Anda di halaman 1dari 19

1

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan analisa kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Analisa Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar
Kel Perlakuan Waktu
mo tiap petak Rata-rata mo
tiap petak
Rata-rata mo
tiap cc
OD pH
Total Asam
(mg/ml) 1 2 3 4
C1 Sari apel
N
0
24 17 25 22 22 8,8x10
7
-0,0912 3,34 15,36
N
24
118 112 76 89 98,75 39,5x10
7
0,0898 3,37 13,44
N
48
190 200 175 180 186,25 74,5x10
7
1,4055 3,32 12,67
N
72
84 113 94 91 95,5 38,2x10
7
0,0389 3,31 13,44
N
96
99 115 94 103 102,75 41,1x10
7
1,3588 3,44 15,36
C2 Sari apel N
0
118 112 76 89 98,75 3,95

0,0813 3,32 13,44


N
24
112 118 128 106 116 4,64

0,7716 3,22 14,4


N
48
188 210 192 161 187,75 7,51

0,8534 3,37 15,168


N
72
172 176 183 185 179 7,16

0,0658 3,31 18,24


N
96
149 121 195 169 158,5 6,34

1,9265 3,34 11,52


C3 Sari apel N
0
190 200 175 180 12,15 4,9x10
7
0,0315 3,34 18,816
N
24
188 210 192 161 29,75 1,19x10
8
1,1381 3,22 16,32
N
48
55 68 115 127 91,25 3,65 x10
8
0,7323 3,43 14,4
N
72
176 158 166 172 124,25 4,97 x10
8
-0,1771 3,31 11,52
N
96
127 128 88 95 138,5 5,54 x10
8
1,9177 3,39 12,672
C4 Sari apel N
0
55 65 70 71 65,25 26,1x10
7
0,4530 3,30 14,21
N
24
61 104 87 79 82,75 33,1 x10
7
0,6847 3,24 13,44
N
48
176 158 166 172 168 67,2 x10
7
0,9159 3,40 12,48
N
72
123 142 129 172 141,5 56,6 x10
7
-0,1821 3,33 13,44
N
96
99 110 103 130 110,5 44,2 x10
7
1,7039 3,46 12,48
C5 Sari apel N
0
21 23 27 30 25,25 10,1 x10
7
-0,0216 3,28 15,36
N
24
149 121 195 169 87,75 35,1 x10
7
1,3511 3,20 10,56
N
48
131 165 140 118 109,5 43,8 x10
7
1,0411 3,32 14,4
N
72
99 110 103 130 133,5 53,4 x10
7
0,1550 3,33 2,69
2



N
96
221 258 284 293 264 105,6 x10
7
2,1425 3,46 11,52
Keterangan :
OD = optical density = jumlah MO = mikroorganisme

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sari apel yang sudah ditambahkan dengan yeast S. cerevisiae milik kelompok C1 hingga C5 diberi
perlakuan shaker. Waktu saat biomassa diamati adalah N
0
, N
24
, N
48
dan N
72
. Parameter yang diukur pada saat pengamatan yaitu jumlah mo tiap
petak dan OD. Setelah diketahui jumlah mo tiap petak, kemudian akan didapat rata-rata per jumlah tiap petak dan rata-rata per jumlah tiap cc.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Pada N
0
hingga N
48
rata-rata per jumlah tiap petak akan semakin meningkat. Kemudian pada N
72
rata-rata
per jumlah tiap petak akan menurun (kecuali kelompok C3 dan C5). Rata-rata per jumlah tiap cc dan nilai OD sebanding dengan rata-rata per
jumlah tiap petak.

Grafik yang menunjukkan hubungan antara OD dengan waktu, rata-rata jumlah mikroba/cc dengan waktu serta OD dengan rata-rata jumlah
mikroba/cc dapat dilihat pada Grafik

1
.
Grafik 1. Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Waktu
3



Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara rata-rata jumlah mikroba/cc dengan
waktu yaitu akan berbanding lurus, yakni jumlah mikroba/cc akan semakin meningkat seiring
dengan berjalannya waktu (N
0
hingga N
48
) dan kembali menurun setelah melewati waktu 48
jam namun akan kembali meningkat setelah melewati waktu 72 jam.

Grafik 2. Hubungan Konsentrasi Sel Biomassa (OD) dan Waktu

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara OD dengan waktu yaitu berbanding
lurus, yakni semakin lamanya waktu (N
0
-N
48
), maka OD akan semakin meningkat. OD
mengalami peningkatan yang tajam dari N0 hingga N1. Namun nilai OD akan mengalami
penurunan yang tajam setelah melewati waktu 48 jam sampai pada waktu ke 72 jam. Setelah
waktu 72 jam nilai OD akan kembali meningkat.

Grafik 3. Hubungan pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Ph

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah sel/cc dengan pH dari semua
kelompok (kelompok C1-C5) yaitu mengalami fluktuasi yang tidak menentu.

4




Grafik 4. Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Konsentrasi Sel Biomassa (OD)

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah sel dengan OD mengalami
fluktuasi, namun dapat dilihat bahwa secara garis besar hubungan jumlah sel dan OD
berbanding lurus, yakni ketika jumlah sel meningkat, maka nilai OD nya juga akan
meningkat.

Grafik 5. Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Total Asam

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa hubungan antara Jumlah sel dan total asam pada semua
kelompok (kelompok C1-C5) juga mengalami fluktuasi yang tidak menentu.
5

2. PEMBAHASAN

Proses fermentasi merupakan proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara
anaerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses
fermentasi terutama adalah karbohidrat, yaitu dari senyawa-senyawa karbohidrat yang hanya
dapat diragikan misalnya polisakarida, heksosa, pentosa, tetrosadan polol; asam-asam amino;
purin dan pirimidin, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis
bakteri tertentu. Karbohidrat merupakan substrat utama yang dipecah dalam proses
fermentasi. Polisakarida terlebih dahulu akan dipecah menjadi gula sederhana sebelum
difermentsi, misalnya hidrolisis pati menjadi senyawa-senyawa lain tergantung dari jenis
fermentasinya. Menurut Fardiaz (1992), dalam fermentasi makanan dan minuman
pertumbuhan jasad renik dipicu untuk mengubah komponen-komponen didalam bahan
pangan tersebut menjadi produk-produk yang diinginkan. Fermentasi adalah pemecahan gula
menjadi alkohol dan CO
2
. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil fermentasi antara
lain substrat, jenis mikroba dan proses metabolismenya. Winarno et al., (1980) mengatakan
bahwa pada prinsipnya semua mikroorganisme menggunakan karbon dan nitrogen sebagai
substrat utamanya.

Pada percobaan kali ini akan dibahas mengenai kinetika fermentasi dalam produksi minuman
vinegar. Cider adalah minuman yang mengandung alkohol yang rendah. Cider dapat
diperoleh melalui fermentasi sari buah atau bahan lainnya yang mengandung pati dengan atau
tanpa penambahan gula oleh sel khamir (Ranganna, 1978). Di dalam percobaan ini, cider
dibuat dari sari buah apel tanpa penambahan gula. Jenis yeast yang digunakan adalah
Saccharomyces cereviceae.

Dalam pembuatan cider apel, pertama-tama, buah apel diambil sarinya dengan menggunakan
juicer. Selanjutnya, sari apel sebanyak 250 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan
disterilisasi. Setelah steril, ditambahkan dengan biakan yeast Saccharomyces cerevisiae
secara aseptis. Hal ini sesuai dengan penyataan Dwidjoseputro (1994), yang mengatakan
bahwa teknik aseptis merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencegah tercemarnya
biakan yang ada serta mencegah infeksi dari bakteri pathogen.


6

6


Gambar 1. Proses penambahan biakan yeast Saccharomyces cerevisiae secara aseptis

Dari sari apel yang sudah bercampur dengan yeast kemudian diambil sebanyak 30 ml dan
dimasukkan ke dalam beaker glass untuk diukur jumlah selnya dengan haemocytometer dan
diukur absorbansinya atau optical density (OD) dengan menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 660 nm. Sari apel yang tersisa dalam Erlenmeyer diberi
perlakuan shaker. Hal ini sesuai dengan teori dari Said (1987) yang menyatakan bahwa
proses shaker inkubator digunakan sebagai media aerasi dan agitasi untuk memenuhi
kebutuhan oksigen untuk proses metabolisme mikroorganisme. Stanburry & Whitaker (1984)
menambahkan bahwa agitator memiliki fungsi menurunkan ukuran gelembung udara area
antar permukaan dan mengurangi difusi. Selain itu agitator juga mempertahankan kondisi
lingkungan yang stabil dalam wadah. Proses fermentasi akan terjadi ketika sari apel diberi
biakan yeast. Menurut Rahman (1992), dalam proses fermentasi glukosa dalam buah dan
hasil pemecahan pati akan difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae dan menghasilkan
alkohol serta CO
2
yang ditandai dengan perubahan warna substrat menjadi bertambah keruh.
Sari apel yang di-shaker selama 0 jam hingga 96 jam akan diambil sebanyak 30 ml setiap 24
jam untuk diukur jumlah sel dan absorbansinya, kemudian kinetika fermentasinya diamati.

Penentuan massa sel dalam larutan cider ini dilakukan selama 5 hari yaitu pada hari ke-0 (N
0
)
sampai dengan hari ke-4 (N
96
) dengan 2 cara yaitu dengan metode Turbidimetri dan metode
Counting Chamber. Metode Turbidimetri dilakukan dengan menggunakan tingkat kekeruhan
dari larutan dan menganalisisnya dengan spektrofotometer. . Intensitas cahaya yang
ditransmisikan dan diabsorbansi oleh larutan dapat ditentukan dengan hukum Lambert-Beer.
Rasio intensitas yang diteruskan (I) dengan intensitas cahaya mula-mula (I
0
) disebut persen
transmitansi (%T). Semakin keruh suatu suspensi maka semakin kecil %T. secara matematis
hukum Lambert-Beer yaitu :
A = log (I
0
/I
t
) = log(I
0
/I
t
) = log T = abc
7

7

(Fardiaz, 1992).

Metode kedua adalah Counting Chamber yang dilakukan dengan menggunakan
Haemocytometer. Haemocytometer adalah suatu alat untuk menghitung sel secara cepat dan
digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah. Haemocytometer diletakkan diatas spesimen
pentas (tempat objek) dan digunakan untuk menghitung jumlah suspensi sel (Chen, 2011).
Menurut Chen (2011), pengukuran jumlah sel dengan haemocytometer merupakan penentuan
jumlah sel secara langsung, sedangkan pengukuran absorbansi merupakan penentuan jumlah
sel secara tidak langsung. Konsentrasi sel yang dapat diukur dengan menggunakan
haemocytometer yakni konsentrasi sel yang rendah.
Langkah selanjutnya, jumlah biomassa yang terbentuk diamati dengan menggunakan
mikroskop dan kemudian dihitung jumlahnya dengan menggunakan bantuan alat
handcounter. Jumlah biomassa yang dihitung merupakan biomassa yang berasal dari empat
kotak di bagian tengah plat yang dibatasi oleh 3 garis pada masing-masing sisinya. Setelah
diketahui jumlah biomassanya, maka akan diketahui pula rata-rata mikroorganisme tiap cc.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keakuratan penghitungan secara manual
dengan menggunakan haemacytometer antara lain: pencampuran sampel, jumlah ruang yang
dihitung, dan jumlah sel yang dihitung (Fardiaz, 1992).

Gambar 3. Pengamatan haemocytometer kelompok C4
2.1 Penentuan Hubungan Jumlah Mikroorganisme dan Waktu
Teori dari Fardiaz (1992), mengatakan bahwa fase pertama yang dilalui oleh mikroorganisme
yaitu fase lag. Selanjutnya mikroorganisme akan mengalami fase logaritmik, yaitu fase
dimana sel akan membelah dengan cepat. Setelah mengalami fase logaritmik,
mikroorganisme akan mengalami perlambatan pertumbuhan yang menunjukkan bahwa
pertumbuhan mikroorganisme menurun (Fardiaz, 1992). Selanjutnya mikroorganisme akan
mengalami fase stasioner dimana pada kondisi ini jumlah sel yang hidup kurang lebih sama
8

8

dengan jumlah sel yang mati. Dari grafik hubungan antara jumlah sel dengan waktu dapat
dilihat bahwa fase lag berada pada waktu N
0
hingga N
24
. Selanjutnya mikroorganisme akan
mengalami fase logaritmik, yaitu fase dimana sel akan membelah dengan cepat (Fardiaz,
1992). Menurut Vancleave (1991), peningkatan jumlah sel sebanding dengan lamanya waktu
inkubasi dari produk fermentasi. Hal ini sesuai dengan grafik yang menunjukkan hubungan
antara jumlah sel dengan waktu bahwa sel mengalami pembelahan dengan cepat pada waktu
antara N
24
hingga N
48.
Namun kelompok

C3 dan C5 sangat sedikit mengalami pembelahan
dan justru mengalami pertumbuhan pesat pada N
72
dan N
96
.

2.2 Hubungan Konsentrasi Sel Biomassa (OD) dengan Waktu
Rahman (1992) menyatakan bahwa aktivitas Saccharomyces cerevisiae akan mengubah gula
menjadi alkohol dan beberapa hasil metabolit lain. Hal ini menimbulkan warna substrat
bertambah keruh. Fardiaz (1992) menambahkan bahwa semakin keruh suatu suspensi maka
semakin kecil % transmitansi (%T), yaitu rasio intensitas yang diteruskan (I) dengan
intensitas cahaya mula-mula (I
0
). Menurut hukum Lambert-Beer, A (absorbansi) = log(I
0
/I
t
)
= log (%T) = ebc, dimana I
0
/I = %T sehingga jika %T semakin kecil maka absorbansi (A)
atau OD semakin kecil. Jika OD semakin kecil maka cahaya yang diteruskan semakin kecil
sedangkan yang dihamburkan semakin banyak.
Dari grafik hubungan antara OD dan waktu (Grafik 2.) dapat dilihat bahwa OD semakin
meningkat seiring dengan berjalannya waktu (dari N
0
hingga N
48
). Hal ini membuktikan
bahwa sinar yang dihamburkan selama N
0
hingga N
48
semakin lama menjadi semakin sedikit.
Hal ini sesuai dengan teori dari Pelezar & Chan (1976) bahwa semakin banyak massa sel
yang ada dalam suspensi maka sinar yang dihamburkan akan semakin banyak. Jika dikaitkan
dengan teori Fardiaz (1992), maka apabila sinar yang dihamburkan semakin banyak, maka
nilai OD menjadi semakin kecil. Faktor-faktor yang menyebabkan berkurangnya sinar yang
dihamburkan dapat disebabkan karena aktivitas Saccharomyces cerevisiae untuk mengubah
gula menjadi alkohol dan beberapa hasil metabolit lain semakin lama semakin berkurang
sehingga larutan tidak bertambah keruh.

Setelah melewati titik puncak, yaitu N
48
, OD akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
karena volume cider dan jumlah sel semakin berkurang akibat pengambilan sampel sebanyak
30 ml untuk pengukuran jumlah sel dan absorbansi setiap 24 jam. Pigeau et al. (2007)
menyatakan bahwa puncak konsentrasi sel menjadi lebih rendah dan tingkat pertumbuhan
menjadi lambat karena konsentrasi jus meningkat. Dengan demikian, apabila konsentrasi sel
9

9

semakin berkurang karena pengambilan sampel, maka pertumbuhan menjadi lambat.
Kemudian OD kembali naik setelah melewati N
72
. Seharusnya, OD semakin berkurang
karena memasuki fase kematian mikroba. Peningkatan nilai OD ini dapat disebabkan kerena
keberadaan sel biomassa lain yang mengkontaminasi cider apel sehingga nilai OD menjadi
meningkat.



2.3 Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Tingkat Keasaman (pH)
Vancleave (1991) menyatakan bahwa proses fermentasi akan ditandai dengan timbulnya
gelembung, gas asam, dan bau alkohol. Dari Grafik.3 dapat dilihat bahwa hubungan jumlah
sel dengan nilai pH tidak teratur atau fluktuatif. Hal ini kurang sesuai dengan teori Vancleave
(1991) yang seharusnya peningkatan jumlah sel akan menurunkan nilai pH terukur karena
semakin banyak mikroorganisme yang berperan aktif dalam masa fermentasi tersebut.

2.4 Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Konsentrasi Sel Biomassa (OD)
Menurut Rahman (1992), adanya aktivitas Saccharomyces cerevisiae untuk mengubah gula
menjadi alkohol dan beberapa hasil metabolit lain menyebabkan warna substrat bertambah
keruh. Dari grafik hubungan OD dengan jumlah sel dapat dilihat bahwa hubungan antara
rata-rata jumlah mikroba/cc dengan OD berfluktuasi, padahal seharusnya menurut teori dari
Rahman (1992) jumlah mikroba/cc berbanding lurus dengan nilai OD, yakni ketika jumlah
sel meningkat, maka nilai OD nya juga akan meningkat. Kesalahan ini dapat terjadi karena
kurang mahirnya dalam melakukan pengukuran jumlah sel menggunakan haemocytometer.
Selain itu, faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya kesalan ini karena pada saat
melakukan pengukuran absorbansi karena kuvet yang kurang bersih atau penempatan kuvet
yang tidak tepat (Pomeranz & Meloan, 1994).

2.5 Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Total Asam
Cider apel memiliki kisaran pH yang rendah karena bersifat asam, oleh karena itu dalam
praktikum penentuan total asam pada cider apel digunakan NaOH sebagai titran. Setelah
diketahuii berapa volume titran (NaOH) yang digunakan selama titrasi, maka kadar asam
dapat ditentukan. Selama proses titrasi larutan yang diuji yang bersifat asam akan mengalami
peningkatan pH (semakin basa) sampai tercapai kondisi netral yang ditandai dengan
perubahan warna menjadi merah dengan bantuan indikator PP. Menurut teori dari Day &
10

10

Underwood (1992), semakin banyak volume titran yang digunakan membuktikan bahwa
keasaman cider apel semakin tinggi.









Gambar 2. (a) Proses titrasi dengan NaOH; (b) Perubahan warna dengan bantuan indicator PP
2.6 Jurnal Terkait
Dari jurnal yang berjudul Concentration Effect of Riesling Icewine Juice on Yeast
Performance and Wine Acidity, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh peningkatan padatan terlarut pada jus di atas 40Brix terhadap kemampuan ragi
anggur untuk tumbuh dan memfermentasi jus, dengan fokus khusus pada produksi asam
asetat, titratable keasaman (TA) serta perubahan dan jumlah maksimum gula yang
dikonsumsi oleh ragi. Dalam jurnal ini juga dikatakan bahwa puncak konsentrasi sel menjadi
lebih rendah dan tingkat pertumbuhan menjadi lambat karena konsentrasi jus meningkat
(Pigeau et al., 2007). Dengan kata lain, apabila konsentrasi substrat meningkat, maka
pertumbuhan yeast menjadi lebih lambat karena konsentrasi sel lebih rendah daripada
konsentrasi substrat.

Berdasarkan penelitian Nogueira et al. (2008) dalam jurnal yang berjudul Slow Fermentation
in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction, untuk membuat proses
fermentasi cider lebih terkontrol yaitu dengan memperlambat proses fermentasi. Agar proses
fermentasi dapat diperlambat, caranya adalah dengan mengurangi biomassa yang ada di
dalamnya dengan melewatkannya pada suatu filter sehingga fermentasi cider lebih terkontrol
a b
11

11

dan kematian yeast yang berguna dalam fermentasi dapat dikurangi. Dari keenam grafik
hubungan antara jumlah sel dengan waktu dapat dilihat bahwa bentuk grafik berbeda-beda
antara satu dengan yang lain. Perbedaan ini dapat terjadi karena aktivitas mikroorganisme
yang berbeda. Selain itu, komposisi substrat dan adanya mikroorganisme yang
mengkontaminasi juga berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme.

Pada jurnal yang berjudul Evaluation of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of
Industrial Yeast Strains (Damtew et al., 2012) dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
membandingkan efisiensi pertumbuhan dan biomassa hasil baker, anggur dan bir ragi strain
pada molase menggunakan sumber nitrogen yang berbeda. Dalam jurnal dikatakan bahwa
ragi roti yaitu Saccharomyces cerevisiae memiliki kinetika pertumbuhan yang lebih tinggi
dengan konsentrasi gula pada media pertumbuhan molase sebesar 10% (b/v) dan 15% (b/v).
Selain konsentrasi gula, kinetika pertumbuhan sel Saccharomyces cerevisiae dapat
dipengaruhi oleh temperature. Waktu hidup Saccharomyces cerevisiae akan lebih lama pada
suhu 25C bila dibandingkan pada suhu 18C.

Berdasarkan jurnal dari Alberti et al (2011) yang berjudul Apple Wine Processing with
Different Nitrogen Contents dilakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi nitrogen
yang berbeda dalam fermentasi anggur apel. Hasil penelitian menyatakan bahwa tingkat
fermentasi tergantung pada tingkat nitrogen awal. Kandungan nitrogen merupakan faktor
penting faktor pertumbuhan dan kecepatan fermentasi.
Dalam jurnalnya yang berjudul The Kinetics of Alcoholic Fermentation by Two Yeast Strains
in High Sugar, Zinnai et al (2013) dilakukan penelitian mengenai degradasi D-glukose dan
D-fructose menggunakan dua strain yeast yang berbeda yaitu Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces bayanus. Konsentrasi kedua substrat dan produk-produk dari konversi gula,
serta jumlah sel ragi yang layak, ditentukan sebagai fungsi dari waktu fermentasi alkohol dan
kinetika fermentasi.


12

3. KESIMPULAN

Cider diperoleh dari fermentasi sari buah atau bahan lainnya yang mengandung pati
oleh khamir serta berkadar alkohol rendah.
Proses fermentasi glukosa dalam buah dan hasil pemecahan pati akan difermentasi
oleh Saccharomyces cerevisiae dan menghasilkan alkohol serta CO
2

Dalam praktikum ini yang diukur yaitu jumlah sel dan absorbansi atau OD.
Jumlah mikroba/cc berbanding lurus dengan OD.
Metode Haemocytometer dan Absorbansi (OD) merupakan metode untuk
mengetahui kepadatan sel mikroorganisme dari hari ke hari.
Semakin keruh suatu suspensi maka semakin kecil % transmitansi semakin kecil
maka absorbansi (A) atau OD semakin kecil.
Konsentrasi sel yang rendah dan tingkat pertumbuhan yang lambat dapat disebabkan
karena konsentrasi suspensi meningkat.
Seharusnya OD semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu kemudian
akan mengalami penurunan karena OD berbanding lurus dengan jumlah mikroba/cc.
Semakin lama waktu fermentasi akan menyebabkan peningkatan jumlah sel dalam
produk.
Yeast akan mengalami fase lag, fase logaritmik, fase perlambatan pertumbuhan, fase
stasioner, dan fase kematian dalam pertumbuhannya
Semakin banyak volume titran yang digunakan membuktikan bahwa keasaman cider
apel semakin tinggi.


Semarang, 14 Juni 2014
Praktikan: Asisten Dosen:
- Stella Mariss H
- Meilisa Lelyana D
- Chrysentia Archinitta L.M
- Katharina Nerissa A.A
- Andriani Cintya S

Mutiara Aletheia H
(11.70.0127)
13




4. DAFTAR PUSTAKA

Alberti, Aline. (2011). Apple Wine Processing with Different Nitrogen Contents. Brazilian
Archives Of Biology And Technology. International Journal. ISSN 1516-8913 Printed in
Brazil.

Chen, Yu-wei. (2011). Automatic Cell Counting for Haemocytometers Through Image
Processing. Taiwan: National Chung Cheng University.

Damtew, W.; S. A. Emire & A. B. Aber. (2012). Evaluation of Growth Kinetics and Biomass
Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Archives of Applied Science Research,
2012, 4 (5):1938-1948.

Day, R.A & A.I.Underwood . (1992 ) . Analisa Kimia Kuantitatif . Erlangga . Jakarta.

Dwidjoseputro, D. (1994). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Fardiaz, S. (1992). Mikroorganisme Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Nogueira, A; J.M.Le Quere; P.Gestin; A.Michel; G.Wosiacki and J.F.Drilleau. (2008). Slow
Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction.
J.Inst.Brew.114(2),102-110.

Pelezar, M. J. & Chan. E. C. S. (1976). Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture
Growth. Massachussets : MIT

Pigeau, G. M.; E. Bozza; K. Kaiser & D. L. Inglis. (2007). Concentration Effect of Riesling
Icewine Juice on Yeast Performance and Wine Acidity. Journal of Applied Microbiology
ISSN 1364-5072.

Pomeranz, Y. & C. E. Meloan. (1994). Food Analysis Theory and Practice. John Wiley and
Sons, Inc. New York.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Ranganna. (1978). Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana
Perkasa. Jakarta.
14



Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press.
New York.

Vancleave, J. P. (1991). Gembira Bermain Biologi. PT Pustaka Utama Grafiti. Jakarta.

Winarno, F. G.(1980). Pengantar Teknologi Pertanian. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zinnai. A (2013). The Kinetics of Alcoholic Fermentation by Two Yeast Strains in High
Sugar Concentration Media. Department of Agriculture, Food and Environment,
University of Pisa. Italy. ISSN:2155-9821 JBPBT, an open access journal.



15

5. LAMPIRAN

5.1 Perhitungan
Rumus :
Rata-rata MO tiap cc =


x rata-rata MO tiap petak
Diketahui:
Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm
= 0,00025 mm
3

= 0,00000025 cc
= 2,5 x 10
-7
cc

Total Asam =


= mg/ml

Kelompok C1
Rata-rata MO tiap cc
Hari ke-0 (N
0
) Rata-rata MO tiap petak =

= 22
Rata-rata MO tiap cc =

x 22 = 8,8 x 10
7
Hari ke-1 (N
24
) Rata-rata MO tiap petak =

= 98,75
Rata-rata MO tiap cc =

x 98,75 = 3,95 x 10
8
Hari ke-2 (N
48
) Rata-rata MO tiap petak =

= 186,25
Rata-rata MO tiap cc =

x 186,25 = 7,45 x 10
8
Hari ke-3 (N
72
) Rata-rata MO tiap petak =

= 95,5
Rata-rata MO tiap cc =

x 95,5 = 3,82 x 10
8
Hari ke-4 (N
96
) Rata-rata MO tiap petak =

= 102,75
Rata-rata MO tiap cc =

x 102,75 = 4,11 x 10
8
Total Asam
Hari ke-0 (N
0
) =


= 15,36 mg/ml
16



Hari ke-1 (N
24
) =


= 13,44 mg/ml
Hari ke-2 (N
48
) =


= 12,672 mg/ml
Hari ke-3 (N
72
) =


= 13,44 mg/ml
Hari ke-4 (N
96
) =


= 15,36 mg/ml

Kelompok C2
Rata-rata MO tiap cc
Hari ke-0 (N
0
) Rata-rata MO tiap petak =

= 98,75
Rata-rata MO tiap cc =

x 98,75 = 3,95 x 10
8
Hari ke-1 (N
24
) Rata-rata MO tiap petak =

= 116
Rata-rata MO tiap cc =

x 116 = 4,64 x 10
8
Hari ke-2 (N
48
) Rata-rata MO tiap petak =

= 187,75
Rata-rata MO tiap cc =

x 187,75 = 7,51 x 10
8
Hari ke-3 (N
72
) Rata-rata MO tiap petak =

=179
Rata-rata MO tiap cc =

x 179 = 7,16 x 10
8
Hari ke-4 (N
96
) Rata-rata MO tiap petak =

= 158,5
Rata-rata MO tiap cc =

x 158,5 = 6,34 x 10
8
Total Asam
Hari ke-0 (N
0
) =


= 13,44 mg/ml
Hari ke-1 (N
24
) =


= 14,4 mg/ml
Hari ke-2 (N
48
) =


= 15,168 mg/ml
Hari ke-3 (N
72
) =


= 18,24 mg/ml
Hari ke-4 (N
96
) =


= 11,52 mg/ml

Kelompok C3
Rata-rata MO tiap cc
17



Hari ke-0 (N
0
) Rata-rata MO tiap petak =

= 12,25
Rata-rata MO tiap cc =

x 12,25 = 4,9 x 10
7
Hari ke-1 (N
24
) Rata-rata MO tiap petak =

=29,75
Rata-rata MO tiap cc =

x 29,75 = 1,19 x 10
8
Hari ke-2 (N
48
) Rata-rata MO tiap petak =

= 91,25
Rata-rata MO tiap cc =

x 91,25 = 3,65 x 10
8
Hari ke-3 (N
72
) Rata-rata MO tiap petak =

= 124,25
Rata-rata MO tiap cc =

x 124,25 = 4,97 x 10
8
Hari ke-4 (N
96
) Rata-rata MO tiap petak =

= 138,5
Rata-rata MO tiap cc =

x 138,5 = 5,54 x 10
8
Total Asam
Hari ke-0 (N
0
) =


= 18,816 mg/ml
Hari ke-1 (N
24
) =


= 16,32 mg/ml
Hari ke-2 (N
48
) =


= 14,4 mg/ml
Hari ke-3 (N
72
) =


= 11,52 mg/ml
Hari ke-4 (N
96
) =


= 12,672 mg/ml

Kelompok C4
Rata-rata MO tiap cc
Hari ke-0 (N
0
) Rata-rata MO tiap petak =

= 63
Rata-rata MO tiap cc =

x 63 = 2,52 x 10
8
Hari ke-1 (N
24
) Rata-rata MO tiap petak =

= 83,75
Rata-rata MO tiap cc =

x 82,75 = 3,31 x 10
8
Hari ke-2 (N
48
) Rata-rata MO tiap petak =

= 168
Rata-rata MO tiap cc =

x 168 = 6,72 x 10
8
18



Hari ke-3 (N
72
) Rata-rata MO tiap petak =

= 141,5
Rata-rata MO tiap cc =

x 141,5 = 5,66 x 10
8
Hari ke-4 (N
96
) Rata-rata MO tiap petak =

= 110,5
Rata-rata MO tiap cc =

x 110,5 = 4,42 x 10
8
Total Asam
Hari ke-0 (N
0
) =


= 13,632 mg/ml
Hari ke-1 (N
24
) =


= 13,44 mg/ml
Hari ke-2 (N
48
) =


= 12,48 mg/ml
Hari ke-3 (N
72
) =


= 13,44 mg/ml
Hari ke-4 (N
96
) =


= 12,48 mg/ml

Kelompok C5
Rata-rata MO tiap cc
Hari ke-0 (N
0
) Rata-rata MO tiap petak =

= 25,25
Rata-rata MO tiap cc =

x 25,25 = 1,01 x 10
8
Hari ke-1 (N
24
) Rata-rata MO tiap petak =

=87,75
Rata-rata MO tiap cc =

x 87,75 = 3,51 x 10
8
Hari ke-2 (N
48
) Rata-rata MO tiap petak =

= 109,5
Rata-rata MO tiap cc =

x109,5 = 4,38 x 10
8
Hari ke-3 (N
72
) Rata-rata MO tiap petak =

= 133,5
Rata-rata MO tiap cc =

x 133,5 = 5,34 x 10
8
Hari ke-4 (N
96
) Rata-rata MO tiap petak =

= 264
Rata-rata MO tiap cc =

x 264 = 1,056 x 10
9
Total Asam
Hari ke-0 (N
0
) =


= 15,36 mg/ml
19



Hari ke-1 (N
24
) =


= 10,56 mg/ml
Hari ke-2 (N
48
) =


= 14,4 mg/ml
Hari ke-3 (N
72
) =


= 2,688 mg/ml
Hari ke-4 (N
96
) =


= 11,52 mg/ml

5.2 Jurnal (Abstrak)

5.3 Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai