Anda di halaman 1dari 58

PRAKTIKUM I

ANALISIS KADAR ABU DAN KADAR AIR

I. Tujuan
1.1. Tujuan Instruksional Umum
Mampu memahami teknik/cara penentuan kadar abu dan air pada
sampel buah dan makanan.
1.2. Tujuan Instruksional Khusus
1. Dapat menentukan kadar abu pada sampel buah dan makanan.
2. Dapat menentukan kadar air pada sampel buah dan makanan..
II. Metode
Metode penentuan kadar abu dilakukan dengan tanur, dan penentuan
kadar air dengan metode oven.
III. Dasar Teori
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur
juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat
menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik
dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak,
karena itulah disebut sebagai kadar abu.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara
lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis
bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan
makanan. Penggilingan gandum, misalnya, apabila masih banyak lembaga dan
endosperm maka kadar abu yang dihasilkannya tinggi. Banyaknya lembaga dan
endosperm pada gandum menandakan proses pengolahan kurang baik karena
masih banyak mengandung bahan pengotor yang menyebabkan hasil analisis
kadar abu menjadi tidak murni. Kandungan abu juga dapat digunakan untuk
memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan. Kadar abu
sebagai parameter nilai gizi, contohnya pada analisis kadar abu tidak larut asam
yang cukup tinggi menunjukan adanya kontaminan atau bahan pengotor pada
makanan tersebut.

1
Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengabuan
cara langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah).
a. Penentuan kadar abu secara langsung
Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada
suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600oC, kemudian zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran ditimbang. Mekanisme pengabuan cara langsung yaitu cawan
porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan
selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram.
Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang
dan dicatat sebagai berat b gram. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu
pemanasan pada suhu 300oC agar kandungan bahan volatil dan lemak terlindungi
hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan hingga asam habis.
Selanjutnya, pemanasan pada suhu bertahap hingga 600 oC agar perubahan suhu
secara tiba-tiba tidak menyebabkan cawan menjadi pecah.
b. Penentuan kadar abu secara tidak langsung
Prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan reagen
kimia tertentu sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan
adalah gliserol alkohol atau pasir bebas anorganik yang selanjutnya dipanaskan
dalam suhu tinggi. Pemanasan menyebabkan gliserol alkohol membentuk kerak
sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan
memperbesar oksidasi.
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah
(wet basis). Dalam penentuan kadar air bahan hasil pertanian biasanya dilakukan
berdasarkan obot basah. Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut:
KA = (Wa / Wb) x 100%.
Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu
bahan adalah dengan menggunakan metode “Penetapan air dengan metode
oven“, yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan,
kecuali produk tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah
menguap atau jika produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan
100oC – 102oC sampai diperoleh berat yang tetap.

2
Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dan bahan basah
maupun bahan setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan (drying
ratio) dari bahan yang dikeringkan tersebut. Besarnya “drying ratio“ dapat dihitung
sebagai bobot bahan sebelum pengeringan per bobot bahan sebelum
pengeringan per bobot bahan setelah pengeringan. Dapat dihitung dengan rumus:
Drying ratio = bobot bahan sebelum pengeringan / bobot bahan setelah
pengeringan.
IV. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu tanur, lumpang dan alu, oven,
cawan, timbangan analitik, penjepit cawan.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu : dodol, tempe, donat, roti
tawar, manisan buah, permen jelly, ikan sarden, ikan asin, roti, kerupuk.
V. Prosedur Praktikum
1. Preparasi Sampel
a. Sampel dibersihkan dari kotoran yang menempel tanpa menggunakan
air.
b. Sampel dihaluskan dengan lumpang alu.
2. Penentuan Kadar Air
a. Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 30 menit.
b. Cawan didinginkan dengan dimasukkan ke dalam desikator.
c. Ditimbang berat kosong cawan.
d. Bahan di masukkan ke dalam cawan, lalu ditimbang hingga 10 gram.
e. Kemudian dipanaskan ke dalam oven selama 3 jam.
f. Didinginkan di dalam desikator selama 10 menit.
g. Ditimbang lagi berat cawan yang berisi bahan.
h. Dimasukkan ke dalam oven kembali sampai berat konstan.
i. Tentukan kadar air sampel (Driying ratio). Sampel yang telah kering ini
dapat digunakan untuk menguji kadar abunya..
3. Penentuan Kadar Abu
a. Panaskan cawan dalam tanur dengan suhu 750 oC selama 30 menit.
b. Cawan didinginkan dengan dimasukkan ke dalam desikator.
c. Bahan di masukkan ke dalam cawan, lalu ditimbang hingga 5 gram.
d. Ditimbang cawan.
e. Kemudian dipanaskan lagi ke dalam tanur dengan suhu 750oC.

3
f. Didinginkan di dalam desikator selama 10 menit.
g. Ditimbang lagi berat cawan yang berisi bahan.
h. Dihitung berat abu.

VI. Hasil Pengamatan


Tabel Hasil Pengamatan
Sampel Massa Massa Cawan Massa Massa Berat Cawan + Massa Kadar Air
Cawan setelah Cawan + Sampel Awal Sampel yang Sampel yang
Awal dipanaskan Sampel telah dioven telah dioven
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4
Sampel 5
Sampel 6
Sampel 7
Sampel 8
Sampel 9
Sampel
10

Tabel Hasil Pengamatan


Sampel Massa Massa Cawan Massa Massa Berat Cawan + Massa Sampel Kadar
Cawan setelah Cawan + Sampel Sampel yang yang telah Abu
Awal dipanaskan Sampel Awal telah ditanur ditanur
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4
Sampel 5
Sampel 6
Sampel 7
Sampel 8
Sampel 9
Sampel
10

4
Pertanyaan:
(1) Jelaskan perbedaan antara bobot basah dengan bobot kering dalam
penentuan kadar air suatu bahan!
(2) Jelaskan pemanfaatan penentuan kadar abu suatu bahan!
(3) Bandingkan dan jelaskan perbedaan ataupun persamaan dari kadar abu
teoritis yang dijadikan standar suatu bahan dengan hasil praktikum!
(4) Bandingkan dan jelaskan perbedaan ataupun persamaan dari kadar air
teoritis yang dijadikan standar (SNI) suatu bahan dengan hasil praktikum!
(5) Jelaskan tujuan pengeringan cawan sebelum digunakan dalam penentuan
kadar air dan kadar abu!

5
PRAKTIKUM II
PENENTUAN LAKTOSA DALAM SUSU CAIR

I. Tujuan
1.3. Tujuan Instruksional Umum
Mampu memahami teknik/cara penentuan laktosa dalam susu cair
1.4. Tujuan Instruksional Khusus
3. Dapat menentukan kadar laktosa dalam susu cair.
4. Dapat membandingkan kadar laktosa pada berbagai produk susu
cair..
II. Metode
Metode dalam penentuan kadar laktosa dalam susu menggunakan metode
Luff Schoorl.

III. Prinsip
Laktosa bersifat reduktor akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+, kelebihan Cu2+
ditetapkan dengan titrasi iodometri. Dengan menetapkan larutan blanko, maka
volume natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk menitrasi kelebihan Cu 2+ dapat
diketahui, dan setara dengan jumlah laktosa yang terdapat dalam sampel.

III. Dasar Teori


Susu adalah salah satu dari hasil ternak selain daging dan telur. Susu
merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan dengan proporsi
seimbang. Susu merupakan sumber nutrisi yang penting untuk pertumbuhan bayi
mammalia, termasuk manusia, yang mengandung karbohidrat (laktosa), protein,
lemak, mineral dan vitamin. Kualitas atau mutu susu merupakan bagian penting
dalam produksi dan perdagangan susu. Derajat mutu susu hanya dapat
dipertahankan selama waktu tertentu, yang selanjutnya akan mengalami
penurunan dan berakhir dengan kerusakan susu.
Karbohirat merupakan zat organik yang terdiri atas karbon, hidrogen, dan
oksigen. Karbohidrat dapat dikelompokan berdasarkan jumlah molekul gula-gula
sederhana (simple sugars) dalam karbohidrat tersebut. Monosakarida, disakarida,
dan polisakarida merupakan beberapa kelompok karbohidrat. Laktosa adalah

6
karbohidrat utama susu dengan proporsi 4,6% dari total susu. Laktosa tergolong
dalam disakarida yang disusun dua monosakarida, yaitu glukosa dan galaktosa.
Rasa manis laktosa tidak semanis disakarida lainnya, semacam sukrosa. Rasa
manis laktosa hanya seperenam kali rasa manis sukrosa.
Laktosa dapat mempengaruhi tekanan osmosa susu, titik beku, dan titik
didih. Keberadaan laktosa dalam susu merupakan salah satu keunikan dari susu
itu sendiri, karena laktosa tidak terdapat di alam kecuali sebagai produk dari
kelenjar susu. Laktosa merupakan zat makanan yang menyediakan energi bagi
tubuh. Namun, laktosa ini harus dipecah menjadi glukosa dan galaktosa oleh
enzim bernama laktase agar dapat diserap usus.
Enzim laktase merupakan enzim usus yang digunakan untuk menyerap dan
mencerna laktosa dalam susu. Enzim adalah suatu zat yang bekerja sebagai
katalis untuk melakukan perubahan kimiawi, tanpa diikuti perubahan enzim itu
sendiri. Jika kekurangan enzim laktase dalam tubuhnya, manusia akan mengalami
gangguan pencernaan pada saat mengonsumsi susu. Laktosa yang tidak tercerna
akan terakumulasi dalam usus besar dan akan memengaruhi keseimbangan
osmotis di dalamnya, sehingga air dapat memasuki usus. Peristiwa tersebut lazim
dinamakan intoleransi laktosa.
Laktosa merupakan satu-satunya karbohidrat yang terdapat dalam susu
yang dihasilkan oleh mammalia. Laktosa hanya dibuat di sel-sel kelenjar mamma
pada masa menyusui melalui reaksi antara glukosa dan galaktosa uridin difosfat
dengan bantuan lactose synthetase. Kadar laktosa dalam susu sangat bervariasi
antara satu mammalia dengan yang lain. ASI mengandung 7% laktosa,
sedangkan susu sapi hanya mengandung 4%. Laktosa merupakan sumber energi
yang memasok hampir setengah keseluruhan kalori susu (35 – 45%). Di samping
itu laktosa juga penting untuk absorpsi kalsium.
Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat
mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan
fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus
aldehida atau keton bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa)
dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida),
termasuk sebagai gula pereduksi.
Metode Luff Schoorl merupakan salah satu metode untuk penentuan gula
pereduksi. Pada penentuan metode ini, yang ditentukan bukannya kuprooksida

7
yang mengendap tapi dengan menentukan kuprioksida dalam larutan sebelum
direaksikan dengan gula pereduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan
dengan sampel gula pereduksi (titrasi sampel). Penentuan titrasi dengan
menggunakan larutan natrium tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel
ekuivalen dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah
gula reduksi yang ada dalam bahan / larutan. Reaksi yang terjadi selama
penentuan kadar laktosa adalah kuprooksida yang ada dalam reagen akan
membebaskan iod dari garam kalium iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan
ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan
titrasi dengan menggunakan larutan natrium tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa
titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah
warnanya dari biru menjadi putih, adalah menunjukkan bahwa titrasi sudah
selesai.
Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula pereduki dengan menggunakan
metode Luff Schoorl dapat dituliskan sebagai berikut :
R – COH + 2CuO Cu2O + R-COOH
H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2 KI K2SO4 + CuI2
I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI

IV. Alat dan Bahan


Alat : Gelas ukur, Pipet volume, Labu ukur, Erlenmeyer, Biuret, Pipet tetes, Hot
plate, Botol semprot
Bahan : susu kemasan, susu terfermentasi, susu kambing, natrium karbonat,
asam sitrat, tembaga (II) sulfat, asam sulfat pekat, kalium iodide, natrium
thiosulfate, seng (II) sulfat, kalium iodat, natrium hidroksida, Amilum, Akuades.

V. Prosedur Kerja
5.1 Pembuatan Larutan ZnSO4
(1) Dilarutkan 17,65 gram seng (II) sulfat dalam 100 mL akuades.
(2) Simpan dalam wadah larutan dan diberikan label.
5.2 Pembuatan larutan NaOH 0,75 N
(1) Ditimbang sebanyak 7,5 gram NaOH dan dilarutkan dalam 250 mL akuades.
(2) Simpan dalam wadah larutan dan diberikan label.

8
5.3 Larutan Luff Schoorl
1) Sebanyak 6,25 gram CuSO4.5H2O (bebas dari besi) dilarutkan dalam 25 mL
akuades.
2) Sebanyak 12,5 gram asam sitrat dilarutkan dalam 12,5 mL akuades.
3) Sebanyak 35,95 gram Na2CO3 anhidrat dilarutkan dalam 75 sampai 100 mL
akuades mendidih.
4) Larutan asam sitrat dituangkan ke dalam larutan soda sambil digojog hati-hati,
selanjutnya ditambahkan larutan CuSO4, sesudah dingin ditambah akuades
sampai 250 mL. Bila terjadi kekeruhan, didiamkan dan disaring
5.3 Pembuatan Larutan H2SO4 26,5%
Sebanyak 4 mL H2SO4pekat dimasukkan gelas beker yang telah berisi akuades
11 mL. (Banyaknya larutan disesuaikan dengan kebutuhan)
5.4 Pembuatan larutan KI 20%
Sebanyak 2 gram KI dilarutkan dalam akuades sampai volume 10 mL.
(Banyaknya larutan disesuaikan dengan kebutuhan).
5.3 Pembuatan larutan indikator amilum
Sebanyak 1 gram amilum solubel disuspensi dengan akuades, dimasukkan dalam
akuades mendidih 100 mL.
5.4 Pembuatan Larutan Na2S2O30,1 N
Sebanyak 25 gram Na2S2O3.5H2O ditambah 0,3 gram natrium karbonat
dimasukkan dalam labu ukur 1 liter dan diencerkan dengan akuades sampai tanda
batas.
5.5 Penentuan kadar laktosa pada minuman susu
1) Sampel susu cair dipipet sebanyak 10,0 mL ditambah 5 mL pereaksi ZnSO4
dan digojog.
2) Larutan kemudian ditambahkan 5 mL larutan NaOH 0,75 N, digojog baik-
baik, kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume 50 mL.
3) Suspensi didiamkan selama lebih kurang 10 menit untuk mengendapkan
semua protein, kemudian disaring dengan kertas saring, filtrat dikumpulkan.
4) Dipipet 1,0 mL filtrat yang jernih, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL
dan ditambahkan 10,0 mL Larutan Luff Schoorl
5) Setelah ditambah beberapa buah batu didih, Erlenmeyer dihubungkan
dengan pendingin balik, kemudian dididihkan (maksimal 2 menit sudah
mendidih). Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit.

9
6) Selanjutnya didinginkan, lalu dengan hati-hati ditambahkan 15 mL
H2SO4 26,5%, dan ditambahkan 10 mL KI 20%.
7) Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan Na2SO30,1 N sampai berwarna
kuning pucat. Ditambahkan 1 mL indikator amilum lalu dilanjutkan titrasi
sampai warna abu-abu (warna putih susu). Lakukan pemeriksaan kadar
laktosa secara triplo.
8) Dibuat larutan blanko dengan mengganti 10,0 mL susu dengan 10,0 mL
akuades. Perlakuan blanko seperti pada larutan sampel.
9) Menghitung kadar laktosa, dengan menggunakan Tabel I.

Tabel I Perhitungan Kadar Laktosa

mL mg mL mg Laktosa
Na2S2O3 (0,1 Laktosa Na2S2O3 (0,1
N) N)
1 3,6 11 40,8
2 7,3 12 44,6
3 11,0 13 48,4
4 14,7 14 52,2
5 18,4 15 56,0
6 22,1 16 59,9
7 25,8 17 63,8
8 29,5 18 67,7
9 33,2 19 71,7
10 37,0 20 75,7

10
VI. Hasil Pengamatan
Sampel Volume Titrasi Volume Titrasi Kadar Perubahan warna dalam
Blangko Sampel Laktosa titrasi dan nilai rerata

Sampel 1

Sampel 2

Sampel 3

Sampel 4

Sampel 5

Sampel 6

Sampel 7

Sampel 8

Sampel 9

Sampel 10

11
Pertanyaan :
(1) Jelaskan apakah diperlukan standarisasi natrium tiosulfat dalam proses
titrasi!
(2) Jelaskan muncul adanya perubahan warna pada setiap titrasi!
(3) Jelaskan penentuan kadar laktosa pada susu menggunakan metode lain
selain Luft Schrool!
(4) Jelaskan mengapa laktosa banyak terdapat dalam susu dan bagaimana
metabolism yang terjadi dalam tubuh!
(5) Bandingkan secara teori kadar laktosa dan hasil praktikum pada masing-
masing bahan susu!

12
PRAKTIKUM III
ANALISIS KADAR PROTEIN

I. TUJUAN
1.1 Tujuan Instruksi Umum
Mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menentukan
kadar protein terlarut pada bahan makanan dan minuman.
1.2 Tujuan Instruksi Khusus
 Mahasiswa mampu menentukan kadar protein terlarut suatu sampel
menggunakan pereaksi Biuret.
 Mahasiswa terampil menggunakan spektrofotometer dalam penentuan
kadar protein terlarut dengan preaksi Biuret.

II. METODE
Metode yang digunakan dalam analisis kadar protein pada bahan
makanan adalah metode spektrofotometri dengan menggunakan pereaksi
Biuret.

III. PRINSIP
Prinsip penetapan kadar protein dengan metode Biuret adalah pengukuran
serapan cahaya kompleks berwarna ungu dari protein yang bereaksi
dengan pereaksi biuret. Senyawa kompleks yang terbentuk merupakan
ikatan antara ikatan peptida pada protein dengan ion Cu 2+ pada pereaksi
Biuret dalam suasana basa. Warna kompleks yang terbentuk diukur pada
panjang gelombang 546 nm. Semakin tinggi intensitas cahaya yang diserap
oleh alat maka semakin tinggi pula kandungan protein yang terdapat di
dalam sampel tersebut.

IV. DASAR TEORI


Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H,
O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein juga
mengandung fosfor, belerang, unsur logam seperti besi dan tembaga. Protein
lengkap yang mengandung semua jenis asam aminoesensial, ditemukan dalam

13
daging, ikan, unggas, keju, telur, susu, produk sejenis Quark, tumbuhan berbiji,
suku polong-polongan, dan kentang. Protein tidak lengkap ditemukan dalam
sayuran, padi-padian, dan polong-polongan.
Fungsi utama protein bagi tubuh adalah untuk membentuk jaringan baru
dan mempertahankan jaringan yang telah ada, sehingga disebut juga sebagai zat
pembangun tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi
secara besar-besaran, pada masa kehamilan protein yang membentuk jaringan
janin dan pertumbuhan embrio. Protein juga berfungsi sebagai berikut:
a. sebagai enzim
Protein besar peranannya terhadap perubahan-perubahan kimia dalam sistem
biologis. Hampir semua reaksi biologis dipercepat atau dibantu oleh suatu
senyawa makromolekul spesifik yaitu enzim, dari reaksi yang sederhana seperti
transportasi karbondioksida sampai sangat rumit seperti replikasi kromosom.
b. sebagai alat pengangkut dan penyimpan
Banyak molekul dengan berat molekul kecil serta beberapa ion dapat diangkut
atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu. Misalnya hemoglobin mengangkut
oksigen dalam eritrosit, mioglobin mengangkut oksigen dalam otot. Ion besi
diangkut oleh plasma darah oleh transferin dan disimpan dalam hati sebagai
kompleks dengan feritin.
c. sebagai pengatur pergerakan
Protein merupakan komponen utama daging, gerakan otot terjadi karena adanya
dua molekul protein yang saling bergeseran. Pergerakan flagela sperma
disebabkan oleh protein.
d. sebagai penunjang mekanis
Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang disebabkan adanya kolagen,
suatu protein berbentuk bulat panjang dan mudah membentuk serabut.
e. sebagai pertahanan tubuh/imunisasi
Pertahanan tubuh biasanya dalam bentuk antibodi, yaitu suatu protein khusus
yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang
masuk ke dalam tubuh, seperti virus, bakteri, dan sel asing lainnya.
f. sebagai media perambatan impuls syaraf
Protein yang berbentuk seperti ini biasanya berbentuk reseptor misalnya rodopsin,
suatu protein yang bertindak sebagai reseptor/penerima warna atau cahaya pad
sel-sel mata.

14
g. sebagai pengendalian pertumbuhan
Protein ini bekerja sebagai reseptor yang dapat mempengaruhi fungsi bagian-
bagian DNA yang mengatur sifat dan karakter bahan.
h. sebagai bahan bakar jika keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh
karbohidrat dan lemak.
i. sebagai zat pengatur keseimbangan
Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah, yaitu
dapat menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari
jaringan ke dalam pembuluh darah. Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi
dengan asam atau basa, dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh.
Kekurangan protein dalam waktu lama akan mengganggu proses dalam tubuh
dan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Contohnya penyakit kuashiorkor
(penyakit pada anak usia 6 bulan – 3 tahun, akibat peralihan ASI ke PASI
(pengganti air susu ibu)), dan busung lapar.
Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi akan diserap oleh usus
dalam bentuk asam amino. Kadang-kadang beberapa asam amino yang
merupakan peptida dan molekul-molekul protein kecil dapat juga diserap melalui
dinding usus, masuk ke dalam pembuluh darah. Hal inilah yang akan
menimbulkan reaksi-reaksi alergik dalam tubuh yang muncul pada orang yang
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung protein seperti susu, ikan laut,
udang, dan telur.
Klasifikasi Protein
1. Berdasarkan bentuk molekul
a. Protein fibriler/skleroprotein adalah protein yang berbentuk serabut, tidak
berlipat dan molekulnya panjang. Molekulnya terdiri atas beberapa rantai
polipeptida yang memanjang dan dihubungkan oleh beberapa ikatan silang
hingga berbentuk serat atau serabut yang stabil. Protein ini tidak larut dalam
air, dan pelarut-pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa, atau alkohol,
serta sukar diuraikan oleh enzim. Berfungsi sebagai fungsi struktural untuk
membentuk struktur bahan dan jaringan, misalnya membentuk kulit, otot
(miosin), dinding pembuluh darah (elastin), gumbalan darah (fibrin), tulang
rawan (kolagen), dan rambut (keratin dan sistin).
b. Protein globuler/sferoprotein yaitu protein yang mempunyai rantai-rantai
polipeptida berlipat-lipat menjadi bentuk globular atau bulat padat. Protein ini

15
mudah larut dalam air dan pelarut-pelarut encer, serta mudah terdenaturasi
(susunan molekulnya berubah diikuti dengan perubahan fisik dan biologiknya
yang diakibatkan oleh perubahan pH ekstrim, pengocokan, beberapa jenis
pelarut dan zat terlarut). Protein ini terdapat pada susu, telur, dan daging.
Berfungsi sebagai fungsi gerak (dinamis) dan berfungsi dalam suatu
organisme seperti hemoglobin (mengangkut oksigen ke sel-sel); insulin
(membantu metabolisme karbohidrat); antibodi (membuat protein asing
menjadi tidak aktif); fibrinogen (membentuk serat-serat yang tidak larut
sehingga dapat menggumpalkan darah); hormon-hormon (mengemban pesan-
pesan ke seluruh tubuh); enzim (sebagai biokatalisator).
Berdasarkan kelarutannya protein globuler dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok seperti berikut.
 Albumin. Larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya: albumin
telur, albumin serum, dan laktalbumin dalam susu.
 Globulin. Tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam larutan
garam encer, dan mengendap dalam larutan garam pekat (salting out).
Contoh: miosinogen dalam otot, ovoglubolin dalam kuning telur, amandin
dari buah almonds, legumin dalam kacang-kacangan.
 Glutelin. Tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam asam/basa
encer. Contoh glutenin dalam gandum dan orizenin dalam beras.
 Prolamin atau gliadin. Larut dalam alkohol 70-80% dan tidak larut dalam
air/alkohol absolut. Contoh: gliadin dalam gandum, dan zein pada jagung.
 Histon. Larut dalam air dan tidak larut dalam amoniak encer. Contoh: globin
 Protamin. Larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contoh: salmin
(ikan salmon), sprinin (ikan karper).
2. Berdasarkan komponen penyusun
a. Protein sederhana adalah protein yang hanya terdiri atas molekul-molekul
asam amino dan tidak ada gugus kimia lain. Pada hidrolisisnya menghasilkan
asam-asam amino. Contoh: kolagen, keratin, albumin, globulin, histon,
protamin.
b. Protein konyugasi adalah protein yang terdiri atas rantai polipeptida yang
terikat pada gugus kimia lainnya yang bukan protein yang disebut gugus

16
prostetik yang berperan dalam fungsi biologis. Pada hidrolisisnya
menghasilkan senyawa-senyawa bukan asam amino.
Nama Tersusun oleh Terdapat pada
Nukleoprotein Protein + asam nukleat Inti sel, kecambah biji-bijian
Mukoprotein Protein + karbohidrat Putih telur, serum darah, kelenjar
dan ludah, hati, tendon.
glikoprotein
Lipoprotein Protein + lemak Serum darah, otak, jaringan saraf,
kuning telur, susu, darah
Fosfoprotein Protein + fosfat (lesitin) Kasein susu dan vitelin/kuning telur
Kromoprotein Protein + pigmen (zat Hemoglobin, sitokrom, flavoprotein
warna)
Metaloprotein Protein + ion-ion logam Dalam enzim seperti seruloplasma
(Fe, Cu, Zn, Mn, Mg, Co) (Cu), siderofilin (Fe)
Hemoprotein Protein + heme Hemoglobin
3. Berdasarkan tingkat degradasi (tingkat permulaan denaturasi)
a. Protein alami adalah protein dalam keadaan seperti protein dalam sel.
b. Turunan protein yang merupakan hasil degradasi protein pada tingkat
permulaan denaturasi. Terdiri atas protein turunan primer (protean,
metaprotein) yang merupakan hasil hidrolisis ringan; dan turunan sekunder
(proteosa, pepton, dan peptida) yang merupakan hasil hidrolisis berat. Protean
adalah hasil hidrolisis oleh air, asam encer, atau enzim; contohnya miosan dan
edestan. Metaprotein merupakan hasil hidrolisis lebih lanjut oleh asam dan
alkali dan larut dalam asam dan alkali encer tetapi tidak larut dalam larutan
garam netral; contoh: asam albuminat dan alkali albuminat. Proteosa, bersifat
larut dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas, diendapkan oleh larutan
(NH4)2SO4 jenuh. Pepton, juga larut dalam air, tidak terkoagulasikan oleh
panas, dan tidak mengalami salting out dengan amonium sulfat, tetapi
mengendap oleh pereaksi alkaloid seperti asam fosfotungsat. Peptida, yaitu
gabungan dua atau lebih asam amino yang terikat melalui ikatan peptida.
4. Berdasarkan struktur
a. Struktur primer merupakan susunan yang hanya menggambarkan susunan
asam-asam amino pada rantai peptidanya tanpa memperhatikan kemungkinan
adanya interaksi antara asam-asam amino tersebut. Jadi struktur primer
protein hanya terbetuk oleh ikatan peptida.
b. Struktur sekunder. Jika interaksi antar asam amino diperhatikan di dalam
polipeptida, sehingga diperkirakan berbentuk heliks atau lembaran berlipat.
Ikatan yang membentuk heliks diakibatkan oleh adanya ikatan hidrogen antara

17
atom oksigen pada gugus karbonil dari asam amino yang satu dengan atom
hidrogen pada gugus asam amino lainnya.
c. Struktur tersier. Rantai polipetida yang berbentuk heliks akan melipat atau
menggulung karena adanya tarik menarik antar bagian-bagian rantai
polipeptida sehingga terjadi satu sub unit protein membentuk struktur tersier
protein
d. Struktur kuartener merupakan struktur proeti akibat adanya kerja sama
beberapa sub unit dalam protein. Misalnya globin-globin dalam hemoglobin.

Protein tergolong senyawa makromolekul (polimer) yang terbentuk melalui


reaksi kondensasi asam-asam amino sebagai monomer. Bila dua buah molekul
asam amino berkaitan (berkondensasi) membentuk ikatan peptida disertai
pelepasan molekul air, kemudian disebut dipeptida. Senyawa dipeptida
selanjutnya mengikat asam amino lainnya membentuk tripeptida sampai terbentu
polipeptida atau protein. Protein terdapat pada semua sel hidup, kira-kira 50% dari
berat keringnya dan berfungsi sebagai pembangun struktur, biokatalis, hormon,
sumber energi, penyangga racun, pengatur pH, dan bakan sebagai pembawa sifat
turunan dari generasi ke generasi. Protein berperan pokok dalam fungsi sel.
Analisis terhadap protein dan enzim darah tertentu digunakan secara luas untuk
tujuan diagnostik.
H O H O H O H H O

R C C
+ H N C C R C C N C C
NH2 OH H R1 OH NH2 R1 OH

ikatan peptida
asam amino asam amino dipeptida
H O H H O H H O
H O H H O H O
R C C N C C N C C + H2O
R C C N C C + H N C C
NH2 R1 R2 OH
NH2 R1 OH H R1 OH

Dipeptida asam amino tripeptida


Dalam bentuk polimer,

H O H O H O H
-(n-1)H 2 O
n H N C C H N C C N C C N C C OOH
H R OH H R H R H R
n-2
asam amino ujung N asam amino ujung C

18
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara kualitatif
dan kuantitatif. Cara kualitatif dapat dilakukan dengan reaksi Xantoprotein, reaksi
Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Cara
kuantitaif dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode
Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.
Protein dapat ditetapkan kadarnya dengan metode biuret. Dalam pereaksi
biuret terkandung tiga macam zat yaitu tembaga (II) sulfat, kalium natrium tartrat,
natrium hidroksida. Tembaga (II) sulfat dalam aquades yang berfungsi sebagai
penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan membentuk kompleks dengan protein. K-
Na-Tartrat berfungsi untuk mencegah terjadinya reduksi pada Cu 2+ sehingga tidak
mengendap. NaOH berfungsi membuat suasana basa. Suasana basa akan
membantu pembentukan Cu(OH)2 yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-.
Prinsip dari metode biuret ini adalah ikatan peptida dapat membentuk senyawa
kompleks berwarna ungu dengan penambahan garam kupri dalam suasana basa.
Reaksi biuret terdiri dari campuran protein dengan sodium hidroksida (berupa
larutan) dan tembaga sulfat. Warna violet adalah hasil dari reaksi ini. Warna yang
dihasilkan dari reaksi tersebut disebabkan oleh ikatan koordinasi antara ion Cu2+
dengan pasangan elektron bebas dari N yang berasal dari protein dan pasangan
elektron bebas dari O molekul air. Reaksi ini positif untuk 2 atau lebih ikatan
peptida.

19
Penyerapan cahaya oleh protein disebabkan oleh ikatan peptida residu ritosil,
triptofonil, dan fenilalanin. Juga turut dipengaruhi oleh gugus-gugus non-protein
yang mempunyai sifat menyerap cahaya.
V. ALAT DAN BAHAN
5.1 Alat :
 Neraca analitik  Tabung sentrifuge
 Labu ukur 100 mL  Sentrifuge
 Batang pengaduk  Pipet ukur
 Beaker glass  Tabung reaksi
 Batang pengaduk  Rak tabung reaksi
 Gelas ukur 5 mL  Mortar dan stamper
 Sendok  Pipet tetes
 Corong  Spektrofotometer
  Kuvet

5.2 Bahan :
 Sampel makanan atau minuman
 Tissue
 Label
 Bubuk standar albumin
 Aquades
 Reagen Biuret (larutkan 1,5 g tembaga (II) sulfat pentahidrat
(CuSO4 5 H2O) dan 6,0 g Na-K-tartrat tetrahidrat (NaKC4H4O6 4
H2O) ke dalam 500 mL akuades. Kemudian tambahkan 300 mL
10 % NaOH dan tambahkan akuades sampai 1 liter. Simpan
dalam botol plastic dan hindari dari sinar matahari langsung.
(perbandingan jumlah bahan dapat dikurangi sesuai dengan
kebutuhan)
VI. CARA KERJA
6.1 Preparasi Sampel
 Sampel Cair
(1) Alat dan bahan disiapkan.

20
(2) Sebanyak 5 mL sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge dan
diputar pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, dan diambil
supernatannya (bagian jernihnya).
(3) Jika yang digunakan sampel telur, diambil bagian putih telurnya dan
ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur
serta ditambahkan dengan akuades hingga 100 mL.
 Sampel Padat
(1) Bahan digerus menggunakan mortar sampai halus, kemudian
ditimbang sebanyak 5 gram.
(2) Larutkan bahan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
serta ditambahkan akuades hingga tanda batas. Larutan diaduk dan
dihomogenkan sampai merata, kemudian disaring. Ambil 10 mL filtrat
untuk disentrifuge. Diambil supernatannya untuk penentuan kadar
protein.

6.2 Persiapan Bahan


 Pembuatan Standar Albumin
1) Alat dan bahan dipersiapkan.
2) Buatlah larutan standar 1 % albumin sebanyak 100 mL.
3) Siapkan 4 buah tabung reaksi dan berikan label masing-masing
tabung dan tambahkan bahan seperti pada tabel di bawah.
Tabun Tabun Tabun Tabun Tabun Tabun Tabun
gI g II g III g IV gV g VI g VII
Akuade 4 mL 3,9 mL 3,8 mL 3,6 mL 3,4 mL 3,2 mL 3 mL
s
Standar 0 mL 0,1 mL 0,2 mL 0,4 mL 0,6 mL 0,8 mL 1 mL
albumin
Reagen 6 mL 6 mL 6 mL 6 mL 6 mL 6 mL 6 mL
Biuret

4) Masing-masing campuran dikocok dan didiamkan selama 15 –


30 menit.

21
5) Masing-masing tabung dibaca serapannya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 546 nm (jangan
sampai larutan berbuih pada saat pengujian).
6) Hasil pengukuran dicatat dan dibuat kurva standarnya.

6.3. Analisis Kadar Protein Sambel


(1) Disiapkan empat buah tabung reaksi untuk masing-masing sampel.
(2) Tabung I dan II diisi dengan 2 mL sampel, 2 mL akuades dan 6 mL
reagen Biuret.
(3) Tabung III dan IV diisi dengan 4 mL sampel, 0 mL akuades dan 6 mL
reagen Biuret.
(4) Masing-masing campuran dikocok dan didiamkan selama 15 – 30 menit.
(5) Masing-masing tabung dibaca serapannya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 546 nm (jangan sampai larutan berbuih pada
saat pengujian).
(6) Lakukan langkah (2) sampai (5) untuk sampel lainnya.

Tabel Hasil Pengamatan:


Pembuatan Kurva Standar

Konsentrasi Absorbansi Deskripsi


Standar Warna
(mg/ml) (x) (y)

Blanko

Standar I

Standar II

Standar III

Standar IV

Standar V

22
Hasil Absorbansi untuk Sampel
Volume
Sampel I Sampel II Sampel III Dst..
sampel

2 ml

2 ml

Rata-rata

4 ml

4 ml

Rata-rata

Pertanyaan :
(1) Jelaskan jenis-jenis pemeriksaan kadar protein pada suatu sampel
minuman atau makanan!
(2) Jelaskan jenis pemeriksaan kadar protein pada sampel urine !
(3) Bandingkan nilai kadar protein secara teoritis pada bahan dengan nilai
praktek!
(4) Jelaskan mengapa dalam pemeriksaan menggunakan spektrofotometer
larutannya tidak boleh berbuih!
(5) Jelaskan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan kadar
protein menggunakan spektrofotometer!

23
PRAKTIKUM IV
PENENTUAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DAN ANGKA ASAM

I. TUJUAN
1.1 Tujuan Instruksi Umum
Mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menentukan
kadar asam lemak bebas (FFA) dan angka asam pada sampel
minyak/lemak
1.2 Tujuan Instruksi Khusus
 Mahasiswa mampu menentukan kadar asam lemak bebas (FFA) pada
sampel minyak/lemak
 Mahasiswa mampu menentukan angka asam dari nilai FFA pada
sampel minyak/lemak
 Mahasiswa terampil melakukan titrasi dalam penentuan kadar asam
lemak bebas pada sampel.

II. METODE
Metode yang digunakan dalam analisis kadar asam lemak bebas
yaitu titrimetri.

III. DASAR TEORI


Asam-asam lemak yang ditemukan di alam, biasanya merupakan asam-
asam monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai
jumlah atom karbon genap (dari C2 sampai C30), serta dalam bentuk bebas atau
ester dengan gliserol. Menurut ada atau tidaknya ikatan rangkap yang dikandung
asam lemak maka asam lemak dapat dibagi menjadi :
1). Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acids)
Asam lemak jenuh yaitu mempunyai ikatan tunggal atom karbon (C), dimana
masing-masing atom karbon ini akan berikatan dengan atom hidrogen. Contoh
asam butirat (CH3(CH2)2CO2H), asam palmitat (CH3(CH2)14CO2H ), asam stearat
(CH3(CH2)16CO2H).
2). Asam lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty Acids)

24
Asam lemak ini selalu mengandung paling sedikit satu ikatan rangkap antara 2
atom karbon dengan kehilangan paling sedikit 2 atom hidrogen. Contoh asam
palmitoleat (CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7CO2H), asam oleat (CH3(CH2)7CH=CH(CH2)

7CO2H).

3). Asam lemak tak jenuh poli (Poly Unsaturated Fatty Acids)
Asam lemak ini mengandung lebih dari satu ikatan rangkap.
Contoh: asam linoleat (CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H), asam
linolenat (CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=CH (CH2) 7CO2H)
Dari berbagai hasil penelitian terdapat banyak bukti adanya hubungan antar
pola makan (diet) makanan dengan penyakit jantung dan pembuluh darah.
Ternyata orang yang makan makanan yang banyak mengandung asam lemak
jenuh lebih banyak mendapatkan penyakit jantung dan pembuluh darah daripada
orang yang mengkonsumsi lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh. Hal
ini karena asam lemak jenuh memiliki titik lebur lebih tinggi daripada asam lemak
tak jenuh. Titik lebur menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap.
Ikatan antar molekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat, sebab rantai pada
ikatan rangkap tidak lurus. Semakin banyak ikatan rangkap, ikatan makin lemah,
berarti titik cair akan lebih rendah.
Tabel 1. Klasifikasi Asam Lemak Beserta Sumbernya
Asam Lemak Jenuh (CnH2nO2)
Tingkat
Panjang
Kejenuhan Sifat
Asam lemak Sumber Rantai (jumlah
(jumlah Ikatan Fisik
atom C)
Rangkap)
Asam Butirat Lemak butter 4 0 Cair
Asam Kaproat Lemak butter, minyak 6 0 Cair
kelapa
Asam Kaprilat Lemak butter, minyak 8 0 Cair
kelapa
Asam Kaprat Minyak Salam (laurel- 10 0 Cair
oil)
Asam Laurat Minyak kelapa 12 0 Padat
Asam Miristat Minyak 14 0 Padat
tumbuhan/nabati
Asam Palmitat Minyak nabati, 16 0 Padat
hewani terutama
minyak olive
Asam Stearat Minyak nabati, 18 0 Padat
hewani, lemak sapi

25
20%
Asam Minyak kacang 20 0 Padat
Arakhaidat
Asam Behenat Minyak kacang 22 0 Padat
Asam Lignonat Minyak kacang serat 24 0 Padat
Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (CnH2nO2), kehilangan 2 atom H
Tingkat
Panjang
Kejenuhan Sifat
Asam lemak Sumber Rantai (jumlah
(jumlah Ikatan Fisik
atom C)
Rangkap)
Asam Lemak nabati, 16 1 Cair
palmitoleat hewani
Asam Oleat Lemak nabati, 18 1 Cair
hewani
75% minyak olive
50% minyak babi
40% minyak sapid an
domba
Asam Lemak Tak Jenuh Poli (CnH2nO2), kehilangan 4-10 atom H
Tingkat
Panjang
Kejenuhan Sifat
Asam lemak Sumber Rantai (jumlah
(jumlah Ikatan Fisik
atom C)
Rangkap)
Asam Linoleat 10% dalam adpokat 18 2 Cair
20-30% dalam
kacang dan lemak
ayam
50-60% dalam
minyak jagung
75% dalam minyak
kapas
Air susu

Asam Lemak sapi dan 18 3 Cair


Eleostearat ayam, juga lemak
nabati
Asam 2% dalam hati, 18 3 Cair
Linolenat Lemak babi,
7% dalam kacang
kedelai
Asam Lemak hewani dan 20 4 Cair
Arakhidonat minyak kacang tanah
Asam linolenat berperanan biologis dalam pertumbuhan ibu, mencegah
terjadinya peradangan kulit (dermatitis), dan pertumbuhan kedelai. Arakhidonat
juga dapat mencegah dermatitis.

26
Menurut jumlah atom karbon yang terikat dalam rantai gliserida, maka
asam lemak dapat dibedakan seperti berikut.
(a) Asam lemak berantai pendek : yaitu yang mempunyai atom karbon sebanyak
4-6 buah.
(b) Asam lemak berantai sedang : yaitu yang mempunyai atom karbon sebanyak
8-12 buah.
(c) Asam lemak berantai panjang : yaitu yang mempunyai atom karbon sebanyak
12-24 buah.
Secara umum semakin panjang rantaian atom karbon semakin tinggi tingkat
tingkat ketidakjenuhannya sehingga semakin cenderung cair.
Berdasarkan penampilan yang dapat dilihat oleh mata, lemak dapat dibagi
menjadi (1) lemak kentara (visible fats), contohnya lemak hewani, butter,
margarine; dan (2) lemak tidak kentara (Invisible fats) contohnya lemak dalam
susu, kuning telur, dan adpokat.
Berdasarkan sumbernya asam lemak yang penting bagi manusia dapat
dibagi menjadi dua seperti berikut.
1. Lemak Hewani : lemak yang berasal dari hewan. Contoh: susu hewan
peliharaan (lemak susu); daging hewan peliharaan (lemak sapi,oleosterin);
hasil laut (minyak ikan sardin, minyak ikan paus).
2. Lemak Nabati: lemak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Contoh (1) biji-biji
palawija (minyak jagung, biji kapas); (2) kulit buah tanaman tahunan (minyak
zaitun,minyak kelapa sawit); (3) biji-biji tanaman tahunan (kelapa,coklat,inti
sawit). Pada lemak ini yang terpenting adalah asam lemak esensial seperti
asam linoleat, linolenat, dan arakhidonat yang banyak terdapat pada minyak
sayur (minyak jagung, minyak kacang kedelai) dan adpokat. Di antara ketiga
asam lemak esensial ini yang terpenting adalah asam linoleat, karena tubuh
sebenarnya dapat membentuk asam lemak linolenat dan arakhidonat asalkan
cukup menerima asam linoleat yang dapat dari minyak nabati dan diketahui
ASI (air susu ibu) kaya akan asam linolenat. Asam lemak esensial mempunyai
fungsi membantu proses pertumbuhan serta menjaga kesehatan kulit
(mencegah terjadinya dermatitis/peradangan kulit). Kecukupan yang
dianjurkan untuk anak-anak sekitar 1-3% dari total energi yang dibutuhkan.
Misal kebutuhan energi yang dianjurkan 2100 kalori, maka akan dibutuhkan

27
4,5-5 gram asam linolenat (2% dari 2100 = 42 kalori kemudian dibagi 9 setara
dengan 4,5-5 gram asam linolenat).
Berdasarkan sifat mengeringnya minyak dan lemak dapat dibedakan
sebagai berikut:
Sifat Keterangan
Minyak tidak mengering tipe minyak zaitun, contoh: minak zaitun,minyak buah
-
persik,minyak kacang
(non-drying oil)
- tipe minyak rape,contoh: minyak biji rape,minyak
mustard
- tipe minyak hewani contoh; minyak sapi
Minyak setengah Minyak yang mempunyai daya mengering yang lebih
mengering lambat.Contohnya: minyak biji kapas , minyak bunga
(semi –drying oil) matahari
Minyak nabati mengering Minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika kena
(drying –oil) oksidasi, dan akan berubah menjadi lapisan tebal,
bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika
dibiarkan di udara terbuka.
Contoh: minyak kacang kedelai, minyak biji karet

Angka asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam
suatu lemak atau minyak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram
NaOH/KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang
terrdapat dalam satu gram lemak atau minyak.
ml NaOH x N NaOH x BM NaOH
Angka asam 
gram contoh
ml KOH x N KOH x 56,1
Angka asam 
gram contoh ( g )

Asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang


terdapat paling banyak dalam minyak tertentu.
ml NaOH x N NaOH x berat molekul asam lemak
% FFA  x 100
gram contoh x 1000

Asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang


terdapat paling banyak dalam minyak tertentu. Dengan demikian asam lemak
bebas sebagai berikut ini dapat dijadikan tolok ukur jenis minyak tertentu.

28
Jenis asam lemak
Sumber minyak Berat molekul
terbanyak
Susu Palmitat 256
Sawit
Inti sawit Laurat
Kelapa 200
Susu Oleat 282
Jagung, kedele, kacang, dll Linoleat 278

Angka asam = mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan 1 g contoh


sampel. Untuk merubah %FFA menjadi angka asam, kalikan % FFA dengan:
Berat molekul KOH
faktor 
Berat molekul asam lemak / 10
Dari angka asam menjadi % FFA dapat dikalikan dengan faktor sebaliknya:
BM asam lemak / 10
% FFA 
BM KOH
Persen asam lemak bebas dinyatakan sebagai oleat pada kebanyakan
minyak dan lemak. Untuk minyak kelapa dan minyak inti kelapa sawit dinyatakan
sebagai laurat, sedangkan pada minyak kelapa sawit dinyatakan sebagai palmitat.

IV. ALAT DAN BAHAN


Alat : buret, Erlenmeyer, neraca analitik, pipet volum, pipet ukur, pipet tetes,
gelas kimia.
Bahan : natrium hidroksida, akuades, alkohol, fenoftalein, sampel minyak,
asam oksalat.

V. PROSEDUR KERJA
5.1 Standarisasi NaOH
1) Ditimbang dengan teliti lebih kurang 0,1 g asam oksalat (C2H2O4. 2H2O),
BM=126; kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan
ditambahkan akuades 25 mL.
2) Tambahkan 2-3 tetes indikator pp dan dititrasi dengan larutan NaOH yang
akan standarisasi sampai warna merah jambu. Kegiatan standarisasi
dilakukan secara triplo.

29
g asam oksalat x 2
N larutnn NaOH 
0,126 x mL NaOH
5.2 Penentuan asam lemak bebas
1) Bahan harus diaduk merata dan berada dalam keadaan cair pada waktu
diambil contohnya. Timbang sebanyak 14,1 gram contoh dan dimasukkan
dalam erlenmeyer 100 mL, tambahkan 25 mL alkohol netral yang panas
dan 1 mL pp.
2) Titrasilah dengan larutan 0,1 N NaOH yang telah distandarisasi sampai
warna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 detik. Catat hasil
pengamatan.
3) Asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang
terdapat paling banyak dalam minyak tertentu.
ml NaOH x N NaOH x berat molekul asam lemak
% FFA  x 100
gram contoh x 1000

VI. HASIL PENGAMATAN


Standarisasi NaOH
Titrasi Volume asam Volume Konsentrasi NaOH Perubahan Warna
oksalat NaOH
I
II
III
Rata-rata

Penentuan kadar FFA Sampel……….


Titrasi Volume Volume Kadar FFA Perubahan Warna
sampel NaOH….N
I
II
III
Rata-rata

30
Pertanyaan:
(1) Jelaskan pemanfaatan nilai asam lemak bebas dan angka asam dalam
penentuan kualitas minyak!
(2) Jelaskan mengapa NaOH perlu dilakukan standarisasi!
(3) Jelaskan mengapa dalam titrasi digunakan indikator pp, apakah bisa
digunakan indikator lainnya?
(4) Jelaskan mengapa dalam proses preparasi sampel ditambahkan alkohol
netral!

31
PRAKTIKUM V
PENENTUAN TINGKAT KETENGIKAN (BILANGAN PEROKSIDA)

I. TUJUAN
1.1 Tujuan Instruksi Umum
Mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menentukan
tingkat ketengikan (bilangan peroksida) pada sampel minyak/lemak
1.2 Tujuan Instruksi Khusus
 Mahasiswa mampu menentukan tingkat ketengikan (bilangan
peroksida) pada sampel minyak/lemak
 Mahasiswa terampil melakukan titrasi dalam penentuan tingkat
ketengikan (bilangan peroksida) pada sampel.

II. METODE
Metode yang digunakan dalam analisis tingkat ketengikan (bilangan
peroksida) yaitu titrimetri.

III. DASAR TEORI


Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah
mengalami oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat
oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat
teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang
sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda
titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi
iodometri. Angka peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam
setiap 1000 gram contoh.
mL Na 2 S 2 O3 x N thio x 1000
Angka Peroksida 
massa contoh ( gram)
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan
peroksida. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar
peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi

32
lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah
mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti
menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa
disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju
degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami
degradasi dan bereaksi dengan zat lain.
Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak
dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya
tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi
tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar
dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi
merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu
tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan
oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu
rendah.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen
diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan
logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas
yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya
dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida
dan radikal bebas yang baru. Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau
tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah
peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun
dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan
indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
Jenis minyak yang mudah teroksidasi adalah jenis minyak yang tidak jenuh.
Semakin tidak jenuh asam lemaknya akan semakin cepat teroksidasi. Selain itu,
faktor – faktor seperti suhu, adanya logam berat dan cahaya, tekanan udara,
enzim dan adanya senyawa peroksida juga semakin mempercepat
berlangsungnya oksidasi dan dengan demikian akan semakin cepat terjadi
ketengikan. Berlangsungnya proses oksidasi tersebut dapat diamati dengan
beberapa cara, salah satunya dengan mengamati jumlah senyawaan hasil
penguraian senyawaan peroksida (asam – asam, alkohol, ester, aldehid, keton,
dan sebagainya). Uji peroksida ini pada dasarnya mengukur kadar senyawaan

33
peroksida yang terbentuk selama proses oksidasi. Cara ini biasa diterapkan untuk
menilai mutu minyak tetapi cara ini sangat sulit diterapkan untuk jenis makanan
yang berkadar lemak rendah.
Pada proses oksidasi ini akan dihasilkan sejumlah aldehid, asam bebas
dan peroksida organik. Untuk mengetahui tingkat ketengikan dari minyak atau
lemak, dapat dilakukan dengan menggunakan jumlah peroksida yang telah
terbentuk pada minyak atau lemak tersebut. Lemak tidak jenuh khususnya oleat
ternyata lebih cepat tengik dibandingkan lemak jenuh. Lemak yang tengik
menimbulkan rasa tidak enak, bahkan pada beberapa individu dapat menimbulkan
keracunan ringan, dan dapat merusak zat-zat lain yang ada dalam makanan
seperti karoten, vitamin A dan vitamin E. Kerusakan minyak dan lemak selain
disebabkan oleh proses oksidasi dapat juga disebabkan oleh proses hidrolisa.
Pada proses hidrolisa dihasilkan gliserida dari asam-asam lemak berantai pendek
(C4-C12) sehingga akan terjadi perubahan rasa dan bau menjadi tengik.

IV. ALAT DAN BAHAN


Alat :
Buret, Erlenmeyer, neraca analitik, pipet volum, pipet ukur, pipet tetes,
gelas kimia.
Bahan :
Minyak kelapa tradisional, minyak curah kelapa sawit, minyak jelantah,
VCO, minyak kemasan, asam asetat, kloroform, natrium tiosulfat, pati,
natrium karbonat, akuades.

V. PROSEDUR KERJA
5.1 Pembuatan larutan Natrium tiosulfat 0,1 N.
Sebanyak 25 gram Na2S2O3.5H2O ditambah 0,3 gram natrium karbonat
dimasukkan dalam labu ukur 1 liter dan diencerkan dengan akuades
sampai tanda batas.
5.2 Pembuatan larutan indikator amilum
Sebanyak 1 gram amilum solubel disuspensi dengan akuades, dimasukkan
dalam akuades mendidih 100 mL.
5.3 Penentuan Bilangan Peroksida
1) Timbang 5 gram sampel dan dimasukkan dalam 250 mL Erlenmeyer
bertutup dan tambahkan 30 mL larutan asam asetat-kloroform (3:2).

34
Goyangkan larutan sampai bahan terlarut semua. Tambahkan 0,5 mL
larutan jenuh KI.
2) Diamkan selama 1 menit dengan kadangkala digoyang kemudian
tambahkan 30 mL aquades.
3) Titrasilah dengan 0,1 N Na2S2O3 sampai warna kuning hampir hilang.
Tambahkan 0,5 mL larutan pati 1 %. Lanjutkan titrasi sampai warna
biru mulai hilang. Lakukan secara triplo.
4) Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang
dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI.
ml Na 2 S 2 O3 x N Na 2 S 2 O3 x1000
Angka peroksida 
gram contoh

VI. HASIL PENGAMATAN


Penentuan bilangan peroksida pada Sampel……….
Titrasi Massa sampel Volume Angka peroksida Perubahan Warna
Na2S2O3
I
II
III
Rata-rata

Pertanyaan:
(1) Jelaskan cara menstandarisasi natrium tiosulfat!
(2) Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketengikan pada
sampel minyak/lemak!
(3) Jelaskan tipe-tipe kerusakan minyak atau lemak !
(4) Jelaskan metode lainnya yang dapat digunakan dalam penentuan tingkat
ketengikan pada minyak atau lemak!
(5) Jelaskan cara mengurangi terjadinya ketengikan atau reaksi oksidasi pada
minyak/lemak!
(6) Jelaskan perbedaan kerusakan lemak secara enzimatis dan non enzimatis!

35
PRAKTIKUM VI
PENENTUAN ANGKA PENYABUNAN

I. TUJUAN
1.1 Tujuan Instruksi Umum
Mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menentukan
bilangan penyabunan pada sampel minyak/lemak
1.2 Tujuan Instruksi Khusus
 Mahasiswa mampu menentukan angka penyabunan pada sampel
minyak/lemak
 Mahasiswa terampil melakukan titrasi dalam penentuan angka
penyabunaan pada sampel.

II. METODE
Metode yang digunakan dalam analisis angka penyabunan yaitu
titrimetri.

III. DASAR TEORI


Lemak dan minyak berperan penting untuk kesehatan masyarakat. Untuk
dapat dijadikan sebagai bahan makanan atau dikonsumsi, maka perlu diketahui
sifat maupun kualitas dari lemak dan minyak itu sendiri. Salah satu sifat dari lemak
dan minyak dapat dilihat dari angka penyabunan, sedangkan kualitasnya dapat
dilihat angka asam, angka peroksida, dan asam lemak bebasnya. Selain itu juga
perlu juga diketahui sifat lemak/minyak dari segi kelarutan dan ketidakjenuhan.
Pada umumnya, lemak dan minyak tidak larut dalam air, tetapi sedikit larut
dalam alkohol dan larut sempurna dalam pelarut organik seperti eter, kloroform,
aseton, benzene, atau pelarut non polar lainnya. Minyak dalam air akan
membentuk emulsi yang tidak stabil karena bila dibiarkan, maka kedua cairan
akan memisah menjadi dua lapisan. Sebaliknya, minyak dalam soda (Na 2CO3)
akan membentuk emulsi yang stabil karena asam lemak bebas dalam larutan
lemak bereaksi dengan soda membentuk sabun. Sabun mempunyai daya aktif
permukaan, sehingga tetes-tetes minyak menjadi tersebar seluruhnya.
36
Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang di perlukan untuk
menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Apabila sejumlah sampel minyak
atau lemak disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol, maka KOH
akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu
molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan titrasi
menggunakan HCL sehingga KOH yang bereaksi dapat diketahui.
Dalam penetapan bilangan penyabunan, miasalnya larutan alkali
yang digunakan adalah larutan KOH , yang diukur dengan hati-hati kedalam
tabung dengan buret atau pipet. Besarnya jumlah ion yang diserap menunjukkan
banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tak jenuh , ikatan rangkap yang terdapat
pada minyak yang tak jenuh akan bereaksi dengan iod. Gliserida dengantingkat
ketidak jenuhan yang tinggi akan mengikat iod dalam jumlah yang lebih besar.
Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan
Untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Apabila sejumlah sampel
minyak atau lemak disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol,
maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi
denngan satu molekul minyak atua lemak, larutan alkali yang tinggi ditentukan
dengan titrasi menggunakan HCL sehingga KOH yang bereaksi dapat diketahui.
Angka penyabunan menunjukkan berat molekul lemak dan minyak secara
kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai karbon yang pendek berarti
mempunyai berat molekul yang relatif kecil, akan mempunyai angka penyabunan
yang besar dan sebaliknya bila minyak mempunyai berat molekul yang besar,
maka angka penyabunan relatif kecil. Angka penyabunan ini dinyatakan sebagai
banyaknya (mg) NaOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak
atau minyak.
Bilangan Penyabunan adalah jumlah mg KOH/NaOH yang dibutuhkan untuk
menyabunkan 1 g lemak. Untuk menetralkan 1 molekul gliserida diperlukan 3
molekul alkali. Pada trigliserida dengan asam lemak yang rantai C-nya pendek,
akan didapat Bilangan Penyabunan yang lebih tinggi daripada asam lemak
dengan rantai C panjang.

R1COOCH2 R1COOK HOCH 2


+
R2COOCH + 3KOH R2COOK + HOCH
+
R3COOCH2 R3COOK HOCH 2

37
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat :
Buret, Erlenmeyer, neraca analitik, pipet volum, pipet ukur, pipet tetes,
gelas kimia.
Bahan :
Kalium hidroksida, akuades, alkohol, fenoftalein, sampel minyak, asam
klorida.
V. PROSEDUR KERJA
5.1 Pembuatan larutan KOH
1) Timbang sebanyak 20 gram KOH dan dilarutkan dalam 500 mL alkohol.
2) Tempatkan dalam wadah larutan. (Jumlah zat yang dilarutkan
tergantung dari kebutuhan).
5.2 Pembuatan larutan HCl 0,1 N
1) Pipet sebanyak 8,9 mL asam klorida pekat dan dilarutkan dalam 1 liter
akuades.
2) Simpan dalam wadah larutan.
5.3 Standarisasi HCl
1) Pipet sebanyak 25 mL HCl kemudian ditambahkan 5-6 tetes indikator pp.
2) Titrasi larutan ini dengan NaOH 0,1 N yang telah distandarisasi.
3) Catat hasil pengamatan dan tentukan bilangan angka penyabunannya.
5.4 Penentuan angka penyabunan
1) Timbang Minyak atau lemak 5,0 gram dengan teliti. Kemudian masukkan
ke dalam labu bulat. Tambahkan 50 mL KOH, kemudian ditutup dengan
pendingin balik, dan didihkan selama 30 menit. Larutan ini merupakan
sampel.
2) Selanjutnya dinginkan dan dan tambahkan beberapa tetes indikator
fenolftealin (pp). Titrasilah kelebihan larutan KOH dengan larutan standar
0,5 N HCl.
3) Titrasi dihentikan saat warna tepat berubah menjadi bening. Untuk
mengetahui kelebihan KOH, perlu dibuat larutan blangko yaitu dengan
prosedur yang sama tanpa bahan lemak atau minyak. Catat volume yang
diperlukan dalam titrasi. Angka penyabunan adalah jumlah mg KOH
yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 g lemak. Lakukan secara triplo.

38
28,05 x (titrasi blangko  titrasi sampel)
Angka penyabunan 
gram contoh ( g )
VI. HASIL PENGAMATAN
Standarisasi HCl
Titrasi Volume asam Volume Konsentrasi HCl Perubahan Warna
HCl NaOH 0,1 N
I
II
III
Rata-rata

Penentuan angka penyabunan pada Sampel……….


Titrasi Volume HCl Volume HCl Angka Perubahan Warna
untuk blangko untuk sampel Penyabunan yang terjadi
I
II
III
Rata-
rata

Pertanyaan:
(1) Jelaskan pemanfaatan nilai angka penyabunan dalam penentuan kualitas
minyak!
(2) Jelaskan mengapa HCl perlu dilakukan standarisasi!
(3) Jelaskan mengapa dalam titrasi digunakan indikator pp, apakah bisa
digunakan indikator lainnya?
(4) Jelaskan perlu adanya perlakuan blangko dalam proses titrasi?
(5) Jelaskan makna nilai angka penyabunan yang diperoleh dalam praktikum!

39
PRAKTIKUM VII
PENENTUAN KADAR VITAMIN C

I. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa mampu melakukan analisis kadar vitamin C (asam askorbat)
dalam suatu sampel dengan metode titrasi iodi-iodometri (proses
iodometrik langsung dan tak langsung).
2. Tujuan Instruksional Khusus
- Mahasiswa mampu melakukan standarisasi larutan yang digunakan
dalam proses titrasi iodimetri.
- Mahasiswa mampu melakukan titrasi iodimetri dalam menentukan
kandungan / kadar asam askorbat pada tablet vitamin C atau sampel
buah/minuman
- Mahasiswa mampu menentukan kandungan/kadar asam askorbat pada
tablet vitamin C atau sampel buah/minuman
II. METODE
- Metode yang digunakan dalam penentuan kandungan/kadar asam
askorbat pada tablet vitamin C atau sampel buah adalah metode titrasi
iodimetri.
III. PRINSIP
Penentuan asam askorbat dalam tablet Vitamin C komersial adalah adanya
reaksi redoks antara asam askorbat dengan larutan iod. Pada reaksi ini
terdapat transfer elektron. Prinsip ini digunakan sebagai dasar metode titrasi
iodimetri dalam penentuan kadar vitamin C. Proses titrasi memerlukan
standarisasi larutan baku pendukung untuk meningkatkan ketelitian dan
keakuratan proses titrasi.
IV. TEORI SINGKAT

Vitamin C atau asam merupakan vitamin yang sangat larut dalam air.
Vitamin C berfungsi untuk pembentukan semua jaringan tubuh terutama untuk
pembentukan jaringan ikat, dan membantu absorbsi zat besi dalam usus halus.
Karena vitamin C tidak disimpan dalam tubuh maka dibutuhkan asupan yang

40
teratur. Pemenuhan kebutuhan citamin C dapat berasal dari tablet atau minuman
vitamin Cyang dikomersialkan, dan dapat juga berasal dari makanan. Jumlah
vitamin C yang dibutuhkan tubuh adalah 1000 mg perharinya, jumlah tersebut
sudah cukup untuk mengcegah scurvy dan dosis ini dapat diperoleh dengan
menelan tablet asam askorbat. Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L-
askorbat dan asam L-dehidroaskorbat. Asam aaskorbat sangat mudah teroksidasi
secara reversibel menjadi asam L-dehidroaskorbat. Sumber vitamin C sebagian
besar berasal dari sayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Buah
masih mentah lebih banyak kandungan vitamin C-nya, semakin tua buah semakin
berkurang kandungan vitamin C-nya. Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah
rusak oleh oksidasi, panas, dan alkali. Karena itu agar vitamin C tidak banyak
hilang, sebaiknya pengirisan dan penghancuran yang berlebihan harus dihindari.
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau
kofaktor. Asam askorbat adalah bahan yang kuat kemampan reduksinya dan
bertindak sebagai antioksidan dalam raksi-reaksi hidroksilasi. Beberapa turunan
vitamin C (seperti asam eritrobik dan askorbik palmitat) digunakan sebagai
antioksidan di dalam industri pangan untuk mencegah proses menjadi tengik,
perubahan warna pada buah-buahan dan untuk mengawetkan daging. Fungsi
vitamin C salah satunya untuk mencegah infeksi dengan meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Selain itu vitamin C dapat mencegah kanker serta
penyakit jantung yang berkaitan dengan peranan vitamin sebagai antioksidan
yang mempengaruhi pembentukan sel kanker.

Ada beberapa manfaat vitamin C yang telah diketahui sampai saat ini, yaitu:
Vitamin C sebagai Penguat Sistem Imun Tubuh
Vitamin C dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Akan tetapi hal ini masih
kontroversial, dan belum ada kesepakatan yang jelas untuk mekanismenya
Vitamin C sebagai Antioksidan
Vitamin C merupakan suatu donor elektron dan agen pereduksi. Disebut anti
oksidan, karena dengan mendonorkan elektronnya, vitamin ini mencegah
senyawa-senyawa lain agar tidak teroksidasi. Walaupun demikian, vitamin C
sendiri akan teroksidasi dalam proses antioksidan tersebut, sehingga
menghasilkan asam dehidroaskorbat . Setelah terbentuk, radikal askorbil (suatu
senyawa dengan elektron tidak berpasangan, serta asam dehidroaskorbat dapat

41
tereduksi kembali menjadi asam askorbat dengan bantuan enzim 4-
hidroksifenilpiruvat dioksigenase. Tetapi, di dalam tubuh manusia, reduksinya
hanya terjadi secara parsial, sehingga asam askorbat yang terlah teroksidasi tidak
seluruhnya kembali. Vitamin C dapat dioksidasi oleh senyawa-senyawa lain yang
berpotensi pada penyakit. Jenis-jenis senyawa yang menerima elektron dan
direduksi oleh vitamin C, dapat dibagi dalam beberapa kelas, antara lain:
 Senyawa dengan elektron (radikal) yang tidak berpasangan, contohnya
radikal-radikal oksigen (superoksida, radikal hidroksil, radikal peroksil, radikal
sulfur, dan radikal nitrogen-oksigen).
 Senyawa-senyawa yang reaktif tetapi tidak radikal, misalnya asam
hipoklorit, nitrosamin, asam nitrat, dan ozon.
 Senyawa-senyawa yang dibentuk melalui reaksi senyawa pada kelas
pertama atau kelas kedua dengan vitamin C.
 Reaksi transisi yang diperantarai logam (misalnya ferrum atau cuprum)
Vitamin C sebagai Obat untuk Common Cold
Vitamin C pada dosis yang besar dapat menyembuhkan common cold, akan
tetapi hal ini juga dipengaruhi beberapa factor, antara lain sistem imun penderita
dan gejala yang timbul, serta derajat keparahan penderitanya. Penggunaan
vitamin C dengan dosis 3-10 g/hari, akan dapat mengurangi insidensi dari
common cold.
Vitamin C sebagai Obat Anti-penuaan
Vitamin C juga terkenal dengan fungsinya sebagai pencegah penuaan.
Vitamin C bila dikonsumsi secara teratur dapat melindungi kulit dari proses
oksidasi ataupun sengatan sinar ultraviolet, yang merupakan penyebab kerusakan
kulit. Proses vitamin C dalam mencegah penuaan adalah dengan terus-menerus
mensintesis kolagen pada kulit.
Vitamin C sebagai Pensintesis Kolagen
Kolagen adalah protein terbanyak pada serat-serat jaringan ikat kulit, tulang,
dan kartilago. Kolagen tidak dapat larut dalam air, tetapi mudah dicerna dan
mudah larut dalam basa. Seperti halnya protein lainnya, kolagen juga
mengandung rantai polipeptida. Rantai panjang dari molekul-molekul kolagen
mengandung kira-kira seribu residu asam amino, sekitar enam ribu atom. Proses
sintesis kolagen dimulai dengan reaksi hidroksilasi, dimana reaksi ini terjadi dalam
tiga tahap, yaitu: (1) suatu struktur tiga dimensi terbentuk, dengan asam amino
42
prolin dan glisin sebagai komponen utamanya. struktur tiga dimensi ini belum
menjadi kolagen, tetapi masih berupa prekursornya yaitu prokolagen. Karena
vitamin C dibutuhkan pada proses ini, maka vitamin C ikut berperan dalam proses
pembentukan rantai peptida menjadi prokolagen. (2) Proses konversi ini
membutuhkan ion hidroksida (OH-) untuk bereaksi dengan hidrogen (H+). (3)
Reaksi katalisis. Reaksi hidroksilasi ini dikatalisis oleh enzim prolyl-4-hidroksilase
and lisil-hidrokslase.
Kadar Asupan Vitamin C
Kebutuhan akan vitamin C untuk setiap orang berbeda-beda tergantung dari
keadaan tubuh setiap orang dan kegiatan yang dilakukan. Jumlah vitamin C yang
dibutuhkan adalah 1000 mg per harinya. Overdosisi vitamin C dapat menimbulkan
efek toksik yang serius yaitu batu ginjal, heperoksaluria, diare yang berlangsung
terus-menerus serta iritasi mukosa saluran cerna.
Defisisensi vitamin C adalah suatu keadaan dimana kadar vitamin C kurang
dari kadar normalnya. Defisiensi vitamin C mengakibatkan timbulnya penyakit
yang disebut scurvy, penuaan, serta penurunan daya tahan tubuh. Nilai normal
untuk kadar vitamin C dalam darah adalah:
Dewasa : 0,6 – 2 mg/dl vitamin C dalam Plasma
Dewasa : 0,2 – 2 mg/dl Vitamin C dalam serum
Anak-anak : 0,6 – 1,6 mg/dl vitamin C dalam plasma
Penentuan kadar vitamin C dalam tablet atau dalam sampel buah dapat
ditentukan melalui titrasi menggunakan iodin. Iodin adalah sebuah agen
pengoksidasi yang jauh lebih lemah dari pada kalium permanganat, senyawa
serium(IV), dan kalium dikromat. Dilain pihak ion iodida adalah agen pereduksi
yang termasuk kuat, lebih kuat, sebagai contoh, ion Fe(II). Dalam proses-proses
analitis, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen pereduksi (iodometri). Namun
demikian, banyak agen pereduksi yang cukup kuat untuk bereaksi dengan ion
iodida, dan aplikasi dari proses iodometrik cukup banyak.
Prinsip dari iodi/iodometri adalah reaksi reduksi oksidasi. Reaksi-reaksi
yang terjadi meliputi perubahan bilangan oksidasi atau perpindahan elektron-
elektron dari zat-zat yang bereaksi. Iodimetri adalah penyelidikan untuk
mengetahui kadar suatu zat dengan menggunakan larutan standar iodium,
sedangkan iodometri adalah titrasi terhadap iodium yang dibebaskan dari suatu
reaksi kimia. Beberapa kimiawan lebih suka menghindari istilah iodi/iodometri,dan

43
sebagai gantinya mengatakan proses-proses iodometrik langsung dan tak
langsung. Sebab pada iodimetri iodium yang ada merupakan reagen yang
diberikan dalam reaksi tersebut, sedangkan pada iodometri iodium yang terbentuk
merupakan hasil reaksi. Iodimetri dan iodometri termasuk titrasi reduksi oksidasi
dimana dalam reaksi redoks ini terjadi transfer elektron dari pasangan pereduksi
ke pasangan pengoksidasi. Pada titrasi diperlukan penambahan asam sulfat
sebagai katalisator dan amilum sebagai indikator titrasi. Kelebihan penambahan
larutan iod akan diidentifikasi melalui indikator amilum. Oksidasi asam askorbat
direaksikan seperti di bawah ini.

Reaksi yang terjadi pada titrasi iod dengan asam askorbat adalah:

Dalam menggunakan metode iodometri, menggunakan indikator kanji


dimaan warna dari sebuah larutan iodine 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat
bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodine juga memberikan warna
ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra klorida dan
kloroform. Dalam beberapa proses tak langsung, banyak agen pengoksid yang
kuat dapat dianalisis dengan menambahkan kalium iodide berlebih dan mentitrasi
iodine yang dibebaskan, karena banyak agen pengoksid yang membutuhkan
larutan asam untuk bereaksi dengan iodine.

44
Dengan metode iodometri ini, kadar asam askorbat dapat dihitung
menggunakan rumus:

% kadar askorbat = x 100 %

Kadar dalam tablet (massa dalam tablet) :

V. ALAT DAN BAHAN


Alat : Buret, klem, statif, Erlenmeyer, labu ukur, gelas ukur, pipet volume,
pipet tetes, gelas beaker, spatula, batang pengaduk, neraca analitik,
kaca arloji, lumping alu.
Bahan : KIO3, Na2S2O3.5H2O , Na2CO3, Kristal iod, amilum, KI, asam sulfat,
tablet vitamin C, buah belimbing wuluh, buah jeruk lokal, buah jeruk
impor, buah salak, jeruk nipis, minuman UC1000 (botol kaca),
minuman yogurt

VI. METODE
6.1 Pembuatan Larutan Baku KIO3 0,1 N
(1) Timbang dengan teliti 2,14 gram kalium iodat.
(2) Larutkan dengan akuades, dan masukkan pada labu ukur 500 mL serta
ditambahkan akuades sampai tanda batas, serta dikocok hingga
homogen.
6.2 Pembuatan Larutan Baku Na2S2O3.5H2O 0.1N
(1) Timbang dengan teliti 6,21 gram natrium tiosulfat pentahidrat.
(2) Larutkan Kristal Na2S2O3.5H2O dengan akuades dan masukkan ke
dalam labu ukur 250 mL, kemudian awetkan dengan 0,3 g Na2CO3
,tambahkan akuades sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.
6.3 Pembuatan Larutan I2 0,1 N
(1) Timbang larutan KI 12,5 g kemudian larutan dalam 30 mL akuades.
(2) Timbang 6,35 kristal iodin dam larutkan dalam larutan KI.

45
(3) Masukan larutan iodin dalam KI pada labu ukur 500 mL, dan tambahkan
akuades sampai tanda batas, kemudian dikocok hingga homogen
6.4 Pembuatan larutan indikator amilum 1%
(1) Timbang 1 g amilum dan larutkan dengan akuades hingga 100 mL.
(2) Didihkan larutan tersebut selama ± 2 menit hingga larutan jernih, dan
awetkan dengan menambahkan 0,204 g asam salisiat.
6.5 Pembuatan larutan H2SO4 2 N
(1) Pipet 5,6 mL asam sulfat pekat (36 N).
(2) Encerkan dengan akuades hingga 100 mL.
6.6 Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N
(1) Dipipet 25 mL KIO3 0,1 N dan dimasukkan dalam erlenmeyer.
(2) Tambahkan 2 g KI dan buatlah triplo.
(3) Sebelum dititrasi tambahkan 5 mL H2SO4 2 N.
(4) Titrasi larutan tersebut dengan natrium tiosulfat yang akan
distandarisasi sampai warna berubah dari merah bata menjadi kuning
pucat. (saat warna kuning mau menghilang , titrasi dihentikan dan
ditambahkan dengan 1 – 2 mL indikator amilum, sehingga timbul warna
biru ungu)
(5) Titrasi kembali dengan natrium tiosulfat hingga warna biru tepat hilang.
(6) Catat volume Na2S2O3 yang diperlukan dan hitunglah normalitas
natrium tiosulfat.
6.7 Standarisasi larutan I2 0,1 N
(1) Dipipet 10 mL Na2S2O3 0,1 N dan dimasukkan dalam erlenmeyer.
(2) Tambahkan 4-5 tetes amilum 1% dan buatlah triplo.
(3) Titrasi dengan larutan I2 sampai terjadi perubahan warna menjadi biru
tua.
(4) Catat volume I2 yang diperlukan dan hitunglah normalitas larutan
iodnya.
6.8 Penentuan Kadar Asam Askorbat (Vitamin C) dalam sampel (iodimetri)
(1) Gerus tablet vitamin C dan timbang sebanyak 0,15 gram (untuk buah
timbang 2,5 g, dan minuman ambil 2 mL)
(2) Larutkan dengan akuades 20 mL dan asam sulfat 2 N 5 mL.
(3) Tambahkan indikator amilum 4-5 tetes, kemudian titrasi sampai warna
berubah menjadi biru tua.

46
(4) Catat volume larutan iodin yang diperlukan dan ulangi secara triplo,
kemudian hidtunglah normalitas asam askorbat.

PERHITUNGAN
Perhitungan Konsentrasi Larutan dengan Titrasi  V1 x N1 = V2 x N2
Penentuan Kadar Asam Askorbat pada tablet vitamin C
Titrasi I2 0,1 N I =……. mL
Titrasi I2 0,1 N II =……. mL
Titrasi I2 0,1 N III =……. mL
Rata-rata I2 = …….. mL
Normalitas Asam askorbat = (Nlarutan iod x Vlarutan iod)/Vasam askorbat

Normalitas Asam askorbat = (massa / BE) x (1000/V(mL))


BE = Mr/valensi
Valensi = 2
Mr = 176,13

Kadar Asam Askorbat = (Massa asam askorbat/massa sampel) x 100%

1 mL I2 0,1 N = 8,8 mg Asam askorbat

Pertanyaan :
(1) Jelaskan dan sebutkan metode lain yang dapat digunakan dalam
penentuan kadar vitamin C!
(2) Jelaskan kestabilan vitamin C dalam sampel makanan atau minuman!

47
PRAKTIKUM VIII
UJI KUALITATIF VITAMIN A, D, DAN B

I. TUJUAN
1.1 Tujuan Instruksi Umum
Mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam uji kualitatif
vitamin A, vitamain, D, Vitamin B1 dan B6
1.2 Tujuan Instruksi Khusus
 Mahasiswa mampu menentukan adanya vitamin A secara kualitatif
pada sampel
 Mahasiswa mampu menentukan adanya vitamin D secara kualitatif
pada sampel
 Mahasiswa mampu menentukan adanya vitamin B1 dan B6 secara
kualitatif pada sampel

II. METODE
Metode yang digunakan dalam analisis angka penyabunan yaitu
kolorimetri.

III. DASAR TEORI


Vitamin adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan dalam
jumlah kecil dalam diet seseorang tetapi esensial untuk reaksi metabolisme dalam
sel dan penting untuk melangsungkan pertumbuhan normal serta memelihara
kesehatan. Vitamin juga merupakan zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan
dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh.
Oleh karena itu, harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat
pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai
tugas spesifik di dalam tubuh. Karena vitamin adalah zat organik maka vitamin
dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan.
Vitamin merupakan nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil
untuk sejumlah fungsi biokimiawi, dan umumnya tidak apat disintesis oleh tubuh
sehingga harus dipasok dari makanan. Vitamin yang pertama kali ditemukan,
vitamin A dan B, ternyata masing-masing bersifat larut-lemak dan –air. Seiring
48
semakin banyaknya vitamin ditemukan, vitamin-vitamin tersebut ternyata juga
memperlihatkan entah sifat larut-lemak atau larut-air, dan sifat ini dipakai sebagai
dasar bagi klasifikasi vitamin. Semua vitamin larut-air merupakan anggota vitamin
B kompleks (kecuali vitamin C) dan vitamin larut-lemak yang baru ditemukan
diberi simbol berdasarkan abjad (misalnya vitamin D, E, dan K). Terlepas dari sifat
kelarutannya, vitamin-vitamin larut-air hanya memiliki sedikit persamaan bila
dilihat dari sudut pandang kimia.
Vitamin B yang esensial bagi nutrisi manusia adalah (1) tiamin (vitamin B1),
(2) riboflavin (vitamin B2), (3) niasin (vitamin B3), (4) asam pantotenat (vitamin
B5), (5) vitamin B6, (7) vitamin B12, dan (8) asam folat. Vitamin B1 atau Thiamin
mengandung sistem dua cincin, yaitu inti pirimidin dan thiazol. Dalam tanaman,
terutama serelia, vitamin B1 terdapat dalam keadaan bebas, sedangkan dalam
jaringan hewan terdapat sebagai koenzim, yaitu thiamin pirofosfat (TPP). Vitamin
bersifat larut dalam air, tetapi tidak larut dalam pelarut lemak. Dalam larutan netral
atau alkalis, thiamin mudah rusak, sedangkan dalam keadaan asam tahan panas.
Thiamin stabil pada pemanasan kering, tetapi mudah terurai oleh zat-zat
pengoksidasi dan terhadap radiasi sinar ultraviolet. Sedangkan pada penentuan
adanya vitamin B6 yang bertujuan membuktikan adanya vitamin B6 secara
kualitatif. Dalam vitamin B6 terdiri atas tiga bentuk senyawa, yaitu pirodoksin,
pirodoksal, atau pirodoksamin. Ketiga bentuk vitamin B6 terdapat dalam hewan
maupun tumbuhan, terutama pada beras atau gandum. Pirodoksin stabil terhadap
pemanasan, alkali dan asam. Pirodoksal dan pirodoksamin mudah rusak oleh
pemanasan, udara, dan cahaya. Dari ketiga bentuk vitamin B6, hanya pirodoksin
yang paling tahan terhadap pengaruh pengolahan dan penyimpanan. Maka dari
itu dalam percobaan ini larutan pirodoksin akan diuji dengan membandngkan
penambahan larutan CuSO4 dan NaOH dengan FeCl3. Masing-masing akan
menunjukkan warna berbeda apabila reaksi positif.
Asam askorbat (vitamin C) merupakan antioksidan larut-air yang
mempertahankan banyak kofaktor logam dalam keadaaan tereduksi.
Vitamin A (retinol) tidak hanya diwakili oleh vitamin A yang ada di dalam
makanan, tetapi juga oleh provitamin (β-karoten) di dalam tanaman. Retinol dan
asam retinoat dianggap bekerja melalui pengontrolan ekspresi gen, sementara
retinal digunakan pada penglihatan dan berperan di dalam sintesis glikoprotein.
Teori menjelaskan vitamin A ialah suatu alcohol dengan berat molekul yang tinggi.

49
Sumber vitamin A adalah karoten dan karotenoid yang banyak terdapat dalam
bahan-bahan nabati sebagai provitamin. Dalam jaringan hewan, vitamin A
diperoleh dala bentuk retinol. Vitamin A stabil di bawah atmosfir, tetapi cepat
kehilangan aktivitasnya bila dipanaskan dengan adanya oksigen, terutama pada
suhu tinggi, vitamin A dapat rusak bila dioksidasi atau dihidrogenasi. Penentuan
adanya vitamin A dapat dilakukan dengan 2 metoda, yakni dengan pereaksi Carr-
Price atau pereaksi Trikloroasetat (TCA). Vitamin A dengan pereaksi Carr-Price
akan memberikan warna biru, kemudian berubah menjadi coklat. Intensitas warna
biru sebanding dengan banyaknya vitamin A yang terkandung dalam suatu bahan.
Oleh karena itu, reaksi dapat dijadikan dasar penentuan kuantitatif vitamin A
secara kolorimetri, seperti pada percobaan pertama.
Vitamin D merupakan senyawa steroid prohormon yang aktivitasnya
diselenggarakan oleh derivat hormonnya, kalsitriol. Vitamin D digunakan dalam
pengaturan metabolisme kalsium serta fosfor, dan tidak adanya vitamin D di
dalam makanan akan menimbulkan penyakit rakitis serta asteomalasia. Di alam
terdapat dua jenis vitamin D yang penting, yaitu vitamin D2 (viosterol atau
ergokalsiferol) yang banyak bersumber dari bahan nabati seperti ragu dan jamur.
Pada umumnya, vitamin D stabil terhadap pemanasan, asam dan oksigen.
Vitamin D secara lambat dapat didestruksi bila lingkungannya alkalis, terutama
bila terdapat udara dan cahaya. Pemanasan dengan hidrogen peroksida tidak
merusak vitamin D, tetapi vitamin A akan rusak. Maka dari itu, pada percobaan ini
dilakukan pemanasan dan pengujian dengan pereaksi Carr-Price untuk
membuktikan hal tersebut.
Vitamin E (tokoferol) merupakan antioksidan yang paling penting di dalam
tubuh, bekerja pada fase lipid membran di seluruh sel. Vitamin ini memberi
perlindungan terhadap efek radikal toksik.
Vitamin K diperlukan bagi sintesis berbagai faktor pembekuan darah.
Fungsi vitamin K sebagai kofaktot enzim karboksilase yang bekerja pada residu
glutamat protein prekursor faktor pembekuan memungkinkan vitamin tersebut
melakukan khelasi kalsium.
Semua vitamin larut-lipid memiliki sifat sebagai molekul hidrofobik dan
apolar, serta sifat sebagai derivat isoprena. Semua vitamin larut-lipid
membutuhkan absorpsi lemak yang normal agar penyerapan dapat berlangsung
efisien, dan jika mekanisme ini terganggu, cenderung terjadi gejala defiseinsi.

50
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat :
Tabung dan rak tabung reaksi, pipet tetes, gelas kimia
Bahan :
Standar vitamin A, minyak ikan, Vitamin B1 dan B6, beras merah, TCA, kloroform,
SbCl3, asam asetat, H2O2, Pb-asetat 10%, NaOH 6 N, CuSO4 2% , NaOH 3 N,
FeCl3
V. PROSEDUR KERJA
5.1 Uji identifikasi Vitamin A dengan TCA
1) Masukkan 5 tetes zat yang diuji (misalnya: standar vitamin A, minyak ikan,
dll.) ke dalam tabung reaksi
2) Tambahkan 1 mL pereaksi trikloroasetat dalam kloroform
3) Campurlah dengan baik
4) Amati perubahan warna yang terjadi (Jika terbentuk warna biru kehijauan
berarti positif mengandung vitamin)
5.2 Uji identifikasi Vitamin A dengan pereaksi Carr-Price
1) Masukkan 5 tetes zat yang diuji (misalnya: minyak ikan) ke dalam tabung
reaksi
2) Tambahkan 10 tetes kloroform lalu campur dengan baik
3) Tambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan sepucuk sendok kristal SbCl3
4) Amati perubahan warna yang terjadi (Jika terbentuk warna biru yang
berubah menjadi merah coklat berarti positif mengandung vitamin A).
5.3 Uji identifikasi Vitamin D
1) Masukan 10 tetes zat yang diuji (misalnya minyak ikan) ke dalam tabung
reaksi
2) tambahkan 10 tetes larutan H2O2 5%
3) Kocoklah campuran kira-kira 1 menit
4) Panaskan di atas api kecil perlahan-lahan sampai tidak ada gelembung-
gelembung gas keluar. Usahakan jangan sampai mendidih
5) Dinginkan tabung di bawah air kran
6) Lalu lakukan uji dengan pereaksi Carr-Price seperti pada penentuan
vitamin A
51
7) Amati perubahan warna yang terjadi.(Jika terbentuk warna jingga-kuning
berarti positif mengandung vitamin D)
5.4 Uji identifikasi Vitamin B1
1) Masukkan 10 tetes larutan yang diuji (misalnya thiamin 1%) ke dalam
tabung reaksi
2) Tambahkan 10 tetes larutan Pb-asetat 10% dan 1 mL NaOH 6 N
3) Campurlah dengan baik, perhatikan warna kuning yang terjadi
4) Lalu panaskan dan amati perubahan yang terjadi (Jika timbul endapan
warna coklat-hitam yang menandakan positif mengandung vitamin B1 )
5.5 Uji identifikasi Vitamin B6
Prosedur I
1) Masukkan 5 tetes larutan yang diuji (misalnya pirodoksin 1%) ke dalam
tabung reaksi
2) Tambahkan 2 tetes larutan CuSO4 2% dan 10 tetes NaOH 3 N
3) Amati perubahan yang terjadi
4) (Jika terbentuk warna biru-ungu berarti positif mengandung vitamin B6 )
Prosedur II
5) Masukkan 5 tetes larutan yang diuji (misalnya pirodoksin 1%) ke dalam
tabung reaksi
6) Tambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3
7) Amati perubahan yang terjadi (Jika terbentuk warna jingga sampai merah
tua berarti mengandung vitamin B6 )
VI. HASIL PENGAMATAN
Identifikasi Vitamin Identifikasi Vitamin Identifikasi Vitamin Identifikasi Vitamin Identifikasi Vitamin
A D B1 B6 (Prosedur I) B6 (Prosedur II)
Samp
Perubah Perubah Perubah Perubah Perubah
el Interpret Interpret Interpret Interpret Interpret
an an an an an
asi asi asi asi asi
Warna Warna Warna Warna Warna

52
Pertanyaan:
(1) Bagaimana cara preparasi sampel yang mengandung vitamin A, B, dan D?
(2) Jelaskan reaksi-reaksi yang terjadi dalam pengujian penentuan secara
kualitatif vitamin A, B, dan D!
(3) Jelaskan metode lainnya yang dapat digunakan dalam penentuan secara
kualitatif maupun kuantitatif vitamin A, B, dan D!
(4) Jelaskan karakteristik sampel bahan yang digunakan dihubungkan dengan
kandungan vitamin secara teoritis!

53
PRAKTIKUM IX
ANALISIS KADAR NITRIT PADA DAGING

I. TUJUAN
1.1 Tujuan Instruksi Umum
Mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam uji kualitatif
vitamin A, vitamain, D, Vitamin B1 dan B6
1.2 Tujuan Instruksi Khusus
 Mahasiswa mampu menentukan adanya vitamin A secara kualitatif
pada sampel
 Mahasiswa mampu menentukan adanya vitamin D secara kualitatif
pada sampel
 Mahasiswa mampu menentukan adanya vitamin B 1 dan B6 secara
kualitatif pada sampel

II. METODE
Metode yang digunakan dalam analisis angka penyabunan yaitu
kolorimetri.

III. DASAR TEORI

54
PRAKTIKUM IX
ANALISIS PENENTUAN PEMANIS BUATAN (SAKARIN)

IV. TUJUAN
1.3 Tujuan Instruksi Umum
Mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam uji kualitatif
vitamin A, vitamain, D, Vitamin B1 dan B6
1.4 Tujuan Instruksi Khusus
 Mahasiswa mampu menentukan adanya vitamin A secara kualitatif
pada sampel
 Mahasiswa mampu menentukan adanya vitamin D secara kualitatif
pada sampel
 Mahasiswa mampu menentukan adanya vitamin B 1 dan B6 secara
kualitatif pada sampel

V. METODE
Metode yang digunakan dalam analisis angka penyabunan yaitu
kolorimetri.

VI. DASAR TEORI

55
. Penetapan Zat Pemanis Buatan Yang dimaksud dengan zat pemanis buatan
adalah zat – zat selain gula yang digunakan untuk memberi atau menambah rasa
manis dalam makanan dan minuman, contohnya sakarin, siklamat dan garam –
garamnya. Penambahan itu dilakukan dengan dosis/ukuran yang tertentu, karena
dapat mengganggu kesehatan. Pada umumnya zat – zat tersebut termasuk
senyawa aromatis serta berupa hablur tidak berwarna atau berwarna putih, tidak
berbau atau berbau aromatic lemak, rasanya manis, larut dalam air, sukar larut
dalam pelarut organic lemah. Disamping itu masing – masing zat pemanis buatan
mempunyai sifat yang berbeda dengan lainnya, seperti sakarin yang sukar larut
dalam air dingin, tapi larut dalam air panas, larut dalam etanol, tapi sukar larut
dalam kloroform. Sedangkan natrium siklamat sukar larut dalam etanol dan tidak
larut sama selaki dalam kloroform dan dalam eter. Penyimpanan zat pemanis

56
buatan dilakukan dalam wadah yang tertutup rapat, karena mudah mengikat air
yang ada di sekitarnya. a. Penetapan sakarin Acara 1 : Pengujian sakarin secara
kualitatif

Tujuan : Menguji ada atau tidaknya sakarin sebagai zat pemanis buatan dalam
makanan/minuman.
Alat – alat : - Neraca analitik - Pipet ukur - Gelas piala - Pemanas - Pipet tetes
Bahan – bahan : - Contoh makanan/minuman - Larutan NaOH (1 : 20) - Larutan
HCl 13 % - Larutan FeCl3 1 N - Asam asetat 50 % - KNO2 10 % - Larutan CuSO4
1 % - Air panas - Petroleum eter Urutan kerja 1a : Dengan cara mengubah sakarin
menjadi asam salisilat : 1. Masukkan 100 mg contoh ke dalam gelas piala 2.
Larutkan dalam 5 ml larutan NaOH (1 : 20) 3. Uapkan sampai kering di atas api
kecil dan kemudian didinginkan 4. Larutkan dalam 20 ml HCl 13 % ditambah
setetes larutan FeCl3 1 N 5. Amatilah perubahan warna yang terjadi, apabila
larutan berwarna violet berarti ada asam siklamat yang terbentuk dari sakarin
Urutan kerja 1b : Dengan cara “Jorrissen test” : 1. Ambil 50 ml contoh, diasamkan
dengan HCl, lalu diekstraksi 2. Hasil ekstraksi yang tidak mengandung petroleum
eter dilarutkan dengan sedikit air panas 3. Setelah dingin, ambil 10 ml larutan dan
ditambahkan 4 – 5 tetes KNO2 10 %, 4 – 5 tetes asam asetat 50 % dan 1 tetes
CuSO4 1 % 4. Jika terdapat asam salisilat, larutan akan berubah menjadi warna
merah Acara 2a : Penetapan kadar sakarin Tujuan : Menghitung jumlah
kandungan sakarin sebagai zat pemanis buatan Alat –alat : - Neraca - Oven -
Gelas ukur - Buret - Erlenmeyer Bahan – bahan : - Contoh yang akan dianalisa
(makanan/minuman) - Larutan NaOH 0.1 N - Indikator phenolpthalen Urutan kerja
: 1. Ambillah sebanyak 0.3 g contoh yang telah dikeringkan pada suhu 105 OC
selama 2 jam dan dilarutka dalam 75 ml air mendidih dan kemudian didinginkan.
2. Titrasi dengan larutan NaOH 0.1 N dengan 3 tetes indicator phenolpthalen.
Perhitungan : Tiap ml NaOH 0.1 N setara dengan 18.32 mg sakarin Catatan :
Untuk bahan – bahan yang berwarna perlu disaring terlebih dahulu sehingga
penggunaan indicator phenolpthalen dapat terlihat dengan sempurna. Acara 2b :
Penetapan kadar Na-sakarin Tujuan : Menghitung jumlah kandungan Na-sakarin
sebagai zat pemanis buatan dalam suatu makanan atau minuman. Alat – alat : -
Neraca analitik - Oven - Pipet ukur - Buret - Erlenmeyer - Pipet tetes Bahan –
bahan : - Contoh (makanan/minuman) - Asam asetat glacial - Asam perklorat 0.1

57
N - Kristal violet Urutan kerja : 1. Ambillah 0.3 g contoh yang telah di keringkan
pada suhu 120 OC selama 4 jam yang kemudian di larutkan dalam 20 ml asam
asetat glacial. 2. Titrasilah dengan asam perklorat 0.1 N dengan 2 tetes larutan
kristal violet sebagai indicator, sehingga warna ungu larutan berubah menjadi biru
kemudian hijau 3. Buatlah percobaan blanko (tanpa contoh)

58

Anda mungkin juga menyukai