, et.al.2009).
Kesalahan tersebut dapat disebabkan karena adanya hidrolisis yang mengakibatkan minyak
atsiri larut dalam pelarut air dan proses pemanasan dengan suhu tinggi, sehingga masih
terdapat minyak atsiri yang tidak ikut tersulin, dan bisa juga disebabkan karena kurang
lamanya waktu destilasi.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi destilasi diantaranya yaitu suhu atau
pemanasan, tekanan atmosfir, kesalahan kalibrasi, serta kesalahan praktikan dalam ketepatan
membaca termometer. Faktor yang sangat berpengaruh dalam proses destilasi adalah suhu
atau pemanasan. Jika pemanasan terlalu besar, dikhawatirkan akan terjadi flooding
(banjir/tersumbat). Ciri dari dari flooding itu sendiri adalah tertahannya cairan di atas kolom,
pada saat terjadi flooding transfer masaa yang dihasilkan tidak maksimal. Ketika terjadi
flooding, cairan tidak dapat mengalir ke bawah lagi, tetapi akan terakumulasi atau bahkan
dapat terbawa ke atas oleh uap, sehingga proses destilasi harus segera dihentikan. (Sudjadi .
1986)
Apabila pemanasan kecil, maka proses pemisahan akan berlangsung lama, akan tetapi
hasil atau konsentrasi yang diperoleh akan lebih baik dan mendekati semprna, dikarenakan
proses pemisahan dan pendinginan berlangsung semprna. Hubungan antara konsentrasi
dengan besarnya pemanasan yaitu apabila proses pemanasan terlalu tinggi, proses destilasi
akan berlangsung sangat cepat dan konsentrasi etanol (sampel) yang didapatkan kecil karena
air yang ikut terbawa ke atas dan terembunkan di dalam kondensor dan ikut keluar menjadi
destilat. (Sudjadi . 1986)
Di dalam minyak atsiri bunga kecombrang terdapat 5 senyawa penyusunnya yaitu
Dekanal (2,69%), Dodekanal (26,17%), 1-Dodekanol (30,26%), Ester dedosil (7,84%), dan
Asam Dodekanoat (18,96%). (Gunawan dan Mulyani. 2004). Senyawa dodekanol merupakan
senyawa yang paling banyak yang terdapat di dalam minyak atsiri bunga kecombrang dengan
persentse kandungannya yang mencapai 30,26%. Baunya yang segar namun tidak terlalu
tajama, membuat senyawa dodekanol digunakan juga sebagai bahan dasar parfum dan
pewangi dalam kosmetik. Senyawa ini memiliki wujud padat dengan warna putih. Dengan
wujudnya yang padat, membuat senyawa dodekanol tidak mudah rusak selama penyimpanan
asalkan tidak terkena mathri langsung dan suhu yang cukup rendah (Dalimartha, S. 2006)
Dari hasil kadar minyak atsiri tersebut, menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai
kadar atau rendemen yang dihasilkan menandakan nilai minyak atsiri yang dihasilkan
banyak. Kualitas ekstrak yang dihasilkan biasanya berbanding terbalik dengan jumlah
rendemen yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan maka semakin
rendah mutunya. (Rochim,Armando. 2016)
Besar kecilnya nilai kadar atau rendemen minyak atsiri merupakan parameter yang
menentukan keberhasilan suatu proses ekstraksi. Besarnya kadar atau rendemen minyak atsiri
yang diperoleh pada proses ekstraksi juga meggambarkan jumlah penarikan senyawa zat aktif
pada zat. Efektivitas proses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis
pelarut, ukuran partikel, metode ekstraksi, dan lama proses ekstraksi.(Salamah,dkk. 2017)
Setelah itu, dilakukan pengujian dengan metode kromatografi lapis tipis. Yang
pertama dilakukan yaitu disiapkan terlebih dahulu fase gerak yang menggunakan
toluena:kloroform dengan perbandingan 9 : 1. Toluena termasuk senyawa non polar,
kloroform termasuk senyawa semi polar. Tujuan digunakannya fase gerak dengan
perbandingan yang berbeda-beda ialah untuk memisahkan senyawa sesuai dengan
kepolarannya. Melihat dari fase gerak dan fase diam yang digunakan ini, diharapkan senyawa
akan terpisah dengan baik berdasarkan kepolarannya dimana senyawa yang lebih non polar
akan lebih terikat dengan fase gerak dan senyawa yang lebih polar akan terikat pada fase
diam. Semakin tinggi polaritas eluen, maka nilai Rf nya juga semakin tinggi.
(Sastrohmidjojo,H. 1985)
Setelah itu, dimasukkan kertas saring ke dalam chamber lalu ditunggu fase gerak
jenuh hingga fase gerak membasahi kertas saring. Tujuan dilakukan penjenuhan pada fase
gerak adalah untuk `memastikan partikel fase gerak terdistribusi merata pada seluruh bagian
chamber sehingga proses pergerakan spot di atas fase diam oleh fase gerak berlangsung
optimal, dengan kata lain penjenuhan yang dilakukan berfungsi untuk mengoptimalkan
naiknya eluent dan untuk menghindari hasil tailing pada plat KLT. Selain itu penjenuhan yang
dilakukan berfungsi untuk memudahkan saat elusi.
Sambil menunggu fase gerak jenuh, dilakukan penyiapan fase diam yang dilakukan
dengan memotong plat silika gel GF 254 berikan garis tepi tipis (atas 0,5 cm dan bawah 1,5
cm). Fungsi dari plat silika tersebut sebagai fase diam yang merupakan tempat berjalannya
adsorbens, sehingga proses migrasi analit oleh solvent nya dapat berjalan.
Selanjutnya dilakukan penotolan sampel menggunakan pipa kapiler pada plat silika
GF 254 dengan jarak totolan 1,5 cm. Kemudian dimasukkan plat yang sudah ditotoli sampel
ke dalam chamber (bejana kromaografi), lalu diamati hingga batas eluent berada pada jarak
bagian atas yang sudah ditentukan. Setelah itu dikeluarkan plat silika GF 254 dan dikeringkan
di udara. Hal ini dilakukan untuk menguapkan sisa pelarut yang masih tedapat pada plat,
untuk menjamin penguapan telah sempurna dan agar spot jelas terlihat.
Setelah itu dideteksi bercak di bawah sinar UV 254 dan ditandai bercak noda dengan
pensil. Kemudian dihitung nilai Rf nya. Rf yaitu jarak yang ditempuh senyawa dibagi dengan
jarak yang ditempuh fase gerak. Adapun untuk jarak yang ditempuh sampel adalah 6,5 cm,
sedangkan jarak yang ditempuh eluent adalah 8 cm. Sehingga hasil untuk perhitungan nilai
Rf yaitu 0,81 dengan HRf dapat dihitung Rf × 100 dan hasilnya adalah 81.
Pereaksi semprot yang digunakan adalah H2SO4 50% yang mana prinsip penampakan
pereaksi semprot tersebut adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifar reduktor
dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan
bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh
mata.(Sudjadi, 1986)
Dari hasil nilai Rf sebesar 0,81 menunjukkan bahwa hasil tersebut tidak sesuai dengan
literatur. Rf yang bagus berkisar antara 0,2 – 0,8. Jika Rf terlalu tinggi yang harus dilakukan
adalah mengurangi kepolaran eluen dan sebaliknya. (Gandjar dan Rohman. 2007)
Adapun untuk nilai dari HRf yaitu Rf × 100 = 81.
Dari hasil percobaan Rf yang dihasilkan adalah 0,81 , yang mana berdasarkan literatur
nilai Rf standart dodekanlol adalah 0,88 (Antoro,E.D. 1995). Hasil percobaan ini nilai Rf
yang dihasilkan tidak sesuai literatur. Kesalahan tersebut dapat disebabkan kurang
sempurnanya proses penjenuhan chamber, penandan noda saat dibawah UV,ataupun
kemungkinan pelarut yang kurang homogen,serta kurang hati-hati saat memasukkan pelarut
ke dalam chamber sehingga sebelum chamber ditutup pelarut ada yang menguap terlebih
dahulu.
Fase diam yang digunakan adalah silika gel yang bersifat polar,sedangkan dodekanol
(senyawa yang paling banyak yang terdapat di dalam minyak atsiri bunga kecombrang),
merupakan senyawa polar sehingga ikatan antara kurkumin dengan fase diamnya kuat. Jika
eluen yang digunakan lebih polar dari pada suatu komponen sampel, molekul-molekul eluen
akan menggantikan molekul molekul sampel pada silika gel sehingga harga Rf tinggi.
(Underwood. 1988)
Faktor yang dapat mempengaruhi gerak dan harga Rf adalah sifat dari penyerap dan
derajat aktivitas,struktur kimia dari senyawa dipisahkan,serapan dari satu pasang
penyerap,pelarut(derajat kemurnian) fase gerak.(Underwood, 1988)
Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada
pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam
larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa
ke atas pada lempengan tergantung pada (Soebagio,2002)
Adapun keuntungan dari metode KLT yaitu peralatan yang diperlukan
sederhana,waktu analisis cepat, hasil pemisahan lebih baik,daya pemisahan tinggi,
pengerjaannya sederhana dan mudah serta harganya terjangkau.(Gritten,RJ.dkk. 1991)
Sedangkan kerugiannya dari KLT yaitu harga Rf yang tidak tetap, pemilihan fase
diam terbatas, dan koefisien distribusi atau serapan seringkali tergantung pada kadar total
sehingga pemisahannya kurang sempurna. (Gritten,RJ.dkk. 1991)

IX. KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat dibuat kesimpulan bahwa :


1. Organoleptis dari ekstrak yang dihasilkan :
- Bentuk : Cairan
- Warna : Putih bening
- Rasa : Agak pahit
2. Bau : Bau khas bunga kecombrang
3. Kadar minyak atsiri nilai : 0,5 % v/b
4. Pada Pola Kromatografi Lapis Tipis (KLT) diperoleh :
- Nilai Rf yang dihasilkan : 0,81
- Nilai HRf yang dihasilkan : 81

X. DAFTAR PUSTAKA
1. Abbassato. 2007. Efisiensi Kolom Sieve Tray pada Destilasi yang Mengandung Tiga
Komponen (Aceton-Alkohol-Air). Jurnal Nasional.978-979.
2. Agoes Goeswin. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung : ITB.
3. Ansel .1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.
4. Anonim. 2015. Modul Praktikum Dasar-Dasar Proses. Yogyakarta : UGM Press.
5. Antoro,E.D. 1995. Skrining Fitokimia Rimpang Nicolia speciosa Horan, secara
Mikrokimiawi Krmatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri UV. FF-UGM.
6. Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Jakarta : Pustaka
Buana.
7. Gandjar dan Rohman . 2007 . Kimia Farmasi Analisis . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
8. Gritten,J.R.dkk . 1991 . Pengantar Kromatografi . Bandung : ITB.
9. Guenther,E. 1948. The Essential Oil. Jakarta : UI Press.
10. Gunawan dan Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jakarta : Penebar
Swadaya.
11. Harbone, J.B. 1978. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalis
Tumbuhan. Bandung: ITB.
12. Nurhayati, et.al.2009. Kajian Awal Potensi Ekstrak Spons sebagai Antioksidan. Jurnal
Kelautan Nasional. 2(2):43-51.
13. Prisca .2014. Destilasi dan Karakterisasi Minyak Atisiri Rimpang Jeringan. Jurnal
Pangan dan Argoindustri. Vol.2, No.2. 1-8.
14. Rochim Armando . 2016 . Memproduksi 15 Minyak Atsiri Berkualitas. Jakarta : EGC.
15. Rusli,M.S. 2010. Sukses Memproduksi Minyak Atsiri. Jakarta: Agromedia Pustaka.
16. Sahidin. 2008 . Penuntun Praktikum Kimia Organik I. Kendari : Unhalu.
17. Salamah ,dkk . 2017. Pengaruh Metode Penyarian Terhadap Kadar Alkaloid Total
Daun Jembirit Dengan Metode Spektrofotometri Visibel. Pharmaciana Vol 7
No.1. 113-122.
18. Sastrohamidjojo, H. 1985 . Kromatografi Edisi 1 Cetakan 1. Yogyakarta : Liberty.
19. Stahl, E. 1985 . Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Jakarta : PT
Kalman Media Pustaka.
20. Sudjadi . 1986. Metode Pemisahan . Yogyakarta : UGM Press.
21. Underwood . 1988 . Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keempat . Jakarta : Erlangga.
22. Van Winkel. 1987. Destillation. New York : Mc.Graw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai