Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Esterifikasi

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Proses esterifikasi adalah proses yang mereaksikan minyak lemak dengan suatu
alkohol. Katalis-katalis yang biasa digunakan dalam praktek industri atau skala
pabrik pada proses reaksi esterifikasi adalah katalis jenis asam kuat seperti asam
sulfat, asam sulfonat organik, dan resin penukar kation (Dising, 2006).
Reaksi esterifikasi yang terjadi agar bisa berlangsung ke konversi yang
sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120°C), yaitu reaktan
metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih
besar dari 10 kali dari nisbah stoikiometrik), dan air produk yang berpotensi ikut
bereaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak (Arita dkk, 2008).
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak yang
berkadar asam lemak bebas tinggi. Tahap esterifikasi ini yaitu memproses asam
lemak bebas dan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi ini biasa
diikuti dengan tahap transesterfikasi. Proses esterifikasi yang terjadi sebelum
produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, maka air dan bagian
terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.
Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan Free Fatty Acids (FFA) dengan
alkohol rantai pendek lalu menghasilkan produk asam lemak metil ester dan air.
Kandungan FFA dalam minyak nabati berbeda-beda, sehingga pada proses
pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi proses transesterifikasi
menggunakan katalis basa dan katalis asam. Transesterifikasi dengan katalis basa,
sebagian besar menggunakan potassium hidroksida untuk bahan baku refined oil
atau minyak nabati dengan kandungan FFA yang rendah. Transesterifikasi dengan
katalis asam umumnya menggunakan senyawa asam sulfat. Transesterifikasi
katalis asam umumnya digunakan untuk memproduksi minyak nabati dengan
kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan transesterifikasi katalis jenis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah
secara keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari
metil ester, pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan methanol, pencucian,
dan dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi dan
pemisahan metanol), dan pemurnian metanol tak bereaksi secara rectification.
Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika pada minyak nabati
tersebut mengandung FFA di atas 5%. Minyak yang memiliki kadar FFA yang
tinggi (>5%) apabila langsung dilakukan transesterifikasi dengan katalis basa
maka FFA akan bereaksi dengan katalis dan membentuk sabun (Aziz dkk, 2011).
Terbentuknya garam (sabun) dalam jumlah yang besar dapat menghambat
pemisahan gliserol dan berakibat terbentuknya emulsi selama proses pencucian
sehingga metil ester yang dihasilkan sedikit. Esterifikasi digunakan sebagai proses
pendahuluan untuk mengkonversikan kadar FFA menjadi metil ester sehingga
mengurangi FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya dilakukan transesterifikasi
dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester.

2.4. Transesterifikasi

Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah proses yang


mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol
rantai pendek seperti methanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi
biodiesel menggunakan metanol) menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty
Acids Methyl Esters) atau biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai hasil produk
samping. Katalis yang digunakan pada proses transeterifikasi adalah basa alkali,
biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH).
Transesterifikasi merupakan tahap konversi dari trigliserida (minyak
nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan
produk samping yaitu gliserol (Budiman dkk, 2017). Metanol adalah bahan yang
paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi
(sehingga reaksi disebut dengan metanolisis). Alkoholisis dari trigliserida dengan
alkohol fraksi ringan seperti methanol merupakan reaksi seimbang dan kalor
reaksinya seimbang. Menggeser reaksi ke kanan agar produk optimal biasanya
menggunakan alkohol berlebihan. Methanol diberikan berlebihan dibanding
gliserida maka reaksi yang terjadi bisa dianggap reaksi searah (Suirta, 2009).
Peningkatkan produk yang dihasilkan memiliki beberapa faktor yang
sangat mempengaruhinya, antara lain adalah faktor waktu reaksi sebagai faktor
utama, semakin panjang waktu reaksi maka kesempatan zat-zat bereakasi makin
banyak, sehingga konversi semakin besar. Kesetimbangan reaksi yang terjadi
pada waktu telah tercapai dengan menambah waktu reaksi tidak akan
memperbesar hasil. Faktor kedua adalah konsentrasi, yaitu kecepatan reaksi
sebanding dengan konsentrasi dari reaktan, semakin tinggi konsentrasi dari
reaktan maka semakin banyak kesempatan molekul untuk saling bertumbukan
maka semakin tinggi kecepatan reaksi yang berjalan dalam proses reaksi tersebut.
Faktor lain yang memperngaruhi adalah pada pemakaian katalis yang
berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi
reaksi, namun tidak mempengaruhi letak keseimbangan. Suhu juga mempengaruhi
produk yang dihasilkan, berupa semakin tinggi suhu, kecepatan reaksi makin
meningkat. Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi pada proses alkoholisis
dipengaruhi oleh jenis dan efektivitas dari katalisator yang dipakai pada proses.
Faktor selanjutnya adalah pengadukan, proses pengadukan pasti memiliki
tujuan agar reaksi berjalan dengan baik, diperlukan pencampuran yang optimal
dengan cara pengadukan. Pencampuran yang baik dapat menurunkan tahanan dari
perpindahan massa. Reaksi heterogen berlaku dengan berkurangnya tahanan
perpindahan massa maka semakin banyak molekul-molekul reaktan yang dapat
mencapai fase reaksi, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi
(Murtiningrum dan Firdaus, 2015). Faktor terakhir adalah perbandingan pereaksi
yaitu pada reaksi alkoholisis umumnya memerlukan alkohol yang berlebihan agar
reaksi yang terjadi selama proses alkoholisis dapat berjalan dengan sempurna.
Produksi biodiesel juga melalui tahapan lain seperti pengempaan jaringan
tanaman (misalnya biji) menghasilkan minyak mentah, pemisahan (separator)
fase ester dan gliserin, serta pemurnian atau pencucian senyawa ester untuk dapat
menghasilkan grade bahan bakar (biodiesel). Produk yang diinginkan dari reaksi
transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar
kesetimbangan lebih ke arah produk dengan menambahkan metanol berlebih ke
dalam reaksi, memisahkan gliserol, dan menurunkan temperatur dari reaksi
(transesterifikasi merupakan reaksi eksotermis) (Listiadi dan Putra, 2013). Suatu
metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam lemak,
diantaranya yaitu pemakaian energi yang sedikit karena membutuhkan suhu dan
tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan proses pembentukan asam lemak.
Kelebihan lain yaitu peralatan yang digunakan murah, karena metil ester
bersifat tidak korosif dan metil ester dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih
rendah, oleh karena itu proses pembuatan metil ester menggunakan peralatan yang
terbuat dari bahan carbon steel, sedangkan asam lemak bersifat korosif sehingga
membutuhkan peralatan stainless steel yang kuat. Proses yang terjadi juga lebih
sedikit menghasilkan hasil samping yaitu konsentrat gliserin melalui reaksi
transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat sedangkan pada asam
lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan gliserin yang masih mengandung
air lebih dari 80%, sehingga membutuhkan energi yang banyak (Arita dkk, 2008)
Transesterifikasi pada dasarnya terdiri atas empat tahapan yaitu pada tahap
pertama pencampuran katalis alkalin (umumnya sodium hidroksida atau
potassium hidroksida) dengan alkohol (umumnya methanol). Konsentrasi alkalin
yang digunakan bervariasi antara 0.5-1 wt% terhadap massa minyak (Listiadi dan
Putra, 2013). Sedangkan alkohol diset pada rasio molar antara alkohol terhadap
minyak sebesar 9:1. Tahap kedua adalah pencampuran alkohol dan alkalin dengan
minyak di dalam wadah yang dijaga pada temperatur tertentu (sekitar 40-60oC)
dan dilengkapi dengan pengaduk (baik magnetik ataupun motor elektrik) dengan
kecepatan pengadukan yang konstan (umumnya pada 600 rpm per menit).
Keberadaan pengaduk sangat penting untuk memastikan terjadinya reaksi
metanolisis secara menyeluruh di dalam campuran. Reaksi metanolisis ini
dilakukan sekitar 1-2 jam. Tahap ketiga adalah apabila setelah reaksi metanolisis
berhenti, campuran didiamkan dan perbedaan densitas senyawa di dalam
campuran akan mengakibatkan separasi antara metil ester dan gliserol. Metil ester
dipisahkan dari gliserol dengan teknik separasi gravitasi. Tahap keempat adalah
metil ester kemudian dibersihkan menggunakan air distilat untuk memisahkan zat-
zat pengotor seperti metanol, sisa katalis alkalin, gliserol, dan sabun-sabun
(soaps). Lebih tingginya densitas dari air dibandingkan dengan produk metil ester
menyebabkan prinsip separasi gravitasi berlaku dengan air berposisi di bagian
bawah pemisahan sedangkan produk metil ester berada di bagian atas pemisahan.
DAFTAR PUSTAKA

Arita, S., Dara, M, B., dan Irawan, J. 2008. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak
dari CPO Off Grade dengan Metode Esterfikasi Transesterifikasi. Jurnal
Teknik Kimia. Vol. 15 (2): 34-43.
Aziz, I., Nurbayti, S., dan Ulum, B. 2011. Pembuatan Produk Biodiesel dari
Minyak Goreng Bekas dengan Cara Esterifikasi dan Transesterifikasi.
Jurnal Kimia Valensi. Vol. 2(3): 443-448.
Budiman, A., Kusumaningtyas, R, D., Pradana, Y, S., dan Lestari, A, M. 2017.
Minyak Biodiesel: Bahan Baku, Proses, dan Teknologi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Dising, J. 2006. Optimisasi Pembuatan Biodiesel dari Bahan Minyak Jelantah.
Makassar: Jurusan Teknik Kimia UKI Paulus.
Listiadi A, P., dan Putra I, M, B. 2013. Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan
Metode Interesterifikasi. Cilegon: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Murtiningrum., dan Firdaus, A. 2015. Perkembangan Biodiesel di Indonesia,
Tinjauan atas Kondisi Saat ini, Teknologi Produksi & Analisis Prospektif.
Jurnal PASTI. Vol. 9(1): 35-45.
Suirta, I, W. 2009. Preparasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit. Jurnal
Kimia. Vol. 3(1): 1-6.

Anda mungkin juga menyukai