Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pada pakan ternak mengandung berbagai jenis zat seperti karbohidrat,
protein, lemak, abu, vitamin dan lain-lain. Pemberian zat makanan tersebut harus
tepat sehingga tidak menyebabkan efek negatif serta pertumbuhan dan produktivitas
yang dihasilkan baik. Lemak merupakan salah satu zat makanan yang cukup penting
diberikan pada ternak. Lemak dapat berperan sebagai sumber energi, sumber vitamin
larut dalam lemak dan lain sebagainya. Lemak dapat ditemukan pada tanaman dan
hewan. Pada tanaman, lemak berfungsi sebagai bagian dari struktur sel dan cadangan
makanan. Pada hewan, lemak berfungsi sebgai cadangan energi. Umumnya lemak
hewani bersifat padat dan minyak nabati bersifat cair pada suhu ruang.
Lemak merupakan molekul organik yang tidak larut dalam air tetapi dapat
larut pada pelarut kurang polar atau non polar. Lemak dapat larut dalam pelarut
organik seperti hexan, benzene, eter, chloroform dan lain-lain. Pada praktikum ini
akan dipelajari derajat kelarutan lemak pada lemak nabati dan hewani di dalam
pelarut organik dan basa. Selain lemak, zat makanan lain yang penting diberikan
pada ternak adalah protein. Pada praktikum ini juga akan dilakukan pengujian kadar
protein pada sampel yaitu susu sapi dan susu skim. Uji kadar protein tersebut
dilakukan menggunakan alat spektrofotometer.

Tujuan
Praktikum ini terdiri dari praktikum lemak dan penggunaan spektrofotometer.
Pada praktikum lemak bertujuan untuk mempelajari derajat kelarutan lemak nabati
dan lemak hewani di dalam berbagai jenis pelarut. Sedangkan pada praktikum
prinsip spektrofotometri bertujuan untuk mempelajari prisip dasar dari teknik
spektrofometri dan mengetahui bagian-bagian dari alat spektrofotometri. Selain itu
bertujuan untuk menurunkan persamaan Beers Lambert untuk menentukan
konsentrasi suatu bahan. Pada penggunaan spektrofotometer dalam penentuan kadar
protein bertujuan untuk menentukan kadar protein berdasarkan reaksi ninhidrin
dengan menggunakan spektrofotometer.

MATERI DAN METODE

Materi
Pada praktikum lemak alat-alat yang digunakan terdiri dari tabung reaksi,
pipet tetes, kaca arloji, kompor, gelas ukur, dan penutup karet. Sedangkan bahanbahan yang digunakan yaitu lemak atau minyak terdiri dari minyak kelapa, minyak
kedelai, minyak jagung, minyak sawit, minyak zaitun, lemak ayam, lemak sapi, serta
pelarut oraganik dan basa. Pelarut organik meliputi asam asetat, hexan, alkohol,
campuran alkohol. Pelarut basa meliputi NaOH, sodium dodecyl sulfat (SDS),

larutan sabun colek dan sabun cair. Pada


praktikum
spektrofotometer
alat
digunakan yaitu spektrofotometer, kertas, labu takar, gelas piala, pipet, kertas saring,
tabung reaksi, dan rak tabung reaksi. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu larutan
standar casein (10 mg/ml), larutan biuret 0,1 %, susu sapi, susu skim dan aquadest.

Metode
Lemak
Proses awal yang dilakukan pada praktikum lemak yaitu 2 ml pelarut
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Langkah selanjutnya yaitu 1 ml sampel
minyak/lemak ditambahkan pada tabung reaksi. Pada lemak sapi digunakan
sebanyak 1 sendok kecil. Proses selanjutnya adalah isi tabung reaksi dikocok kuatkuat setelah ditutup penutup karet. Proses terakhir yaitu kelarutan lemak pada tabung
reaksi diamati dan dibuat daftar berdasarkan kelarutannya.
Spektrofotometer
Pada praktikum penentuan kadar protein diawali dengan pembuatan larutan
standar. Deret larutan standar dilakukan dengan dimasukkannya larutan standar
casein sebanyak 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ml ke dalam masing-masing tabung reaksi. Pada
tabung reaksi tersebut selanjutnya ditambahkan aquadest hingga total volume larutan
10 ml. Seluruh tabung reaksi tersebut dikocok hingga homogen. Proses selanjutnya
dari masing-masing tabung reaksi diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi baru lainnya. Langkah selanjutnya tabung reaksi baru tersebut
ditambahkan 4 ml biuret lalu tabung ditutup dengan alumunium foil. Proses
selanjutnya seluruh tabung dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Tabung
rekasi didinginkan dalam ruangan kemudian dibaca serapan pada panjang gelombang
540 nm.
Pada pengujian sampel secara kuantitatif dilakukan pada susu sapi dan susu
skim. Pengujian dilakukan dengan dimasukkannya 5 ml susu sapi ke dalam labu
takar, lalu ditambahkan aquadest hingga tanda tera 100 ml. Proses selanjutnya labu
takar tersebut dikocok hingga larutan homogen. Langkah selanjutnya, sebanyak 1 ml
sampel dalam tabu takar tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan biuret
sebanyak 4 ml ditambahkan pada tabung reaksi tersebut. Proses selanjutnya tabung
reaksi tersebut dipanaskan selama 10 menit dalam air mendidih kemudian
didinginkan pada sushu ruang. Langkah selanjutnya serapan pada panjang
gelombang 540 nm dibaca dan kadar protein sampel dihitung menggunakan hukum
Lambert Beers. Prosedur yang sama dilakukan pada susu skim sebanyak 0,1 gram.
Pengujian selanjutnya dilakukan pada sampel secara kualitatif (prosedur 1).
Proses yang dilakukan yaitu dengan dilarutkannya sampel protein pada tabung film.
Sampel protein meliputi susu sapi sebanyak 1 ml dan susu skim sdm, kemudian
ditambahkan aquadest hingga penuh. Langkah selanjutnya yaitu masing-masing 1 ml
sampel susu skim dan sapi dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 2
ml larutan NaOH 2N. Selain itu, ditambahkan 2 tetes larutan CuSO4 1 %. Prosedur
yang sama dilakukan dengan mengganti sampel protein dengan aquadest untuk
dibuat blanko. Sampel tersebut diamati warna cincin merah jambu atau violet yang
terbentuk.

Pengujian sampel secara kualitatif (prosedur 2) dilakukan dengan prinsip


bahwa protein tidak larut dalam air sehingga harus dilakukan dalam alkohol. Selain
itu, protein yang larut akan memberikan reaksi warna violet pada lapisan alkohol.
Proses uji ini dilakukan dengan cara sedikit contoh dimasukkan kedalam tabung
eaksi, kemudian ditambahkan larutan NaOH 5 % lalu ditambahkan 3 ml larutan
alkohol 95%. Langkah selanjutnya, sampel dipanaskan di atas pemanas selama 1,5
menit. Sampel dipisahkan larutan yang terbentuk dengan kertas saring kemudian
dimasukkan kedalam tabung reaksi lainnya. Sampel didinginkan pada suhu ruang
lalu ditambahkan 1 ml NaOH 40%. Proses selanjutnya ditambahkan 2 tetes larutan
CuSO4 melalui dinding tabung reaksi. Warna violet pada lapisan alkohol diamti dan
ditambahkan larutan NaOH kembali jika lapisan belum terbentuk.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Pada praktikum uji kelarutan lemak dalam pelarut organik diperoleh data
pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1 Hasil uji kelarutan lemak dalam pelarut organik
Pelarut organik
Sumber Lemak
Asam asetat
Hexan
Alkohol
Campuran alkohol
Minyak kelapa
++
+
Minyak sawit
++
++
Minyak zaitun
++
++
Minyak jagung
++
++
++
Minyak kedelai
+
+++
+
Lemak sapi
++
Lemak ayam
+
++
++
++
Keterangan :
: tidak larut
+
: sedikit larut
++
: larut
+++ : sangat larut
Pada praktikum uji kelarutan lemak dalam pelarut basa diperoleh data pada
Tabel 2 berikut ini :
Tabel 3 Hasil uji kelarutan lemak dalam pelarut basa
Pelarut basa
Sumber Lemak
NaOH
SDS
Sabun cair
Sabun colek
Minyak kelapa
++
+++
+++
Minyak sawit
+++
++
++
Minyak zaitun
+++
++
+++
Minyak jagung
++
+++
+++
Minyak kedelai
++
++
+
Lemak sapi
+
++
+++
Lemak ayam
+
+
+

Keterangan :
+
++
+++

: tidak larut
: sedikit larut
: larut
: sangat larut

Pada praktikum spektrofotometer dilakukan pengukuran larutan standar dan


data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 4 Hasil pengukuran larutan standar
Absorbansi
Konsentrasi mg/ml
0
0
0,044
1
0,098
2
0,128
3
0,162
4
0,218
5
Hubungan persamaan antara absorbansi dengan konsentrasi dapat dilihat pada
Gambar 1 berikut ini :
6
y = 23.565x - 0.0529
R = 0.9924

konsentrasi

4
Konsentraasi (mg/ml)

Linear (Konsentraasi
(mg/ml))

2
1
0
-1

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

absorbansi

Gambar 1 Grafik persamaan pengukuran larutan standar (Tabel 3)

Pada uji penentuan kadar protein susu dengan alat spektrofotometer diperoleh
data hasil pengujian sebagai berikut :
Tabel 5 Uji protein pada susu
Nama sampel
Aquades
Susu sapi
Susu skim

Uji kualitatif
+
+

absorbansi
0
0,886
0,160

konsentrasi
0
20,77
3,72

% protein
0
110,75
1

Susu Sapi
Y

% Protein

Susu Skim
Y
= 23,56X-0,052
= (23,56 x 0,160)-0,052
= 3,72

= 23,56X-0,052
= (23,56 x 0,886)-0,052
= 20,77
= A.SampelxFPx6,25x100%
Vol/Bobot Sampel
= 0,886x100x6,25x100%
5
= 110,75%

% Protein =A.SampelxFPx6,25x100%
Vol/Bobot Sampel
= 0,160x100x6,25x100%
100
= 1%

Pembahasan
Lipid (lemak) merupakan sekumpulan senyawa biomelekul yang dapat larut
di dalam pelarut-pelarut organik/non polar tetapi tidak larut di dalam air (Kustaman
2006). Pelarut organik non polar tersebut yaitu kloroform, eter, benzene, aseton, dan
petrolium eter. Lipid berasal dari kata Yunani yaitu lipos yang artinya lemak (fat
atau lard). Lipid adalah zat yang termasuk senyawa heterogen yang terdapat dalam
jaringan tanaman dan hewan. Senyawa yang termasuk golongan ini meliputi
triasilgliserol, diasilgliserol, monoasilgliserol, asam lemak bebas, fosfolipid, sterol,
karotenoid dan vitamin A dan D. Fraksi lemak sendiri mengandung campuran
kompleks dari berbagai jenis molekul. Namun triasilgliserol merupakan komponen
utama sebagian besar makanan, jumlahnya berkisar 90-99% dari total lemak yang
ada (Anonim 2013). Istilah lemak, minyak dan lipid sering digunakan secara
berbeda. Perbedaan antara suatu lemak dan minyak bersifat sebarang: pada
temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian besar
gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan
cenderung berupa minyak (fessenden dan fessenden 1982). Menurut ketaren (1986),
warna pada minyak disebabkan oleh adanya pigmen-pigmen warna alam karoten
yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh. Selain itu, warna pada minyak selain
disebabkan oleh zat warna karoten juga disebabkan oleh kotoran lain karena asamasam lemak dan gliserida murni tidak berwarna.
Pengujian kelarutan lemak dilakukan pada berbagai macam pelarut organik
maupun basa. Kelarutan dapat dilihat dari fase larutan yang terbentuk tersebut.
Apabila terdapat satu fase menunjukkan bahwa lemak larut, sedangkan jika dua fase
menunjukkan bahwa lemak tidak larut. Pada dua fade, fase bagian atas memiliki
massa jenis lebih kecil dari pada fase bagian bawah. Lemak/minyak dalam air
membentuk emulsi tidak stabil setelah pengocokan, ditandai dengan kedua jenis
cairan yang segera memisah setelah dikocok kuat sehingga lemak/minyak tidak
larutdalam air.
Pelarut organik adalah suatu pelarut bahan kimia organik yang mengandung
karbon. Menurut Lehninger (1982), lipid (lemak) merupakan sekumpulan senyawa
biomolekul yang dapat larut dalam pelarut-pelarut organik nonpolar seperti
kloroform, eter, benzene, aseton, dan petroleum eter. Hal tersebut sesuai dengan hasil
yang diperoleh pada Tabel 1 bahwa lemak atau minyak sebagian besar larut pada
hexan, alkohol, dan campuran alkohol. Pada pelarut asam asetat dihasilkan bahwa
lemak sapi dapat larut sedangkan jenis lemak/minyak lainnya tidak larut. Sebagian
besar lemak atau minyak tidak larut dalam asam asetat karena asam asetat

merupakan pelarut polar. Pada pelarut organik alkohol bahwa lemak sapi tidak larut,
serta pada campuran alkohol terdapat sampel yaitu tidak larut yaitu minyak kelapa,
minyak sawit, dan lemak sapi. Hal ini disebabkan karena alcohol merupakan pelarut
polar (salirawati et al. 2007). Lemak bersifat non polar sehingga kelarutan lemak
akan tinggi jika pelarut yang diberikan bersifat non polar. Sedangkan pada pelarut
organik alkohol bersifat polar atau semi polar sehingga kelarutan lemak atau minyak
yang dihasilkan kurang maksimal atau sedikit. Prinsipnya suatu senyawa akan larut
dalam pelarut yang memiliki sifat yang sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Herlina et al. (2002) bahwa lipid memiliki sifat non polar sehingga hanya akan larut
pada pelarut yang juga memiliki sifat non polar. Selain itu, Tingkat kelarutan yang
berbeda-beda pada Tabel 1 dipengaruhi oleh pada panjang rantai hidrokarbon yang
dikandungnya selain pada kepolaran pelarut, karena semakin panjang rantai maka
kelarutannya juga semakin berkurang (Lehninger 1982). Selain itu, tingkat kelarutan
lemak/minyak dapat dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang dikandung (jenuh atau
tidak jenuh). Menurut Ketaren (1986), asam lemak tidak jenuh sangat mudah melarut
dalam pelarut organik dibandingkan dengan asam lemak jenuh.
Pelarut basa yaitu larutan yang mampu melarutkan suatu zat dengan kondisi
basa. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa lemak atau minyak dapat larut dalam SDS,
sabun cair, dan sabun colek. Pada pelarut NaOH lemak atau minyak tidak larut. Hal
ini dapat disebabkan karena NaOH merupakan pelarut bersifat polar sehingga lemak
atau minyak tidak larut dalam NaOH (salirawati et al. 2007). Pada Tabel 2
menunjukkan bahwa lemak banyak larut dalam larutan sabun cair dan sabun colek.
Hal ini disebabkan karena sabun memiliki bagian non polar. Kirk et al. (1954)
menyatakan bahwa sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan
mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai
karbon C12-C18 dan sodium atau potasium. Molekul sabun tersusun dari gugus alkil
yang bersifat nonpolar dan ion karboksilat yang bersifat polar. Bagian nonpolar akan
larut dalam minyak, sedangkan bagian polar akan dapat larut dalam air. Begitu pula
pada pelarut basa SDS, lemak atau minyak banyak larut karena sodium pada SDS
bersifat nonpolar. Kelarutan lemak ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya yaitu jenis dan sifat pelarut, sumber lemak/minyak, konsentrasi pelarut,
dan lain-lain.
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar mokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang
gelombang yang spesifik dengan digunakannya monokromator prisma atau kisi
difraksi dan detektor vakum phototube atau tabung foton hampa. Pengukuran ini
dilakukan menggunakan alat spektrofotometer yaitu suatu alat yang dapat digunakan
dalam menentukan senyawa secara kuantitatif maupun kualitatif. Prinsip kerja
spektrofotometer yaitu berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu
larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan pengukuran
jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif (Pecsok et al. 1976; Skoog dan
West 1971). Metode Spektrofotometri Ultra-violet dan Sinar Tampak berdasarkan
pada hukum Lambert-Beer. Hukum tersebut menyatakan bahwa jumlah radiasi
cahaya Tampak, Ultra-violet dan cahaya-cahaya lain yang diserap atau
ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi
zat dan tebal larutan (Triyati 1985). Alat ini berfungsi untuk menentukan suatu zat
berkadar rendah, biasanya dalam satuan ppm (part per million) atau ppb (part per
billion).

Pada pengujian kadar protein dilakukan padadua jenis sampel yaitu susu sapi
dan susu skim. Susu sapi memiliki komposisi yaitu 3,9 % lemak, 3,4 % protein, 4,8
% laktosa, 0,72 % abu, 87,10% air serta bahan lain dalam jumlah sedikit seperti
sitrat, enzim, forfolipid, vitamin A, vitamin B dan vitamin C (Buckle et al. 1985).
Kandungan protein minimum susu segar minimal 2,8 % (SNI 011). Kandungan
protein susu dapat berbeda karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis
ternak, waktu pemerahan, musim, umur ternak, dan makanan ternak. Selain itu juga
dapat dipengaruhi oleh faktor luar seperti penambahan air atau bahan lain dan
kegiatan bakteri (Buckle et al. 1985). Hasil pengujian protein pada Tabel 4
dihasilkan bahwa protein susu sapi 110,75 % dan susu skim 1 %. Persentase protein
antara literatur (3,4 % atau minimal 2,8%) dengan hasil percobaan (110,75 %) sangat
berbeda jauh. Hal tersebut dapat disebabkan karena sampel susu segar yang
digunakan saat praktikum masih mengandung banyak zat lainnya seperti lemak
sehingga mengakibatkan tingginya daya absorbansi. Sebelum dilakukan pengujian
protein susu segar pada spektrofometer sebaiknya dilakukan prosedur sentrifuse susu
segar untuk memisahkan susu dari lemak dan zat lainnya. Susu skim merupakan
bagian susu yang tertinggal setelah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Hal ini
menjadikan susu skim mengandung semua komponen gizi dari susu, kecuali lemak
dan vitamin yang terlarut dalam lemak (Buckle et al. 1987). Kandungan protein susu
skim yaitu 0,5-2 % (Varnam dan Sutherland 1994). Kandungan protein susu skim
hasil pengujian saat praktikum sesuai dengan literatur. Pengujian ini sesuai karena
susu skim tidak mengandung lemak atau hanya sedikit mengandung lemak sehingga
hasil pengujian yang diperoleh cukup baik. Hasil pengujian kadar protein susu skim
dapat berbeda dipengaruhi oleh jenis atau asal susu skim yang diuji. Pembentukan
warna violet pada uji kualitatif protein terjadi karena terjadinya reaksi pembentukan
kompleks Cu2+ yang dihasilkan CuSO4, dengan gugus CO dan Na pada ikatan
peptida (gugus amino dari protein susu) dalam larutan bersuasana basa sehingga dan
menghasilkan warna kompleks biru hingga ungu violet.
Lemak merupakan salah satu bagian penting dalam pakan ternak. Yunianto
(2001) menyatakan bahwa lemak memiliki peranan sebagai : a) menambah tingkat
efisiensi akan penggunaan pakan (terutama pada ternak non ruminansia); b)
menambah palatabilitas; c) sebagai sumber tenaga yang lebih tinggi dari karbohidrat;
d) berpengaruh dalam penyerapan vitamin A serta karoten dalam saluran pencernaan;
e) mengandung vitamin yang larut dalam lemak (seperti vitamin A, D, E dan K) serta
f) mempunyai peranan dalam penyerapan kalsium.
SIMPULAN
Lemak atau minyak merupakan senyawa nonpolar yang tidak larut dalam air
tetapi larut dalam senyawa pelarut organik seperti hexan dan lain-lain. Lemak atau
minyak bersifat nonpolar dan akan larut pada pelarut bersifat nonpolar. Kelarutan
lemak atau minyak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis pelarut (kepolaran
pelarut), jenis asam lemak, dan panjang rantai hidrokarbon. Uji protein susu secara
kualitatif maupun kuantitatif dilakukan alat spektrofotometer dengan dasar
pengukuran serapan cahaya. Kadar protein susu sapi yang tinggi saat pengujian
karena susu sapi masing mengandung zat lainnya seperti lemak.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Analisis Lemak. http://staff.uny.ac.id/ [diunduh 2 Juni 2014]
Buckle K A, R A Edwards, G H Fleet, M Wootton. 1985. Ilmu Pangan [terjemah].
Universitas Indonesia Press, Jakarta
Buckle K A, R A Edwards, G H Fleet, M Wootton. 1987. Ilmu Pangan [terjemah].
Universitas Indonesia Press, Jakarta
Fessenden dan Fessenden.1982. Kimia Organik II, edisi ketiga. Jakarta: Erlangga
Herlina, Netti, Ginting, M Hendra. 2002. Lemak dan Minyak. Jurursan Teknik Kimia
Universitas Sumatera Utara : Medan
Ketaren. 1986. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Jakarta: Universitas
Indonesia press
Kirk R E, D F Othmer, J D Scott, A Standen. 1954. Encyclopedia of Chemical
Technology. 12:573-592. Newyork : Interscience Publishers
Kustaman E. 2006. Biokimia Umum Jilid 1. Departemen Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor : Bogor
Lehninger. 198. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Pecsok R L; L D Shileds, T Cairns, I G McWilliam. 1976. Modern methods of
chemical analysis. 2nd ed. John Wiley & Sons, Inc., New York.
Salirawati et al.2007.Belajar Kimia Menarik. Jakarta: Grasindo
Skoog D A, D M West 1971. Prin-ciples of instrumental analysis. Holt, Rinehart and
Winston, Inc., New York.
SNI. 2011. Susu Segar. Badan Standarisasi Nasional. SNI.3141.1:011
Triyati E. 1985. Spektrofotometer Ultra-Violet dan Sinar Tampak serta Aplikasinya
dalam Oseanologi. Oseana, Volume X, Nomor 1 : 39 47. sumber:
www.oseanografi.lipi.go.id
Varnam A H, P Sutherland. 1994. Milk and Milk Product, Technology Chemistry and
Microbiology. Chapman and Hall. New York
Yunianto D. 2001. Nutrisi Pakan Unggas Bibit [Makalah]. Disampaikan pada
Pendidikan dan pelatihan pengawasan mutu bibit unggas Provinsi Jawa Tengah

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai