Anda di halaman 1dari 12

LAPORN PRAKTIKUM

ANALISI PANGAN

Disusun oleh :

Muhammad Iqbal Firmansyah (D.131.18.0064)

FAKULTAS TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


UNIVERSITAS SEMARANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
Analisa Kadar Air
I. Dasar Teori
Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan
dari pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan
sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat
penanganan yang tepat. Kandungan air bahan pangan bervariasi. Ada yang sangat
rendah, contohnya serelia dan kacang-kacangan kering. Ada yang sangat tinggi
contohnya, sayuran buah-buahan atau pangan segar. Sebagai contoh kadar air yaitu
kacang kering sebesar 3%, sedangakan semangka sebesar 97%.
Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar
air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas
air. Keberadaan air dalam bahan pangan selalu dihubungkan dengan mutu bahan
pangan dan sebagai pengukur bagian bahan kering atau padatan. Air dalam bahan
dapat digunakan sebagai indeks kestabilan selama penyimpanan serta penentu mutu
organoleptik terutama rasa dan keempukan. Analisa kadar air dalam bahan pangan
penting untuk bahan pangan segar dan olahan. Analisa sering menjadi tidak sederhana
karena air dalam bahan pangan berada dalam bentuk terikat secara fisik atau kimia
dengan komponen bahan pangan lainnya sehingga sulit memecahkan ikatan-ikatan air
tersebut. Penentuan kadar air dalam makanan dapat dilakukan dengan metode yaitu
metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, dan metode
khusus. Namun, pada praktikum hanya dilakukan metode pengeringan dengan oven.

II. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara menggunakan instrument laboratorium dalam
melakukan analisa kadar air dengan metode pengovenan.
2. Untuk mengetahui prinsip dasar analisa kadar air dengan menggunakan
metode pengovenan.

III. Tahapan kerja


a. Alat dan bahan
Alat :
1. Botol timbang
2. Desikator
3. Timbangan analitik
4. Oven memmert
5. Penjepit besi
b. Bahan :

1. Labu siam
2. Labu buah

c. Cara kerja
1. Dikeringkan botol timbangan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven pada
suhu 105˚C, lalu di dinginkan dalam desikator dan kemudian beratnya
ditimbang ( x ).
2. Ditimbang labu siam dan labu buah seberat 2 gr ( y ) dan dimasukan ke dalam
botol timbang.
3. Di timbang botol yang berisi sampel kemudian dimasukan ke dalam oven
selama 4 – 6 jam pada suhu 105˚C.
4. Di dinginkan botol yang sudah di oven selama 4 – 6 jam tadi di dalam
desikator dan ditimbang kembali sampai berat konsisten ( z ).

IV. Hasil pengamatan


Sampel Berat Botol BB + sampel BB + sampel Kadar air
setelah dioven

A labu siam 13,2449 15,5694 13,5106 15,54%

B labu buah 13,256 15,3028 13,4846 13,72%

Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara


mengeluarkan air dari bahan dengan bantuan panas yang disebut dengan proses
pengeringan. Analisis kadar air dengan metode oven didasarkan atas berat yang
hilang, oleh karena itu sampel seharusnya mempunyai kestabilan panas yang tinggi
dan tidak mengandung komponen yang mudah menguap. Beberapa faktor yang dapat
memengaruhi analisis air metode oven diantaranya adalah yang berhubungan dengan
penimbangan sampel, kondisi oven, pengeringan sampel, dan perlakuan setelah
pengeringan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi oven seperti suhu, gradien
suhu, kecepatan aliran dan kelembaban udara adalah faktor-faktor yang sangat
penting diperhatikan dalam metode pengeringan dengan oven. (Andarwulan,2011)

Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven atau thermogravitimetri yaitu
mengupakan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Penimbangan bahan
dengan berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan dam cara ini relatif
mudah dan murah. Percepatan penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang
lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah atau
vakum. Namun, terdapat kelemahan cara analisa kadar air dengan cara pengeringan,
yaitu bahan lain selain air juga ikut menguap dan ikut hilang misalnya alkohol, asam
asetat,minyak atsiri. Kelemahan lain yaitu dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang
menghasilkan air atau zat mudah menguap lainya, dan juga bahan yang mengandung
zat pengikat air akan sulit melepaskan airnya walaupun sudah dipanaskan.
(Sudarmadji,2010)

Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan lebih bersifat hidroskopis


daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum penimbangan,
bahan telah ditempatkan dalam ruangan tertutup kering misalnya dalam eksikator atau
desikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyearapan air atau uap ini dapat
menggunakan kapur aktif, asam sulfat, silica gel, klorida, kalium hidroksid, kalium
sulfat atau bariumoksida. (Sudarmadji, 2010)

V. Kesimpulan

Pada praktikum analisis kadar air penentuan kadar air dengan metode oven
dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari bahan dengan bantuan panas yang
disebut dengan proses pengeringan. Pada praktikum ini kadar air yang diperoleh
sebesar 15,54% untuk labu siam dan 13,72% untuk labu buah.

VI. Daftar Pustaka

Sudarmadji,Slamet dkk. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty

Yogyakarta. Yogyakarta

Suprapti,Lies. 2005. Aneka Olahan Beligu dan Labu Siam. Kanisius. Yogyakarta.

Andarwulan,Nuri ,dkk. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta


Analisa Kadar abu

I. Dasar teori

Abu merupakan residu anorganik dan zat pembakar organic jumlah dan komposisi
abu dalam bahan pangan tergantung dar bahan pangan dan metode pengabuan
.Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk menentukan baik tidaknya suato proses
pengolahan,mengetahui jenis bahan yang digunakan dan sebagai parameter nilai gizi

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik
dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur juga dikenal
sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukkan total
mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan – bahan organik dalam proses pembakaran
akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai
kadar abu.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk
menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan , mengetahui jenis bahan yang
digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan.Abu adalah
zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu
berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan,
kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu
maka bubuk cokelat tersebut kurang bersih dalam pengolahannya, yaitu pada saat
pemisahan biji dari kulit ari ada sebahagian kulit yang ikut menjadi bubuk cokelat.
Terdapat dua metode pengabuan antara lain metode pengabuan kering dan metode
pengabuan basah. Namun pada praktikum hanya dilakukan metode pengabuan kering.
Metode pengabuan kering bekerja dengan cara mengoksidasi semua zat organik pada
suhu tinggi.

II. Tujuan

1. Untuk mengetahui cara menggunakan instrument laboratorium dalam


mennentukan kadar abu
2. Megetahui prinsip – prinsip analisis kadar abu menggunakan pengabuan kering
3. Untuk membandingkan kadar abu berbagai macam labu

III. Alat dan Bahan

- Alat
1. Cawan porselen
2. Desikator
3. Timbangan analitik
4. Tanur
5. Penjepit besi
6. Oven memmert
- Bahan
1. Labu siam
2. Labu Buah

IV. Prosedur Kerja

1. Cawan porselen dikeringkan dahulu selama 1 jam dalam oven 105 C lalu didinginkan
dalam desikator dan kemudian beratnya di timbang (x)
2. Labu ditimbang seberat 2 gram dan dimasukan dalam cawan porselen
3. Cawan porselen berisi sample dimasukan kedalam tanur selama 4-6 jam pada suhu
500 C samapai abu berwarna putih dan beratnya konstan
4. Lalu didinginkan kedalam desikator dan ditimbang Kembali sampai beratnya konstan
(x)

Rumus kadar Abu

Kadar abu =

Bahan organic (BO) = (Bahan kering (BK) – abu) %


Rumus :

Kadar Abu =

Bahan organik (BO) = (Bahan kering (BK) – abu) %

Kadar abu sampel A =

= 1.0542 %

Kadar abu sampel B =


=

= 1.04495 %

V. Hasil Pengamatan

Sampel Berat cawan BC + sampel BC + sampel Kadar abu


yang sudah
ditanur

A (labu siam) 18,8142 20,9248 18,8164 1,0542 %

B (labu buah) 20,3507 22,4479 20,3580 1,04495 %

VI. Pembahasan
Proses pengabuan bertujuan untuk menghilangkan zat organik yang ada dalam
sampel sehingga diperoleh sisa pembakaran berupa abu. Menurut AOAC 2005,
penetuan kadar abu ini dapat dilakukan secara langsung dengan membakar bahan
pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600°C selama 2-8 jam. Namun, pada saat
praktikum, waktu pengabuan terlalu cepat sehingga diperkirakan tidak semua zat
organik hilang. Hal ini menyebabkan sisa pengabuan yang diperoleh dan dihitung
tidak hanya abu, tetapi campuran abu dengan zat organik yang tertinggal.
Pada praktikum ini, pemanasan dilakukan dengan menggunaan oven. Penggunaan
oven lebih mudah karena suhunya dapat diatur sesuai dengan ketentuan yang akan
digunakan untuk proses pemanasan. Untuk analisis kadar abu, bahan yang digunakan
adalah labu siam dan labu buah, sebelum menimbang sampel, hal pertama yang
dilakukan adalah memanaskan cawan kosong selama 15 menit, kemudian
mendinginkan cawan tersebut dalam desicator selama 15 menit. Setelah didinginkan,
cawan tersebut ditimbang sebagai berat awal dari cawan kosong. Berat cawan dari
masing-masing cawan kosong tersebut berbeda-beda.
Setelah cawan kosong ditimbang, maka hal yang dilakukan selanjutnya yaitu
menimbang sampel (labu siam dan labu buah) sebanyak 2gr, sampel tersebut
dimasukan kedalam cawan kosong yang telah ditimbang sebelumnya kemudian
dipanaskan dalam oven selama 4 – 6 jam. Pemanasan yang dilakukan sebaiknya
menggunakan suhu 500oC agar diperoleh hasil pemanasan yang maksimal. Setelah
dipanaskan, sampel tersebut didinginkan dalam desicator ± 15 menit. Apabila sampel
sudah benar-benar dingin, maka hal yang dilakukan selanjutnya yaitu menimbang
berat sampel akhir kemudian mencatatnya.
Dari percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil yang berbeda-beda. Pada sampel
pertama dengan bahan labu siam diperoleh hasil sebesar 20,9248 gr dengan kadar abu
1,0542 % dan sampel yang kedua dengan bahan labu buah diperoleh hasil sebesar
22,4479 dengan kadar abu 1,04495 %. Perbedaan besarnya kadar abu yang didapat
dalam praktikum ini, disebabkan oleh perbedaan sampel yang di uji, suhu ruang
ataupun karena adanya kotoran lain yang terdapat pada sampel tersebut sehingga
menjadi salah satu hal yang menyebabkan perbedaan besarnya kadar abu yang
diperoleh dalam setiap pengujian.

VII. Kesimpulan
Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu dapat
menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam
proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena
itulah disebut sebagai kadar abu. Proses pemanasan yang dilakukan sebaiknya
menggunakan suhu 500oC, agar diperoleh hasil pemanasan yang maksimal.
Kandungan abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan dan keaslian
bahan yang digunakan, sedangkan kadar abu sebagai parameter nilai gizi. Kadar
abu yang diperoleh dari labu siam sebesar 1,0542 % dan kadar abu labu buah
sebesar 1,04495 %

Daftar Pustaka
Anonim. 2013 . laporan analisis kadar air. (online)
https://lamadau.blogspot.com/2013/04/laporan-analisis-kadar-abu.html
(diakses 12 Desember 2020 jam 20.30)
Zahro, nurus. 2013. Analisa Mutu Pangan dan Hasil Pertanian Jember.(online)
https://ansharikurniawan.blogspot.com/2013/10/laporan-analisa-kadar-
abu.html (diakses 12 Desember 2020 jam 20.00)
Analisis Lemak
I. Dasar teori
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak dan lemak juga merupakan sumber energi
yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu minyak dan lemak
dapat menghasilkan 9 kkal/gram sedangkan protein dan karbohidrat hanya
menghasilkan 4 kkal/gram. Lemak dan minyak terdapat hampir di semua  bahan
pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Minyak dan lemak tidak  berbeda
dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud).
Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak
berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak
tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya  jumlah
karbon.
Lemak merupakan sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri atas
unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen meliputi asam lemak, malam, sterol,
vitamin-vitamin yang larut di dalam lemak (contohnya A, D, E, dan K),
monogliserida, digliserida, fosfolemak, glikolemak, terpenoid (termasuk di dalamnya
getah dan steroid) dan lain-lain. Lemak secara khusus menjadi sebutan  bagi minyak
hewani pada suhu ruang, lepas dari wujudnya yang padat maupun cair, yang terdapat
pada jaringan tubuh yang disebut adiposa. Mengekstraksi lemak secara murni sangat
sulit dilakukan, sebab pada waktu mengekstraksi lemak, akan terekstraksi pula zat-zat
yang larut dalam lemak seperti sterol, phospholemak, asam lemak bebas, pigmen
karotenoid, khlorofil, dan lain-lain. Pelarut yang digunakan harus bebas dari air agar
bahan-bahan yang larut dalam air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak dan
keaktifan pelarut tersebut menjadi berkurang. Pelarut ini seperti dietil eter, hexana,
benzena, petroleum eter dan lain-lain.
Dalam praktikum ini praktikan akan belajar cara analisis lemak dengan metode
sokhlet dan analisis kandungan Asam Lemak bebas (FFA). Prinsip soxhlet ialah
ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Sedangkan asam
lemak bebas (Free Fatty Acid / FFA) untuk mengetahui kualitas dari minyak atau
lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk mengukur dan
mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sample. Semakin besar
angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sample
semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat
diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena  proses pengolahan yang kurang
baik.
Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak atau
trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Asam
lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa enzim selama pengolahan
dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar lebih besar dari
0,2% dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang tidak diinginkan dan kadang-
kadang dapat meracuni tubuh (Sudarmadji, 1989; Ketaren, 1986).
Lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
zat pelarut organik non polar, seperti aseton, alkohol, eter, benzena, kloroform dan
sebagainya Lemak tersusun atas rantai hidrokarbon panjang  berantai lurus,
bercabang, atau membentuk struktur siklis. Lemak esensial merupakan prekursor
pembentukan hormon tertentu seperti prostaglandin, lemak  juga berperan sebagai
penyusun membran yang sangat penting untuk berbagai tugas metabolisme, lemak
juga dapat melarutkan berbagai vitamin, yaitu vitamin A, D, E dan K. (Setiadji,
2007).
Menurut Buckle (1987), Lemak dalam tubuh mempunyai peranan yang  penting,
karena lemak cadangan yang ada yang ada dalam tubuh dapat melindungi  berbagai
organ yang penting, seperti ginjal, hati dan sebagainya, tidak saja sebagai isolator,
tetapi juga kerusakan fisik yang mungkin terjadi pada waktu kecelakaan. Lipid terdiri
atas lemak dan minyak yang banyak dihasilkan hewan dan tanaman. Lipid umumnya
berupa trigliserida yang merupakan ester asam lemak dan gliserol maupun gugus
senyawa lain/komponen non lipid lain. Lipid memiliki sifat kimia dan sifat fisik yang
berbeda-beda, seperti:
Sifat fisik lipid: Pada suhu kamar, lemak berwujud padat dan minyak berwujud
cair, lemak  padat berwarna putih kekuningan, dapat membentuk kristal lemak, tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti eter, alkohol,
aseton, khloroform, benzene, lemak besifat plastis, lipid jenuh (sedikit ikatan rangkap)
memiliki titik lebur tinggi, lipid tidak jenuh (banyak ikatan rangkap) memiliki titik
lebur rendah, dan dapat melarutkan beberapa jenis vitamin, yaitu vitamin A, D, E, dan
K.

II. Tujuan
1. Untuk menegtahui cara menggunakan instrument laboratorium dalam
melakukan Analisa kadar lemak
2. Untuk mengetahui prinsip dasar analisis lemak dengan menggunakan metode
maserasi
3. Untuk membandingkan kadar lemak dari berbagai macam pengolahan daging
III. Alat dan Bahan
Alat :
1. Desikator
2. Timbangan
3. Plastic wrap
4. Alumunium foil
5. Gelas ukur
6. Beker gelas
Bahan

1. Daging lemak
2. Daging non lemak
3. N – Heksan
IV. Cara kerja
1. Dihaluskan daging lemak dan daging non lemak, kemudian masing-masing
daging ditimbang sebanyak 5gram
2. Diukur larutan N-Heksan 50 mL menggunakan gelas ukur dengan
perbandigan 1 : 10
3. Dimasukkan daging lemak dan daging non lemak kedalam baker gelas yang
berbeda, kemudian dituang larutan N-Heksan yang telah diukur tadi.
4. Ditutup dengan plastic wrap dan alumunium foil
5. Dimaserasi dengan waktu 12 – 24 jam
6. Disiapkan beaker kosong, kemudian dipanaskan selama 1 jam, lalu
didinginkan di desikator selama 10 menit.
7. Dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat beaker kosong’
8. Disaring larutan yang sudah di maserasi menggunakan kertas saring besar, lalu
diuapkan dengan suhu 105oC hingga bau heksan tidak tercium lagi atau hanya
lemak yang tertinggal saja
9. Dimasukkan lemak yang diperoleh ke dalam desikator selama 5 menit.
Kemudian dilakukan penimbangan umtuk mengetahui berat beaker dan
sampel minyak yang diperoleh.
10. Dilakukan perhitungan kadar lemak menggunakan rumus.

V. Hasil pengamatan

Sampel Berat Berat beaker Berat beaker + Kadar lemak


sampel kosong sampel setelah
di maserasi

A (daging non 5 gram 106,4971 106,5249 0.556%


lemak)

B (daging berlemak) 5 gram 103,2444 103,4027 3,166%

Penghitungan
A = (106,5249-106,4971) : 5 x 100%
= 0,556%

B = (103,4027-103,2444) : 5 x 100%
= 3,166%

VI. Pembahasan
Lemak merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling
tinggi. Kadar lemak daging sapi pada empattempat penjualan yang berbeda berkisar
1,20-3,13%. Kandungan lemak daging sapi berkisar 1,56-4,31%,sehingga dari data
analisa statistikdiperoleh ternyata antara RPH dan Pasar Mardika tidak signifikan
begitu juga pada HypermartACC dan HypermartMCM tidak signifikan tetapi antara
RPH dan pasar Mardika terhadap HypermartACC dan HypermartMCM sangat
signifikan.
Komposisi kimia daging sapi bali untuk kadar lemak yaitu 3,0%. Pada tubuh
hewan ternak, lemak disimpan di bawah kulit dan di sekitar organ tertentu misalnya
ginjal. Kadar lemak berkisar antara 10-50%, tergantung jenis hewan dan dari bagian
hewan mana daging tersebut berasal. Sampai batas tertentu adanya lemak daging
dikehendaki karena ia membuat daging menjadi lembab selama pemasakan.
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan dengan diperoleh kadar air dari
daging non lemak yakni sebanyak 0,556%. Dan untuk daging berlemak sebanyak
3,166%. hal ini dipengaruhi dari struktur daging yang berbeda. Untuk daging non
lemak memiliki struktur yang berserat dan lebih cenderung meiliki protein lebih
banyak. Sedangkan daging berlemak kandungan protein lebih sedikit dan kandungan
lemaknya lebih tinggi.

VII. Kesimpulan
Lemak merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling
tinggi. Hasil praktikum yang dilakukan dengan diperoleh kadar air dari daging non
lemak yakni sebanyak 0,556%. Dan untuk daging berlemak sebanyak 3,166%. hal ini
dipengaruhi dari struktur daging yang berbeda.

VIII. Daftar Pustaka


Tranggono. 2011. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Yogyakarta. Gajah Mada.
Sandira Ari .2015. Sifat–Sifat Hasil Pertanian. Bogor : SastraHudayah.

Anda mungkin juga menyukai