SKRIPSI
Oleh:
SITI ANIMAH
145100301111124
Oleh:
SITI ANIMAH
145100301111124
Dr. Dodyk Pranowo, STP. M.Si. Nur Lailatul Rahmah, S.Si., M.Si.
NIP. 19790405 200312 1 005 NIP. 19840522 201212 1 004
Tanggal Persetujuan:………. Tanggal Persetujuan:………………
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Penguji, Mengetahui,
Ketua Jurusan,
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Menyatakan bahwa,
TA dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut
di atas. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak
benar saya bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku.
Siti Animah
NIM. 1145100301111124
v
Alhamdulillahhirabbil’alamin…
vi
RIWAYAT HIDUP
vii
SITI ANIMAH. 145100301111124. Optimasi Proses Ekstraksi
Minyak Biji Alpukat (Persea americana Mill) menggunakan
Metode Soxhlet. TA. Pembimbing: Dr. Dodyk Pranowo,
STP., M.Si dan Nur Lailatul Rahmah, S.Si., M.Si.
RINGKASAN
ix
SITI ANIMAH. 145100301111124. Optimization of the
Avocado Seed Oil (Persea americana Mill) Extraction
Process using the Soxhlet Method. TA. Pembimbing: Dr.
Dodyk Pranowo, STP., M.Si dan Nur Lailatul Rahmah, S.Si.,
M.Si.
SUMMARY
x
KATA PENGANTAR
Penulis
xii
DAFTAR ISI
xiv
xv
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
I. PENDAHULUAN
2
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Memperoleh waktu dan suhu ekstraksi yang optimal
untuk mengekstrak minyak biji alpukat dengan metode
soxhletasi
2. Mendapatkan kualitas minyak biji alpukat yang
dihasilkan dari perlakuan optimal.
1.4 Manfaat
Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi pada masyarakat mengenai
manfaat dari biji buah alpukat dan cara pengolahannya
2. Meningkatkan nilai ekonomis biji buah alpukat
3. Meningkatkan nilai tambah biji buah alpukat
3
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
5
Tanaman alpukat memiliki dua jenis akar, yaitu akar
tunggang dan memiliki akar rambut. Rambut pada akar tanaman
alpukat hanya sedikit sehingga pemupukan harus dilakukan
dengan cara yang benar. Pupuk harus diletakkan sedekat
mungkin dengan akar sehingga pupuk ditanam dengan
kedalaman 30 – 40 cm disekitar tanaman (Andi, 2013). Tinggi
tanaman alpukat dapat mencapai 20 m, terdiri dari batang
berwarna coklat kotor memiliki banyak cabang dan ranting yang
berambut halus. Batang tanaman alpukat biasanya digunakan
sebagai pengembangan bibit, penyambungan dan okulasi
(Prihatman 2000; Andi, 2013). Daun tunggal, bertangkai yang
panjangnya 1,5-5 cm, letaknya berdesakan di ujung ranting,
bentuknya jorong sampai bundar telur memanjang, tebal seperti
kulit, ujung dan pangkal runcing, tepi rata kadang-kadang agak
rmenggulung ke atas, bertulang menyirip, panjang 10-20 cm,
lebar 3-10 cm, daun muda warnanya kemerahan dan berambut
rapat, daun tua warnanya hijau dan gundul (Prihatman 2000;
Andi, 2013).
Bunga alpukat bersifat sempurna (hermaprodit), tetapi
sifat pembungaannya dichogamy, artinya tiap bunga mekar 2
kali berselang, menutup antara 2 mekar dalam waktu berbeda.
Pada hari mekar pertama, bunga betina yang berfungsi
sedangkan pada hari mekar berikutnya bunga jantan yang
berfungsi. Berdasarkan sifat pembungaannya, tanaman alpukat
dibedakan menjadi 2 tipe. Tipe A: bunga betina mekar pada
pagi hari sedangkan bunga jantan mekar pada sore hari pada
hari berikutnya. Tipe B: bunga betina mekar pada sore hari dan
bunga jantan mekar pada pagi hari berikutnya (Ashari, 2004;
Andi, 2013).
Buah alpukat jenis unggul berbentuk lonjong, bola atau
bulat telur dan bulat tidak simetris, panjang 9 – 11,5 cm,
memiliki massa 0,25 – 0,38 kg, berwarna hijau atau hijau
kekuningan, berbintik – bintik ungu, buahnya memiliki kulit yang
lembut dan memiliki warna yang berbeda-beda. Biasanya warna
buah alpukat bervariasi dari warna hijau tua hingga ungu
kecoklatan. Buah alpukat berbiji satu dengan bentuk seperti
bola berdiameter 6,5 – 7,5 cm, keping biji berwarna putih
6
kemerahan. Buah alpukat memiliki biji yang besar berukuran 5,5
x 4 cm (Andi, 2013).
Tabel 2.2. Kandungan Air, Abu dan Total Fenol Biji Alpukat
(Berat Bersih)
Komponen Satuan Kandungan
Air G 12,67
Abu G 2,78
Total Fenol ʮg/g 5449,05
Sumber : Alusuhendra dkk, 2010.
3. Ukuran Partikel
Ukuran partikel bahan dapat mempengaruhi proses
ekstraksi karena akan menentukan tingkat kemudahan bahan
untuk kontak dengan pelarutnya. Tingkat kehalusan bahan yang
9
sesuai akan dapat menghasilkan proses esktraksi yang lebih
cepat dan sempurna (Guenther, 1987). Treyball (1979) juga
menyatakan bahwa proses ekstraksi akan lebih baik apabila
diameter partikel diperkecil. Pengecilan ukuran akan
memperluas permukaan kontak dan mempercepat laju reaksi.
Laju ekstraksi akan meningkat apabila ukuran partikel bahan
baku semakin kecil. Dalam arti lain, rendemen akstrak akan
semakin besar bila ukuran partikel semakin kecil. Pengecilan
ukuran ini juga bertujuan mengahancurkan matriks inert
pengotor yang melingqkupi zat terlarut. Namun demikian,
apabila ukuran partikel terlalu halus maka semakin sulit dalam
pemisahan sehingga sulit untuk diperoleh larutan ekstrak yang
murni (Mc Cabe, 2012).
4. Jenis Pelarut
Pemilihan jenis pelarut didasarkan prinsip kelarutan yaitu
like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa
polar, sedangkan pelarut non polar akan melarutkan senyawa
yang besifat non polar (Pomeranz, 1994). Pelarut yang bersifat
polar maupun semi polar telah umum digunakan untuk
mengekstrak senyawa polifenol dari tanaman seperti buah-
buahan dan sayuran. Pelarut yang sering digunakan yaitu
aquades, etanol, metahnol, aseton, dan etil asetat. Menurut
Sultan (2009), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pemilihan pelarut, yaitu :
a. Sifat pelarut yang terdiri dari selektivitas, koefisien,
densitas, tegangan antar permukaan, kemudahan
pengambilan kembali pelarut, keaktifan secara kimia.
b. Pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi.
c. Pelarut yang tidak berbahaya atau beracun.
d. Jumlah pelarut, semakin banyak jumlah pelarut yang
digunakan, maka semakin banyak pula hasil yang
didapatkan, karena distribusi partikel dalam pelarut
semakin menyebar sehingga memperluas permukaan
kontak.
11
2.3.2 Pelarut N-Heksan
Pelarut yang terbaik untuk esktraksi adalah pelarut yang
mempunyai daya melarut yang tinggi. Hal ini berhubungan
dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang akan
diambil. Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut
ke dalam pelarut polar dan bagian senyawa non polar larut ke
dalam pelarut non polar (Vogel, 1987).
Heksan merupakan jenis pelarut yang sering digunakan
mengekstraksi minyak atsiri, karena heksana dapat melarutkan
senyawa non polar yang merupakan komponen terbesar
penyusun minyak atsiri (Furniss et al., 1978). Heksan adalah
sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C 6H14
(isomer utama n-heksan memiliki rumus CH3(CH2)4CH3).
Seluruh isomer heksana amat tidak rekatif, dan sering
digunakan sebagai pelarut organik yang inert. Heksana juga
umum terdapat pada bensin dan lem sepatu, kulita dan tekstil.
Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak
berwarna yang tidak larut dalam air dan merupakan fraksi yang
mendidih pada 65-70oC (Anonim, 2010).
Heksan adalah senyawa organik yang terbuat dari
karbon dan hidrogen yang paling sering diisolasi sebagai produk
sampingan dari minyak bumi dan penyempurnaan minyak
mentah. Pada suhu kamar Heksan adalah, cairan tidak
berwarna tidak berbau, dan memiliki banyak kegunaan dalam
industri. Heksana merupakan pelarut yang sangat populer dan
sering digunakan dalam pembersih industri dan sering
digunakan untuk mengekstrak minyak dari sayuran, dan biji-
bijian.
Heksan dianggap sebagai molekul yang relatif
sederhana. Karena awalan hex- menunjukkan pelarut ini
memiliki enam atom karbon, yang disertai dengan atom
hidrogen 14 memberikan rumus molekul C6H14. Karbon dirantai
berturut-turut, satu menyusul berikutnya. Setiap karbon memiliki
setidaknya dua atom hidrogen yang melekat padanya kecuali
untuk karbon pertama dan terakhir, yang memiliki tiga. Karena
bentuk karbon-hidrogen eksklusif dan hanya memiliki ikatan
molekul tunggal, dapat diklasifikasikan sebagai alkana rantai
lurus.
12
2.3.3 Suhu Ekstraksi
Ekstraksi suatu bahan pada prinsipnya dipengaruhi oleh
suhu yang digunakan. Semakin tinggi suhu yang digunakan,
ekstrak yang dihasilkan akan cenderung semakin banyak
(Pambayun dkk., 2007). Menurut Margaretta dkk. (2011),
kelarutan solute yang di ekstrak akan bertambah besar dengan
bertambah tingginya suhu. Seiring dengan meningkatnya suhu,
difusi yang terjadi juga semakin besar, sehingga proses
ekstraksi akan berjalan semakin cepat. Akan tetapi dalam
meningkatkan suhu operasi juga perlu diperhatikan sifat dari
bahan maupun senyawa yang akan diekstrak. Suhu yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada bahan maupun
senyawa saat proses ekstraksi berlangsung. Penelitian yang
telah dilakukan Margaretta dkk. (2011), menunjukan bahwa
semakin tinggi suhu yang digunakan dalam proses ekstraksi,
yield ekstrak dan Total Phenolic Content yang diperoleh
semakin besar pula. Hal tersebut disebabkan karena suhu yang
tinggi akan menyebabkan kelarutan senyawa phenolic dalam
pelarut etanol semakin besar. Dengan meningkatnya suhu
ekstraksi, jaringan dinding sel partikel solid semakin lunak
sehingga akan mempermudah perpindahan solute ke pelarut.
Suhu dapat mempengaruhi koefisien difusi ekstraksi.
Keofisien difusi meningkat apabila terjadi kenaikan suhu. Selain
tu kenaikan suhu juga mempengaruhi laju ekstraksi, semakin
tinngi suhu maka laju ekstraksi semakin cepat. Namun suhu
ekstraksi tidak boleh melebihi titik didih pelarut karena akan
menyebabkan pelarut menguap. Biasanya suhu sekstraksi yang
paling baik adalah sedikit dibawah titik didih pelarut. Menurut
Julian (2011) Suhu tinggi dapat menigkatkan efisiensi dari
proses ekstraksi karena panas dapat meningkatkan
permeabilitas dinding sel, meningkatkan kelarutan dan difusi
dari senyawa yang diekstrak dan mengurangi viskositas pelarut,
namun suhu tinggi juga dapat mendegradasi senyawa bioakif
yang tidak tahan panas seperti polifenol.
2.6 Hipoetesis
Diduga optimasi perbedaan waktu ekstraksi dan suhu akan
berpengaruh terhadap jumlah ekstrak minyak dari biji alpukat
yang diperoleh dengan menggunakan metode soxletasi.
16
III. METODE PENELITIAN
17
masalah hingga pengambilan kesimpulan. Diagram alir prosedur
penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Mulai
Identifikasi Masalah
Studi Literatur
Penelitian Pendahuluan
Penentuan Hipotesa
Penentuan Rancangan
Percobaan
Pemilihan Perlakuan
Optimal
Kesimpulan
Selesai
18
ekstraksi. Penelitian dibuat dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Menetapkan level faktor yang akan diteliti. Penelitian ini
terdiri dari dua faktor yaitu lama waktu ekstraksi (X1) dan
suhu ekstraksi (X2). Masing-masing faktor terdiri dari dua
taraf yang diberi kode +1 dan -1, serta 0 sebagai titik
pusat.
I. Suhu Ekstraksi (B), terdapat tiga taraf
X2 (X1 = -1) = 100oC
X2 (X1 =0) = 105oC
X2 (X1 = +1) = 110oC
Jarak antar faktor = 110oC – 105oC = 5 oC
II. Lama waktu ekstraksi (A), terdapat tiga taraf
X1 (X1 = -1) = 5 Jam
X1 (X1 = 0) = 6 Jam
X1 (X1 = +1) = 7 Jam
Jarak antar faktor = 6 – 5 = 1 Jam
Pengulangan pengamatan dilakukan pada titik pusat
sebanyak lima kali sesuai rancangan komposit terpusat 2
faktor.
2. Menetapkan level faktor yang sesuai dengan titik pusat X 1
= 0 dan X2 =0. Pada faktor suhu ekstraksi minyak biji
alpukat hubungan antara variabel X 1 dengan variabel asli
dapat dinyatakan sebagai berikut:
X1 = , A = 5 X1 + 105.............. (1)
Pada faktor waktu ekstraksi hubungan variavel X2 dengan
variabel asli dapat dinyatakan sebagai berikut:
X2 = , B = 1 X2 + 6 .............. (2)
3. Menentukan nilai α = 2 k/4, karena penelitian
menggunakan 2 faktor maka nilai k=2, sehingga α = 2 2/4 =
1,414. Selanjutnya adalah menentukan nilai taraf faktor yang
sesuai dengan nilai - α = 1,414 dan nilai α = 1,414 dengan
melakukan perhitungan hubungan variabel X 1 dan X2 dengan
variabel asli pada persamaan (1) dan (2).
Melalui persamaan (2) dapat diketahui bahwa:
a. Untuk X2 = -1,414
Maka B = 5 (-1,414) + 105 = 97,93
19
b. Untuk X1 = 1,414
Maka B = 5 (1,414) + 105 = 112,07
Melalui persamaan (1) dapat diketahui bahwa:
a. Untuk X1 = -1,414
Maka A = 1 (-1,414) + 6 = 4,59
Untuk X1 = 1,414
Maka B = 1 (1,414) + 6 = 7,41
20
3.6 Pelaksanaan Penelitian
3.6.1 Pembuatan Bubuk Biji Alpukat
1. Biji alpukat disiapkan dan kupas kulit arinya
2. Biji alpukat dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan kotoran berupa lendir, tanah, dll.
3. Biji alpukat yang sudah bersih kemudian dipotong kecil-
kecil lalu ditimbang menggunakan timbangan.
4. Biji alpukat yang telah ditimbang kemudian dioven
dengan suhu 60oC selama 3 jam hingga kadar air pada
biji berkurang.
5. Biji yang sudah dioven kemudian diblender dan diayak
dengan menggunakan ayakan 60 mesh untuk
memisahkan antara bubuk yang kasar dan bubuk halus
6. Hasil ayakan yang diperoleh kemudian dilakukan
pengujian kadar air pada bahan sebelum disimpan
dalam wadah plastik.
Diagram alir proses pembuatan bubuk biji alpukat dapat
dilihat pada Gambar 3.2.
21
Biji Alpukat
Air bekas
Air bersih Dicuci
cucian
Di potong-potong
Ditimbang
Di oven
Dihaluskan
Analisa :
Bubuk Biji Alpukat Kadar Air
Rendemen
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Bubuk Biji
Alpukat (Modifikasi Risyad, 2013)
22
5. Kemudian minyak dan n-heksana dipisahkan dengan
menggunakan Rotary Evaporator dengan suhu 60˚C
selama 10 menit (hingga tidak terdapat tetesan pelarut).
6. Minyak yang diperoleh dilakukan analisis untuk
mengetahui rendemen dan asam lemak bebas (FFA).
7. Hasil ekstrak dengan perlakuan terbaik di analisis lebih
lanjut untuk mengetahui efisiensi proses ekstraksi yang
dilakukan.
Diagram alir proses ekstraksi minyak biji alpukat dapat
dilihat pada Gambar 3.3.
23
Bubuk Biji Alpukat n-heksana teknis 99%
Disoxhletasi selama 5, 6,
dan 7 jam dengan masing-
masing suhu sebesar 100 oC,
105 oC, dan 110 oC
Disimpan dalam
Ampas
botol kaca
Filtrat
Penentuan
perlakuan optimal
Hasil
24
3.7 Analisa Hasil
3.7.1 Pengukuran Berat Jenis
Penentuan bobot jenis suatu zat cair (air suling, bensin,
minyak tanah, minyak kelapa) dengan metode piknometer,
dimana ditimbang lebih dahulu berat piknometer kosong dan
piknometer berisi zat cair yang diuji. Selisih dari penimbangan
adalah massa zat cair tersebut pada pengukuran suhu kamar
(250C) dan dalam volume konstan, tertera pada piknometer.
Maka bobot jenis zat cair tersebut adalah massanya sendiri
dibagi dengan volume piknometer, dengan satuan g/mL (Silalahi
dkk, 2017):
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Piknometer dibersihkan dengan air suling, kemudian
dibilas dengan alkohol
3. Piknometer dikeringkan dalam oven pada suhu 100 0C
selama 60 menit, lalu didinginkan pada suhu kamar
4. Dikeluarkan piknometer setelah pengeringan selama 1
jam, kemudian ditimbang bobotnya dalam keadaan
kosong pada timbangan analitik, hasilnya dicatat.
Penimbangan dilakukan 3 kali.
5. Dimasukkan dalam baskom berisi es/air dingin
piknometer kosong tadi, sampai mencapai 25 0C dan
ditimbang dengan timbangan analitik (secara triplo) dan
dicatat hasilnya.
6. Aquadest dikeluarkan dari piknometer lalu dibilas
dengan alkohol 70% lalu dikeringkan
7. Diisikan piknometer kosong dengan sampel lain yaitu
minyak kelapa dan bensin dengan volume sesuai yang
tertera pada piknometer (perlakuan dilakukan secara
triplo) dengan prosedur yang sama.
8. Dihitung bobot jenis masing-masing sampel termasuk
aquadest, dengan cara menghitung selish dari
penimbangan piknometer berisi sampel dengan
piknometer kosong.
26
3.8 Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan dan analisa hasil data hasil penelitian
dilakukan dengan menggunakan software Design Expert. Data
dimasukkan dalam rancangan komposit terpusat 2 faktor
dengan respond perhitungan rendemen Langkah-langkah
analisa menggunakan Design adalah sebagai berikut:
1. Metode yang dipilih adalah metode respon permukaan
(Respon Surface Method), dipilih desain model untuk
rancangan percobaan yaitu desain komposit terpusat
(Central Composite Design).
2. Ditetapkan faktor perlakuan yang dikaji yakni waktu ekstraksi
dan suhu ekstraksi.
3. Dimasukkan nama dan satuan serta batas maksimal dan
minimal untuk masing-masing faktor perlakuan.
4. Ditetapkan respon yang digunakan yakni hasil perhitungan
rendemen dan dari respon tersebut.
5. Dimasukkan hasil penelitian pada masing-masing kolom
respon dari tiap-tiap perlakuan.
6. Dilakukan analisis pada data respon untuk mengetahui hasil
perhitungan analisa ragam ANOVA.
7. Diklik pada menu view untuk menampilkan kurva 3 dimensi
untuk mengetahui hubungan antara faktor perlakuan dengan
masing-masing respon.
8. Dilihat hasil solusi optimal pada menu numeric optimation
pada program Design Expert lalu dipilih optimal solution.
27
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
29
Tabel 4.1 Karakteristik Bubuk Biji Alpukat
Parameter Hasil
Kadar air (%) 4%
Rendemen (%) 40 %
Sumber : Data Primer (2018)
Tabel 4.2 Data Respon Rendemen dan Asam Lemak Bebas (FFA)
No Faktor Faktor Respon
Suhu Waktu
Pemanasan Ekstraksi Rendemen FFA
X1 X2
(oC) (jam) (%) (%)
1. -1 -1 100 5 9,576 1,20
2. 1 -1 110 5 11,313 1,4
3. -1 1 100 7 9,399 1,4
4. 1 1 110 7 11,225 1,88
5. -1,414 0 97,93 6 8,693 1,25
6. 1,414 0 112,07 6 13,581 1,5
7. 0 -1,414 105 4,59 12,551 1,7
8. 0 1,414 105 7,41 13,128 1,83
9. 0 0 105 6 13,711 1,5
10. 0 0 105 6 12,881 1,7
11. 0 0 105 6 13,826 1,5
12. 0 0 105 6 12,308 1,5
13. 0 0 105 6 14,319 1,7
Sumber : Data Primer (2018)
30
4.3 Analisa Respon Rendemen dan Asam Lemak Bebas
(FFA)
4.3.1 Pengaruh Faktor Suhu Ekstraksi dan Waktu Ekstraksi
Terhadap Rendemen Ekstrak
Data hasil pengujian rendemen minyak biji alpukat dengan
menggunakan aplikasi Design Expert 7.1.5 seperti pada Tabel
4.2. Hasil perhitungan rendemen ekstrak dapat dilihat pada
Lampiran 3. Pada Tabel 4.2 menunjukkan hubungan antara
suhu pemanasan dan lama ekstraksi terhadap rendemen
minyak biji alpukat. Berdasarkan data yang diperoleh dapat
diketahui bahwa pada respon rendemen memiliki nilai tertinggi
didapatkan pada proses ekstraksi sebesar 14,319% dari
perlakuan suhu pemanasan 105 oC dan lama ekstraksi 6 jam.
Rendemen terendah didapatkan pada proses ekstraksi sebesar
8,693% dari perlakuan suhu pemanasan 97,93 oC dan lama
ekstraksi 6 jam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan semakin
tinggi suhu dan lama waktu ekstraksi menghasilkan rendemen
yang lebih tinggi. Peningkatan ini dikarenakan ekstraksi akan
lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi pada ekstraksi
minyak dapat menyebakan beberapa komponen yang terdapat
pada minyak rusak. Semakin tinggi suhu ekstraksi maka
semakin tinggi kelarutan minyak dalam heksan. Hal ini
disebabkan karena suhu yang semakin tinggi akan membuat
ikatan antar sesama molekul menjadi lebih lemah sehingga
kekompakan dari padatan rendah yang menyebakan molekul-
molekul bergerak lebih cepat. Menurut Fathmawati dkk. (2014)
semakin tinggi suhu suatu reaksi, partikel-partikel yang bereaksi
akan bergerak lebih cepat serta frekuensi benturan akan
semakin besar antara pelarut dengan bahan yang diekstrak,
sehingga semakin banyak minyak yang larut dalam n-heksan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmadi dkk (2015), semakin
tinggi temperatur maka rendemen yang dihasilkan semakin
tinggi.
Demikian juga dilihat dari faktor lama ekstraksi soxhlet
semakin lama waktu kontak pelarut dengan simplisia maka
semakin banyak pula minyak yang dihasilkan karena
terekstraknya komponen-komponen dalam molekul simplisia.
Semakin lama waktu ekstraksi maka semakin lama pula waktu
31
kontaknya dan semakin banyak pula minyak yang didapatkan.
Tetapi setelah melewati suhu optimumnya, penambahan waktu
ekstraksi tidak akan menaikkan rendemen minyak karena
proses ekstraksi telah mencapai titik kesetimbangan atau n-
heksan telah jenuh. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan Erfiza dkk (2016), ekstraksi minyak biji alpukat
dengan menggunakan pelarut n-heksan didapatkan pada waktu
ekstraksi 120 menit sebesar 2,23%. Nilai rendemen ini berbeda
nyata dibandingkan dengan waktu ekstraksi 150 menit yang
menghasilkan rendemen 1,82%. Diantika dkk (2014) juga
menyatakan bahwa waktu ekstraksi yang semakin lama
menyebabkan efek pemanasan yang lebih lama terhadap bahan
serta kesempatan pelarut bersentuhan dengan bahan makin
besar sehingga hasilnya akan bertambah sampai titik jenuh.
Secara umum, meningkatnya waktu ekstraksi akan
meningkatkan hasil ekstraksi. Namun, hasil penelitian
menunjukkan kecenderungan hasil yang berbeda dimana
bertambahnya waktu ekstraksi akan menyebakan rendemen
cenderung menurun. Hal ini disebabkan bertambahnya waktu
ekstraksi akan menyebabkan kemungkinan bertambahnya
komponen dalam minyak yang mengalami degredasi sehingga
rendemen ekstraksi juga akan berkurang seiring dengan
bertambahnya waktu ekstraksi. Gunstone dan Rousseau (2004)
menyatakan umumnya komponen dalam minyak dapat
terdegradasi karena pengaruh panas cahaya dan oksigen.
Hasil optimasi rendemen dianalisa dengan metode
permukaan respon menggunakan desain Central Composite
Design (CCD). Model statistik yang terdapat dalam program
Design Expert DX 7.0.0 adalah model linear, linear dengan
interaksi pada kedua faktor (2FI), kuadratik, dan juga kubik.
Pemilihan model untuk menentukan respon paling optimum
didasarkan pada urutan model (Sequential Model Sum of
Squares), ketidaktepatan model (Lack of Fit), ringkasan model
statistik (Model Summary Statistic), dan ANOVA.
Model terpilih berdasarkan uraian jumlah kuadrat adalah
urutan polynomial dengan nilai tertinggi dimana syarat model
yang diterima bernilai nyata jika P bernilai kurang dari 5% (0,05)
yang berarti bahwa model tersebut dapat menggambarkan
32
pengaruh signifikan terhadap respon. Perhitungan pemilihan
model berdasarkan “Sequential Model Sum of Squares” dapat
dilihat pada Lampiran 4 Berdasarkan pemilihan model
Sequential Model Sum of Squares pada Lampiran 4 didapatkan
hasil bahwa model terpilih yaitu Model Qudratric vs 2FI karena
memiliki nilai p terkecil (p<5%) yaitu 0,0262 yang menunjukkan
bahwa peluang kesalahan model kurang dari 5% dan model
terpilih berpengaruh nyata atau signifikan terhadap respon
rendemen ekstrak minyak biji alpukat.
Model terpilih berdasarkan model ketidaktepatan (Lack of
Fit) ditunjukan pada Lampiran 4. Quadratic dinyatakan sebagai
“suggested” yaitu model yang terpilih dan memiliki nilai p
terbesar yaitu 0,1302. Model ini dianggap tepat apabila nilai dari
model lebih besar dari 0,05 sehingga model tersebut mampu
menyelesaikan permasalahan sistem untuk respon rendemen.
Menurut Gasperz (1995), suatu model dianggap tepat untuk
menjelaskan suatu permasalahan dari sistem yang dikaji jika
ketidaktepatan dari model bersifat tidak berbeda nyata secara
statistik.
Pemilihan model berdasarkan berdasarkan Model Summary
Statistic ditunjukan pada Lampiran 4. Pemilihan model
didasarkan pada nilai standar deviasi terkecil, nilai R-Squared
yang semakin mendekati 1, Adjusted R2 dan Predicted R2 yang
terbesar, serta nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares)
terendah (Drapper and Smith, 1998). Berdasarkan Model
Summary Statistic dapat diketahui bahwa model yang dipilih
oleh program dan dianggap tepat adalah Quadratic dengan
standar deviasi terkecil yakni sebesar 1.15 yang menunjukkan
tingkat keragaman data rendah. Selanjutnya adalah nilai R-
Squared, Adjusted R-Squared, dan Predicted R-Squared untuk
model Quadratic memiliki nilai terbesar dibanding model yang
lain yakni berturut-turut sebesar 0.7739, 0.6124, dan -0.2598.
Nilai Adjusted R-Squared digunakan untuk mendapatkan nilai
signifikansi variabel yang lebih tepat, sehingga dapat dikatakan
bahwa suhu esktraksi dan waktu ekstraksi berpengaruh pada
respon rendemen minyak biji alpukat. Parameter terakhir adalah
nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares) terendah pada
model Quadratic yakni sebesar 51.92. Berdasarkan ketiga
33
kriteria dapat disimpulkan bahwa model Quadratic dapat
menjelaskan hubungan antara faktor suhu ekstraksi (X1) dan
waktu ekstraksi (X2) terhadap respon rendemen (Y1).
Hasil analisis ragam (ANOVA) respon rendemen dapat
dilihat pada Tabel 4.3. Berdasarkan proses pemilihan model
yang telah dilakukan, model terbaik untuk rendemen adalah
model kuadratik yang selanjutnya dilakukan analisis ragam
terhadap model tersebut. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa
model bersifat significant dengan (p < 0,05). Model variabel A
(Suhu ekstraksi) memiliki p sebesar 0,0149 dan model variabel
B (Waktu ekstraksi) memiliki nilai p sebesar 0,8706. Hal ini
menunjukkan bahwa model pada suhu ekstraksi memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap rendemen ekstrak minyak biji
alpukat, sedangkan model pada waktu ekstraksi tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rendemen
ekstrak minyak biji alpukat. Suhimi (2012) menjelaskan apabila
nilai p kurang dari 5% (0,05) hal tersebut menunjukkan bahwa
model bersifat significant. Variabel AB (interaksi antara suhu
ekstraksi dan waktu ekstraksi) memiliki nilai p sebesar 0,9701
(p>0,05) yang artinya tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap respon rendemen ekstrak minyak biji
alpukat. Variabel A2 (suhu ekstraksi) memiliki nilai p sebesar
0,0098 sehingga memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap rendemen ekstrak minyak biji alpukat. Variabel B 2
(waktu ekstraksi) memiliki nilai p 0,1602 sehingga tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rendemen
ekstrak minyak biji alpukat.
34
Tabel 4.3 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Respon Rendemen
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Nilai F Nilai P Ket
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah Prob>
F
Model 31,89 5 6,38 4,79 0,0319 Significant
A-suhu 13,72 1 13,72 10,30 0,0149
B-waktu 0,038 1 0,038 0,029 0,8706
AB 2,012E- 1 2,012E- 1511E- 0,9701
003 003 003
A2 16,46 1 16,46 12,37 0,0098
B2 3,28 1 3,28 2,47 0,1602
Residual 9,32 7 1,33
Lack of Fit 6,73 3 2,24 3,47 0,130 Not
2 Significant
Pure Error 2,53 4 0,65
Cor total 41,21 12
Sumber : Data Primer (2018)
35
Pengaruh kedua faktor terhadap respon rendemen
ditunjukkan melalui grafik yang disajikan pada Gambar 4.2 dan
Gambar 4.3. Pada Gambar 4.2 disajikan kontur plot faktor suhu
ekstraksi dan waktu ekstraksi terhadap respon rendemen
ekstrak minyak biji alpukat. Melalui kontur dapat dilihat bahwa
terdapat sumbu x dan sumbu y, dimana sumbu x menunjukkan
variabel suhu ekstraksi (A), sedangkan sumbu y menunjukan
variabel waktu ekstraksi (B). Hasil dari respon ditunjukan melalui
garis kontur yang berada di dalam gambar. Rendemen minyak
biji alpukat terbesar ditunjukan mulai dari garis terdalam
kemudian semakin keluar dan warna dari merah sampai biru
nilai rendemen minyak akan semakin rendah.
Gambar 4.2 Kontur Plot Respon Suhu Ekstraksi dan Waktu Ekstraksi
terhadap Respon Rendemen Minyak Biji Alpukat.
36
Gambar 4.3 Kurva Permukaan Respon Suhu Ekstraksi dan Waktu
Ekstraksi terhadap Respon Rendemen Minyak Biji
Alpukat.
40
Tabel 4.4 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Respon Asam Lemak Bebas
(FFA)
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Nilai F Nilai P Ket
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah Prob>
F
Model 0,39 5 0,078 5,56 0,0220 Significant
A-suhu 0,13 1 0,13 9,35 0,0184
B-waktu 0,063 1 0,069 4,90 0,0624
AB 0,010 1 0,010 0,71 0,4263
A2 0,14 1 0, 14 9,72 0,0169
B2 0,025 1 0,025 1,79 0,2232
Residual 0,098 7 0,014
Lack of Fit 0,050 3 0,017 1,39 0,3669 Not
Significant
Pure Error 0,048 4 0,012
Cor total 0,49 12
Residual 0,098 7 0,014
Sumber : Data Primer (2018)
41
Pengaruh kedua faktor terhadap respon asam lemak
bebas ditunjukan melalui grafik yang disajikan pada Gambar 4.4
dan Gambar 4.5. Pada Gambar 4.4 disajikan kontur plot faktor
suhu ekstraksi dan waktu ekstraksi terhadap respon asam
lemak bebas ekstrak minyak biji alpukat. Melalui kontur dapat
dilihat bahwa terdapat sumbu x dan sumbu y, dimana sumbu x
menunjukan variabel suhu ekstraksi (A), sedangkan sumbu y
menunjukan variabel waktu ekstraksi (B). Hasil dari respon
ditunjukan melalui garis kontur yang berada di dalam gambar.
Asam lemak bebas minyak biji alpukat terbesar ditunjukan mulai
dari garis terdalam kemudian semakin keluar dan warna dari
merah sampai biru nilai asam lemak bebas minyak akan
semakin rendah.
Gambar 4.4 Kontur Plot Respon Suhu Ekstraksi dan Waktu Ekstraksi
terhadap Respon Asam Lemak Bebas (FFA) Minyak Biji
Alpukat.
42
yang digunakan. Menurut Abrory (2017) gambar tersebut dapat
menjelaskan respon asam lemak bebas minyak biji alpukat
berbanding lurus dengan faktor suhu dan waktu ekstraksi.
43
rendemen dengan target maksimum, sedangkan respon asam
lemak bebas dipilih dengan target minimum.
Tabel 4.5 Batas Optimasi untuk Respon dan Faktor
Kriteria Nama (Satuan) Target Batas Batas
Bawah Atas
o
Faktor Suhu ekstraksi ( C) In Range 100 110
44
Tabel 4.6 Hasil Solusi Optimal dari Aplikasi Design Expert 7.1.5
Parameter Standar Prediksi
o
Suhu ekstraksi ( C) 100
Waktu ekstraksi (jam) 5 jam 72 menit
Rendemen (%) 10,494
FFA (%) 1,31796
Desirability 0,827
Keterangan Selected
Sumber : Data Primer (2018)
45
ditentukan program. Verifikasi hasil optimum dapat dilihat pada
Tabel 4.8.
47
48
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Waktu dan suhu ekstraksi yang optimal untuk
mengekstrak minyak biji alpukat dengan metode
soxhletasi adalah 5 jam 72 menit dan suhu 100oC.
2. Kualitas minyak biji alpukat yang diperoleh dari kondisi
optimal menghasilkan respon rendemen sebesar
10,4756% dengan kadar asam lemak bebas (FFA)
sebesar 1,30438%. Kondisi optimal tersebut kemudian
diverifikasi menghasilkan respon rendemen sebesar
10,138% dan kadar asam lemak bebas (FFA) sebesar
1,304%. Diperoleh simpangan sebesar 0,0305% untuk
respon rendemen dan 0,00038% untuk respon asam
lemak bebas (FFA).
5.2 Saran
Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka saran yang
dapat diberikan anatara lain :
1. Ekstraksi minyak biji alpukat masih perlu dikembangkan
lebih jauh lagi dengan menggunakan variabel yang lain,
misalnya pada jenis pelarut yang digunakan.
2. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan metode lain
dalam menghasilkan minyak biji alpukat untuk
mengetahui keuntungan dan kerugiannya.
3. Untuk mengetahui kualitas minyak yang lebih akurat,
sebaiknya melakukan analisa yang lebih beragam.
49
50
DAFTAR PUSTAKA
55
56