Anda di halaman 1dari 74

OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI MINYAK BIJI ALPUKAT

(Persea americana Mill) MENGGUNAKAN METODE


SOXHLET

SKRIPSI

Oleh:
SITI ANIMAH
145100301111124

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKUTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI MINYAK BIJI ALPUKAT
(Persea americana Mill) MENGGUNAKAN METODE
SOXHLET

Oleh:
SITI ANIMAH
145100301111124

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Teknik

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKUTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul TA : Optimasi Proses Ekstraksi Minyak Biji


Alpukat (Persea americana Mill)
menggunakan Metode Soxhlet

Nama Mahasiswa : Siti Animah


NIM : 145100301111124
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian

Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,

Dr. Dodyk Pranowo, STP. M.Si. Nur Lailatul Rahmah, S.Si., M.Si.
NIP. 19790405 200312 1 005 NIP. 19840522 201212 1 004
Tanggal Persetujuan:………. Tanggal Persetujuan:………………

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Judul TA : Optimasi Proses Ekstraksi Minyak Biji


Alpukat (Persea americana Mill)
menggunakan Metode Soxhlet

Nama Mahasiswa : Siti Animah


NIM : 145100301111124
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian

Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,

Dr. Dodyk Pranowo, STP. M.Si Nur Lailatul Rahmah, S.Si.,M.Si.


NIP. 19790405 200312 1 005 NIP. 19840522 201212 1 004

Penguji, Mengetahui,
Ketua Jurusan,

Dr. Ir. Maimunah Hindun Dr. Sucipto, STP. MP.


Pulungan, MS. NIP. 19730602 199903 1 001
NIP. 19560913 198601 2 001

iv
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama Mahasiswa : Siti Animah
NIM : 145100301111124
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul TA : Optimasi Proses Ekstraksi Minyak Biji
Alpukat (Persea americana Mill)
menggunakan Metode Soxhlet

Menyatakan bahwa,
TA dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut
di atas. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak
benar saya bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Malang, Desember 2018


Pembuat Pernyataan,

Siti Animah
NIM. 1145100301111124

v
Alhamdulillahhirabbil’alamin…

Akhrirnya sebuah perjalanan berhasil ku tempuh

Walau terkadang aku tersandung dan terjatuh

Namun keyakinan tak pernah rapuh berkat doa dan usaha

vi
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Siti Animah, lahir


di Tuban, 20 Juni 1996. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar
di SD Negeri Sumurgung 1 dan lulus pada
tahun 2008. Kemudian melanjutkan di SMP
Negeri 4 Tuban dan lulus pada tahun 2011,
dilanjutkan ke SMA Negeri 4 Tuban dan
lulus pada tahun 2014. Penulis melanjutkan
pendidikan S1 di Universitas Brawijaya
jurusan Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
dan dinyatakan lulus pada tahun 2018.
Selama masa studinya, penulis juga mengikuti beberapa
kegiatan kepenulisan seperti PKMK MABA, PIMBA 2014.
Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum mata kuliah
Teknologi Minyak dan Oleokimia pada tahun 2016.

vii
SITI ANIMAH. 145100301111124. Optimasi Proses Ekstraksi
Minyak Biji Alpukat (Persea americana Mill) menggunakan
Metode Soxhlet. TA. Pembimbing: Dr. Dodyk Pranowo,
STP., M.Si dan Nur Lailatul Rahmah, S.Si., M.Si.

RINGKASAN

Alpukat merupakan tanaman yang dapat tumbuh subur di


daerah tropis seperti Indonesia. Bagian lain dari buah alpukat
yang dapat dimanfaatkan adalah biji alpukat. Biji alpukat memiliki
kandungan minyak yang cukup besar sehingga berpotensi untuk
dijadikan salah satu sumber minyak nabati. Biji alpukat
mengandung 15% sampai dengan 25% minyak. Beberapa
metode eskstraksi pelarut seperti maserasi, digesti dan soxhlet
dapat menghasilkan minyak yang lebih banyak dan mengurangi
kehilangan minyak pada saat proses namun metode maserasi
dan digesti memiliki kelemahan yaitu menggunakaan suhu
rendah saat proses ekstraksi, oleh sebab itu penelitian ini
menggunakan metode soxhlet. Pelarut yang umum digunakan
untuk proses ekstraksi adalah n-heksana. Ekstraksi minyak biji
alpukat dapat dioptimalkan dengan suhu dan lama ekstraksi.
Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan dilakukan optimasi
proses ekstraksi minyak biji alpukat dengan variasi suhu dan
waktu ekstraksi.
Penelitian ini menggunakan metode permukaan respon
(Respons Surface Method) dengan rancangan penelitian
menggunakan Central Composit Design (CCD). Penelitian
dilakukan menggunakan 2 faktor dan 2 respon. Faktor penelitian
antara lain suhu ekstraksi (100 oC, 105oC, dan 110oC) dan waktu
ekstraksi (5, 6, dan 7 jam). Responnya antara lain rendemen,
FFA. Data hasil penelitian diolah menggunakan bantuan software
Design Expert 7.1.5.
Kondisi optimal yang diperoleh yaitu menggunakan suhu
100oC dengan waktu 5 jam 72 menit dengan respon rendemen
sebesar 10,494% dan kadar asam lemak bebas (FFA) sebesar
1,31796%. Kondisi optimum tersebut kemudian diverifikasi dan
didapatkan hasil respon rendemen sebesar 10,138% dan kadar
viii
asam lemak bebas (FFA) sebesar 1,304%. Respon rendemen
memiliki akurasi sebesar 99,969% dari nilai prediksi, sedangkan
respon asam lemak bebas (FFA) 99,9997% dari nilai prediksi
program.

Kata Kunci: Biji alpukat, ekstraksi soxhlet, RSM

ix
SITI ANIMAH. 145100301111124. Optimization of the
Avocado Seed Oil (Persea americana Mill) Extraction
Process using the Soxhlet Method. TA. Pembimbing: Dr.
Dodyk Pranowo, STP., M.Si dan Nur Lailatul Rahmah, S.Si.,
M.Si.

SUMMARY

Avocado is a plant that can thrive in tropical regions such


as Indonesia. Avocado seeds have a large oil content that has
the potential to be used as a source of vegetable oil. Avocado
seeds contain 15% to 25% oil. Solvent extraction is the most
widely used method for extracting oil from grains.. Therefore,
this research applies the soxhlet method. The common solvent
used for the extraction process is n-hexane. Avocado seed oil
extraction can be optimized by controlling conditions such as the
temperature and extraction time. Hence, this research will
optimize the extraction process of avocado seed oil with
variations in temperature and extraction time.
The study uses the Response Surface Method (RSM)
with a research design using Central Composite Design (CCD).
It was conducted using 2 factors and 2 responses. The research
factors consist of extraction temperature (100 oC, 105oC, dan
110oC) and extraction time (5, 6, and 7 hours). The responses
include rendement, FFA. The results of the research data were
processed using the help of software Design Expert 7.1.5
The optimal conditions obtained are using the
temperature of 100oC with time duration of 5 hours 72 minutes
with the rendement response of 10.494% and the level of Free
Fatty Acid (FFA) is 1.31796%. The optimum conditions are then
verified with a result of rendement response is 10,138% and the
level of Free Fatty Acid (FFA) is 1.304%. The rendement
response has an accuracy that is 99.969% of the predictive
value, while the response of Free Fatty Acid (FFA) is 99.9997%
of the predicted value of the program.

Keywords: avocado seeds, RSM, soxhlet extraction

x
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa yang telah melimpahkan berkat rahmat dan anugerah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang
berjudul “Optimasi Proses Ekstraksi Minyak Biji Alpukat (Persea
americana Mill) menggunakan Metode Soxhlet” dengan baik.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah banyak memberi bantuan dan bimbingan dalam
penyusunan Tugas Akhir ini, terutama kepada :
1. Bapak Dr. Dodyk Pranowo, STP. M.Si selaku dosen
pembimbing 1 yang telah memberikan bimbingan dengan
sabar, arahan, ilmu dan pengetahuan kepada penulis
sehingga penulis mampu menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Ibu Nur Lailatul Rahmah, S.Si. M.Si. selaku dosen
pembimbing 2 yang memberikan motivasi, ilmu
pengetahuan, serta bimbingan dengan sabar sehingga
penulis mampu menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Ibu Dr. Ir. Maimunah Hindun Pulungan, MS selaku Dosen
penguji yang senantiasa memberikan motivasi, saran, dan
masukan yang bermanfaat.
4. Bapak, Ibu dan Keluarga besar yang telah memberikan
doa, motivasi, dan dukungan baik secara moral maupun
materi sehingga penulis mampu menyelesaikan Tugas
Akhir ini.
5. Sahabat seperjuangan kuliah dari semester 1 hingga saat
ini yaitu devi dan icha yang telah memberikan dukungan,
motivasi dan semangat bagi penulis.
6. Sahabat seperjuangan di kos Nia, Habibi, Himma dan
Rofiqoh yang tak hentinya mendengarkan keluh kesah
setiap harinya.
7. Teman-Teman Perjuangan di Lab yaitu Amel, Delia, Hanna,
Riza, Zulfa, Devi, Qonita, Okta, Halim dan lain lain yang
tidak bisa disebutkan, terimakasih atas dukungan, motivasi
dan bantuan yang diberikan selama penulis melakukan
penelitian.
8. Mas Putra, Pak Kamto, Dan Pak Sigit yang banyak
membantu penulis selama melakukan penelitian.
xi
9. Teman-teman satu dosen bimbingan yang selalu
memberikan informasi saat menunggu pembimbing.
10. Keluarga Besar TIP FTP UB 2014 yang telah berjuang
bersama melewati masa-masa kuliah, banyak kenangan
yang tidak akan terlupakan.

Penulis menyadari keterbatasan kemampuan dalam


penyusunan laporan tugas akhir ini. Sehingga, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penulisan laporan yang lebih baik.

Malang, Desember 2018

Penulis

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................. ii


LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR .......................... v
RIWAYAT HIDUP ................................................................... vii
RINGKASAN .......................................................................... viii
SUMMARY ............................................................................. x
KATA PENGANTAR .............................................................. xi
DAFTAR ISI............................................................................ xiii
DAFTAR TABEL .................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. 3
1.4 Manfaat ............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................ 5
2.1 Alpukat (Persea americana Mill)........................................ 5
2.2 Biji Alpukat ........................................................................ 7
2.3 Proses Ekstraksi ............................................................... 8
2.3.1 Ekstraksi Metode Soxhlet ......................................... 10
2.3.2 Pelarut N-Heksan ..................................................... 12
2.3.3 Suhu Ekstraksi ......................................................... 13
2.3.4 Waktu Ekstraksi........................................................ 13
2.4 Metode Permukaan Respon (Respons Surface Method) .. 14
2.5 Penelitian Terdahulu ......................................................... 15
2.6 Hipotesis ........................................................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN .............................................. 17
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 17
3.2 Alat dan Bahan ................................................................. 17
3.3 Batasan Masalah .............................................................. 17
3.4 Prosedur Penelitian ........................................................... 17
3.5 Pelaksanaan Penelitian ..................................................... 18
xiii
3.6 Prosedur Penelitian ........................................................... 21
3.6.1 Pembuatan Bubuk Biji Alpukat ................................. 21
3.6.2 Ekstraksi Minyak Biji Alpukat .................................... 22
3.7 Analisa Hasil ..................................................................... 25
3.7.1 Pengukuran Berat Jenis ........................................... 25
3.7.2 Perhitungan Rendemen............................................ 25
3.7.3 Uji FFA ..................................................................... 26
3.8 Pengolahan dan Analisa Data ........................................... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................... 29
4.1 Karakteristik Bubuk Biji Alpukat ......................................... 29
4.2 Hasil Analisa Desain Komposit Terpusat........................... 30
4.3 Analisa Respon Rendemen Dan Asam Lemak
Bebas (FFA)..................................................................... 31
4.3.1 Pengaruh Faktor Suhu Ekstraksi dan Waktu Ekstraksi
terhadap Rendemen Ekstrak................................... 31
4.3.2 Pengaruh Faktor Suhu Ekstraksi dan Waktu Ekstraksi
terhadap Asam Lemak Bebas (FFA) Minyak Biji yang
Dihasilkan ............................................................... 37
4.4 Optimasi Respon Rendemen dan Asam Lemak Bebas
(FFA)................................................................................ 43
4.5 Verikasi Kondisi Optimum Hasil Prediksi Model ................ 45
4.6 Potensi Pengembangan Minyak Biji Alpukat ..................... 46
BAB V PENUTUP ................................................................... 49
5.1 Kesimpulan ....................................................................... 49
5.2 Saran ................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 51

xiv
xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Taksonomi Tanaman Alpukat .................................. 5


Tabel 2.2 Kandungan Air, Abu dan Total Fenol Biji Alpukat
(Berat Bersih) .......................................................... 7
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat ........... 8
Tabel 3.1 Rancangan Percobaan............................................ 20
Tabel 3.2 Titik Komposit Terpusat yang Dicobakan ................ 20
Tabel 4.1 Karakteristik Bubuk Biji Alpukat ............................... 30
Tabel 4.2 Data Respon Rendemen dan Asam Lemak Bebas
(FFA) ........................................................................ 30
Tabel 4.3 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Respon
Rendemen .............................................................. 41
Tabel 4.4 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Respon Asam Lemak
Bebas (FFA) ............................................................ 43
Tabel 4.5 Batas Optimasi untuk Respon dan Faktor (FFA) ..... 44
Tabel 4.6 Hasil Solusi Optimal dari Aplikasi Design Expert
7.1.5........................................................................ 45
Tabel 4.7 Prediksi Hasil Solusi Optimal Terendah dan
Tertinggi .................................................................. 45
Tabel 4.8 Perbandingan Hasil Verifikasi Aktual dengan Prediksi
pada Prediksi Program............................................ 46

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman dan Buah Alpukat ................................ 7


Gambar 3.1 Diagram Alir Prosedur Penelitian ......................... 18
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Bubuk Biji
Alpukat ............................................................... 22
Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Ekstraksi Minyak Biji
Alpukat ............................................................... 24
Gambar 4.1 Simplisia Biji Alpukat ........................................... 29
Gambar 4.2 Kontur Plot Respon Suhu Ekstraksi dan Waktu
Ekstraksi terhadap Respon Rendemen Minyak Biji
Alpukat ................................................................. 36
Gambar 4.3 Kurva Permukaan Respon Suhu Ekstraksi dan
Waktu Ekstraksi terhadap Respon Rendemen
Minyak Biji Alpukat ............................................... 37
Gambar 4.4 Kontur Plot Respon Suhu Ekstraksi dan Waktu
Ekstraksi terhadap Respon Asam Lemak Bebas
(FFA) Minyak Biji Alpukat ..................................... 42
Gambar 4.5 Kurva Permukaan Respon Suhu Ekstraksi dan
Waktu Ekstraksi terhadap Respon Asam Lemak
Bebas (FFA) Minyak Biji Alpukat .......................... 43

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Kadar Air Simplisia .......................... 57


Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Simplisia Biji Alpukat ..... 58
Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Minyak Biji Alpukat ........ 59
Lampiran 4. Hasil Pemilihan Model Oleh Program Pada Respon
Rendemen........................................................... 62
Lampiran 5. Perhitungan Asam Lemak Bebas (FFA) Minyak Biji
Alpukat ............................................................... 63
Lampiran 6. Hasil Pemilihan Model oleh Program pada Respon
Asam Lemak Bebas (FFA) ................................. 65
Lampiran 7. Hasil Pengolahan Data dan ANOVA pada Respon
Rendemen....................................................... ...66
Lampiran 8. Hasil Pengolahan Data dan ANOVA pada Respon
Asam Lemak Bebas (FFA) .............................. ...68
Lampiran 9. Hasil Optimasi Respon Rendemen dan Asam
Lemak Bebas (FFA) ........................................ ...71
Lampiran 10. Hasil Titik Prediksi Respon Rendemen dan Asam
Lemak Bebas (FFA) ........................................ ...73
Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian ..................................... 74

xviii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Alpukat merupakan tanaman yang dapat tumbuh subur di
daerah tropis seperti Indonesia. Buah alpukat banyak digemari
dan disukai orang Indonesia karena rasanya yang enak dan
memiliki kandungan antioksidan serta kandungan gizi yang
tinggi. Buah alpukat mengandung zat gizi seperti lemak yaitu
2,45 gram minyak/lemak per 5 gram berat kering alpukat
(Suparmi, 2000:12). Menurut Zulhida dkk (2013) sampai saat ini
biji buah alpukat masih menjadi limbah dan belum dimanfaatkan
secara maksimal. Sedangkan biji alpukat sendiri memilki
kandungan zat pati yang cukup tinggi sebesar 23% dan dapat
dimanfaatkan sebagai alternative sumber pati dan dapat
digunakan sebagai tanaman obat.
Menurut Risyad dkk (2016) alpukat terdiri dari 65% daging
buah (mesokarp), 20% biji (endocarp), dan 15% kulit buah
(perikarp). Biji alpukat memiliki kandungan protein dan minyak
yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu
sumber minyak nabati (Prasetyowati dkk, 2010). Menurut Bora
dkk (2001) dalam Erfiza dkk (2016) minyak biji alpukat memiliki
kandungan senyawa fungsional yaitu asam lemak essensial
dalam bentuk asam oleat dan linoleat. Rachimoellah (2009)
pada penelitiannya mengenai produksi biodiesel dari minyak biji
alpukat, terdapat kandungan minyak sebesar 15% sampai
dengan 25% minyak. Hasil penelitian Prasetyowati, et al., (2010)
juga menyatakan biji alpukat mengandung minyak 15-20%.
Untuk mengekstrak minyak biji alpukat dapat dilakukan
dengan metode pelarut yang paling banyak digunakan untuk
mengekstrak minyak. Pengambilan minyak biji alpukat dapat
menggunakan pelarut n-heksana yang merupakan pelarut yang
paling banyak digunakan untuk proses ekstraksi, metode
eskstraksi dapat meghasilkan minyak yang lebih banyak dan
mengurangi kehilangan minyak pada saat proses sehingga
minyak yang dihasilkan lebih banyak (Prasetyowati dkk, 2010)
pemilihan pelarut sangat berpengaruh terhadap kualitas dan
kuantitas minyak biji alpukat yang diperoleh. Ekstraksi pelarut
dilakukan dengan cara soxhletasi. Proses ektraksi dengan
1
teknik soxhletasi dilakukan dengan beberapa kali proses
sirkulasi (Susanty dan Fairus, 2016). Soxhletasi merupakan
metode yang paling umum digunakan untuk ekstraksi minyak
karena kemurnian minyak yang diperoleh sangat tinggi
(Syarippudin, 2011). Umunya suhu yang digunakan untuk
ekstraksi soxhletasi dengan pemanasan tinggi pada suhu 65-
175oC.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh
Prasetyowati dkk (2010) dilakukan ekstraksi minyak biji alpukat
dengan pelarut n-heksan menghasilkan yield sebesar 25,15%
dengan waktu ekstraksi selama 120 menit, massa biji alpukat 50
gram dan volume palarut sebanyak 400ml, penelitian dikakukan
menggunakan metode soxlet. Risyad et al (2016) melakukan
ektraksi minyak biji alpukat menggunakan pelarut n-heptana,
diperoleh yield sebesar 19,33% dengan suhu ekstraksi 98,4 oC,
waktu ekstraksi selama 120 menit, massa biji 30 gram dan
volume palarut 300 ml, penelitian dilkukan dengan metode
soxlet. Peneltian yang telah dilakukan oleh Ozel dan Hilal (2004)
dilakukan ekstraksi minyak origanum dengan menggunakan
pelarut n-heksan dengan suhu 100 oC,125 oC, 150 oC, dan 175
o
C dapat menghasilkan rendemen sebesar 2,3%, 3,48%, 3,76,
3,6. Rendemen yang dihasilkan dengan pemanasan suhu diatas
150 oC cenderung penurunan. Berdasarkan penelitian terdahulu,
diperlukan pengoptimalan terhadap suhu dan waktu ekstraksi
untuk mencapai hasil yang optimum dengan menggunakan
Respon Surface Methodology (RSM). Minyak biji alpukat
dengan solusi optimal akan dilakukan analisis rendemen dan
asam lemak bebas sehingga dapat diketahui potensinya
sebagai bahan baku kosmetik.

1.2 Perumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Berapakah waktu dan suhu ekstraksi yang optimal untuk
mengekstrak minyak biji alpukat dengan metode
soxhletasi?
2. Bagaimanakah kualitas yang dihasilkan minyak biji
alpukat dari perlakuan optimal?

2
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Memperoleh waktu dan suhu ekstraksi yang optimal
untuk mengekstrak minyak biji alpukat dengan metode
soxhletasi
2. Mendapatkan kualitas minyak biji alpukat yang
dihasilkan dari perlakuan optimal.

1.4 Manfaat
Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi pada masyarakat mengenai
manfaat dari biji buah alpukat dan cara pengolahannya
2. Meningkatkan nilai ekonomis biji buah alpukat
3. Meningkatkan nilai tambah biji buah alpukat

3
4
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alpukat (Persea americana Mill)


Tanaman alpukat (Persea americana Mill) merupakan
tanaman yang berasal dari daratan tinggi Amerika Tengah dan
memiliki banyak varietas yang tersebar di seluruh dunia. Alpukat
secara umum terbagi atas tiga tipe: tipe West Indian, tipe
Guatemalan, dan tipe Mexican. Daging buah berwarna hijau di
bagian bawah kulit dan menguning kearah biji. Warna kulit buah
bervariasi, warna hijau karena kandungan klorofil atau hitam
karena pigmen antosiasin (Lopez, 2002; Andi,2013).
Menurut Sunarjono (1998), alpukat termasuk tanaman
hutan yang tingginya mencapai 20 meter. Bentuk pohonnya
seperti kubah sehingga dari jauh tampak menarik. Daunnya
panjang (lonjong) dan tersusun seperti pilin. Pohonnya berkayu,
umumnya percabangan jarang dan arahnya horizontal. Bunga
alpukat keluar pada ujung cabang atau ranting dalam tangkai
panjang. Warna bunga putih dan setiap bunga akan mekar
sebanyak dua kali.

Tabel 2.1 Taksonomi Tanaman Alpukat


Klasifikasi Nama
Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)
Sub kelas Magnoliidae
Ordo Laurales
Famili Lauraceae
Genus Persea
Spesies Persea americana mill
Sumber : Plantamor, 2012; Andi, 2013

5
Tanaman alpukat memiliki dua jenis akar, yaitu akar
tunggang dan memiliki akar rambut. Rambut pada akar tanaman
alpukat hanya sedikit sehingga pemupukan harus dilakukan
dengan cara yang benar. Pupuk harus diletakkan sedekat
mungkin dengan akar sehingga pupuk ditanam dengan
kedalaman 30 – 40 cm disekitar tanaman (Andi, 2013). Tinggi
tanaman alpukat dapat mencapai 20 m, terdiri dari batang
berwarna coklat kotor memiliki banyak cabang dan ranting yang
berambut halus. Batang tanaman alpukat biasanya digunakan
sebagai pengembangan bibit, penyambungan dan okulasi
(Prihatman 2000; Andi, 2013). Daun tunggal, bertangkai yang
panjangnya 1,5-5 cm, letaknya berdesakan di ujung ranting,
bentuknya jorong sampai bundar telur memanjang, tebal seperti
kulit, ujung dan pangkal runcing, tepi rata kadang-kadang agak
rmenggulung ke atas, bertulang menyirip, panjang 10-20 cm,
lebar 3-10 cm, daun muda warnanya kemerahan dan berambut
rapat, daun tua warnanya hijau dan gundul (Prihatman 2000;
Andi, 2013).
Bunga alpukat bersifat sempurna (hermaprodit), tetapi
sifat pembungaannya dichogamy, artinya tiap bunga mekar 2
kali berselang, menutup antara 2 mekar dalam waktu berbeda.
Pada hari mekar pertama, bunga betina yang berfungsi
sedangkan pada hari mekar berikutnya bunga jantan yang
berfungsi. Berdasarkan sifat pembungaannya, tanaman alpukat
dibedakan menjadi 2 tipe. Tipe A: bunga betina mekar pada
pagi hari sedangkan bunga jantan mekar pada sore hari pada
hari berikutnya. Tipe B: bunga betina mekar pada sore hari dan
bunga jantan mekar pada pagi hari berikutnya (Ashari, 2004;
Andi, 2013).
Buah alpukat jenis unggul berbentuk lonjong, bola atau
bulat telur dan bulat tidak simetris, panjang 9 – 11,5 cm,
memiliki massa 0,25 – 0,38 kg, berwarna hijau atau hijau
kekuningan, berbintik – bintik ungu, buahnya memiliki kulit yang
lembut dan memiliki warna yang berbeda-beda. Biasanya warna
buah alpukat bervariasi dari warna hijau tua hingga ungu
kecoklatan. Buah alpukat berbiji satu dengan bentuk seperti
bola berdiameter 6,5 – 7,5 cm, keping biji berwarna putih

6
kemerahan. Buah alpukat memiliki biji yang besar berukuran 5,5
x 4 cm (Andi, 2013).

Gambar 2.1 Tanaman dan buah alpukat


Sumber : Andi, 2013

2.2 Biji Alpukat


Biji merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan
bagi tumbuh-tumbuhan, selain buah, batang, dan akar.
Karbohidrat merupakan penyusun utama cadangan makanan
tumbuh-tumbuhan. Biji pada buah alpukat ini berbentuk bola
dengan garis tengah 2,5 – 5 cm. Biji buah alpukat sampai saat
ini hanya dibuang sebagai limbah. Padahal dalam biji alpukat
mengandung zat pati yang cukup tinggi, yakni sekitar 23%. Hal
ini memungkinkan biji alpukat sebagai alternatif sumber pati.
Menurut hasil analisis Alsuhendra dkk. bahwa kandungan air,
abu dan total fenol pada biji alpukat dapat dilihat pada Tabel
2.2.

Tabel 2.2. Kandungan Air, Abu dan Total Fenol Biji Alpukat
(Berat Bersih)
Komponen Satuan Kandungan
Air G 12,67
Abu G 2,78
Total Fenol ʮg/g 5449,05
Sumber : Alusuhendra dkk, 2010.

Biji buah alpukat mengandung 70% nutrisi dari


keseluruhan buah alpukat (Steenis, 2003). Biji alpukat terdiri
dari 65% daging buah (mesokarp), 20% biji (endocarp), dan
7
15% kulit buah (perikarp). Menurut Prasetyowati, biji alpukat
mengandung 15 – 20 % minyak. Biji alpukat mengandung
minyak yang hampir sama dengan kedelai sehingga biji alpukat
dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati. Hasil penafisan
fitokimia ekstrak biji alpukat menunjukkan bahwa biji alpukat
mengandung polifenol, flavonoid, triterpenoid, kuinon, saponin,
tannin, monoterpenoid dan seskuiterpenoid (Zuhrotun, 2007).
Penelitian Risyad dkk, (2016) menyatakan minyak biji alpukat
mengandung asam lemak oleat, linoleat, linolenat dll. Hal ini
dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat


Asam Lemak Komposisi
Asam Miristat (14:0) 1,412
Asam Palmitat (16:0) 20,3439
Asam Palmitoleat (16:1) 2,7729
Asam Strearat (18:0) 1,2328
Asam Oleat (18:1) 15,8823
Asam Linoleat (18:2) 47,3531
Asam Linolenat (18:3) 4,9721
Asam Arachidat (20:0) 1,8139
Asam Gadoleat (20:1) 4,216
Total 100
Sumber : Risyad dkk, 2016.

2.3 Proses Ektraksi


Ektraksi adalah proses perpindahan suatu zat atau solut
dari larutan asal atau padatan ke dalam pelarut tertentu.
Ekstraksi merupakan proses dimana pemisahan didasarkan
pada perbedaan kemampuan melarutkan komponen-komponen
yang ada dalam campuran (Perina et al., 2007). Prinsip dasar
dari proses ekstraksi merupakan penarikan komponen akif yang
terkandung dalam suatu bahan. Proses ekstraksi dapat dibantu
dengan penggunaan bahan pelarut yang sesuai dengan
kelarutan komponen aktifnya. (Tarigan et al., 2012). Secara
garis besar ekstraksi dibedakan menjadi dua macam, yaitu
8
ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat-cair
adalah proses pemisahan solut dari padatan yang tidak dapat
larut. Ekstraksi cair-cair mengekstrak bahan dengan bantuan
pelarut. Ekstraksi cair-cair ini biasa digunakan pada bahan yang
mudah larut dengan pelarutnya (Perina et al., 2007).
Ekstraksi dibedakan menjadi tiga cara menurut cara
pengoperasiannya yaitu (1) ekstraksi dengan penekanan, (2)
esktraksi dengan pelarut (solvent extraction) dan (3) ekstraksi
dengan pemanasan. Ekstraksi menggunakan pelarut dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu aqueous phase dan organic
phase. Ekstraksi aqueous phase dilakukan dengan
menggunakan pelarut air, sedangkan organic phase
menggunakan pelarut organik (Winarno, 1973). Prinsip metode
ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang
akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut pada waktu
tertentu kemudian diikuti dnegan pemisahan dari bahan yang
telah diekstrak (Houghton dan Raman 1998).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi
ekstraksi, diantaranya yaitu lama ekstraksi, suhu, ukuran
partikel dan jenis pelarut yang digunakan memeperhatikan daya
kelarutan, titik didih sifat toksik, mudah tidaknya terbakar dan
sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Renhoran, 2012).
1. Lama waktu ekstraksi
Waktu ekstraksi merupakan hal yang berpengaruh
dalam ekstraksi oleoresin jahe ini. Semakin lama waktu
ekstraksi maka semakin banyak pula oleoresin yang didapat.
Namun waktu yang terlalu lama menyebabkan biaya operasi
semakin tinggi.
2. Suhu
Semakin tinggi suhu maka jumlah oleoresin yang
terekstrak pun semakin banyak namun juga dapat
menyebabkan kerusakan oleoresin yang tidak tahan pada suhu
di atas 45oC (Gaedcke, 2005)

3. Ukuran Partikel
Ukuran partikel bahan dapat mempengaruhi proses
ekstraksi karena akan menentukan tingkat kemudahan bahan
untuk kontak dengan pelarutnya. Tingkat kehalusan bahan yang
9
sesuai akan dapat menghasilkan proses esktraksi yang lebih
cepat dan sempurna (Guenther, 1987). Treyball (1979) juga
menyatakan bahwa proses ekstraksi akan lebih baik apabila
diameter partikel diperkecil. Pengecilan ukuran akan
memperluas permukaan kontak dan mempercepat laju reaksi.
Laju ekstraksi akan meningkat apabila ukuran partikel bahan
baku semakin kecil. Dalam arti lain, rendemen akstrak akan
semakin besar bila ukuran partikel semakin kecil. Pengecilan
ukuran ini juga bertujuan mengahancurkan matriks inert
pengotor yang melingqkupi zat terlarut. Namun demikian,
apabila ukuran partikel terlalu halus maka semakin sulit dalam
pemisahan sehingga sulit untuk diperoleh larutan ekstrak yang
murni (Mc Cabe, 2012).
4. Jenis Pelarut
Pemilihan jenis pelarut didasarkan prinsip kelarutan yaitu
like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa
polar, sedangkan pelarut non polar akan melarutkan senyawa
yang besifat non polar (Pomeranz, 1994). Pelarut yang bersifat
polar maupun semi polar telah umum digunakan untuk
mengekstrak senyawa polifenol dari tanaman seperti buah-
buahan dan sayuran. Pelarut yang sering digunakan yaitu
aquades, etanol, metahnol, aseton, dan etil asetat. Menurut
Sultan (2009), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pemilihan pelarut, yaitu :
a. Sifat pelarut yang terdiri dari selektivitas, koefisien,
densitas, tegangan antar permukaan, kemudahan
pengambilan kembali pelarut, keaktifan secara kimia.
b. Pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi.
c. Pelarut yang tidak berbahaya atau beracun.
d. Jumlah pelarut, semakin banyak jumlah pelarut yang
digunakan, maka semakin banyak pula hasil yang
didapatkan, karena distribusi partikel dalam pelarut
semakin menyebar sehingga memperluas permukaan
kontak.

2.3.1 Ektraksi Metode Soxhlet


Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi
dengan prinsip pemanasan dan perendaman sampel. Hal itu
10
menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel
akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel.
Dengan demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam
sitoplasma akan terlarut ke dalam pelarut organik. Larutan itu
kemudian menguap ke atas dan melewati pendingin udara yang
akan mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan yang akan
terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa
samping soxhlet maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang
berulang itulah yang menghasilkan ekstrak yang baik
(Departemen Kesehatan RI, 2006).
Ekstraksi menggunakan soxhlet dengan pelarut cair
merupakan salah satu metode yang paling baik digunakan
dalam memisahkan senyawa bioaktif dari alam. Cara ini
memiliki beberapa kelebihan dibanding yang lain antara lain
sampel kontak dengan pelarut yang murni secara berulang,
kemampuan mengekstraksi sampel lebih tanpa tergantung
jumlah pelarut yang banyak. Karena bagaimanapun, dengan
alasan toksisitas, prosedur obat dan pengobatan harus
menekan penggunaan pelarut dalam proses farmasetis.
Penggunaan pelarut juga dapat mempengaruhi kinetika
kristalisasi dan morfologi kristal dari produk (Kolar et al. 2002).
Soxhlet merupakan proses pemisahan berulang dengan
sampel berupa padatan. Sampel yang akan diekstrak biasanya
padatan yang telah dihaluskan. Padatan ini lalu dibungkus
dengan kertas saring lalu dimasukkan dalam alat sokhlet. Alat
ini pada bagian atas dihubungkan dengan pendingin balik
sedangkan bagian bawah terdapat labu alas bulat sebagai
tempat pelarut. Pemanasan dengan suhu tertentu akan
menguapkan pelarut. Uap akan naik ke atas mengalami proses
pendinginan. Ruang sokhlet akan dipenuhi oleh pelarut yang
telah mengembun hingga batas tertentu pelarut tersebut akan
membawa solut dalam labu. Proses ini berlangsung terus
menerus. Keuntungan metode ini adalah ekstraksi berlangsung
cepat, cairan pengekstraksi yang dibutuhkan sedikit, dan cairan
pengekstraksi tidak pernah mengalami kejenuhan (risyad dkk,
2016).

11
2.3.2 Pelarut N-Heksan
Pelarut yang terbaik untuk esktraksi adalah pelarut yang
mempunyai daya melarut yang tinggi. Hal ini berhubungan
dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang akan
diambil. Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut
ke dalam pelarut polar dan bagian senyawa non polar larut ke
dalam pelarut non polar (Vogel, 1987).
Heksan merupakan jenis pelarut yang sering digunakan
mengekstraksi minyak atsiri, karena heksana dapat melarutkan
senyawa non polar yang merupakan komponen terbesar
penyusun minyak atsiri (Furniss et al., 1978). Heksan adalah
sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C 6H14
(isomer utama n-heksan memiliki rumus CH3(CH2)4CH3).
Seluruh isomer heksana amat tidak rekatif, dan sering
digunakan sebagai pelarut organik yang inert. Heksana juga
umum terdapat pada bensin dan lem sepatu, kulita dan tekstil.
Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak
berwarna yang tidak larut dalam air dan merupakan fraksi yang
mendidih pada 65-70oC (Anonim, 2010).
Heksan adalah senyawa organik yang terbuat dari
karbon dan hidrogen yang paling sering diisolasi sebagai produk
sampingan dari minyak bumi dan penyempurnaan minyak
mentah. Pada suhu kamar Heksan adalah, cairan tidak
berwarna tidak berbau, dan memiliki banyak kegunaan dalam
industri. Heksana merupakan pelarut yang sangat populer dan
sering digunakan dalam pembersih industri dan sering
digunakan untuk mengekstrak minyak dari sayuran, dan biji-
bijian.
Heksan dianggap sebagai molekul yang relatif
sederhana. Karena awalan hex- menunjukkan pelarut ini
memiliki enam atom karbon, yang disertai dengan atom
hidrogen 14 memberikan rumus molekul C6H14. Karbon dirantai
berturut-turut, satu menyusul berikutnya. Setiap karbon memiliki
setidaknya dua atom hidrogen yang melekat padanya kecuali
untuk karbon pertama dan terakhir, yang memiliki tiga. Karena
bentuk karbon-hidrogen eksklusif dan hanya memiliki ikatan
molekul tunggal, dapat diklasifikasikan sebagai alkana rantai
lurus.
12
2.3.3 Suhu Ekstraksi
Ekstraksi suatu bahan pada prinsipnya dipengaruhi oleh
suhu yang digunakan. Semakin tinggi suhu yang digunakan,
ekstrak yang dihasilkan akan cenderung semakin banyak
(Pambayun dkk., 2007). Menurut Margaretta dkk. (2011),
kelarutan solute yang di ekstrak akan bertambah besar dengan
bertambah tingginya suhu. Seiring dengan meningkatnya suhu,
difusi yang terjadi juga semakin besar, sehingga proses
ekstraksi akan berjalan semakin cepat. Akan tetapi dalam
meningkatkan suhu operasi juga perlu diperhatikan sifat dari
bahan maupun senyawa yang akan diekstrak. Suhu yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada bahan maupun
senyawa saat proses ekstraksi berlangsung. Penelitian yang
telah dilakukan Margaretta dkk. (2011), menunjukan bahwa
semakin tinggi suhu yang digunakan dalam proses ekstraksi,
yield ekstrak dan Total Phenolic Content yang diperoleh
semakin besar pula. Hal tersebut disebabkan karena suhu yang
tinggi akan menyebabkan kelarutan senyawa phenolic dalam
pelarut etanol semakin besar. Dengan meningkatnya suhu
ekstraksi, jaringan dinding sel partikel solid semakin lunak
sehingga akan mempermudah perpindahan solute ke pelarut.
Suhu dapat mempengaruhi koefisien difusi ekstraksi.
Keofisien difusi meningkat apabila terjadi kenaikan suhu. Selain
tu kenaikan suhu juga mempengaruhi laju ekstraksi, semakin
tinngi suhu maka laju ekstraksi semakin cepat. Namun suhu
ekstraksi tidak boleh melebihi titik didih pelarut karena akan
menyebabkan pelarut menguap. Biasanya suhu sekstraksi yang
paling baik adalah sedikit dibawah titik didih pelarut. Menurut
Julian (2011) Suhu tinggi dapat menigkatkan efisiensi dari
proses ekstraksi karena panas dapat meningkatkan
permeabilitas dinding sel, meningkatkan kelarutan dan difusi
dari senyawa yang diekstrak dan mengurangi viskositas pelarut,
namun suhu tinggi juga dapat mendegradasi senyawa bioakif
yang tidak tahan panas seperti polifenol.

2.3.4 Waktu Ekstraksi


Semakin lama waktu ekstraksi yaitu waktu kontak antara
pelarut dan bahan, kesempatan untuk bersentuhan semakin
13
besar maka hasil ekstrak juga bertambah sampai titik jenuh
larutan. Akan tetapi ekstraksi yang terlalu lama juga dapat
berdampak negatif pada hasil ekstrak. Hal ini dikarenakan waktu
ekstraksi yang terlalu lama akan memicu pemaparan oksigen
lebih banyak yang akan meningkatkan peluang terjadinya
oksidasi senyawa fenolik. Waktu ekstraksi yang berlebihan tidak
dapat mengekstrak komponen fenolik lebih banyak, hal ini telah
dijelaskan hukum kedua difusi bahwa equilibrium akhir akan
dicapai antara konsentrasi zat terlarut dalam matriks tanaman
dan pelarutnya setelah waktu tertentu. Semakin lama waktu
ektraksi maka kontak antara pelarut dengan bahan yang
diekstrak akan semakin lama sehingga dari keduanya akan
terjadi pengendapan masa secara difusi sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi di dalam dan di luar bahan yang
diekstraksi (Maslukha dkk, 2016).
Semakin lama waktu ekstraksi, maka waktu kontak antara
pelarut dan bahan semakin banyak pula. Sehingga banyak
senyawa yang dapat terekstrak dari bahan. Kesempatan
bersentuhan antara pelarut dan bahan semakin besar
menyebabkan hasil ekstrak bertambah, hingga titik jenuh larutan
(Samsudin, 2005). Xiao et al., (2012) menambahkan bahwa
semakin lama waktu ekstraksi, maka semakin banyak pula
bahan yang terekstrak karena adanya kontal antara bahan
dengan pelarut yang semakin lama, sehingga aktivitas
komponen bioaktif yang dihasilkan juga semakin tinggi. Akan
tetapi ekstraksi yang terlalu lama juga dapat berdampak negatif
pada hasil ekstrak. Hal ini dikarenakan waktu ekstrak yang
terlalu lama akan memicu pemaparan oksigen lebih banyak
yang akan meningkatkan peluang terjadinya oksidasi senyawa
fenolik (Shadini, 2004).

2.4 Metode Permukaan Respon (Respons Surface Method)


RSM merupakan kumpulan dari teknik yang digunakan
untuk menganalisis masalah, dimana beberapa variabel
mempengaruhi sebuah respon. Tujuannya adalah untuk
mengoptimalkan respon tersebut (Ikawati, 2005). Kegunaan dari
RSM antara lain menunjukkan bagaimana variabel respon y
dipengaruhi oleh oleh variabel bebas x diwilayah yang secara
14
tertentu diperhatikan, menentukan variabel bebas yang tepat
dimana akan memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dari
respon yang berupa hasil kotoran, warna, tekstur dan lain-lain,
mengekplorasi ruang dari variabel bebas x untuk mendapatkan
hasil maksimum dan menentukan sifat dasar dari nilai makimum
(Biorata, 2012).
Salah satu faktor pertimbangan penting yang muncul
dalam RSM adalah bagaimana menentukan faktor dan level
yang dapat cocok dengan model yang akan dikembangkan. Jika
level atau faktor dipilih dalam suatu eksperimen tidak tepat
maka kemungkinan terjadi ketidakcocokan model akan sangat
besar san jika itu terjadi maka penelitian yang dilakukan itu
bersifat bias. Tahapan dalam RSM antara lain (Biorata, 2012):
1. Screening: Dalam tahap ini, berbagai faktor yang
diduga dapat berpengaruh, diuji untuk dilakukan
seleksi faktor mana saja yang benar-benar
memberikan dampak besar terdapat sistem,
sementara faktor lain yang hanya memberikan
dampak kecil dapat diabaikan.
2. Improvisasi: Dalam tahap ini dilakukan pengubahan
nilai faktor-faktor yang dilakukan seacra berulang-
ulang sehingga mendapatkan sekumpulan variasi data
yang dapat diolah secara statistikuntuk kemudian
dicari nilai optimumnya.
3. Penentuan titik optimum: Merupakan proses pencarian
titik optimum menggunakan metode regresi orde dua.

2.5 Penelitian Terdahulu


Dalam ekstraksi minyak biji alpukat terdapat penelitian
terkait diantaranya pada penelitian Evwierhoma et al. (2016),
yang berjudul superheated water extraction steam distillation
and soxhlet extraction of essential oil origanum onites, telah
dilakukan ekstraksi menggunakan berbagai faktor perlakuan
yaitu lama suhu ekstraksi (100 oC, 125oC, 150oC, dan 175oC)
dengan jumlah rendemen yang didapakatkan yaitu 2,35%,
3,48%,3,76%, dan 3,16%. Hasil penelitian menunjukkan
perlakuan terbaik yang menghasilkan rendemen tertinggi
dengan menggunakan suhu 150 oC.
15
Penelitian selanjutnya adalah dilakuka oleh Risyad dkk.
(2016) yang berjudul Ekstraksi Minyak dari Biji Alpukat (Persea
americana mill) Menggunakan Pelarut N-Heptana dilakukan
ekstraksi minyak dari biji alpukat dengan suhu ekstraksi 98,4 oC
selama 120 menit dengan massa biji alpukat 30 gram dan
volume pelarut 300 ml. Hasil penelitian menunjukkan rendemen
minyak sebesar 19,33%, sifat fisika dan kimia minyak biji
alpukat pada suhuh 30 oC berwarna oranye, densitas sebesar
0,71 g/ml pada suhu 20 oC, viskositas sebesar 0,43 cP pada
suhu 40oC, sedangkan %FFA sebesar 2,76%. Penelitian
tersebut juga menyatakan antara waktu dan massa, suhu dan
massa serta suhu dan volume sangat berpengaruh dalam
ekstraksi dari biji alpukat.
Pada penelitian Prasetyowati dkk. (2010) yang berjudul
Pengambilan Minyak Alpukat (Persea americana Mill) dengan
metode ekstraksi, penelitian dilakukan dengan menggunakan
pelarut heksana dengan volume pelarut (200ml, 300ml, dan
400ml) dengan masing-masing massa biji alpukat (30 gram, 50
gram) dengan suhu ekstraksi (60 menit, 90 menit, dan 120
menit). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan terbaik dari total
rendemen tertinggi adalah pada variasi perlakuan menggunakan
volume pelarut 200ml, massa biji alpukat 50 gram, dan waktu
ekstraksi 60 menit.

2.6 Hipoetesis
Diduga optimasi perbedaan waktu ekstraksi dan suhu akan
berpengaruh terhadap jumlah ekstrak minyak dari biji alpukat
yang diperoleh dengan menggunakan metode soxletasi.

16
III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2018 –
Agustus 2018. Penelitian dilakukan di Laboratorium
Kewirausahaan FTP UB. Laboratorium Bioindustri, Laboratorium
Teknologi Agrokimia Jurusan Teknologi Industri Pertanian dan
Laboratorium Kewirausahaan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya.

3.2 Alat dan Bahan


Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini
yaitu biji alpukat yang diperoleh dari penjual jus daerah
Sumbersari, Malang. Bahan kimia yang digunakan adalah n-
heksan teknis 99%, indikator PP, KOH 0,1 N, dan aquades.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan serbuk biji alpukat
antara lain wadah plastik, slyser, cabinet dryer, disc mill, ayakan
60 mesh, sendok, alat ekstraksi peralatan soxhlet aparatus
timbangan analitik, alumunium foil, thermometer, kertas saring
halus dan kasar, gelas ukur 250 ml, beaker glass, corong, rotary
vacuum evaporator. Sedangkan peralatan yang digunakan
untuk analisis rendemen menggunakan piknometer 10 ml, pipet
ukur dan thermometer. Untuk analisis asam lemak bebas (FFA)
labu takar 1000 ml, beaker glass 250 ml, hotplate, alat titrasi,
pipet tetes.

3.3 Batasan Masalah


Penelitian yang dikaji pada penelitian ini dibatasi pada:
1. Bahan baku yang digunakan adalah limbah biji alpukat
dari penjual jus yang merupakan tanaman musiman
2. Penelitian dilakukan skala laboratorium
3. Proses ekstraksi minyak biji alpukat menggunakan
pelarut n-heksan

3.4 Prosedur Penelitian


Prosedur Penelitian adalah langkah-langkah yang dilakukan
dalam pengerjaan penelitian yang terdiri dari tahapan yang
saling terkait. Prosedur penelitian dimulai dari identifikasi

17
masalah hingga pengambilan kesimpulan. Diagram alir prosedur
penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Mulai

Identifikasi Masalah

Studi Literatur

Penelitian Pendahuluan

Penentuan Hipotesa

Penentuan Rancangan
Percobaan

Pelaksanaan Penelitian dan Pengumpulan Data

Pengolahan dan Analisis


Data

Pemilihan Perlakuan
Optimal

Hasil dan Penelitian

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Prosedur Penelitian

3.5 Rancangan Percobaan


Dalam penelitian ini dirancang dengan menggunakan
metode RSM menggunakan 2 aktor yaitu suhu dan lama waktu

18
ekstraksi. Penelitian dibuat dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Menetapkan level faktor yang akan diteliti. Penelitian ini
terdiri dari dua faktor yaitu lama waktu ekstraksi (X1) dan
suhu ekstraksi (X2). Masing-masing faktor terdiri dari dua
taraf yang diberi kode +1 dan -1, serta 0 sebagai titik
pusat.
I. Suhu Ekstraksi (B), terdapat tiga taraf
X2 (X1 = -1) = 100oC
X2 (X1 =0) = 105oC
X2 (X1 = +1) = 110oC
Jarak antar faktor = 110oC – 105oC = 5 oC
II. Lama waktu ekstraksi (A), terdapat tiga taraf
X1 (X1 = -1) = 5 Jam
X1 (X1 = 0) = 6 Jam
X1 (X1 = +1) = 7 Jam
Jarak antar faktor = 6 – 5 = 1 Jam
Pengulangan pengamatan dilakukan pada titik pusat
sebanyak lima kali sesuai rancangan komposit terpusat 2
faktor.
2. Menetapkan level faktor yang sesuai dengan titik pusat X 1
= 0 dan X2 =0. Pada faktor suhu ekstraksi minyak biji
alpukat hubungan antara variabel X 1 dengan variabel asli
dapat dinyatakan sebagai berikut:
X1 = , A = 5 X1 + 105.............. (1)
Pada faktor waktu ekstraksi hubungan variavel X2 dengan
variabel asli dapat dinyatakan sebagai berikut:
X2 = , B = 1 X2 + 6 .............. (2)
3. Menentukan nilai α = 2 k/4, karena penelitian
menggunakan 2 faktor maka nilai k=2, sehingga α = 2 2/4 =
1,414. Selanjutnya adalah menentukan nilai taraf faktor yang
sesuai dengan nilai - α = 1,414 dan nilai α = 1,414 dengan
melakukan perhitungan hubungan variabel X 1 dan X2 dengan
variabel asli pada persamaan (1) dan (2).
Melalui persamaan (2) dapat diketahui bahwa:
a. Untuk X2 = -1,414
Maka B = 5 (-1,414) + 105 = 97,93
19
b. Untuk X1 = 1,414
Maka B = 5 (1,414) + 105 = 112,07
Melalui persamaan (1) dapat diketahui bahwa:
a. Untuk X1 = -1,414
Maka A = 1 (-1,414) + 6 = 4,59
Untuk X1 = 1,414
Maka B = 1 (1,414) + 6 = 7,41

Rancangan percobaan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Rancangan Percobaan


Faktor Variabel Asli Respon

No. Suhu Waktu


Rendemen
X1 X2 Ekstraksi Ekstraksi FFA (%)
(%)
(oC) (t)
1. -1 -1 100 5,00 Y1 Y2
2. -1 +1 110 5,00 Y1 Y2
3. +1 -1 100 7,00 Y1 Y2
4. +1 +1 110 7,00 Y1 Y2
5. 0 -1 97,93 6,00 Y1 Y2
6. 0 +1 112,07 6,00 Y1 Y2
7. -1 0 105 4,59 Y1 Y2
8. +1 0 105 7,41 Y1 Y2
9. 0 0 105 6,00 Y1 Y2
10. 0 0 105 6,00 Y1 Y2
11. 0 0 105 6,00 Y1 Y2
12. 0 0 105 6,00 Y1 Y2
13. 0 0 105 6,00 Y1 Y2

Berdasarkan Tabel 3.1 diperoleh titik komposit terpusat


yang dicobakan seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Titik Komposit Terpusat Yang Dicobakan


Faktor -α -1 0 +1 Α
Suhu waktu ekstraksi 97,93 100 105 110 112.07
Lama waktu ekstraksi 4,59 5 6 7 7,41

20
3.6 Pelaksanaan Penelitian
3.6.1 Pembuatan Bubuk Biji Alpukat
1. Biji alpukat disiapkan dan kupas kulit arinya
2. Biji alpukat dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan kotoran berupa lendir, tanah, dll.
3. Biji alpukat yang sudah bersih kemudian dipotong kecil-
kecil lalu ditimbang menggunakan timbangan.
4. Biji alpukat yang telah ditimbang kemudian dioven
dengan suhu 60oC selama 3 jam hingga kadar air pada
biji berkurang.
5. Biji yang sudah dioven kemudian diblender dan diayak
dengan menggunakan ayakan 60 mesh untuk
memisahkan antara bubuk yang kasar dan bubuk halus
6. Hasil ayakan yang diperoleh kemudian dilakukan
pengujian kadar air pada bahan sebelum disimpan
dalam wadah plastik.
Diagram alir proses pembuatan bubuk biji alpukat dapat
dilihat pada Gambar 3.2.

21
Biji Alpukat

Dikupas Kulit Ari

Air bekas
Air bersih Dicuci
cucian

Di potong-potong

Ditimbang

Di oven

Dihaluskan

Diayak dengan ayakan 60


mesh

Analisa :
Bubuk Biji Alpukat Kadar Air
Rendemen
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Bubuk Biji
Alpukat (Modifikasi Risyad, 2013)

3.6.2 Ekstraksi Minyak Biji Alpukat


1. Bubuk biji alpukat ditimbang sebanyak 100 gram.
2. Ditambahkan n-heksana 99% sebanyak 500ml pelarut
berdasarkan rancangan percobaan.
3. Diekstrak dengan menggunakan peralatan soxlet
dengan variasi suhu pemanasan berdasarkan rancangan
percobaan dengan masing-masing perlakuan
berlangsung selama 5, 6, dan 7 jam dengan masing-
masing suhu sebesar 100oC, 105oC, dan 110oC
4. Hasil ekstrak disimpan dalam botol kaca

22
5. Kemudian minyak dan n-heksana dipisahkan dengan
menggunakan Rotary Evaporator dengan suhu 60˚C
selama 10 menit (hingga tidak terdapat tetesan pelarut).
6. Minyak yang diperoleh dilakukan analisis untuk
mengetahui rendemen dan asam lemak bebas (FFA).
7. Hasil ekstrak dengan perlakuan terbaik di analisis lebih
lanjut untuk mengetahui efisiensi proses ekstraksi yang
dilakukan.
Diagram alir proses ekstraksi minyak biji alpukat dapat
dilihat pada Gambar 3.3.

23
Bubuk Biji Alpukat n-heksana teknis 99%

Ditimbang 100 gr Diukur 500 ml

Disoxhletasi selama 5, 6,
dan 7 jam dengan masing-
masing suhu sebesar 100 oC,
105 oC, dan 110 oC

Disimpan dalam
Ampas
botol kaca

Filtrat

Dipisahkan dengan rotary


evaporator minyak dan n-
heksana dengan suhu 60°C n-heksana
selama 10 menit

Minyak biji Analisis:


alpukat 1. Rendemen
2. FFA

Penentuan
perlakuan optimal

Hasil

Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Ekstraksi Minyak Biji Alpukat


(Modifikasi Evwierhoma dan Ekop. (2016), Prasetyowati
dkk. (2010), dan Risyad dkk. (2016)).

24
3.7 Analisa Hasil
3.7.1 Pengukuran Berat Jenis
Penentuan bobot jenis suatu zat cair (air suling, bensin,
minyak tanah, minyak kelapa) dengan metode piknometer,
dimana ditimbang lebih dahulu berat piknometer kosong dan
piknometer berisi zat cair yang diuji. Selisih dari penimbangan
adalah massa zat cair tersebut pada pengukuran suhu kamar
(250C) dan dalam volume konstan, tertera pada piknometer.
Maka bobot jenis zat cair tersebut adalah massanya sendiri
dibagi dengan volume piknometer, dengan satuan g/mL (Silalahi
dkk, 2017):
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Piknometer dibersihkan dengan air suling, kemudian
dibilas dengan alkohol
3. Piknometer dikeringkan dalam oven pada suhu 100 0C
selama 60 menit, lalu didinginkan pada suhu kamar
4. Dikeluarkan piknometer setelah pengeringan selama 1
jam, kemudian ditimbang bobotnya dalam keadaan
kosong pada timbangan analitik, hasilnya dicatat.
Penimbangan dilakukan 3 kali.
5. Dimasukkan dalam baskom berisi es/air dingin
piknometer kosong tadi, sampai mencapai 25 0C dan
ditimbang dengan timbangan analitik (secara triplo) dan
dicatat hasilnya.
6. Aquadest dikeluarkan dari piknometer lalu dibilas
dengan alkohol 70% lalu dikeringkan
7. Diisikan piknometer kosong dengan sampel lain yaitu
minyak kelapa dan bensin dengan volume sesuai yang
tertera pada piknometer (perlakuan dilakukan secara
triplo) dengan prosedur yang sama.
8. Dihitung bobot jenis masing-masing sampel termasuk
aquadest, dengan cara menghitung selish dari
penimbangan piknometer berisi sampel dengan
piknometer kosong.

3.7.2 Perhitungan Rendemen


Rendemen ekstrak dihitung dengan cara
membandingkan jumlah ekstrak yang diperoleh dengan
25
simplisia awal yang digunakan. Rendemen ekstrak dapat
digunakan sebagai parameter standar mutu ekstrak pada tiap
proses produksi maupun parameter ekstraksi. Perhitungan
rendemen minyak biji alpukat menurut SNI (1998) dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

Rendemen minyak (%) = x 100 %

3.7.2 Uji FFA


Pengujian FFA dilakukan menggunakan metode titrasi
alkalimetri. Metode titrasi alkalimetri adalah metode analisa
yang didasarkan pada reaksi asam basa. penggunaan indikator
PP (Phenolphtealin) dikarenakan memiliki rentan pH yang
cenderung bersifat basa serta tidak berwarna. Perubahan warna
mudah dimati karena menggunakan indikator PP. Sementara
menggunakan KOH untuk titrasi dikarenakan sifat dari KOH
yaitu basa kuat. Cara pengujiannya yaitu (Silalahi dkk, 2017):
a. Panaskan contoh uji pada suhu 60 oC sampai 70oC,
aduk hingga homogen
b. Timbang contoh uji 4,9 sampai 5,1 gr dalam
erlenmeyer 250ml
c. Tambahkan 50 ml pelarut n-heksan
d. Panaskan di atas hotplate dan atur suhu 40oC sampai
contoh minyak larut semua
e. Tambahkan indikator PP sebanyak 1-2 tetes
f. Titrasi dengan larutan titar KOH sambil digoyang-
goyang hingga mencapai titik akhir yang ditandai
dengan perubahan warna menjadi merah muda
(merah jambu) yang stabil
g. Catat penggunaan ml larutan titar
Perhitungan asam lemak bebas (FFA) dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut (SNI 01-2901-2006) :

% Asam Lemak Bebas =

26
3.8 Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan dan analisa hasil data hasil penelitian
dilakukan dengan menggunakan software Design Expert. Data
dimasukkan dalam rancangan komposit terpusat 2 faktor
dengan respond perhitungan rendemen Langkah-langkah
analisa menggunakan Design adalah sebagai berikut:
1. Metode yang dipilih adalah metode respon permukaan
(Respon Surface Method), dipilih desain model untuk
rancangan percobaan yaitu desain komposit terpusat
(Central Composite Design).
2. Ditetapkan faktor perlakuan yang dikaji yakni waktu ekstraksi
dan suhu ekstraksi.
3. Dimasukkan nama dan satuan serta batas maksimal dan
minimal untuk masing-masing faktor perlakuan.
4. Ditetapkan respon yang digunakan yakni hasil perhitungan
rendemen dan dari respon tersebut.
5. Dimasukkan hasil penelitian pada masing-masing kolom
respon dari tiap-tiap perlakuan.
6. Dilakukan analisis pada data respon untuk mengetahui hasil
perhitungan analisa ragam ANOVA.
7. Diklik pada menu view untuk menampilkan kurva 3 dimensi
untuk mengetahui hubungan antara faktor perlakuan dengan
masing-masing respon.
8. Dilihat hasil solusi optimal pada menu numeric optimation
pada program Design Expert lalu dipilih optimal solution.

27
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bubuk Biji Alpukat


Penelitian yang dilakukan adalah mengekstrak minyak
pada biji alpukat. Biji alpukat yang digunakan didapatkan
langsung dari penjual jus di daerah Sumbersari, Malang. Biji
alpukat banyak mengandung air, sehinggga harus dikeringkan
terlebih dahulu hingga memiliki berat yang konstan. Setelah itu
dilakukan penggilingan hingga halus, yang bertujuan untuk
meningkatkan luas permukaan sentuh antara sampel dengan
pelarut, sehingga memudahkan pelarutan minyak dari bubuk
oleh pelarut. Bubuk biji alpukat disajikan pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Bubuk biji alpukat

Karakteristik bubuk biji alpukat yang akan diekstrak


meliputi kadar air dan rendemen. Hasil karakteristik bubuk biji
alpukat dapat dilihat dari pada Tabel 4.1. Berdasarkan data
pada Tabel 4.1 diketahui bahwa kadar air bubuk biji alpukat
sebesar 4%. Menurut Kumalaningsih (2014), persentase
kandungan kadar air yang rendah pada bahan penting untuk
menekan minyak dari bahan dengan kandungan serat yang
rendah. Kadar air dalam penelitian ini telah memenuhi
persyaratan SNI 0-4476-998 dimana kadar air maksimal pada
bahan berbentuk bubuk maksimal adalah 12%. Penurunan
kadar air dalam bahan dapat meningkatkan rendemen minyak.
Hasil perhitungan kadar air bubuk biji alpukat dapat dilihat pada
Lampiran 1. Sedangkan perhitungan rendemen bubuk biji
alpukat dapat dilihat pada Lampiran 2.

29
Tabel 4.1 Karakteristik Bubuk Biji Alpukat
Parameter Hasil
Kadar air (%) 4%
Rendemen (%) 40 %
Sumber : Data Primer (2018)

4.2. Hasil Analisa Desain Komposit Terpusat


Data hasil penelitian yang diperoleh yakni rendemen dan
asam lemak bebas (FFA) yang merupakan respon dari faktor
suhu ekstraksi dan waktu ekstraksi disajikan pada Tabel 4.2.
Data rendemen dan asam lemak bebas (FFA) yang diperoleh
dari kedua faktor dipergunakan dalam analisa statistika yang
bertujuan untuk optimalisasi faktor suhu ekstraksi dan waktu
ekstraksi dalam menghasilkan rendemen dan asam lemak
bebas (FFA) terbaik. Perkiraan model persamaan optimal yang
sesuai diperoleh melalui program Design Expert DX 7.0.0.

Tabel 4.2 Data Respon Rendemen dan Asam Lemak Bebas (FFA)
No Faktor Faktor Respon
Suhu Waktu
Pemanasan Ekstraksi Rendemen FFA
X1 X2
(oC) (jam) (%) (%)
1. -1 -1 100 5 9,576 1,20
2. 1 -1 110 5 11,313 1,4
3. -1 1 100 7 9,399 1,4
4. 1 1 110 7 11,225 1,88
5. -1,414 0 97,93 6 8,693 1,25
6. 1,414 0 112,07 6 13,581 1,5
7. 0 -1,414 105 4,59 12,551 1,7
8. 0 1,414 105 7,41 13,128 1,83
9. 0 0 105 6 13,711 1,5
10. 0 0 105 6 12,881 1,7
11. 0 0 105 6 13,826 1,5
12. 0 0 105 6 12,308 1,5
13. 0 0 105 6 14,319 1,7
Sumber : Data Primer (2018)
30
4.3 Analisa Respon Rendemen dan Asam Lemak Bebas
(FFA)
4.3.1 Pengaruh Faktor Suhu Ekstraksi dan Waktu Ekstraksi
Terhadap Rendemen Ekstrak
Data hasil pengujian rendemen minyak biji alpukat dengan
menggunakan aplikasi Design Expert 7.1.5 seperti pada Tabel
4.2. Hasil perhitungan rendemen ekstrak dapat dilihat pada
Lampiran 3. Pada Tabel 4.2 menunjukkan hubungan antara
suhu pemanasan dan lama ekstraksi terhadap rendemen
minyak biji alpukat. Berdasarkan data yang diperoleh dapat
diketahui bahwa pada respon rendemen memiliki nilai tertinggi
didapatkan pada proses ekstraksi sebesar 14,319% dari
perlakuan suhu pemanasan 105 oC dan lama ekstraksi 6 jam.
Rendemen terendah didapatkan pada proses ekstraksi sebesar
8,693% dari perlakuan suhu pemanasan 97,93 oC dan lama
ekstraksi 6 jam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan semakin
tinggi suhu dan lama waktu ekstraksi menghasilkan rendemen
yang lebih tinggi. Peningkatan ini dikarenakan ekstraksi akan
lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi pada ekstraksi
minyak dapat menyebakan beberapa komponen yang terdapat
pada minyak rusak. Semakin tinggi suhu ekstraksi maka
semakin tinggi kelarutan minyak dalam heksan. Hal ini
disebabkan karena suhu yang semakin tinggi akan membuat
ikatan antar sesama molekul menjadi lebih lemah sehingga
kekompakan dari padatan rendah yang menyebakan molekul-
molekul bergerak lebih cepat. Menurut Fathmawati dkk. (2014)
semakin tinggi suhu suatu reaksi, partikel-partikel yang bereaksi
akan bergerak lebih cepat serta frekuensi benturan akan
semakin besar antara pelarut dengan bahan yang diekstrak,
sehingga semakin banyak minyak yang larut dalam n-heksan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmadi dkk (2015), semakin
tinggi temperatur maka rendemen yang dihasilkan semakin
tinggi.
Demikian juga dilihat dari faktor lama ekstraksi soxhlet
semakin lama waktu kontak pelarut dengan simplisia maka
semakin banyak pula minyak yang dihasilkan karena
terekstraknya komponen-komponen dalam molekul simplisia.
Semakin lama waktu ekstraksi maka semakin lama pula waktu
31
kontaknya dan semakin banyak pula minyak yang didapatkan.
Tetapi setelah melewati suhu optimumnya, penambahan waktu
ekstraksi tidak akan menaikkan rendemen minyak karena
proses ekstraksi telah mencapai titik kesetimbangan atau n-
heksan telah jenuh. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan Erfiza dkk (2016), ekstraksi minyak biji alpukat
dengan menggunakan pelarut n-heksan didapatkan pada waktu
ekstraksi 120 menit sebesar 2,23%. Nilai rendemen ini berbeda
nyata dibandingkan dengan waktu ekstraksi 150 menit yang
menghasilkan rendemen 1,82%. Diantika dkk (2014) juga
menyatakan bahwa waktu ekstraksi yang semakin lama
menyebabkan efek pemanasan yang lebih lama terhadap bahan
serta kesempatan pelarut bersentuhan dengan bahan makin
besar sehingga hasilnya akan bertambah sampai titik jenuh.
Secara umum, meningkatnya waktu ekstraksi akan
meningkatkan hasil ekstraksi. Namun, hasil penelitian
menunjukkan kecenderungan hasil yang berbeda dimana
bertambahnya waktu ekstraksi akan menyebakan rendemen
cenderung menurun. Hal ini disebabkan bertambahnya waktu
ekstraksi akan menyebabkan kemungkinan bertambahnya
komponen dalam minyak yang mengalami degredasi sehingga
rendemen ekstraksi juga akan berkurang seiring dengan
bertambahnya waktu ekstraksi. Gunstone dan Rousseau (2004)
menyatakan umumnya komponen dalam minyak dapat
terdegradasi karena pengaruh panas cahaya dan oksigen.
Hasil optimasi rendemen dianalisa dengan metode
permukaan respon menggunakan desain Central Composite
Design (CCD). Model statistik yang terdapat dalam program
Design Expert DX 7.0.0 adalah model linear, linear dengan
interaksi pada kedua faktor (2FI), kuadratik, dan juga kubik.
Pemilihan model untuk menentukan respon paling optimum
didasarkan pada urutan model (Sequential Model Sum of
Squares), ketidaktepatan model (Lack of Fit), ringkasan model
statistik (Model Summary Statistic), dan ANOVA.
Model terpilih berdasarkan uraian jumlah kuadrat adalah
urutan polynomial dengan nilai tertinggi dimana syarat model
yang diterima bernilai nyata jika P bernilai kurang dari 5% (0,05)
yang berarti bahwa model tersebut dapat menggambarkan
32
pengaruh signifikan terhadap respon. Perhitungan pemilihan
model berdasarkan “Sequential Model Sum of Squares” dapat
dilihat pada Lampiran 4 Berdasarkan pemilihan model
Sequential Model Sum of Squares pada Lampiran 4 didapatkan
hasil bahwa model terpilih yaitu Model Qudratric vs 2FI karena
memiliki nilai p terkecil (p<5%) yaitu 0,0262 yang menunjukkan
bahwa peluang kesalahan model kurang dari 5% dan model
terpilih berpengaruh nyata atau signifikan terhadap respon
rendemen ekstrak minyak biji alpukat.
Model terpilih berdasarkan model ketidaktepatan (Lack of
Fit) ditunjukan pada Lampiran 4. Quadratic dinyatakan sebagai
“suggested” yaitu model yang terpilih dan memiliki nilai p
terbesar yaitu 0,1302. Model ini dianggap tepat apabila nilai dari
model lebih besar dari 0,05 sehingga model tersebut mampu
menyelesaikan permasalahan sistem untuk respon rendemen.
Menurut Gasperz (1995), suatu model dianggap tepat untuk
menjelaskan suatu permasalahan dari sistem yang dikaji jika
ketidaktepatan dari model bersifat tidak berbeda nyata secara
statistik.
Pemilihan model berdasarkan berdasarkan Model Summary
Statistic ditunjukan pada Lampiran 4. Pemilihan model
didasarkan pada nilai standar deviasi terkecil, nilai R-Squared
yang semakin mendekati 1, Adjusted R2 dan Predicted R2 yang
terbesar, serta nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares)
terendah (Drapper and Smith, 1998). Berdasarkan Model
Summary Statistic dapat diketahui bahwa model yang dipilih
oleh program dan dianggap tepat adalah Quadratic dengan
standar deviasi terkecil yakni sebesar 1.15 yang menunjukkan
tingkat keragaman data rendah. Selanjutnya adalah nilai R-
Squared, Adjusted R-Squared, dan Predicted R-Squared untuk
model Quadratic memiliki nilai terbesar dibanding model yang
lain yakni berturut-turut sebesar 0.7739, 0.6124, dan -0.2598.
Nilai Adjusted R-Squared digunakan untuk mendapatkan nilai
signifikansi variabel yang lebih tepat, sehingga dapat dikatakan
bahwa suhu esktraksi dan waktu ekstraksi berpengaruh pada
respon rendemen minyak biji alpukat. Parameter terakhir adalah
nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares) terendah pada
model Quadratic yakni sebesar 51.92. Berdasarkan ketiga
33
kriteria dapat disimpulkan bahwa model Quadratic dapat
menjelaskan hubungan antara faktor suhu ekstraksi (X1) dan
waktu ekstraksi (X2) terhadap respon rendemen (Y1).
Hasil analisis ragam (ANOVA) respon rendemen dapat
dilihat pada Tabel 4.3. Berdasarkan proses pemilihan model
yang telah dilakukan, model terbaik untuk rendemen adalah
model kuadratik yang selanjutnya dilakukan analisis ragam
terhadap model tersebut. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa
model bersifat significant dengan (p < 0,05). Model variabel A
(Suhu ekstraksi) memiliki p sebesar 0,0149 dan model variabel
B (Waktu ekstraksi) memiliki nilai p sebesar 0,8706. Hal ini
menunjukkan bahwa model pada suhu ekstraksi memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap rendemen ekstrak minyak biji
alpukat, sedangkan model pada waktu ekstraksi tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rendemen
ekstrak minyak biji alpukat. Suhimi (2012) menjelaskan apabila
nilai p kurang dari 5% (0,05) hal tersebut menunjukkan bahwa
model bersifat significant. Variabel AB (interaksi antara suhu
ekstraksi dan waktu ekstraksi) memiliki nilai p sebesar 0,9701
(p>0,05) yang artinya tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap respon rendemen ekstrak minyak biji
alpukat. Variabel A2 (suhu ekstraksi) memiliki nilai p sebesar
0,0098 sehingga memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap rendemen ekstrak minyak biji alpukat. Variabel B 2
(waktu ekstraksi) memiliki nilai p 0,1602 sehingga tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rendemen
ekstrak minyak biji alpukat.

34
Tabel 4.3 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Respon Rendemen
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Nilai F Nilai P Ket
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah Prob>
F
Model 31,89 5 6,38 4,79 0,0319 Significant
A-suhu 13,72 1 13,72 10,30 0,0149
B-waktu 0,038 1 0,038 0,029 0,8706
AB 2,012E- 1 2,012E- 1511E- 0,9701
003 003 003
A2 16,46 1 16,46 12,37 0,0098
B2 3,28 1 3,28 2,47 0,1602
Residual 9,32 7 1,33
Lack of Fit 6,73 3 2,24 3,47 0,130 Not
2 Significant
Pure Error 2,53 4 0,65
Cor total 41,21 12
Sumber : Data Primer (2018)

Persamaan polinomial bentuk variabel kode dari respon Y


(rendemen) yang dipengaruhi faktor suhu ekstraksi (X1) dan
waktu ekstraksi (X2) adalah sebagai berikut:
Y = 13,41 + 1,31 X1 + 0,069 X2 + 0.022 X1X2 – 1,54 X12 – 0,69
X22

Persamaan polinomial bentuk variabel sebenarnya (aktual)


adalah sebagai berikut:
Y = -714,83713 + 13,15730 X 1 + 7,84409 X2 + 4,48500E-003
X1X2 – 06,61535 X12 – 0,68717 X22

Berdasarkan persamaan tersebut diketahui nilai


konstanta atau ketetapannya adalah -714,83713. Faktor X1
(suhu ekstraksi) bernilai 13,15730 yang artinya setiap
peningkatan 1 poin akan berpengaruh sebesar 13,15730 dan
setiap penurunan 1 poin juga akan berpengaruh sebesar
13,15730. Faktor X2 (waktu ekstraksi) bernilai 7,84409 yang
artinya setiap peningkatan 1 poin akan berpengaruh sebesar
7,84409 dan setiap penurunan 1 poin juga akan berpengaruh
sebesar 7,84409.

35
Pengaruh kedua faktor terhadap respon rendemen
ditunjukkan melalui grafik yang disajikan pada Gambar 4.2 dan
Gambar 4.3. Pada Gambar 4.2 disajikan kontur plot faktor suhu
ekstraksi dan waktu ekstraksi terhadap respon rendemen
ekstrak minyak biji alpukat. Melalui kontur dapat dilihat bahwa
terdapat sumbu x dan sumbu y, dimana sumbu x menunjukkan
variabel suhu ekstraksi (A), sedangkan sumbu y menunjukan
variabel waktu ekstraksi (B). Hasil dari respon ditunjukan melalui
garis kontur yang berada di dalam gambar. Rendemen minyak
biji alpukat terbesar ditunjukan mulai dari garis terdalam
kemudian semakin keluar dan warna dari merah sampai biru
nilai rendemen minyak akan semakin rendah.

Gambar 4.2 Kontur Plot Respon Suhu Ekstraksi dan Waktu Ekstraksi
terhadap Respon Rendemen Minyak Biji Alpukat.

Kurva permukaan respon suhu ekstraksi dan waktu


ekstraksi terhadap respon rendemen ekstrak minyak biji alpukat
disajikan pada Gambar 4.3. Berdasarkan kurva tersebut dapat
diketahui bahwa faktor suhu ekstraksi memberikan pengaruh
yang sigifikan, sedangkan faktor waktu ekstraksi memberikan
pengaruh yang tidak signifikan. Grafik tersebut juga menunjukan
model yang Quadratic, dimana hal tersebut ditunjukan melalui
kondisi optimum berada di puncak kemudian mengalami
penurunan berdasarkan kedua faktor yang digunakan. Menurut
Abrory (2017) gambar tersebut dapat menjelaskan respon
rendemen minyak biji alpukat berbanding lurus dengan faktor
suhu dan waktu ekstraksi.

36
Gambar 4.3 Kurva Permukaan Respon Suhu Ekstraksi dan Waktu
Ekstraksi terhadap Respon Rendemen Minyak Biji
Alpukat.

Menurut penelitian yang telah dilakukan Fajriyani (2008),


suhu dan waktu ekstraksi yang tepat menghasilkan minyak
dengan rendemen yang tinggi. Suhu yang lebih tinggi
memerlukan waktu yang pendek dalam ekstraksi oleosirin
karena pada suhu yang lebih tinggi pelarut lebih mudah
menembus sel-sel bahan dan mengekstrak komponen-
komponen yang bertitik didih tinggi sehingga ekstraksi yang
pendek akan mempersingkat kontak pelarut dengan bahan dan
pelarut akan sulit menembus sel-sel bahan sehingga
komponen-komponen dalam oleosirin yang bertitik didih tinggi
tidak akan terekstrak sempurna. Suhu yang terlalu tinggi dan
waktu yang terlalu lama dapat menyebakan rusaknya beberapa
komponen oleosirin seperti minyak (Moestafa, 1981).

4.3.2 Pengaruh Faktor Suhu Ekstraksi dan Waktu Ekstraksi


terhadap Asam Lemak Bebas (FFA) Minyak Biji
Alpukat yang Dihasilkan
Data hasil pengujian rendemen minyak biji alpukat
dengan menggunakan aplikasi Design Expert 7.1.5 seperti pada
Tabel 4.2 Hasil perhitungan Asam Lemak Bebas (FFA) ekstrak
dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada Tabel 4.2 menunjukkan
hubungan antara suhu pemanasan dan lama ekstraksi terhadap
asam lemak bebas (FFA) minyak biji alpukat. Berdasarkan data
37
yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada respon asam lemak
bebas (FFA) memiliki nilai terendah didapatkan pada proses
ekstraksi sebesar 1,20% dari perlakuan suhu ekstraksi 100 oC
dan waktu ekstraksi 5 jam. Asam lemak bebas (FFA) tertinggi
didapatkan pada proses ekstraksi sebesar 1,88% dari perlakuan
suhu ekstraksi 110oC dan waktu ekstraksi 7 jam. Data hasil
penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa asam lemak
bebas (FFA) minyak biji alpukat cenderung meningkat seiring
dengan semakin besarnya suhu yang digunakan. Hal tersebut
juga dibuktikan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Bora
dkk (2001) yang menyatakan bilangan asam pada minyak biji
alpukat didapatkan sebesar 2,6 mg KOH/g. Menurut Derlean
(2009) adanya proses pemanasan akan membuat minyak
kelapa maupun minyak kelapa sawit mengalami perubahan baik
secara fisika maupun secara kimia. Pemanasan akan
menaikkan kadar asam lemak bebas akibatnya terjadi
penurunan kualitas minyak. Kualitas minyak yang menurun
dapat ditunjukkan dengan adanya kerusakan seperti bau tengik
dan rasa tidak lezat. Akan tetapi pada penelitian ini faktor lama
ekstraksi soxhlet tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap kadar asam lemak bebas (FFA) hal tersebut
dikarenakan jarak antar waktu ekstraksi hanya berselisih 1 jam,
berbeda dari penelitian yang telah dilakukan oleh Derlean
(2009) yang melakukan ekstraksi minyak kelapa dengan selisih
waktu 3 jam yaitu 1 jam, 3 jam, dan 6 jam dengan suhu 80 oC,
100oC, dan 150 oC dan menyatakan semakin lama waktu
pemanasan semakin tinggi pula kadar asam lemak bebas yang
terkandung, hal ini bisa disebabkan karena proses hidrolisis
yang terjadi pada minyak dipercepat oleh pemanasan, sehingga
semakin lama pemanasan semakin besar asam lemak
bebasnya.
Hasil optimasi asam lemak bebas (FFA) dianalisa
dengan metode permukaan respon menggunakan desain
Central Composite Design (CCD). Model statistik yang terdapat
dalam program Design Expert DX 7.0.0 adalah model linear,
linear dengan interaksi pada kedua faktor (2FI), kuadratik, dan
juga kubik. Pemilihan model untuk menentukan respon paling
optimum didasarkan pada urutan model (Sequential Model Sum
38
of Squares), ketidaktepatan model (Lack of Fit), ringkasan
model statistik (Model Summary Statistic), dan ANOVA.
Model terpilih berdasarkan uraian jumlah kuadrat adalah
urutan polynomial dengan nilai tertinggi dimana syarat model
yang diterima bernilai nyata jika P bernilai kurang dari 5% (0,05)
yang berarti bahwa model tersebut dapat menggambarkan
pengaruh signifikan terhadap respon. Perhitungan pemilihan
model berdasarkan “Sequential Model Sum of Squares” dapat
dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan pemilihan model
Sequential Model Sum of Squares pada Lampiran 6 didapatkan
hasil bahwa model terpilih yaitu Model Qudratric vs 2FI karena
memiliki nilai p terkecil (p<5%) yaitu 0,041 yang menunjukkan
bahwa peluang kesalahan model kurang dari 0,05 dan model
terpilih berpengaruh nyata atau signifikan terhadap respon asam
lemak bebas (FFA) ekstrak minyak biji alpukat.
Model terpilih berdasarkan model ketidaktepatan (Lack
of Fit) ditunjukan pada Lampiran 6. Quadratic dinyatakan
sebagai “suggested” yaitu model yang terpilih dan memiliki nilai
p terbesar yaitu 0,2899 pada model Quadratic. Model ini
dianggap tepat apabila nilai dari model lebih besar dari 0,05
sehingga model tersebut mampu menyelesaikan permasalahan
sistem untuk respon asam lemak bebas (FFA). Gasperz (1995)
menyatakan bahwa suatu model dianggap tepat untuk
menjelaskan permasalahan sistem yang dikaji jika
ketidaktepatan model bersifat tidak berbeda nyata secara
statistik.
Pemilihan model berdasarkan berdasarkan Model
Summary Statistic ditunjukan pada Lampiran 6. Pemilihan
model didasarkan pada nilai standar deviasi terkecil, nilai R-
Squared yang semakin mendekati 1, Adjusted R2 dan Predicted
R2 yang terbesar, serta nilai PRESS (Prediction Error Sum of
Squares) terendah (Drapper and Smith, 1998). Berdasarkan
Model Summary Statistic dapat diketahui bahwa model yang
dipilih oleh program dan dianggap tepat adalah Quadratic
dengan standar deviasi terkecil yakni sebesar 0,13 yang
menunjukkan tingkat keragaman data rendah. Selanjutnya
adalah nilai R-Squared, Adjusted R-Squared, dan Predicted R-
Squared untuk model Quadratic memiliki nilai terbesar
39
dibanding model yang lain yakni berturut-turut sebesar 0.7851,
0.6317, dan -0.0174. Nilai Adjusted R-Squared digunakan untuk
mendapatkan nilai signifikansi variabel yang lebih tepat,
sehingga dapat dikatakan bahwa suhu esktraksi dan waktu
ekstraksi berpengaruh pada respon asam lemak bebas.
Parameter terakhir adalah nilai PRESS (Prediction Error Sum of
Squares) terendah pada model Quadratic yakni sebesar 0.53.
Berdasarkan ketiga kriteria dapat disimpulkan bahwa model
Quadratic dapat menjelaskan hubungan antara faktor suhu
ekstraksi (X1) dan waktu ekstraksi (X2) terhadap respon asam
lemak bebas (Y2).
Hasil analisa ragam (ANOVA) untuk respon asam lemak
bebas (FFA) disajikan pada Tabel 4.4. Bedasarkan Tabel 4.4
dapat diketahui bahwa model dan faktor suhu ekstraksi (A)
memiliki p-value berturut-turut sebesar 0.0220 dan 0.0184. Nilai
p-value untuk model kurang dari 0,05 menunjukan bahwa model
terpilih (Quadratic) dapat merepresentasikan data dengan baik,
dan nilai p-value untuk suhu kurang dari 0,05 menunjukan
bahwa faktor suhu berpengaruh secara nyata dan signifikan
terhadap respon asam lemak bebas. Suhimi (2012)
menjelaskan apabila nilai p kurang dari 5% (0,05) hal tersebut
menunjukkan bahwa model bersifat significant. Nilai p-value
untuk faktor waktu ekstraksi (B) sebesar 0,0624 yang mana nilai
tersebut lebih dari 0.05 yang berarti bahwa faktor waktu tidak
berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap respon asam
lemak bebas. Untuk Lack of Fit atau ketidaktepatan model
memiliki nilai p>0.05 yakni sebesar 0,3669 dengan keterangan
not significant. Hasil pengujian Lack of Fit yang menghasilkan
keterangan not sgnificant menunjukan ketepatan pengujian dan
model yang digunakan telah tepat dan dapat menjelaskan suatu
permasalahan dari suatu analisis yang dikaji (Gasperz, 1995).

40
Tabel 4.4 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Respon Asam Lemak Bebas
(FFA)
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Nilai F Nilai P Ket
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah Prob>
F
Model 0,39 5 0,078 5,56 0,0220 Significant
A-suhu 0,13 1 0,13 9,35 0,0184
B-waktu 0,063 1 0,069 4,90 0,0624
AB 0,010 1 0,010 0,71 0,4263
A2 0,14 1 0, 14 9,72 0,0169
B2 0,025 1 0,025 1,79 0,2232
Residual 0,098 7 0,014
Lack of Fit 0,050 3 0,017 1,39 0,3669 Not
Significant
Pure Error 0,048 4 0,012
Cor total 0,49 12
Residual 0,098 7 0,014
Sumber : Data Primer (2018)

Persamaan polinomial bentuk variabel kode dari respon


Y (asam lemak bebas) yang dipengaruhi faktor suhu ekstraksi
(X1) dan waktu ekstraksi (X2) adalah sebagai berikut:
Y = 1,58 + 0,13 X1 + 0,093 X2 + 0,050 X1X2 – 0,14 X12 + 0,060
X22

Persamaan polinomial bentuk variabel sebenarnya (aktual)


adalah sebagai berikut:
Y = -54,94476 + 1,14161 X1 + 1,67732 X2 + 0,010000 X1X2 –
5,60000E-003 X12 + 0,060000 X22

Berdasarkan persamaan tersebut diketahui nilai


konstanta atau ketetapannya adalah -54,94476. Faktor X1 (suhu
ekstraksi) bernilai 1,14161 yang artinya setiap peningkatan 1
poin akan berpengaruh sebesar 1,14161 dan setiap penurunan
1 poin akan juga berpengaruh sebesar 1,14161. Faktor X 2
(waktu ekstraksi) bernilai 1,67732 yang artinya setiap
peningkatan 1 poin akan berpengaruh sebesar 1,67732 dan
setiap penurunan 1 poin akan juga berpengaruh sebesar
1,67732.

41
Pengaruh kedua faktor terhadap respon asam lemak
bebas ditunjukan melalui grafik yang disajikan pada Gambar 4.4
dan Gambar 4.5. Pada Gambar 4.4 disajikan kontur plot faktor
suhu ekstraksi dan waktu ekstraksi terhadap respon asam
lemak bebas ekstrak minyak biji alpukat. Melalui kontur dapat
dilihat bahwa terdapat sumbu x dan sumbu y, dimana sumbu x
menunjukan variabel suhu ekstraksi (A), sedangkan sumbu y
menunjukan variabel waktu ekstraksi (B). Hasil dari respon
ditunjukan melalui garis kontur yang berada di dalam gambar.
Asam lemak bebas minyak biji alpukat terbesar ditunjukan mulai
dari garis terdalam kemudian semakin keluar dan warna dari
merah sampai biru nilai asam lemak bebas minyak akan
semakin rendah.

Gambar 4.4 Kontur Plot Respon Suhu Ekstraksi dan Waktu Ekstraksi
terhadap Respon Asam Lemak Bebas (FFA) Minyak Biji
Alpukat.

Kurva permukaan respon suhu ekstraksi dan waktu


ekstraksi terhadap respon asam lemak bebas ekstrak minyak
biji alpukat disajikan pada Gambar 4.5. Berdasarkan kurva
tersebut dapat diketahui bahwa faktor suhu ekstraksi
memberikan pengaruh yang sigifikan, sedangkan faktor waktu
ekstraksi memberikan pengaruh yang tidak signifikan. Grafik
tersebut juga menunjukan model yang Quadratic, dimana hal
tersebut ditunjukan melalui kondisi optimum berada di puncak
kemudian mengalami penurunan berdasarkan kedua faktor

42
yang digunakan. Menurut Abrory (2017) gambar tersebut dapat
menjelaskan respon asam lemak bebas minyak biji alpukat
berbanding lurus dengan faktor suhu dan waktu ekstraksi.

Gambar 4.5 Kurva Permukaan Respon Suhu Ekstraksi dan Waktu


Ekstraksi terhadap Respon Asam Lemak Bebas (FFA)
Minyak Biji Alpukat.

Pada penelitian yang telah dilakukan Handayani dkk


(2010), asam lemak bebas tertinggi adalah pada perlakuan P3
(suhu ekstraksi 50oC), kemudian P2 (suhu ekstraksi 45 o C) dan
terendah adalah perlakuan P1 (suhu ekstraksi 40 o C). Suhu
merupakan salah satu penyebab oksidasi minyak yang dapat
menyebabkan putusnya ikatan rangkap pada minyak. Putusnya
ikatan rangkap ini menyebabkan menurunnya bilangan iod.
Kadar asam lemak bebas mengindikasikan terjadinya reaksi
hidrolisis minyak. Hidrolisis lemak dapat dipicu oleh adanya air
dan aktivitas lipase pada buah (Ngando et al., 2006), yang
dapat terjadi selama pasca panen maupun selama proses
ekstraksi minyak.

4.4 Optimasi Respon Rendemen dan Asam Lemak Bebas


(FFA)
Optimasi merupakan proses yang dilakukan untuk
mendapatkan hasil paling optimal berdasarkan faktor dan
respon yang telah ditentukan. Batasan optimasi untuk respon
dan faktor penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.5. Respon

43
rendemen dengan target maksimum, sedangkan respon asam
lemak bebas dipilih dengan target minimum.
Tabel 4.5 Batas Optimasi untuk Respon dan Faktor
Kriteria Nama (Satuan) Target Batas Batas
Bawah Atas
o
Faktor Suhu ekstraksi ( C) In Range 100 110

Faktor Waktu ekstraksi (jam) In Range 5 7

Respon Rendemen (%) In Range 8,6934 14,3169


Respon FFA (%) Maximize 1,2 1,8
Sumber : Data Primer (2018)

Berdasarkan batasan-batasan yang ditentukan pada


Tabel 4.6, diperoleh hasil solusi optimal dari aplikasi Design
Expert 7.1.5. melalui Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa
perlakuan optimum menggunakan suhu ekstraksi sebesar
100oC, dengan waktu ekstraksi sebesar 5 jam 72 menit, yang
menghasilkan rendemen sebesar 10,494% dan asam lemak
bebas sebesar 1,31796% dengan nilai desirability sebesar
0,827. Kadar asam lemak bebas dalam sesuai dengan
persyaratan SNI 01-4462-1998 dimana kadar asam lemak
bebas untuk minyak non pangan sebesar 0,10% sampai 1,50%,
sedangkan kadar asam lemak bebas minyak biji alpukat tidak
memenuhi persyaratan SNI 3741-2013 untuk minyak pangan
dimana kadar asam lemak bebas sebesar 0,6%.
Menurut Nurmiah dkk. (2013), nilai desirability merupakan
nilai fungsi tujuan optimasi yang menunjukan kemampuan
program untuk memenuhi keinginan berdasarkan kriteria yang
ditetapkan akhir yang nilainya berkisar mulai 0 sampai dengan
1. Semakin mendekati 1 nilai desirability menunjukan
kemampuan program mencapai tujuan optimasi semakin
sempurna.

44
Tabel 4.6 Hasil Solusi Optimal dari Aplikasi Design Expert 7.1.5
Parameter Standar Prediksi
o
Suhu ekstraksi ( C) 100
Waktu ekstraksi (jam) 5 jam 72 menit
Rendemen (%) 10,494
FFA (%) 1,31796
Desirability 0,827
Keterangan Selected
Sumber : Data Primer (2018)

Selain hasil solusi optimal yang di prediksi oleh program,


juga terdapat perkiraan nilai terendah sampai dengan tertinggi
dari respon yang disajikan pada Tabel 4.7. Melalui Tabel
tersebut dapat diketahui besarnya nilai prediksi untuk kedua
respon. Nilai prediksi untuk rendemen adalah sebesar 10,494%,
sedangkan untuk nilai prediksi terendah sebesar 10,42%, dan
nilai prediksi tertinggi sebesar 16,40%. Selain itu, juga diperoleh
nilai prediksi untuk respon asam lemak bebas (FFA) yakni
sebesar 1,31796%, prediksi terendah sebesar 1,25%, dan
prediksi tertinggi sebesar 1,91%.

Tabel 4.7 Prediksi Hasil Solusi Terendah hingga Tertinggi


Parameter Prediksi SE Pred Prediksi Prediksi
Terendah Tertinggi
Rendemen 10,494 1,26 10,42 16,40
(%)
FFA (%) 1,31796 0,14 1,25 1,91
Sumber : Data Primer (2018)

4.5 Verifikasi Kondisi Optimum Hasil Prediksi Model


Kondisi optimum yang didapatkan yaitu suhu ekstraksi
100oC dan waktu ekstraksi sebesar 5 jam 72 menit. Hasil
kondisi optimum diverifikasi dengan cara dibandingkan pada
nilai variabel respon yang diprediksi oleh RSM. Verifikasi hasil
optimum dilakukan untuk membuktikan bahwa solusi optimum
variabel yang diberikan oleh Design Expert dapat memberikan
hasil respon yang sesuai dengan respon optimum yang telah

45
ditentukan program. Verifikasi hasil optimum dapat dilihat pada
Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Perbandingan Hasil Verifikasi Aktual dengan Prediksi pada


Program
Parameter Prediksi Hasil Selisih Simpangan Akurasi
)* Verifikasi )** (%)
Rendemen 10,494 10,138 0,3196 0,0305 99,969
(%) %
FFA (%) 1,31796 1,304 0,00038 0,00029 99,9997
%
Sumber : Data Primer (2018)

Berdasarkan Tabel 4.8, menunjukkan bahwa hasil


verifikasi respon rendemen memiliki nilai lebih rendah daripada
prediksi yaitu sebesar 10,138% dengan selisih 0,3196 dan
simpangan sebesar 0,0305%. Respon rendemen memiliki
akurasi sebesar 99,969% dari nilai prediksi rendemen. Hasil
verifikasi asam lemak bebas (FFA) lebih rendah dari prediksi
yaitu sebesar 1,304% dengan selisih 0,00038 dan simpangan
terbesar 0,00029%. Respon asam lemak bebas (FFA) memiliki
kesesuaian sebesar 99,9997% dari prediksi nilai asam lemak
bebas (FFA) program. Perbedaan prediksi hasil verifikasi
dengan hasil program masih berada diantara prediksi terendah
dan prediksi tertinggi, sehingga hasil verifikasi masih dapat
diterima dengan selang kepercayaan 95%.

4.6 Potensi Pengembangan Minyak Biji Alpukat


Minyak biji alpukat merupakan minyak nabati yang
diperoleh dari ekstraksi biji tanaman alpukat. Pada suhu ruang
minyak biji alpukat berfasa cair. Minyak biji alpukat mengandung
asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak
jenuh yang terkandung dalam minyak biji alpukat adalah
palmitat, sedangkan asam lemak tak jenuh yang terkandung
pada minyak biji alpukat adalah linoleat dan oleat. Risyad dkk
(2016) menyatakan kandungan asam lemak yang dominan pada
minyak biji alpukat adalah asam linoleat sebesar 47,353% (b/b),
asam lemak jenuh berupa asam palmitat sebesar 20,3439%
(b/b), dan asam lemak tidak jenuh tunggal yaitu asam oleat
46
sebesar 15,8823% (b/b). Kandungan asam lemak yang
terdapat pada minyak biji alpukat dapat berpotensi dalam
bidang biokosmetika yang dapat dijadikan sebagai salah satu
komposisi dalam pembuatan hanbody karena lemak memiliki
sifat pembasah (wetting effect) bagi keratin sehingga dapat
berguna untuk pemeliharaan elastisitas kulit dan
mempertahankan kulit agar tetap lembut dan halus. Selain itu,
kandungan lemak yang terdapat pada minyak juga dapat
digunakan sebagai salah satu komposisi dalam pembuatan
sabun cuci muka karena lemak dapat melarutkan kotoran-
kotoran seperti sisa-sisa make-up, oleh sebab itu baik
digunakan dalam preparat pembersih.

47
48
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Waktu dan suhu ekstraksi yang optimal untuk
mengekstrak minyak biji alpukat dengan metode
soxhletasi adalah 5 jam 72 menit dan suhu 100oC.
2. Kualitas minyak biji alpukat yang diperoleh dari kondisi
optimal menghasilkan respon rendemen sebesar
10,4756% dengan kadar asam lemak bebas (FFA)
sebesar 1,30438%. Kondisi optimal tersebut kemudian
diverifikasi menghasilkan respon rendemen sebesar
10,138% dan kadar asam lemak bebas (FFA) sebesar
1,304%. Diperoleh simpangan sebesar 0,0305% untuk
respon rendemen dan 0,00038% untuk respon asam
lemak bebas (FFA).

5.2 Saran
Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka saran yang
dapat diberikan anatara lain :
1. Ekstraksi minyak biji alpukat masih perlu dikembangkan
lebih jauh lagi dengan menggunakan variabel yang lain,
misalnya pada jenis pelarut yang digunakan.
2. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan metode lain
dalam menghasilkan minyak biji alpukat untuk
mengetahui keuntungan dan kerugiannya.
3. Untuk mengetahui kualitas minyak yang lebih akurat,
sebaiknya melakukan analisa yang lebih beragam.

49
50
DAFTAR PUSTAKA

Abrory, M. F. 2017. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi


terhadap Karakteristik Agar dari Rumput Laut
Graciaria sp. dengan Metode Ultrasonik. Skripsi.
Bogor agricultural.
Ahmad, B. 2006. Chemistry of Natural Products. Departement
of Pharmaceutical Chesmistry Faculty of Science
Jarnia Hamdard. New Dehli.
Astina, I.G.A.A. 2010. Optimasi Pembuatan Ekstrak Etanolik
Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Secara
Digesti: Aplikasi Desain Faktorial. Skripsi.
Universitas Santa Dharma Yogyakarta.
Biorata, A.M. 2012. Pengaruh Adsorben Bentonit Terhadap
Kualitas Pemucatan Minyak Inti Sawit. Jurnal
Dinamika Penelitian Industri. Vol 2 (1) : 63-69.
Bora Pushkar, Narendra S.N, Rosalynd V.M.R, Marcal Q.P.
(2001) Charac-Terization Of The Oils From The Pulp
And Seeds Of Avocado (cultivar: Fuerte) Fruits.
Grasas y Aceites. 52 : 171–174.
Box G.E.P, Hunter W.G. dan Hunter J.S. 1978. Statistics for
Experimenters. John Wiley and Sons, Inc.
Darmadi., Medyan R., dan Mirna, R.L. 2015. Optimasi
Parameter Ekstraksi Oleosirin dari Ampas Pala
Menggunakan Response Sufance Methodology.
Jurnal hasil penelitian industri. Vol 28(1) : 1 – 8.
Daud, M.F., Sadiyah, E.R., dan Rismawati, E. 2011. Pengaruh
Perbedaan Metode Ekstraksi Terhadap Aktivitas
Antioksidan Etanol Daun Jambu Biji (Psidium
guajava L.). Lemabaga Penelitian Pengabdiab
Masyarakat Universitas Islam Bnadung. Bandung.
Derlean, A. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan
terhadap Kerusakan Minyak Kelapa. Jurnal Bimatika.
Vol 1 (1) : 19-27.
Distantina, S., Rusman, O., dan Hartati, S. 2006. Pengaruh
Konsentrasi Asam Asetat pada Perendaman
Kecepatan Ekstraksi Agar-Agar. Jurnal Ekuilibruim.
Vol 5(1): 34-39.
51
Erfiza, N.M., Desy, W., Satriana., dan Muhammad, D.S. 2016.
Pengaruh Rasio Biji Terhadap Pelarut dan Waktu
Ekstraksi Terhadap Yield dan Kualitas Minyak Biji
Alpukat. Jurnal Rekayasa Kimia Dan Lingkungan. Vol
2 (1) : 32 – 38.
Fathmawati, D., Abidin, MRP., dan Roesyadi, A. 2014. Studi
Kinetika Pembentukan Keraginan dari Rumput
Laut. Jurnal Teknik Pomits. Vol 3(1) : 27 - 32
Furniss, B.C. 1978. Text Book of Practical Organic Chemistry
Including Qualitative Organic Analysis. 4th edition.
English Language Book Society Longman. London.
Guenther, E. Minyak Atsiri I, diterjemahkan S. Kateran Jilid I.
UI Press. Jakarta
Gustone, F.D., Rousseau, D. 2004. Rapeseed and Canolioil :
Production, Processing, Properties And Uses.
Blackwell Publising Ltd. Oxford.
Houghton, P.J. and Raman A. 1998. Laboratory Handbook for
the Fractination of Natural Extract: Methods of
Extraction and Sampe Clean-up. London: Chapman
and Hall Ltd.
Hwang K. T, Jung S.T, Lee G.D, Chinnan M.S, Park Y.S. dan
Park H.J.2002. Controlling Molecular Weight and
Degree of Deacetylation of Chitosan by Response
Surface Methodology. Journal of Agricultural and
Food Chemistry 50(7): 1876–1882.
Julian, A.R. 2011. Pengaruh Suhu dan Lamanya Penyeduhan
Teh Hijau (Camellia sinensis) serta Proses
Pencernaan Secara in Vitro Terhadap
Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan
Alfa Glukosidase secara in Vitro. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Khasanah, L.U., Baskara, K.N., Qurothul U., Rohula U., Godras,
J.M. 2017. Optimasi Proses Ekstraksi dan
Karakterisasi Oleosirin Daun Kayu Manis
(Cinnamomum Burmanii) Dua Tahap. Indonesian
Journal Of Essential Oil. Vol 2 (1) : 20-28.
Kolor, P., Shen, J. W., Tsuboi, A Dan Ishikawa, T. 2002.
Solvent Selection Phase Equilibra. 194-197.
52
Kumalaningsih, S. 2014. Pohon Industri Potensial pada
Sistem Agroindustri. UB Press. Malang.
Mc. Cabe and Warren, L. 2002. Unit Operation of Chemical
Engineering. Edition 4th.Mc. Grow Hill International
Book Co. Singapore.
Monica, F. Pengaruh Pemberian Air Seduhan Serbuk Biji
Alpukat (Persea americana Mill) terhadap Kadar
Glukosa Darah Tikus Wistar yang diberi Beban
Glukosa. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.
Juli 2006.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan
Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal Kesehatan. 7(2):
361-367.
Ngando, EGF., Dhovib, R., Carrier, F., Zollo Pha., dan Arondel
V. 2006. Assaying Lipase Activity from Oil Palm
Fruit (Elaeis Guineensis Jacq) Mesocarp. Plant
Physiol Biochem. 44 : 661 – 617.
Parina I., Satiruiani, Felycia E.S., Herman H. 2007. Ekstraksi
Pektin dar Berbagai Macam Kulit Jeruk. Jurnal
Widya Teknik 6 (1) : 1-1-. 42 : 129-133.
Pardede, P.M. 2007. Manajemen Operasi dan Produksi.
Penerbit Andi. Yogyakarta.
Prasetyowati, Retno P dan Fera T.O. Pengambilan Minyak Biji
Alpukat (Persea Americana Mill) Dengan Metode
Ekstraksi. Jurnal Teknik Kimia. 2(17) : 16-18.
Pomeranz, Y and C.E Meloan. 1994. Food Analysis. Chapman
and Hall. New York.
Renhoran, M. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba
Ekstrak Sargassum Polycystum. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor.
Render, B., Heizer, J. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen
Operasi. Salemba Empat. Jakarta.
Risyad A, Resi L.P dan Siswarni M.Z. 2016. Ekstraksi Minyak
Dari Biji Alpukat (Persea Americana Mill)
Menggunakan Pelarut N-Heptana. Jurnal Teknik
Kimia. 5(1) : 34-35.
Samsudin, A.M. dan Khoirudin. 2005. Ekstraksi, Filtrasi
Membran dan Uji Stabilitas Zat Warrna dari Kulit
53
Manggis (Garcinia mangostana). Skripsi. Universitas
Diponegoro Semarang.
Silalahi, N.R.L. Sari, P.D dan Dewi, A. I. 2017. Pengujian Free
Fatty Acid (FFA) dan Colour untuk Mengendalikan
Mutu Minyak Goreng Produksi PT. XYZ. Jurnal
Teknologi Industri Pertanian. Vol 6 (1): 41-50.
Shadini F., and Naczk M. G. 2004. Phenolic in Food and
Nutraceuticals. CRC Press. USA
Shieh C.J, Koehler P.E. dan Casimir, C.A. 1996. Optimization
of Sucrose Polyester Synthesis Using Response
Surface Methodology. Journal of Food Science. 61 :
97-100.
SNI. 1998. Standar Nasional Indonesia 06-3735-1998
Standar Mutu Minyak Atsiri. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
SNI. 1998. Standar Nasional Indonesia 3741-2013 Standar
Mutu Minyak Non Pangan. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
SNI. 2013. Standar Nasional Indonesia 06-3735-1998
Standar Mutu Minyak Goreng. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
SNI. 2006. Standar Nasional Indonesia Tentang Minyak Pala
06-2388. Badan Standar Nasional. 6 hlm
Standar Nasional Indonesia (1998) SNI 01-4476-1998. Tepung
Bumbu Rempah. Badan Standarisasi Nasional,
Jakarta.
Suhendra A.T, Henoch A dan Jane W. 2016. Uji Efek Ekstrak
Biji Alpukat (Persea americana Mill) terhadap kadar
kolesterol total pada tikus wistar (Rattus
norvegicus). Jurnal e-Biomedik (eBm). 4(1) : 01-03.
Sultana, B., F. Anwar, and M. Ashraf. 2009. Effect of
Extraction Solvent/Technique on The Antioxidant
Activity of Selected Medicinal Plant Extracts.
Molecules Journal, 14: 2167-2180.
Susanty dan Fairus B. 2016. Perbandingan Metode Ektraksi
Maserasi dan Refluks terhadap Kadar Fenolik Dari
Ekstrak Tongkol Jagung (Zea mays L). Jurnal
Konversi. 5(2) : 87-88.
54
Syaripuddin M.S. 2011. Optimasi Proses Ekstraksi Minyak
Biji Alpukat dengan Variasi Temperatur dan
Kecepatan Pengadukan. Jurnal Riset & Teknologi.
11(2) : 62-64.
Tarigan, M., Kaban, I. M., & Hanum, Farida. 2012. Ekstraksi
Pektin dari Kulit Buah Pisang Kepok. Univesitas
Sumatera Utara. Medan
Threybal, R. E. 1981. Mass-Transfer Operations. McGraw-Hill,
Inc
Winarno, F.G. dan Fardiaz S. 1973. Ekstraksi, dan
Kromatografi, Elektrophoresis. Kanisius.
Yogyakarta.
Vogel. 1978. Diterjemahkan oleh: Pudjaadmaka, H dan Stiono.
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC: Jakarta.
Xiao X, Wei S, Jiayue W, and Gongke L. 2012. Microwave-
Assisted Exraction Performed in Low Temperature
and in Vacuo for the Extraction of Labile
Coumponds in Food Samples. Analityca Chimica
Acta 712 : 83-93.
Zulhida R dan Hery S.T. Pemanfaatan Biji Alpukat (Persea
Americana Mill) Sebagai Bahan Pembuat Pati.
Jurnal Kimia. 18(2) : 144-145.

55
56

Anda mungkin juga menyukai