Anda di halaman 1dari 6

Nama asisten : Laksmi Putri

Tanggal Praktikum : 18 Januari 2021


Tanggal Pengumpulan : 25 Januari 2021

PRAKTIKUM PENENTUAN KADAR ABU


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Zahida Rahmi (240210180086)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844,
779570 Fax. (022) 7795780 Email: zahida18001@mail.unpad.ac.id

ABSTRACT
Ash is a residue in the form of inorganic substances resulting from the combustion of
organic foodstuffs. Ash content analysis can be a parameter of the feasibility and nutritional
content of a food ingredient. The purpose of this practicum is to determine ash content of the
sample. The method for analyzing the ash content was carried out using the direct method
(specificallu drying method). The results showed that the fish dumplings sample had the highest
ash content of 1.57% (a) and 1.53% (b) while the smallest ash content was in the honey sample
of 0.12% (a) and 0.20% (b).
Keywords : Ash content, mineral, inorganic
PENDAHULUAN Pengabungan dapat dilakukan dengan
metode langsung dan tidak langsung.
Abu adalah residu anorganik dari Pengabuan langsung yang umum dilakukan
hasil pembakaran atau hasil oksidasi zat adalah pengabuan kering dengan panas
organik dalam bahan pangan. Kadar abu dari tinggi dan adanya oksigen serta pengabuan
suatu bahan menunjukkan kandungan basah dengan menggunakan oksidator-
mineral yang terdapat dalam suatu bahan oksidator kuat. Sedangkan pengabuang tidak
pangan. Penentuan kadar abu dapat langsung dilakukan dengan metode
digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu konduktometri dan metode pertukaran ion
menentukan baik atau tidaknya suatu (Andarwulan et al., 2011).
pengolahan, mengetahui jenis bahan yang Prinsip penentuan kadar abu dalam
digunakan, dan sebagai penentu parameter bahan pangan adalah menimbang berat sisa
nilai gizi suatu bahan makanan (Mulyo et mineral hasil pembakaran bahan organik
al., 2008). pada suhu sekitar 550ºC. Penentuan kadar
Kadar abu dalam pangan dapat abu dapat dilakukan secara langsung dengan
dipengaruhi oleh berbagai kondisi seperti membakar bahan pada suhu tinggi (500-600
jenis bahan, umur simpan, dan lain ºC) selama beberapa jam, tanpa terjadinya
sebagainya. Kadar abu adalah campuran nyala api sampai terbentuk abu berwarna
komponen anorganik atau mineral yang putih keabuan dan berat tetap tercapai.
terdapat dalam suatu bahan pangan. Unsur Oksigen yang terdapat di dalam udara
juga dikenal sebagai zat organic atau kadar bertindak sebagai oksidator (Legowo dan
abu. Kadar abu juga dapat menunjukkan Nurwantoro, 2004). Residu yang didapatkan
total mineral dalam pangan. Bahan – bahan merupakan total abu dari suatu contoh.
organik dalam proses pembakaran akan Sedangkan cara basah prinsipnya adalah
terbakar tetapi komponen anorganiknya memberikan reagen kimia tertentu ke dalam
tidak, karena itulah disebut sebagai kadar bahan sebelum pengabuan. Kadar abu
abu (Wahyudi, 2018). ditentukan berdasarkan kehilangan berat
Analisis kadar abu pada bahan pangan setelah pembakaran dengan syarat titik akhir
dilakukan dengan proses pengabuan. pembakaran dihentikan sebelum terjadi
dekomposisi dari abu tersebut (Sudarmadji, ditanur, maka dapat dilakukan perhitungan
2010). kadar abu dengan rumus:
Meninjau dari kegunaan analisis
kadar abu pada bahan pangan, praktikum 𝑊2 − 𝑊1
𝑥 100
kali ini pun bertujuan untuk mengetahui 𝑊𝑠
kadar mineral yang terkandung dalam
beberapa sampel bahan pangan yaitu siomay Keterangan:
ikan, kelapa batok, dan madu serta Ws = berat sampel
membandingkan kadar abu yang didapat W1 = berat cawan kosong
dengan standar kadar abu jenis sampel yang W2 = berat cawan + sampel
ditetapkan.

METODOLOGI HASIL DAN PEMBAHASAN


Alat dan Bahan Penentuan abu total dilakukan dengan
tujuan untuk menentukan baik tidaknya
Alat – alat yang digunakan dalam proses pengolahan, mengetahui jenis bahan
praktikum ini adalah cawan porselen, yang digunakan, serta dijadikan parameter
desikator, krustang, neraca analitik, dan nilai gizi bahan makanan. Praktikum analisis
tanur. kadar abu dalam pangan kali ini akan
Bahan-bahan yang digunakan dalam menggunakan metode pengabuan kering.
percobaan ini adalah siomay ikan, batok Metode ini dilakukan dengan cara
kelapa, dan madu. pengeringan menggunakan tanur pada suhu
550-600°C kemudian didinginkan pada
Prosedur desikator untuk melihat berat konstan
Persiapan Cawan sampel. (Setiasih, 2009).
Pengkondisian atau pengonstanan Terdapat dua metode pengabuan,
berat cawan dimulai dengan menimbang diantaranya pengabuan kering (langsung)
berat cawan porselen kosong menggunakan dan pengabuan basah (tidak langsung).
neraca analitik. Kemudian, cawan Namun, pada praktikum ini digunakan
dipanaskan dalam tanur bersuhu 550°C metode pengabuan kering karena dianggap
selama 2 jam lalu didinginkan dalam sebagai metode yang paling sederhana dan
desikator selama 15 menit sebelum aman. Menurut Irawati (2008), analisis
dilakukan penimbangan cawan kembali. kadar abu digunakan untuk menentukan baik
Pemanasan dilakukan hingga mendapatkan tidaknya proses pengolahan, mengetahui
berat cawan konstan. jenis bahan, menentukan fruit vinegar yang
asli atau sintetis, dan sebagai parameter nilai
Analisis Kadar Abu bahan.
Setiap sampel ditimbang sebanyak 1 Penentuan kadar abu cara kering
gram dengan menggunakan neraca analitik. mempunyai prinsip yaitu, mengoksidasi
Sampel yang sudah ditimbang, dimasukkan semua zat organik pada suhu tinggi, yakni
ke dalam cawan porselen lalu ditimbang sekitar 500-600°C dan kemudian melakukan
kembali. Kemudian, cawan yang berisi penimbangan zat yang tertinggal setelah
sampel tersebut dimasukkan ke dalam tanur proses pembakaran tersebut. Yang bertujuan
dengan suhu 550°C selama 5 jam. Setelah 5 untuk mengetahui besar-kecilnya
jam, cawan dimasukkan ke dalam desikator kandungan mineral dalam pangan. Metode
selama 30 menit dan ditanur kembali selama pengabuan kering dilakukan dengan cara
30 menit. Cawan porselen tersebut mendekstruksi komponen organik sampel
kemudian ditimbang pada neraca analitik. dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur
Perlakuan ini dilakukan hingga berat pengabuan (furnace), tanpa terjadi nyala api,
mencapai konstan. Setelah didapatkan berat sampai terbentuk abu berwarna putih
cawan dan sampel yang konstan setelah keabuan dan berat konstan tercapai
(Andarwulan et al., 2011). Selain itu,
analisis kadar abu juga dapat digunakan cawan kosong harus didinginkan terlebih
untuk berbagai kepentingan seperti untuk dahulu dalam desikator dengan tetap
memperkirakan kandungan dan keaslian menjaga kerapatan desikator ketika
bahan yang digunakan, menunjukkan kadar digunakan.
mineral, kemurnian, dan kebersihan bahan Setelah didapatkan berat cawan
pangan tersebut (Maulana, 2016). konstan, pengabuan dilakukan dengan
Sampel yang akan dianalisis pertama – tama menimbang sampel yang
menggunakan metode pengabuan kering ini akan digunakan sebanyak 1 gram dan
terdiri dari 3 jenis sampel yang berbeda, dihaluskan sebelum dipanaskan dalam tanur
antara lain siomay ikan, kelapa batok, dan pada suhu 550°C selama 5 jam hingga
madu. Langkah pertama sebelum menjadi abu. Penghalusan dilakukan
menimbang sampel ialah melakukan menggunkan mortar untuk memperluar
pengonstanan cawan porselen terlebih permukaan sampel supaya oksidasi senyawa
dahulu dengan cara dipanaskan dalam tanur organik menggunakan panas dapat
bersuhu 550°C selama 30 menit. Cawan berlangsung dengan lebih efisien dan baik.
porselen paling umum digunakan untuk Suhu 550°C digunakan karena dianggap
pengabuan karena beratnya yang relatif ideal untuk digunakan dalam proses
konstan setelah pemanasan berulang-ulang pengabuan. Suhu yang terlalu rendah tidak
dan harganya yang murah. Tetapi cawan dapat digunakan dalam menganalisis
porselen mudah retak, bahkan pecah jika sejumlah kandungan mineral seperti seng
dipanaskan pada suhu tinggi dengan tiba- pada suhu 450°C sedangkan penggunaan
tiba. Setelah dipanaskan, cawan dipindahkan suhu yang terlalu tinggi juga dapat
ke dalam desikator menggunakan krustang menyebabkan beberapa mineral menjadi
untuk didinginkan selama 30 menit. tidak larut (Buckle et al., 2007).
Desikator berfungsi sebagai media Proses pengabuan dianggap berhasil
penyerap air karena terdapat silika gel yang apabila warna yang dihasilkan menunjukkan
bersifat higroskopis dan akan menyerap air warna putih abu-abu. Selama proses
dari lingkungan sekitar. Demikian pula pemanasan awal sampai pada proses
dengan abu, abu juga bersifat higroskopis. pengabuan telah terjadi penguapan air dan
Jumlah air yang diikat oleh bahan akan zat-zat yang terdapat pada sampel, sehingga
mempengaruhi RH lingkungan dan yang tersisa hanyalah sisa dari hasil
mempengaruhi kondisi kesetimbangan. pembakaran yang sempurna yakni abu. Nilai
Kondisi RH yang tinggi akan membuat abu berat abu kemudian ditentukan berdasarkan
menyerap air dari lingkungan dan perhitungan kadar abu dan didapatkan hasil
mengalami peningkatan Aw sehingga perhitungan seperti pada tabel 1 berikut.
berakibat pada ketidakakuratan
penimbangan (Feri, 2010). Oleh karena itu,

Tabel 1. Hasil Pengamatan Analisis Kadar Abu

Sampel W cawan W sampel W c+s Kadar Abu (%)

22,7357 1,0004 22,7515 1,57


Siomay Ikan
21,1627 1,0008 21,1780 1,53
21,5855 1,0011 21,5902 0,47
Kelapa Batok
20,7366 1,0010 20,7418 0,52
23,7844 1,0032 23,7844 0,12
Madu
23,0478 1,0032 23,0478 0,20
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2021)
Berdasarkan hasil pengamatan diatas, KESIMPULAN
dapat terlihat bahwa seluruh sampel
memiliki kadar abu yang berbeda – beda Berdasarkan hasil analisis yang
berdasarkan jenis dan karakteristik masing – didapatkan dari ketiga sampel, ketiga sampel
masing sampel. Siomay ikan memiliki kadar memiliki kadar abu yang berbeda. Sampel
abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan siomay ikan memiliki kadar abu yang paling
sampel lainnya sebesar 1,57% (a) dan 1,53% tinggi dibanding sampel lainnya sebesar
(b) sedangkan kadar abu terendah dimiliki 1,57% (a) dan 1,53% (b), sampel batok
oleh sampel madu. kelapa memiliki kadar abu sebesar 0,47% (a)
Sampel siomay ikan memiliki kadar dan 0,52% (b) sedangkan sampel madu
abu masing – masing sebesar 1,57% (a) dan memiliki kadar abu terendah dengan nilai
1,53% (b). Apabila mengacu pada SNI 0,12% (a) dan 0,2% (b). Ketiga sampel telah
7756:2013 siomay ikan seharusnya memenuhi standar yang ditetapkan SNI.
memiliki kadar abu kurang dari sama dengan Perbedaan kadar abu dapat dipengaruhi oleh
2,5% sehingga hasil yang didapat dapat berbagai sebab seperti umur simpan,
dinyatakan bahwa kadar abu pada kedua karakteristik jenis sampel yang digunakan
sampel siomay ikan telah memenuhi serta kondisi lingkungan.
persyaratan SNI, sesuai dengan literatur dan
layak untuk dikonsumsi.
Sampel kelapa batok memiliki kadar DAFTAR PUSTAKA
abu masing – masing sebesar 0,47% (a) dan
0,52% (b). hasil yang didapat sesuai dengan Andarwulan, N., Feri K., Dian H.. 2011.
ketentuan standar SNI 01-2902- 1992 Analisis Pangan. Penerbit Dian
dimana disebutkan bahwa kelapa batok Rakyat, Jakarta.
mempunyai kadar abu maksimum sebesar Badan Standarisasi Nasional, 1995. Kelapa
8% sehingga dapat disimpulkan bahwa Batok Standar Mutu SNI 01-2902-
kadar abu sampel kelapa batok telah 1992. Jakarta.
memenuhi standar yang ditetapkan SNI dan
layak untuk digunakan dan dikonsumsi. Badan Standarisasi Nasional, 2013. Madu.
Sampel madu memiliki kadar abu Standar Mutu SNI 01-3545-2013.
masing – masing sebesar 0,12% (a) dan Jakarta
0,2% (b). Menurut SNI 01-3545-2013, kadar Badan Standardisasi Nasional. 2013.
abu yang harus dimiliki sebagai standar Siomay Ikan. Standar Mutu SNI 01-
mutu madu asli ialah kurang dari sama 7756-2013. Jakarta.
dengan 0,5% b/b atau maksimal 0,5% b/b
sehingga kadar abu pada kedua sampel madu Buckle, K.A, R.A Edwards, G.H. Fleet, and
dapat dinyatakan lolos standar mutu SNI dan M. Wootton. 2007. Ilmu Pangan
layak untuk dikonsumsi. (Food Science). Jakarta: Penerbit
Kelebihan metode pengabuan kering Universitas Indonesia (UI-Press).
adalah aman, hanya membutuhkan reagen Feri K. 2010. Kimia Pangan (Komponen
dalam jumlah sedikit, dapat menganalisis Makro). Jakarta (ID). Dian Rakyat.
beberapa sampel secara bersamaan, tidak
Irawati. 2008. Pengujian Mutu 1. Diploma
memerlukan tenaga kerja yang intensif, serta
abu yang diperoleh dapat dianalisis untuk IV PDPPTK VEDCA. Cianjur.
kadar mineral spesifik.Kelemahan dari Legowo AM, Nurwantoro. 2004. Analisis
penentuan kadar abu dengan cara kering Pangan. Program Teknologi Hasil
adalah memerlukan waktu yang lama dan Ternak. Fakultas Peternakan.
adanya kehilangan karena pemakaian suhu Universitas diponegoro. Semarang.
tinggi. Hal ini dapat dihindarkan dengan jika
Maulana, Akbar. 2016. Analisis Parameter
dilakukan pengabuan dengan cara basah,
Mutu dan Kadar Flavonoid Pada
tetapi pengabuan cara basah memerlukan
Produk The Hitam Celup. Tugas
persyaratan khusus dan alat yang rumit.
Akhir Program Studi Teknologi
Pangan. Fakultas Teknik. Universitas Sudarmadji. S., Haryono, B., Suhardi. 2010.
Pasundan. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty Yogyakarta,
Mulyo, R.A., et al,. 2008. Penetapan Kadar
Yogyakarta.
Abu (AOAC 2005). Jurnal Gizi. Vol:
1-6. Wahyudi. 2018. Optimasi Rasio Tepung
Terigu. Tepung Pisang, dan Tepung
Setiasih. 2009. Pengantar Teknologi
Umbi Talas Serta Zat Aditif pada
Pangan. PT Bumi Akasa, Jakarta.
Pembuatan Mie Basah. AGRITEPA.
4(2) : 144-158. ISSN : 2407 – 1315.
LAMPIRAN

𝑊2 − 𝑊1
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) = 𝑥 100
𝑊𝑠

1. Sampel Siomay Ikan


22,7515−22,7357
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎 = 1,0004
𝑥 100

= 1,57 %

21,1780−21,1627
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑏 = 1,0008
𝑥 100

= 1,53 %

2. Sampel Kelapa Batok


21,5902 − 21,5855
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎 = 1,0011
𝑥 100

= 1,57 %

20,7418 − 20,7366
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑏 = 1,0010
𝑥 100

= 0,52 %

3. Sampel Madu
23,7856 −23,7844
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎 = 1,0032
𝑥 100

= 0,12 %

23,0498 −23,0478
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑏 = 𝑥 100
1,0032

= 0,2 %

Anda mungkin juga menyukai