Anda di halaman 1dari 4

Nama : Putra Mayhendra

NIM : 03301181722023

RESUME JURNAL

1. Studi Observasi Higienitas Produk Tempe Berdasarkan Perbedaan


Metode Inokulasi
Standar tempe yang baikharus memiliki karakteristik yang baik dan tidak
ada kontaminan dalam tempe. Higienitas sangat penting dalam proses fermentasi
tempe karena akan mempengaruhi hasil produk. Proses pengolahan tempe, cara
penggunaan inokulum tempe yang baik sangat penting dan berpengaruh untuk
menghasilkan suatu produk tempe yang bermutu baik. Metode inokulasi dalam
pembuatan tempe yang baik sangat penting dan berpengaruh untuk menghasilkan
produk tempe yang higienis dan bermutu baik. Air berperan penting dalam proses
metabolisme pada sel kapang, dimana faktor-faktor instrinsik yang berperan pada
pertumbuhan kapang pada pangan adalah aktivitas air.
Kedelai tempe harus mengandung cukup air, apabila terlalu kering dan
kelembaban kurang maka substrat kedelai sukar ditembus dan dilapukkan oleh
miselium kapang. Sebaliknya apabila terlalu basah dan banyak mengandung air,
maka akan menghambat penyebaran oksigen sehingga pertumbuhan miselium
kapang terhambat. Kadar air dan nilai aktivitas air yang tinggi tersebut berpotensi
untuk pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme, dimana pengurangan aktivitas
air dianggap cukup baik untuk mencegah kerusakan mikrobiologis pada tempe.
Hasil suhu ruang dan pH pada proses pembuatan tempe oleh pengrajin
Industri Kecil Menengah (IKM) di Desa Bandar Kabupaten Batang menunjukkan
hasil yang normal, dari semua IKM tempe didapatkan, selain itu pH 5,5-6,5
dengan suhu ruang 28oC. lingkungan pendukung pada pembuatan tempe terdiri
dari suhu 27-30oC, pH 4-6,5 dan kelembapan 70-80%. Hasil dari pengamatan
membuktikan bahwa kadar air yang tinggi dan higienitas yang kurang tersebut
berpotensi untuk pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme. Higienitas selama
proses pembuatan tempe dan faktor lingkungan harus selalu diperhatikan serta
pengurangan dari aktivitas air dianggap cukup baik untuk mencegah kerusakan
mikrobiologis dan meminimalisir adanya bakteri kontaminan pada tempe.
2. Pengaruh Lama Perebusan Terhadap Kadar Protein Tempe Kacang
Tunggak (Vigna Unguiculata)
Protein merupakan suatu zat makanan yang snagat penting bagi tubuh,
oleh karena itu kebutuhan akan protein harus terpenuhi di dalam menu makanan
sehari-hari untuk setiap individunya. Tempe merupakan salah satu bahan makanan
yang mengandung protein tinggi. Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang
populer di Indonesia dan dibuat dari kacang-kacangan. Melalui proses fermentasi,
kacang-kacangan yang dicampur dengan ragi tempe ini akan membentuk padatan
kompak berwarna putih. Warna putih ini disebabkan adanya miselia jamur yang
tumbuh pada permukaan biji kacang yang menghubungkan biji-biji tersebut.
Kacang tunggak (Vigna unguiculata) merupakan salah satu jenis kacang
yang cukup dikenal dan berkembang di Indonesia. Keunggulan kacang tunggak
adalah mudah dibudidayakan, mengandung protein cukup tinggi dan harganya
relatif terjangkau dibandingkan dengan kacang kedelai. Kacang tunggak dan
selaput kulit dipisahkan. Kemudian kacang tunggak yang tanpa selaput kulit
dicuci bersih dan ditimbang sebanyak 100 gram untuk setiap perlakuan dan juga
kontrol. Kacang tunggak ini selanjutnya diberikan perlakuan perebusan, dimana
dalam setiap perlakuan kacang tunggak dimasukkan dalam 500 ml air mendidih
dan dibiarkan sesuai lama waktu perebusan yaitu selama 2 menit, 4 menit dan 6
menit, setelah itu ditiriskan dan didinginkan lalu ditambahkan dengan ragi.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa lamanya perebusan
berpengaruh terhadap kadar protein tempe kacang tunggak, dimana semakin lama
waktu perebusan maka kadar protein akan semakin rendah. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan perebusan
selama 2 menit. Hal ini diduga karena mendapatkan perlakuan lamanya perebusan
yang paling cepat dibandingkan dengan perlakuan perebusan yang lain, sehingga
kerusakan pada protein yang terjadi juga lebih kecil dan belum memperlihatkan
penurunan kadar protein yang signifikan sehingga dinyatakan berbeda tidak nyata
dengan kontrol. Kadar protein untuk perlakuan perebusan selama 4 menit semakin
rendah.. Kadar protein yang terendah terdapat pada perlakuan perebusan selama 6
menit. Hal ini karena mendapatkan waktu perebusan yang paling lama, sehingga
kerusakan protein lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lain.
3. Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional Tempe yang
Dihasilkan dari Berbagai Varietas Kedelai
Pengrajin tempe dan juga tahu cenderung memilih kedelai impor karena
pasokan bahan baku terjamin, harga lebih murah, dan ukuran bijinya lebih besar
dibanding kedelai lokal. Sekitar 93% pengrajin tempe menyukai kedelai yang
berkulit kuning dan berbiji besar karena menghasilkan tempe dengan warna yang
cerah dan volumenya besar. Jenis tempe tersebut hanya dapat diperoleh dari
kedelai impor. Kecenderungan tersebut menyebabkan akan semakin menurunnya
permintaan kedelai lokal yang berimbas pada produksi kedelai lokal yang semakin
rendah. Lima jenis kedelai digunakan dalam penelitian memiliki karakteristik fisik
yang berbeda. Kelima jenis kedelai yang digunakan memiliki panjang 7,66-8,65
mm, lebar 5,18-6,01 mm, tebal 6,36-7,13 mm, volume 125-167 mm3.
Berdasarkan analisis tekstur diketahui bahwa tempe dari kedelai impor
cenderung lebih lunak dibandingkan tempe dari kedelai lokal, yang ditunjukkan
oleh kedalaman penetrasi yang semakin tinggi. Tempe yang dibuat dari kedelai
lokal mempunyai tekstur yang sama dengan tempe dari kedelai impor. Perbedaan
tekstur dipengaruhi oleh pengembangan biji yang berbeda-beda pada setiap
kedelai akibat penetrasi air ke dalam matriks biji dan pertumbuhan kapang yang
tidak sama. Tempe dari kedelai impor memiliki warna kromatik kuning yang lebih
besar dibandingkan dengan kedelai lokal. Perbedaan dari warna disebabkan oleh
perbedaan warna kedelai secara genetik dan penyebaran pertumbuhan kapang.
Varietas dari kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat
tempe yang dihasilkan. Kadar karbohidrat tempe dari kelima jenis kedelai berkisar
6,57-7,12%. Apabila dibandingkan dengan kedelai, terjadi penurunan kandungan
karbohidrat pada tempe. Penurunan ini terjadi karena adanya aktivitas enzimatis
dari kapang selama proses fermentasi. Kapang mencerna kabohidrat menghasilkan
penurunan heksosa secara drastis dan hidrolisis lambat stakiosa. Tempe dari
kedelai impor memiliki tingkat kesukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tempe dari kedelai lokal. Hal ini dikarenakan tempe yang terbuat dari kedelai
lokal memiliki warna yang lebih pucat dibandingkan tempe yang terbuat dari
kedelai impor. Ukuran dari kedelai impor yang lebih besar merupakan salah satu
faktor genetik yang akan mempengaruhi warna tempe yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M., dkk. 2013. Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional Tempe
yang Dihasilkan dari Berbagai Varietas Kedelai. Pangan. 22(3): 241-
252.
Paggara, H. 2011. Pengaruh Lama Perebusan Terhadap Kadar Protein Tempe
Kacang Tunggak. Bionature. 12(1): 15-20.
Winanti, R., Bintari, S. H., dan Mustikaningtyas, D. 2014. Studi Observasi
Higienitas Produk Tempe Berdasarkan Perbedaan Metode Inokulasi.
Unnes Journal of Life Science. 3(1): 39-45.

Anda mungkin juga menyukai