Anda di halaman 1dari 8

PRAKTIKUM ANALISIS KADAR LEMAK DAN VITAMIN C

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


UNIVERSITAS PADJADJARAN

Fressylia Raisha Faressi (240210140095)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844, 779570
Fax. (022) 7795780 Email: Fressyliaraisha@gmail.com

ABSTRAK

Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh bersifat padat.
Vitamin C atau asam askorbat adalah suatu senyawa suatu senyawa beratom karbon 6 yang dapat larut
dalam air. Metode penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode soxhlet, sedangkan metode
penentuan kadar vitamin C yaitu titrasi dengan prinsip iodometri. Tujuan dari praktikum ini yaitu
untuk mengetahui cara analisis kadar lemak metode soxhlet dan kadar vitamin C metode iodimetri
dari sampel. Hasil pengamatan analisis kadar lemak yaitu rata-rata kadar lemak dari sampel kornet,
santan, tepung koro, tepung pisang, dan tepung ketan berturut-turut yaitu 7,71%; 17,26%; 4,6105%;
0,1745%; dan 0,45%. Hasil rata-rata kadar lemak sampel dari yang tertinggi hingga terendah yaitu
tepung pisang, tepung ketan, tepung koro, kornet, dan santan. Rata-rata kadar vitamin C hasil analisis
dari yang terbesar hingga terkecil yaitu tomat, jeruk nipis, cabai, jambu, dan Vitacimin dengan nilai
berturut-turut yaitu 0,0705%; 0,114%; 0,237%; 0,405%; dan 25,5085%.
Kata Kunci: Lemak, Vitamin C, Soxhlet, Iodimetri

PENDAHULUAN merupakan cara ekstraksi yang efisien karena


dengan alat ini pelarut yang dipergunakan
Lemak merupakan bagian dari lipid dapat diperoleh kembali (Ketaren, 1986).
yang mengandung asam lemak jenuh bersifat Prinsip kerja dari soxhlet yaitu model
padat (Lehninger, 1982). Lemak dan minyak ekstraksi (pemisahan/pengambilan) yang
merupakan senyawa yang penting bagi menggunakan pelarut yang selalu baru dalam
kehidupan makhluk hidup dan memiliki mengekstraknya sehingga terjadi ektraksi yang
pengaruh yang cukup besar dalam produk kontinyu dengan adanya jumlah pelarut
pangan. Fungsi lemak antara lain yaitu konstan dan dibantu dengan pendingin balik
memberikan rasa gurih dan aroma yang (kondensor). Proses yang terjadi yaitu sampel
spesifik, sebagai sumber energi yang efektif yang akan diekstraksi ditempatkan dalam
dibandingkan dengan protein dan karbohidrat, suatu timbel yang permeabel terhadap pelarut
karena lemak dan minyak jika dioksidasi dan diletakkan di atas tabung destilasi,
secara sempurna, akan menghasilkan 9 kalori dididihkan dan dikondensasikan di atas
per liter gram lemak atau minyak, sedangkan sampel. Kondesat akan jatuh ke dalam timbel
protein dan karbohidrat hanya menghasilkan 4 dan merendam sampel dan diakumulasi
kalori tiap 1 gram protein atau karbohidrat, sekeliling timbel. Setelah sampai batas
memberikan konsistensi empuk, halus dan tertentu, pelarut akan kembali masuk ke dalam
berlapis-lapis dalam pembuatan roti, dan tabung destilasi secara otomastis. Proses ini
memberikan tektur yang lembut dan lunak berulang terus dengan sendirinya di dalam alat
dalam pembuatan es krim (Ketaren, 1986). terutama dalam peralatan soxhlet yang
Oleh karena itu, analisis kadar lemak sangat digunakan untuk ekstraksi lipida
penting untuk dilakukan. (Wirakusumah, 2007).
Penentuan kadar minyak atau lemak Vitamin C atau asam askorbat adalah
suatu bahan dapat dilakukan dengan suatu senyawa suatu senyawa beratom karbon
menggunakan soxhlet apparatus. Cara ini 6 yang dapat larut dalam air. Vitamin C
dapat juga digunakan untuk ekstraksi minyak merupakan vitamin yang disintesis dari
dari bahan yang mengandung minyak. glukosa dalam hati dari semua jenis mamalia,
Ekstraksi dengan alat soxhlet apparatus kecuali manusia (Padayatty, 2003). Manusia
mutlak memerlukan vitamin C dari luar tubuh larutan HCl 25% dan 20 mL akuades. Tutup
untuk memenuhi kebutuhannya (Carr dan Frei, beaker glass dengan kaca arloji dan didihkan
1999). Oleh karena itu, kadar vitamin C dari selama 15 menit. Setelah dididihkan, larutan
suatu bahan pangan atau produk pangan disaring dalam keadaan panas dan dicuci
penting untuk dilakukan. dengan air panas hingga netral. Keringkan
Metode yang digunakan pada kertas dan isinya pada suhu 100-105oC lalu
praktikum kali ini adalah metode iodimetri didinginkan dan ditimbang.
yaitu dengan melakukan titrasi Iodin. Hal ini
berdasarkan sifat bahwa vitamin C dapat Analisis Kadar Lemak Dengan Alat Soxhlet
bereaksi dengan Iodin. Metode iodimetri Labu lemak dikonstankan untuk
(teknik langsung.) ini termasuk pada titrasi mendapat berat konstannya dengan
redoks menggunakan prinsip reaksi redoks. dimasukkan ke dalam oven selama 1 jam, lalu
Penentuan vitamin C dengan menggunakan didinginkan di desikator selama 30 menit dan
titrasi iodin adalah berdasarkan bahwa sifat ditimbang. Timbang sampel padat atau sampel
vitamin C dapat bereaksi dengan iodin yang sudah dihidrolisis lalu siapkan hull.
membentuk ikatan dengan atom C nomor 2 Masukkan hull yang berisi sampel ke dalam
dan 3 sehingga ikatan rangkap hilang alat soxhlet da nisi tabungnya dengan pelarut
(Pomeranz, 1991). heksana. Hidupkan alat soxhlet selama ±3-4
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk jam. Bila sudah selesai, angkat labu lemak dan
mengetahui cara analisis kadar lemak metode masukkan labu lemak tersebut ke dalam oven
soxhlet dan kadar vitamin C metode iodimetri dengan suhu 105 oC selama 1-2 jam. Setelah
dari sampel. Penentuan kadar ini juga penting itu, dinginkan labu lemak dalam desikator dan
untuk membandingkan kadar lemak dan timbang labu lemak tersebut. Semua langkah
vitamin C hasil analisis dengan kadar yang ada di atas dilakukan secara duplo. Kadar lemak
di kemasan atau literatur. dihitung dengan menggunakan persamaan:
W 2−W 1
METODOLOGI % lemak = x 100%
W
Keterangan:
Alat dan Bahan W = berat sampel
Sampel yang digunakan untuk analisis W1 = berat labu kosong
kadar lemak yaitu kornet Pronas, santan Kara, W2 = berat labu dan lemak
tepung ketan merk Rose Brand, tepung koro
benguk, dan tepung pisang nangka. Sampel Analisis Kadar Vitamin C
yang digunakan untuk analisis kadar vitamin C Seluruh bagian sampel dihaluskan
yaitu cabe, jambu, jeruk nipis, tomat, dan dengan menggunakan blender atau mortar dan
Vitacimin. Reagen kimia yang digunakan diambil sebanyak 5 gram, kecuali pada sampel
yaitu akuades, heksana, larutan amilum 2%, vitacimin sebanyak 2 gram karena
larutan HCl 25%, larutan I2 0,01N. Reagen diperkirakan kandungan vitamin C-nya tinggi.
kimia yang digunakan pada praktikum ini Sampel yang sudah ditimbang dimasukkan ke
sudah memenuhi standar laboratorium. dalam labu ukur 100 mL dan tepatkan. Khusu
Instrumen yang digunakan yaitu alat sampel vitacimin dilakukan pengenceran
soxhlet, beaker glass 100 mL, blender, botol kembali yaitu diambil sebanyak 5 mL lalu
semprot, buret 50 mL, corong, desikator, gelas dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan
ukur 50 mL, hotplate stirrer, kertas saring, ditepatkan dengan akuades. Saring larutan
labu lemak, labu ukur 50 mL, labu ukur 100 sampel dengan kertas saring dan bantuan
mL, mortar, neraca analitik, oven, pipet ukur corong ke dalam erlenmeyer. Filtrat hasil dari
50 mL, pipet volum 2 mL, dan pipet volum 10 penyaringan diambil sebanyak 10 mL dan
mL. dipindahkan ke dalam erlenmeyer. Tambahkan
2 mL larutan amilum 1% dan 20 mL akuades
Penentuan Kadar Lemak Metode Ekstraksi lalu dititrasi dengan larutan I2 0,01 N. Volume
Langsung Dengan Alat Soxhlet larutan I2 0,01 N digunakan untuk menghitung
Hidrolisis Sampel kadar vitamin C pada sampel. Semua langkah
Sebanyak 2 gram sampel yang semi di atas dilakukan secara duplo. Kadar vitamin
padat atau cair dimasukkan ke dalam beaker C dihitung dengan menggunakan persamaan:
glass 100 mL, kemudian ditambahkan 30 mL
Pelarut yang digunakan harus yang
mg vitamin C per gram bahan bersifat non polar dan mudah menguap.
= Vtitrasi x FP x 0,88 Pelarut yang non polar akan mengikat lemak
Kadar vitamin C yang bersifat non polar dalam sampel sehingga
Vtitrasi x 0,88 x FP lemak akan terpisah dari sampel. Hal ini sesuai
= x 100% pernyataan dari Ketaren (1986), yaitu prinsip
Wsampel(mg)
Keterangan: penetapan kadar lemak kasar yaitu lemak
1 diekstrak dengan pelarut non polar, seperti
0,88 = x N I2 x Mr vitamin C heksana dan dietil eter.
2 Mekanisme kerja dari alat soxhlet
1 yaitu ketika pelarut dididihkan, uapnya naik
= x 0,01 x 176
2 melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin.
= 0,88 Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar
kondensor mengembunkan uap pelarut
HASIL DAN PEMBAHASAN sehingga kembali ke fase cair, kemudian
menetes ke thimble. Pelarut melarutkan lemak
Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi dalam thimble, larutan sari ini terkumpul
Langsung Dengan Alat Soxhlet dalam thimble dan bila volumenya telah
Sampel yang diuji kadar lemaknya mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon
yaitu kornet Pronas, santan Kara, tepung koro, menuju labu. Proses dari pengembunan hingga
tepung pisang, dan tepung ketan. Sampel pengaliran disebut sebagai refluks. Proses
santan dan kornet diambil sebanyak 2 gram ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 6 jam.
karena diperkirakan kandungan lemaknya Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan
tinggi, sedangkan sampel berbentuk tepung lemak dipisahkan melalui proses penyulingan
diambil sebanyak 5 gram karena diperkirakan dan dikeringkan (Wirakusumah, 2007).
kandungan lemaknya rendah. Sampel yang Penentuan kadar lemak dengan
berbentuk cair dan semi padat harus dilakukan metode ekstraksi ini dipengaruhi oleh
metode hidrolisis karena mengandung kadar beberapa faktor diantaranya persiapan sampel,
air yang besar. Hidrolisis ini bertujuan waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu
mempermudah mengekstrak lemak yang pelarut, dan tipe pelarut. Faktor-faktor yang
terikat dalam matriks-matriks sampel (Nielsen, mempengaruhi laju ekstraksi yaitu ukuran
1998). Bahan padat umumnya membutuhkan partikel, pelarut, suhu, dan pengadukan dari
waktu ekstraksi yang lebih lama, karena itu fluida (campuran pelarut, zat terlarut, dan
dibutuhkan pelarut yang lebih banyak. Selain padatan) (Wirakusumah, 2007). Selain itu, laju
itu, berdasarkan pernyataan dari Ketaren perpindahan massa akan semakin menurun
(1986), penentuan kadar lemak atau minyak, seiring meningkatnya konsentrasi bahan aktif
contoh yang harus diuji harus cukup kering di dalam pelarut hingga kesetimbangan
dan biasanya digunakan contoh dari bekas tercapai yaitu konsentrasi bahan aktif di dalam
penentuan kadar air. Jika contoh masih basah bahan padatan dan pelarut telah sama. Sesudah
maka selain memperlambat proses ekstraksi, itu, tidak akan ada lagi perpindahan massa
air dapat turun ke dalam labu suling (labu bahan aktif dari bahan padatan ke dalam
lemak) sehingga akan mempersulit penentuan larutan (Handa, et al., 2008).
berat tetap dari labu lemak (Ketaren, 1986).
Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Langsung Dengan Alat Soxhlet
Kel. Sampel Kode Berat cawan Berat sampel Berat sampel+labu Kadar Lemak
sampel kosong (W1) awal (W) akhir (W2) (%)
11 C1 103,9444 2 104,1375 9,655
Kornet
16 C2 103,8496 2 103, 9649 5,765
12 D1 106,4630 2,02 106,7351 13,47
Santan
17 D2 104,9610 2 105,3819 21,05
13 B2 105,3969 5,0053 105,6262 4,381
Tepung koro
18 B1 106,8980 5,0057 107,1403 4,84
14 A1 103,8428 5,0126 103,8591 0,325
Tepung pisang
19 A2 104,5458 5,0125 104,5470 0,024
15 E2 104,4940 5,0010 104,5172 0,46
Tepung ketan
20 E1 104,3177 5,0007 104,3399 0,44
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)
Hasil pengamatan analisis kadar dibandingkan dengan pernyataan tersebut
lemak (Tabel 1) yaitu rata-rata kadar lemak maka kadar lemak dari sampel tidak berbeda
dari sampel kornet, santan, tepung koro, jauh daripada literatur. Kadar lemak biji koro
tepung pisang, dan tepung ketan berturut-turut benguk berdasarkan pernyataan oleh Mahmud
yaitu 7,71%; 17,26%; 4,6105%; 0,1745%; dan dan Zulfianto (2009) yaitu sebesar 3%. Terjadi
0,45%. Hasil rata-rata kadar lemak sampel dari peningkatan kadar lemak setelah biji koro
yang tertinggi hingga terendah yaitu tepung menjadi tepung koro. Peningkatan ini diduga
pisang, tepung ketan, tepung koro, kornet, dan terjadi karena bagian yang dibuat menjadi
santan. tepung yaitu bagian biji tanpa kulitnya. Hal ini
Kadar lemak dari kornet berdasakan didukung dengan pernyataan oleh Murdiati, et
SNI 01-3775-1995 (BSN, 1995) yaitu al. (2015) bahwa bagian biji yang banyak
maksimal 12% basis basah. Hal ini berarti mengandung lemak adalah bagian lembaga
bahwa kadar lemak dari sampel kornet yang dan berada di antara kotiledon biji, sedangkan
diujikan masih memenuhi standar yang sudah pada pembuatan tepung koro, dilakukan
ditetapkan. Rata-rata kandungan lemak dalam pengupasan yang menyebabkan kulit koro
daging sapi segar adalah 1,5-13% (Soeparno, terbuang sehingga dalam jumlah satuan berat
2009). Kadar lemak ini lebih kecil daripada yang sama, jumlah lembaga pada tepung koro
kadar lemak yang ada di kornet. Hal ini lebih besar daripada biji koro mentah.
dikarenakan pada pengolahan daging menjadi Kadar lemak dari tepung ketan yaitu
kornet, dilakukan penambahan lemak. 0,7% (Direktorat Gizi, 1981). Sementara itu,
Penambahan lemak pada daging kornet kadar lemak dari tepung beras ketan dengan
berfungsi untuk membentuk produk yang merk Rosebrand hasil penelitian yang
kompak dan empuk, serta memperbaiki rasa dilakukan oleh Singgih dan Harijono (2015)
dan aroma (Soeparno, 2009). Bertambahnya yaitu 1,13%. Hal ini berarti bahwa kadar
kadar air dan lemak di dalam kornet akan lemak hasil analisis (Tabel 2) sampel tepung
menambah juiciness dan keempukannya ketan lebih kecil jika dibandingkan dengan
(Astawan, 2008). hasil penelitian oleh Singgih dan Harijono
Kadar lemak dari santan berdasarkan (2015). Kadar lemak yang lebih kecil daripada
pernyataan oleh Suhardiyono (1988) yaitu yang seharusnya ini dapat terjadi akibat
sebesar 28%, sedangkan kadar lemak yang perbedaan metode analisis yang digunakan
tercantum pada kemasan yaitu 23,33%. sehingga kadar lemak yang dianalisis juga
Berdasarkan pernyataan ini, maka kadar lemak berbeda. Hal ini juga dapat terjadi akibat
sampel santan yang diujikan masih dibawah kelemahan dari alat soxhlet sehingga
standar. Hal ini diduga terjadi akibat perlakuan mengganggu hasil ekstraksi. Hal ini diperkuat
pemanasan saat proses hidrolisis sampel dengan pernyataan oleh Xiao (2010) bahwa
sebelum diuji dengan soxhlet. Hal ini sesuai salah satu kekurangan ekstraksi soxhlet adalah
dengan pernyataan bahwa berkurangnya kadar sampel diekstraksi pada kisaran titik didih
lemak dalam santan setelah pemanasan pelarut selama periode waktu yang lama dan
disebabkan adanya hidrolisis lemak menjadi kemungkinan dekomposisi termal komponen
asam lemak bebas (Waisundara et al., 2007). lain dalam bahan padatan tidak dapat
Selain itu, kadar lemak sampel yang kurang diabaikan, apalagi jika analit termolabil
dari yang seharusnya diduga juga dapat terjadi terdapat di dalamnya.
akibat umur buah kelapa yang digunakan Kadar lemak dari tepung pisang
sebagai bahan baku santan berbeda karena nangka menurut penelitian yang dilakukan
komposisi kimia dari daging buah kelapa oleh Rahman et al. (2011) adalah 0,42%.
ditentukan oleh umur buah kelapa pada Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh
berbagai tingkat kematangan. Komposisi Lalojo et al. (2000) menghasilkan bahwa
lemak dalam kelapa muda yaitu 0,9 gram, kadar lemak tepung pisang dari 8 jenis varietas
kelapa setengah tua yaitu 13 gram, dan kelapa pisang yaitu 0.3 sampai 0.8%. Hasil
tua yaitu 34,7 gram (Ketaren, 1986). pengamatan sampel tepung pisang (Tabel 1)
Kadar lemak dari tepung koro memiliki kadar lemak yang masih kurang
berdasarkan penelitian oleh Fadlilah (2015) memenuhi standar hasil penelitian. Hal ini
yaitu antara 4,94%. Hasil pengamatan kadar dapat terjadi akibat tingkat kematangan dari
lemak sampel tepung koro (Tabel 1) jika
buah pisang yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung pisang.
Proses pengolahan mengakibatkan (Sumber: Slowinski, et al., 2012)
penyusutan kadar lemak. Hal ini disebabkan
proses pengolahan dengan pemanasan yang Prinsip analisis kadar vitamin C
memecah komponen-komponen lemak dengan titrasi dengan iodin yaitu vitamin C
menjadi produk volatil seperti aldehid, keton, dalam sampel bersifat reduktor kuat akan
alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat dioksidasikan oleh I2 dalam suasana asam dan
berpengaruh terhadap pembentukan flavor I2 tereduksi menjadi ion iodida. Larutan
(Apriyantono, 2002). dititrasi dengan I2 0,01 N sampai warna larutan
berubah menjadi biru, yang menandakan
Analisis Kadar Vitamin C bahwa proses titrasi telah selesai. Warna biru
Sampel yang dianalisis kadar vitamin yang dihasilkan ini merupakan hasil reaksi
C pada praktikum kali ini yaitu cabe, jambu, antara I2 dengan amilum setelah seluruh asam
jeruk nipis, tomat, dan Vitacimin. Metode askorbat teroksidasi. Perhitungan kadar
yang digunakan dalam analisis kadar vitamin vitamin C dengan standarisasi larutan iodin
C yaitu dengan metode titrasi redoks yaitu yaitu tiap 1 ml 0,01 N iodin ekuivalen dengan
iodimetri (titrasi langsung). Kandungan 0,88 mg asam askorbat (Yaws, 1999). Reaksi
vitamin C pada bahan pangan dapat ditentukan antara vitamin C dengan iodin saat titrasi
dengan mengoksidasi asam askorbat, C6H8O6 berlangsung menurut Yaws (1999) yaitu
menjadi dehidro-L-asam askorbat, C6H6O6 sebagai berikut.
(Slowinski, et al, 2012). Reaksi yang terjadi C6H8O6 + I2 → C6H6O6 + 2I- + 2H+
yaitu sebagai berikut. Berdasarkan reaksi diatas, maka
iodida bertindak sebagai pengoksidasi,
sementara sampel yang mengandung vitamin
C berfungsi sebagai pereduksi. Hal ini sesuai
dengan penyataan Day dan Underwood
(2001), yaitu dalam proses- proses analitis,
iodin dipergunakan sebagai sebuah agen
pengoksidasi (iodimetri), dan ion iodida
dipergunakan sebagai sebuah agen pereduksi
Gambar 1.Reaksi Oksidasi Asam Askorbat (iodometri).

Tabel 2. Hasil Pengamatan Analisis Kadar Vitamin C


Kel Sampel Wsampel Vtitrasi Vitamin C Kadar Vitamin C
(g) (ml) (mg/g) (%)
11 Jeruk 5,0096 0,7 6,16 0,123
16 nipis 5,0033 0,6 5,28 0,105
12 5,0168 0,3 2,64 0,053
Tomat
17 5,0000 0,5 4,4 0,088
13 5,0123 1,4 12,32 0,246
Cabai
18 5,0079 1,3 11,44 0,228
14 5,0033 2,3 20,24 0,405
Jambu
19 5,0034 2,3 20,24 0,405
15 Vitacimi 2,0008 5,8 510,4 25,509
20 n 2,0009 5,8 510,4 25,508
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016).

Hasil analisis (Tabel 2) menunjukkan yang terbesar hingga terkecil yaitu tomat,
rata-rata berat vitamin C dalam 1 gram sampel jeruk nipis, cabai, jambu, dan Vitacimin
dari yang terbesar hingga terkecil yaitu pada dengan nilai berturut-turut yaitu 0,0705%;
sampel tomat, jeruk nipis, cabai, jambu, dan 0,114%; 0,237%; 0,405%; dan 25,5085%.
Vitacimin dengan nilai berturut-turut yaitu Hasil analisis berat vitamin C dalam 1
3,52; 5,72; 11,88; 20,24; dan 510,4. Rata-rata gram sampel yang didapatkan (Tabel 1) tidak
kadar vitamin C hasil analisis (Tabel 2) dari sesuai dengan nilai yang seharusnya.
Kandungan vitamin C dalam jambu biji Berdasarkan pernyataan Andarwulan
seharusnya adalah 300 mg/100g sampel dan Koswara (1992), metode iodimetri tidak
(Combs, et al., 1992). Berdasarkan hal ini, efektif untuk mengukur kandungan vitamin C
maka komposisi vitamin C pada sampel jambu dalam bahan pangan, karena adanya
biji sangat kurang dari nilai yang seharusnya. komponen lain selain vitamin C yang juga
Ketidaksesuaian hasil analisis komposisi bersifat pereduksi. Senyawa-senyawa tersebut
vitamin C yang kurang dari nilai yang mempunyai titik akhir yang sama dengan
seharusnya juga terjadi pada sampel jeruk warna titik akhir titrasi vitamin C dengan
nipis, tomat, dan cabai. Kandungan vitamin C iodin.
pada jeruk nipis yaitu 27 mg/100g jeruk nipis
(Prasetyono, 2012). Kandungan vitamin C KESIMPULAN
pada tomat yaitu 34 mg/100g buah tomat
(Departemen Kesehatan, 1995). Kandungan Hasil pengamatan analisis kadar
vitamin C dalam 100 gram cabai adalah 70 mg lemak (Tabel 1) yaitu rata-rata kadar lemak
(Cahyono, 2003), sedangkan Tjahjadi (2005) dari sampel kornet, santan, tepung koro,
menyatakan bahwa kandungan Vitamin C tepung pisang, dan tepung ketan berturut-turut
pada cabai segar dalam 100 gram adalah 125 yaitu 7,71%; 17,26%; 4,6105%; 0,1745%; dan
mg. 0,45%. Hasil analisis menunjukkan rata-rata
Kurangnya kandungan vitamin C hasil berat vitamin C dalam 1 gram sampel dari
analisis jika dibandingkan dengan literatur yang terbesar hingga terkecil yaitu pada
dapat terjadi akibat berbagai faktor seperti sampel tomat, jeruk nipis, cabai, jambu, dan
jenis sampel yang berbeda dengan literatur, Vitacimin dengan nilai berturut-turut yaitu
jenis pengujian, cara pengambilan sampel, dan 3,52; 5,72; 11,88; 20,24; dan 510,4. Rata-rata
tingkat kematangan dari sampel. Hal ini sesuai kadar vitamin C hasil analisis (Tabel 2) dari
dengan pernyataan Helyes dan Lugasi (2006) yang terbesar hingga terkecil yaitu tomat,
bahwa tingkat kematangan awal pada buah jeruk nipis, cabai, jambu, dan Vitacimin
dan sayur mempunyai kandungan asam-asam dengan nilai berturut-turut yaitu 0,0705%;
organik yang lebih tinggi sehingga nilai total 0,114%; 0,237%; 0,405%; dan 25,5085%.
asam yang diperoleh juga tinggi. Hal ini
sejalan dengan pernyataan oleh Bari et al. DAFTAR PUSTAKA
(2006), yang menyebutkan bahwa total asam
buah akan meningkat pada tingkat kematangan Andarwulan, N., dan Koswara, S. 1992. Kimia
awal dan akan menurun lagi pada buah yang Vitamin. Rajawali Press, Jakarta.
mendekati busuk. Jumlah vitamin C yang
terkandung dalam tanaman juga tergantung Apriyantono, A. 2002. Pengaruh pengolahan
pada varietas dari tanaman, pengolahan, suhu, terhadap nilai gizi dan keamanan
masa pemanenan dan tempat tumbuh pangan. Disampaikan pada Seminar
(Counsell dan Hornig, 1981). Online Kharisma ke-2.
Kandungan vitamin C hasil analisis
Astawan, M. 2008. Sehat dengan Hidangan
dari sampel lebih besar daripada yang
Hewani. Penebar Swadaya, Jakarta.
tercantum dalam kemasan yaitu 500 mg/100
gram Vitacimin. Berdasarkan hal ini, maka Bari, L., P. Hasan, N. Absar, M.E. Haque,
hasil analisis kandungan vitamin C (Tabel 2) M.I.I.E. Khuda, M.M. Pervin, S.
lebih besar daripada yang tercantum dalam Khatun, dan M.I. Hossain. 2006.
kemasan. Hal ini diduga terjadi akibat Nutritional Analysis of Local
kesalahan saat menentukan titik akhir titrasi Varieties of Papaya (Carica papaya L.)
sehingga volume I2 dibutuhkan untuk at Different Maturation Stages.
mencapai titik akhir titrasi berbeda yang Pakistan J. Biol. Sci. (9):137- 140.
mengakibatkan kandungan vitamin C menjadi
berbeda. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Cahyono, B. 2003. Cabai Rawit Teknik
oleh Sunarya (2007), kesalahan yang paling Budidaya Dan Analisis Usaha Tani.
sering terjadi saat menentukan titik akhir Penerbit Kanisius, Yogjakarta.
titrasi yaitu penentuan terjadinya perubahan
warna pada larutan karena kemampuan mata Carr, A. C. dan Frei, B. 1999. Toward a new
dan pandangan setiap orang pasti berbeda. recommended dietary allowance for
vitamin C based on antioxidant and Lehninger, A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia.
health effects in humans. J Clin Nutr Penerbit Erlangga, Jakarta.
(69):1086-1107.
Mahmud, M. K., dan N. A. Zulfianto. 2009.
Combs, G. F. 1992. The Vitamins, Tabel Komposisi Pangan Indonesia
Fundamental Aspects In Nutrition (TKPI). Elex Media Komputindo:
And Health. Elesevier, California. Kompas Gramedia, Jakarta.

Counsell, J.N., dan Hornig, D.H. 1981. Murdiati, A., Sri A., Supriyanto, dan Ayuk A.
Vitamin C. Applied Science 2015. Peningkatan Kandungan Protein
Publishers, London. Mie Basah dari Tapioka dengan
Substitusi Tepung Koro Pedang Putih
Day, R. A. Jr., dan A. L. Underwood. 2001. (Canavalia ensiformis L.). J. Agritech
Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Vol. 35(3): 251-260.
Keenam. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Nielsen, S. S. 1998. Food Analysis Second
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edition. Aspen Publishers Inc.,
1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Indiana.
Pangan Indonesia.
Padayatty S.J. 2003. Vitamin C as an
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, antioxidant: evaluation of its role in
1981. Daftar Komposisi Bahan disease prevention. Vol 22(1):18-35.
Makanan. Bharatara Karya Aksara,
Jakarta. Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of
Food Components. Academic Press
Fadlilah, A. N. 2015. Eksperimen Pembuatan Inc, San Diego.
Egg Roll Menggunakan Bahan
Komposit Tepung Koro Benguk Prasetyono, D. S. 2012. A – Z Daftar Tanaman
(Mucuna pruriens L). Skripsi. Obat Ampuh di Sekitar Kita.
Universitas Negeri Semarang, Flashbooks, Jogjakarta.
Semarang.
Singgih, W. D., dan Harijono. 2015. Pengaruh
Handa, Sukhdev S., Suman P. S. K., Gennaro Substitusi Proporsi Tepung Beras
L. dan Dev D. R. 2008. Extraction Ketan Dengan Kantang Pada
Technologies for Medicinal and Pembuatan Wingko Kentang. Jurnal
Aromatic Plants. United Nations Pangan dan Agroindustri Vol.
Industrial Development Organization 3[4]:1573-1583.
and the International Centre for
Science and High Technology, ICS- Slowinski, E. J., W. C. Wolsey, dan R. C.
UNIDO, AREA Science Park Rossi. 2012. Chemical Principles In
Padriciano 99, 34012 Trieste, Italy. The Laboratory. Brooks/cole, Cengage
Learning, New York.
Helyes, L. Z dan A. Lugasi. 2006. Tomato
Fruit Quality and Content Depend on Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging.
Stage of Maturity. Hort Sience Gadjah Mada University Press,
(41):1400-1401. Yogyakarta.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Suhardiyono, L. 1988. Tanaman Kelapa,


Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Budidaya dan Pemanfaatannya.
Universitas Indonesia Press, Jakarta. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Lalojo, F.M., Cordenunsi, B.R.,Ciacco, C., Sunarya, Yayan dan Agus Setiabudi. 2007.
dan Da Mota, R.V. 2000. Composition Mudah dan AKtif Belajar Kimia. Setia
and Functional Properties Banana Purna Inves, Bandung.
Flour from Different Varieties. Starch-
Starke. Vol: 52(2): 63-68. Rahman, T., Luthfiyanti, R., dan Ekafitri, R.
2011. Optimasi Proses Pembuatan
Food Bar Berbasis Pisang. Seminar
Nasional Penelitian dan PKM Sains,
Teknologi, dan Kesehatan Vol.2
(1):295-302, Subang.

Tjahjadi, N. 2005. Hama dan Penyakit


Tanaman. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.

Waisundara, V. Y., Perera, C. O and P. J.


Barlow. 2007. Effect of different pre-
treatments of fresh coconut kernels on
some of the quality attributes of the
coconut milk extracted. J.Food
Chemistry (101):771-777.

Wirakusumah, E. 2007. Cantik Awet Muda


Dengan Buah Sayur Dan Herbal.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Xiao, L. 2010. Evaluation of Extraction


Methods for Recovery of Fatty Acids
from Marine Products. Master thesis
of EMQAL project, University of
Bergen.

Yaws, C.L.. 1999. Chemical Properties


Handbook. McGraw Hill Companies
Inc., USA.

Anda mungkin juga menyukai