Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN LABORATORIUM KESMAVET

PEMERIKSAAN KUALITAS DAN KEAMANAN SUSU OLAHAN (PASTEURISASI, STERIL DAN UHT)

Oleh: Kelompok F1 Ajeng Kandynesia, SKH Azrul Zulmy, SKH Desrayni Hanadhita, SKH Sarojini Selvaraju, SKH Yohana Paula P.P, SKH Made Dwi Tanaya, SKH Kurniawan Prasetya, SKH B94124205 B94124214 B94124217 B94124249 B94124256 B94124240 B94124237

Pembimbing : Dr. Drh. Hadri Latif, M.Si

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan pangan yang tinggi kandungan gizinya, bila ditinjau dari kandungan protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin yang terdapat dalam susu. Kondisi susu yang kaya akan kandungan gizi juga menyebabkan susu menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Usaha memenuhi ketersediaan susu harus disertai dengan usaha meningkatkan kualitas dan keamanan produk susu, karena nilai gizi suatu pangan yang tinggi tetap tidak akan ada artinya apabila pangan tersebut berbahaya bagi kesehatan. Kualitas susu dipengaruhi oleh keadaan ambing individu ternak perah, lingkungan, pakan, pekerja dan perlakuan setelah pemerahan. Kandungan nilai gizi yang tinggi menyebabkan susu merupakan media yang sangat disukai oleh mikroba untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu dapat menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani dengan benar (Saleh 2004). Pada industri pengolahan susu, proses seleksi bahan baku susu sangat penting untuk dilakukan (Bilal & Khan 2009). Seleksi susu sebagai bahan baku dilakukan dengan memperhatikan aspek kualitas dan keamanan susu untuk dikonsumsi. Pengolahan susu dilakukan selain untuk memperpanjang daya simpan susu juga untuk menyelamatkan produksi susu berlebihan, meningkatkan nilai ekonomi susu, mengoptimalkan susunan, serta memperoleh produk dengan aroma, bentuk, dan rasa berbeda dengan susu segar. Pengolahan susu yang dilakukan dengan cara pemanasan dan pemberian starter (mikroba) kedalam susu segar. Contoh pengolahan susu yang dipanaskan adalah susu pasteurisasi, susu sterilisasi, susu kental, susu evaporasi, dan susu bubuk (Lukman et al. 2009). Susu pasteurisasi adalah susu yang dipanaskan dibawah titik didih susu dengan kandungan gizi yang masih sama dengan susu segar, karena pada susu pasteurisasi hanya dilakukan pemanasan untuk membunuh mikroba patogen dan menginaktifkan enzim yang ada dalam susu jumlah mikroba yang boleh ada dalam susu pasteurisasi adalah maksimum 30.000 cfu/ml (SNI 1995). Sedangkan

untuk susu sterilisasi menurut SNI (1998) adalah susu yang hanya dilakukan pemanasan dengan suhu diatas titik didih susu yaitu 135 0C selama 2 detik. Mikroba, enzim, spora dan sebagian vitamin hilang pada susu ini. Sehingga kandungan gizi pada susu steril lebih rendah namun daya simpan susu ini lebih lama. Proses kesempurnaan dalam pengolahan susu baik pada susu pasteurisasi atau susu sterilisasi sangat penting untuk memperoleh kualitas susu yang diinginkan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui proses kesempurnaan pemanasan susu selain itu dilakukan pemeriksaan kandungan gizi pada susu untuk melihat kesesuain komposisi yang terdapat pada label susu yang beredar dipasaran dan siap untuk dikonsumsi langsung. Tujuan Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi kesempurnaan pemanasan, keamanan susu, dan kandungan gizi dari susu olahan yaitu susu sterilisasi, susu pasteurisasi, dan susu UHT yang beredar dipasaran.

MATERI DAN METODE PENGUJIAN Uji Sensoris dan Organoleptik Prinsip uji sensoris dan organoleptik adalah melakukan analisis terhadap warna, bau, rasa, dan konsistensi susu dilakukan dengan menggunakan pancaindera. Bahan dan alat: Tabung reaksi, pipet 10 ml, dan contoh produk susu. Cara kerja : Susu sebanyak 3-5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dilakukan pengamatan warna, bau, rasa, dan konsistensi susu pasteurisasi. Setelah itu susu dipanaskan dan kembali dilakukan pengamatan terhadap warna, bau, rasa, dan konsistensi susu.

Uji Kadar Lemak

Prinsip : penambahan asam sulfat 91% protein susu, selubung butir lemak akan larut. Sentrifugasi, pemanasan dan penambahan amil alkohol akan memudahkan pemisahkan lemak yang telah mencair.

Bahan dan alat: sampel susu sterilisasi, butirometer Gerber, sumbat karet, kain lap, sentrifuse, penangas air, pipet. H2SO4, dan amil alkohol Cara kerja : Ke dalam butirometer Gerber dimasukkan masukkan 10 ml H2SO4, 10.75 ml susu dan 1 ml amil alkohol. Setelah itu, butirometer Gerber ditutup dengan sumbat karet, bungkus dengan kain lap lalu dikocok dengan gerakan angka 8. Setelah itu, dilakukan sentrifuse selama 3 menit dengan kecepatan 1200 rpm. Setelah itu, butirometer Gerber dimasukkan pada penangas air 65 C selama 5 menit. Hasilnya dibaca dengan melihat larutan berwarna kekuningan pada skala tabung.

Perhitungan Kadar Protein Prinsip perhitungan kadar protein adalah dengan melihat adanya korelasi antara kadar lemak dan kadar protein susu, maka kadar protein dapat dihitung bila kadar lemak diketahui. Perhitungan : Kadar protein (%) =

Uji Sterilisasi: Uji Albumin Prinsip : dengan adanya pemanasan maka albumin susu akan mengendap dan memisahkan diri di dasar tempat pemanasan. Albumin pada susu bubuk telah hilang Bahan dan alat : contoh susu, tabung Erlenmeyer, susu, kristal amonium sulfat, corong, dan kertas saring Cara kerja : Mula-mula susu sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer, kemudian tambahkan 4 gram amonium sulfat dan diaduk rata. Setelah itu, suspensi tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring, dan filtratnya diambil kurang lebih 5 ml ke dalam tabung reaksi. Setelah

itu, tabung dipanaskan pada penangas air selama 5 menit, dan dilihat perubahan yang terjadi. Uji Storch Prinsip : di dalam susu terkandung enzim peroksidase. Pemanasan pada 70-80 0C akan menginaktivasi enzim peroksidase. Dalam reaksi uji ini, peroksidase membebaskan 02 dari H2O2. O2 ini bersenyawa dengan HCl paraphenyl diamin membentuk warna biru. Bahan dan alat : contoh susu, tabung reaksi, pipet, pipet tetes, HCl paraphenyldiamin 2%, H2O2 0.5%. Cara kerja : Mula-mula dimasukkan berturut-turut 5 ml susu, 2 tetes HCl paraphenyldiamin 2%, dan 4 tetes H2O2 0.5%. Kemudian dibiarkan selama 30 detik, kemudian dibaca hasilnya. Warna biru menandakan susu segar. Warna abu-abu menandakan sebagian susu masak. Warna putih menandakan susu sudah masak seluruhnya. Uji Keberadaan Residu Antibiotika: Uji Yogurt Cara kerja : Mula-mula dimasukkan contoh susu sebanyak 10 ml ke dalam tabung reaksi dan kemudian dipanaskan pada 85 0C selama 5 menit. Setelah itu didinginkan hingga mencapai 45 0C, ditambahkan starter yogurt, dan didiamkan selama 2 jam pada suhu 42-45 0C. Hasil uji ini bila konsistensi susu kental menunjukkan tidak terdapat residu antibiotika sedangkan bila susu encer maka terdapat residu antibiotika pada susu. Uji Mikrobiologi 1. Total Plate Count (TPC) Prinsip: Jika satu sel bakteri ditumbuhkan pada media agar, maka akan tumbuh menjadi satu koloni yang nampak dengan mata. Bahan dan alat: Sampel susu steril, buffered peptone water (BPW), plate count agar (PCA), tabung reaksi steril, pipet steril, cawan petri steril, api bunsen, dan inkubator.

Cara kerja: Mula-mula sampel susu sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung berisi 9 ml larutan BPW 0.1% (menjadi pengenceran 10 -1), selanjutnya dilakukan pengenceran lanjut menjadi 10-2 dengan cara memindahkan 1 ml dari pengenceran 10-1 ke dalam 9 ml larutan BPW 0.1% dan dilanjutkan hingga 10-3. Masing-masing pengenceran dipupukkan ke dalam cawan petri steril sebanyak 1 ml. PCA sebanyak 1015 ml dituangkan ke masing-masing cawan petri dan dihomogenkan. Setelah media agar padat, hasil pemupukkan diinkubasi pada suhu 32 C selama 48 jam. Jumlah mikroba= jumlah koloni x Faktor pengenceran (cfu/ml)

2. Vogel-Johnson Agar (VJA) Prinsip dan metodenya sama dengan metode TPC, akan tetapi digunakan Vogel Johnson agar sebagai media pertumbuhan dari S. aureus. 3. Most Probable Number (MPN) Prinsip: Metode MPN merupakan cara untuk memperkirakan jumlah mikroorganisme dalam suatu pangan dengan memupuk satu tingkat pengenceran ke dalam tiga atau lima tabung berisi media cair. Metode ini dapat dilakukan untuk menguji bahan pangan yang mengandung mikroorganisme kurang dari 10 cfu/ml. Gas yang terbentuk dalam tabung Durham merupakan hasil metabolisme dari bakteri koliform. Bahan dan alat: Media cair (Lauryl sulfate tryptose broth agar), aquades steril, sampel susu steril, timbangan, tabung reaksi, tebung Durham, tube shaker, pipet, penangas air Cara kerja: Mula-mula tabung reaksi berisi media cair disusun pada rak tabung. Kemudian, dibuat 3 (100, 10-1, dan 10-2) tingkat pengenceran dengan masing-masing tingkat berisi 3 tabung. Sebanyak 1 ml susu steril dimasukkan ke dalam tabung reaksi pengenceran tingkat 1. Sebanyak 1 ml susu dimasukkan ke dalam media 9 ml aquades lalu homogenkan. Sebanyak 1 ml suspensi susu tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang berisi media cair Lauryl sulfate

tryptose broth agar. Sebanyak 1 ml susu diambil tersebut kemudian masukkan kedalam masing-masing pada kedalam tabung reaksi pengenceran tingkat 2, dan kemudian dihomogenkan. Setelah itu, sebanyak 1 ml suspensi susu juga diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml aquades dan dihomogenkan, begitu pula hingga pengenceran tingkat 3. Selanjutnya dinkubasi selama 24-48 jam dan diamati terbentuknya gas pada tabung Durham.

HASIL Pengukuran Kadar Protein dengan Rumus Kadar Protein Susu Steril (%) = L/2 + 1.4 = 3.6 / 2 + 1.4 = 3.2 Kadar Protein Susu Pasteurisasi (%) = 4 / 2 + 1.4 = 3.4 Kadar Protein Susu UHT (%) = 2.9 / 2 + 1.4 = 2.85

Rumus Fleischann Berat Kering Susu Steril (%) = (1.311 x L) + 2.738 = (1.311 x 3.6) + 2.738 =12.022 Berat Kering Susu Pasteurisasi (%) = (1.311 x 4) + 2.738 =12.689 Berat Kering Susu UHT(%) = (1.311x2.9) + 2.738 =11.931 Rumus Mumm dan Liebold BKTL Susu Steril (%) = BK L = 12.022 3.6 = 8.42

BKTL Susu Pasteurisasi (%) BKTL Susu UHT (%)

= 12.689 4 = 8.689 = 11.931 2.9 = 9.0314 Susu Pasteurisasi Putih susu Khas susu Cair 1.0298 4% 3.4% 12.689% 8.689% Putih Susu UHT Putih susu Khas susu Cair 1.0301 2.9% 2.85% 11.931% 9.0314% + -

Tabel 1 Hasil pemeriksaan susu olahan Pengujian Susu Steril Organoleptik Warna Krem Bau Khas susu Konsistensi Cair Pemeriksaan Komposisi Susu Berat Jenis 1.0274 Uji Kadar Lemak 3.6% Kadar Protein 3.2% Bahan Kering 12.022% Bahan Kering Tanpa Lemak 8.42% Residu Antibiotik Yoghurt Test Kesempurnaan Pasteurisasi Uji Storch Uji Sterilisasi (Albumin) Jernih

Tabel 2 Hasil inokulasi sampel susu sapi dalam media PCA, VJA, dan MPN Jenis olahan susu UHT Media Pengenceran 100 10-1 10-2 10-3 Jumlah mikroorgani sma (cfu/ml)

PCA 1 0 0 1 est VJA 0 0 0 MPN 0 0 0 Steril PCA 0 0 0 0 est VJA 0 0 0 MPN 0 0 0 1 Pasteurisasi PCA 6 5 60 est VJA 0 0 0 MPN 0 0 0 Keterangan: UHT = Ultra High Temperature, PCA = plate count agar, VJA = Vogel Johnson Agar, cfu= Colony Forming Unit

PEMBAHASAN

Pada pemeriksaan organoleptik susu Ultra High Temperature (UHT ) dan pasteurisasi, menunjukkan warna susu berwarna putih. Sedangkan susu sterilisasi berwarna krem. Ketiga jenis susu ini memiliki bau khas susu, dan konsistensi cair. Uji organoleptik yang dilakukan menunjukkan bahwa susu yang diuji masih dalam kondisi bagus. Uji organoleptik dilakukan sebagai cara cepat memisahkan susu yang tidak berkualitas langsung setelah diterima atau sebelum dikonsumsi. Uji ini tidak memerlukan alat, namun penguji harus memilki kepekaan. Susu yang tidak dapat ditentukan kualitasnya melalui uji ini harus diuji dengan uji-uji yang lebih sensitif (FAO 2013). Berat jenis susu tergantung kandungan yang terdapat di dalam susu. Susu yang terlalu banyak memiliki air, maka berat jenis susu akan turun atau lebih rendah dari standarnya. Dari semua uji susu UHT memiliki berat jenis yang paling tinggi. Secara umum, berat jenis susu pasteurisasi seharusnya lebih besar dari jenis susu yang diuji lainnya karena proses pasteurisasi meminimalisir hilangnya kandungan zat gizi dalam susu. Pada susu olahan berat jenis susu tidak ada standartnya (bervariasi tergantung produsen), hal ini dikarenakan pada susu olahan dapat dikurangi maupun ditambahkan kandungan didalam susu yang akan mempengaruhi hasil akhir pengukuran pada berat jenis. Pada pengujian kadar lemak, susu pasteurisasi memiliki kadar lemak tertinggi dibandingkan dua jenis susu yang diuji lainnya. Pengujian kadar lemak pada susu steril dan susu pasteurisasi menunjukkan bahwa kadar lemak yang diuji lebih besar daripada kandungan lemak yang tertera dalam kemasan yaitu secara berturut-turut sebesar 2,64% dan 2%. Sedangkan pengujian kadar lemak pada susu UHT yang diuji lebih kecil daripada yang tertera pada kemasan yaitu 3,2%. Nilai kadar lemak pada kemasan merupakan nilai minimum yang harus dicapai dalam kandungan susu. Kadar lemak susu UHT yang diuji tidak mencapai nilai minimal dari kadar lemak yang ditetapkan. Oleh karena itu kandungan lemak dari susu UHT ini harus ditambahkan lagi agar dapat mencukupi nilai minimal yang telah ditetapkan. Kadar lemak susu olahan dipasaran dapat ditambahkan ataupun dikurangi oleh produsen dalam rangka memenuhi tuntutan pasar. Perbedaan kadar lemak yang diuji oleh laboratorium dibandingkan dengan data lemak pada label kemasan dapat dikarenakan hasil analisis laboratorium yang

bersifat variatif. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kondisi bahan baku, proses produksi, proses penyimpanan, maupun proses analisis. Menurut Lukman et al. (2009), bagian lemak susu bersifat majemuk, yaitu lemak murni (98%) di mana tiga molekul asam lemak terikat dengan satu molekul gliserida yang disebut trigliserid. Komponen lemak lainnya adalah diasylgliserid, monoasylgliserid, fosfolipid, kolesterol, glikolipid, dan sejumlah asam lemak bebas. Pada pengujian kadar protein, susu pasteurisasi memiliki kadar protein tertinggi dibandingkan dua jenis susu yang diuji lainnya. Protein di dalam susu juga merupakan penentu kualitas susu sebagai bahan konsumsi. Pengujian kadar protein pada semua susu yang diuji menunjukkan hasil yang lebih besar daripada nilai pada kemasan. Sebaiknya kandungan protein pada ketiga sampel ditambah. Kadar protein susu pasteurisasi lebih tinggi dari susu steril dan susu UHT mungkin karena pemanasan yang dilakukan dalam mengolah susu tersebut tidak selama susu-susu yang lainnya sehingga terdapat seditkit lebih protein yang tersisa dalam susu pasteurisasi yang diuji. Uji albumin dilakukan untuk mengetahui susu mengalami proses sterilisasi sempurna atau tidak. Pada pemanasan lebih dari 135 0C selama 3 detik albumin akan terdegradasi sehingga hasil uji susu hasil uji menunjukkan filtrat jernih karena tidak mengandung albumin. Jika uji albumin dilakukan pada susu pasteurisasi dengan suhu dibawah titik didih maka filtrat akan tampak keruh karena masih terdapat albumin. Hal ini karena susu pasteurisasi tidak mengalami proses pemanasan lebih dari 100 0C. Uji storch dilakukan untuk mengetahui susu mengalami proses pemanasan atau tidak. Susu yang mengalami proses pemanasan akan menginaktifasi enzim peroksidase yang terkandung didalamnya. Enzim ini akan membebaskan O2 dari H2O2 sehingga O2 akan mengikat HCl parapenildiamin membentuk warna biru. Pada susu pasteurisasi didapatkan hasil negatif (berwarna putih) sehingga dipastikan susu tersebut bukan susu segar. Menurut Nugroho et al. (2010), susu yang belum dipasteurisasi akan berwarna biru sedangkan yang sudah dipasteurisasi akan tetap berwarna putih. Uji Storch ini pada dasarnya tidak dapat menjamin kualitas susu pasteurisasi, karena uji ini hanya untuk mengetahui kesempurnaan pemasakan susu. Adapun salah satu komponen utama dalam

pembuatan susu pasteurisasi adalah suhu dan waktu yang sesuai yaitu pasteurisasi tipe Low Temperatur Long Time dan High Temperatur Short Time. Pengujian ada tidaknya residu antibiotik menggunakan metode yoghurt test, yaitu dengan menambahkan starter yoghurt yang mengandung Lactobacillus bulgaricus. Hasil uji pada susu steril dan pasteurisasi menunjukkan hasil yang negatif terhadap adanya residu antibiotik. Sedangkan susu UHT menunjukkan hasil yang positif terhadap residu antibiotik. Kehadiran antibiotik dalam susu akan membunuh bakteri dalam starter sehingga fermentasi tidak terjadi. Keberadaan mikroorganisme pada sampel susu olahan (susu steril, susu UHT, susu pasteurisasi) ini dideteksi melalui metode hitung cawan atau Total Plate Count (TPC), Vogel Johnson Agar dan metode Most Probable Number (MPN). Metode TPC dengan media PCA ( Plate count agar) digunakan untuk menghitung jumlah mikroorganisme secara umum dan media VJA digunakan untuk menghitung jumlah Staphylococcus aureus sedangkan MPN digunakan untuk menghitung keberadaan koliform. Pada pemeriksaan TPC pada ketiga susu yng diuji memiliki hasil untuk susu UHT 1 cfu/ml, susu steril 0 cfu/ml sedangkan susu stertil memiliki hasil estimasi 60 cfu/ml. Sedangkan pada pemeriksaan VJA dan MPN dari ketiga susu yang diuji mengasilkan hasil yang negatif sehingga dapat dikatakan susu tersebut tidak terdpat cemaran bakteri koliform maupun Staphylococcus aureus. Pada susu steril, produsennya telah melaksanakan praktek hygiene susu dengan baik, sehingga tidak terdapat kontaminasi bakteri pada produk susu tersebut. Susu pasteurisasi yang digunakan juga menujukkan hasil jumlah 60 cfu/ml pada kedua uji, padahal dalam susu pasteurisasi masih diperbolehkan adanya sejumlah kuman pencemar (maksimum 30000 cfu/ml). Bakteri Staphylococcus aureus merupakan salah satu indikator adanya patogen dalam susu. Pertumbuhan bakteri ini pada bahan pangan dan olahannya dapat mengancam kesehatan masyarakat karena memproduksi entrotoksin yang dapat menyebabkan keracunan pangan (Sudarwanto 2012). Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang normal dijumpai pada permukaan tubuh manusia maupun hewan. Akan tetapi, pada jumlah tertentu bakteri ini menghasilkan enterotoksin yang berbahaya bagi manusia.

Koliform merupakan bakteri berbentuk batang, tidak berspora, bersifat aerob dan anaerob fakultatif, gram negatif, memfermentasi laktosa dengan membentuk asam dan gas pada suhu 35C dalam 48 jam. Koliform merupakan mikroorganisme indikator sanitasi, terutama dalam pengujian kualitas air (Sudarwanto 2012). Cemaran mikroba yang tinggi merupakan indikasi terjadinya kerusakan pada susu dan terjadinya kontaminasi bakteri. Hal ini harus dihindari, karena kandungan gizi pada susu yang tinggi menjadikan susu merupakan media yang cocok untuk berkembangbiaknya mikroba, diantaranya Salmonella dan E. coli yang merupakan mikroba patogen (Miskiyah 2011).

KESIMPULAN Berdasarkan berbagai uji yang dilakukan maka sampel susu steril dan pasteurisasi layak dan aman untuk dikonsumsi. Sedangkan produk susu UHT yang diuji mengandung residu antibiotik yang berbahaya bagi kesehatan konsumen. Pada susu steril telah diterapkan praktek hygiene susu dengan baik, sehingga tidak terdapat kontaminasi bakteri. Susu pasteurisasi kemungkinan dipanaskan terlalu tinggi karena mikroba yang ditemukan hanya sedikit. Susu UHT sudah diolah sesuai prosedur.

DAFTAR PUSTAKA Bilal G, Khan S. 2009. Use of test-day milk yield for genetic evaluation in dairy cattle: a review. Pakistan Vet J 29 (1): 35-41. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Susu pasteurisasi. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3951: 1995. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. Susu UHT (Ultra High Temperature). Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3950: 1998.

[FAO] Food and Agricultural Organization. 2013. Milk Processing Guide Series: Milk testing and Quality Control. http://www.fao.org/ag/againfo/resources/ documents/MPGuide/mpguide2.htm. Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono RR. 2009. Higiene Pangan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Miskiyah. 2011. Kajian standar nasional indonesia susu cair di indonesia. J. Standardisasi 13(1): 1 7. Nugroho WS, Mirnawati S, Denny WL, Surachmi S, Ewald U. 2010. Deteksi Mycobacterium Avium Subspesies Paratuberculosis pada susu pasteurisasi yang Dijual di Bogor (detection of mycobacterium avium subspecies paratuberculosis in pasteurized milk sold in bogor). J Vett 11 (2): 107-113. Saleh E. 2004. Teknologi pengolahan susu dan hasil ikutan ternak. Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Sudarwanto M. 2012. Buku Pegangan Pemeriksaan Susu dan Produk Olahannya. Bogor: IPB Pr.

Anda mungkin juga menyukai