Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN ANALISA HASIL PERTANIAN

ANALISIS KADAR ABU

Noviyanty Safitri Vanath


NIM : 2017-57-001

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbagai jenis makanan yang kita konsumsi terdiri atas berbagai macam
kandungan gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Karbohidrat, protein, dan lemak merupakan zat gizi makro karena dibutuhkan
oleh tubuh dalam jumlah besar sedangkan lainnya merupakan zat gizi mikro.
Vitamin dan mineral walaupun merupakan zat gizi mikro tetapi sangat dibutuhkan
tubuh karena fungsinya. Analisis zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral
menjadi penting karena keduanya perlu dicantumkan dalam kemasan bahan
makanan serta memiliki fungsi lainnya. Dalam melakukan analisis, vitamin dan
mineral berbeda. Penentuan kadar mineral dalam bentuk asli sulit dilakukan, oleh
karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam
mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sediaoetomo, 2000).
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam
garam, yaitu garam organik dan garam anorganik. Mineral juga biasanya
berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis (Sediaoetomo, 2000).
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik
(Sudarmadji, 2003). Pengabuan adalah tahapan utama dalam proses analisis kadar
abu suatu bahan pangan dan hasil pertanian. Terdapat 3 jenis pengabuan, yaitu
pembakaran dalam tanur, pembakaran api terbuka, dan wet combustion. Pada
analisis abu dan serat seringkali digunakan jenis pengabuan dalam tanur
(Khopkar, 2003).
Pada analisa kadar abu umumnya menggunkan 2 metode, yaitu metode
pengabuan kering dan metode pengabuan basah. Prinsip dari pengabuan cara tidak
langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum
dilakukan pengabuan. Pengabuan yang mudah dilakuakan yaitu pengabuan cara
kering dikarenakan tidak menggunakan banyak alat dan bahan.
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada maka dapat dirumuskan :


- Apa saja peralatan yang digunakan dalam analisis kadar abu cara
kering?
- Bagaimana kegunaan setiap alat dalam analisis kadar abu cara kering?
- Bagaimana prosedur analisis kadar abu cara kering?

1.3. Tujuan

Tujuan dari laporan ini yaitu :


- Menentukan peralatan dalam analisis kadar abu cara kering;
- Menentukan kegunaan setiap alat dalam analisis kadar abu cara kering;
- Menjelaskan prosedur analisis kadar abu cara kering.
PEMBAHASAN

Kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak
terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar.
Kadar abu dalam suatu bahan pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan
pangan tersebut. Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam
bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan
menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut.
Pada analisa kadar abu umumnya menggunkan 2 metode, yaitu metode
pengabuan kering dan metode pengabuan basah. Prinsip dari pengabuan cara tidak
langsung (cara basah) yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan
sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol
alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada
suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak
sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat
mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat
membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan
memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji,
1996)
Prinsip dari pengabuan cara kering (yang paling sering digunakan) yaitu
dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500–
600ºC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996). Pemilihan metode pengabuan
bergantung pada tujuan pengabuan, jenis mineral yang akan diukur, dan metode
penentuan mineral yang digunakan. Prinsip penentuan kadar abu didalam bahan
pangan adalah menimbang berat sisa mineral hasil pembakaran organik pada suhu
sekiar 550 ⁰C.
Dalam metode analisis kadar abu cara kering dibutuhkan beberapa peralatan
yaitu neraca analitik, cawan porselen, oven, desikator, tanur, dan kompor
listrik/hot plate . Di mana semua peralatan tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Neraca Analitik
Neraca Analitik atau yang sering disebut timbangan analitik merupakan
sebuah alat laboratorium yang digunakan untuk mengukur massa suatu zat,
baik zat berbentuk padat maupun cair. Neraca Analitik sangat mudah
ditemukan setiap laboratorium, karena fungsi dan kegunaannya yang sangat
penting.

Gambar 1. Neraca analitik

Zat yang bisa di ukur massanya bisa berupa zat padat maupun cair. Sebagian
besar peneliti menggunakan neraca analitik untuk mengukur massa zat dengan
ketelitian yang sangat tinggi. Ketelitian sebuah neraca analitik bahkan bisa
mencapai hingga 0,0001 gram.
2. Cawan Porselen
Cawan/krusibel digunakan sebagai wadah sampel dalam proses pengabuan.
Cawan porselen bentuk dan ukurannya bermacam-macam; digunakan untuk
memijarkan zat dan untuk mengabukan bahan. Jenis bahan yang digunakan
untuk pembuatan cawan antara lain adalah kuarsa, vycor, porselen, besi,
nikel, platina, dan campuran emas-platina. Cawan porselen paling umum
digunakan untuk pengabuan karena beratnya relatif konstan setelah
pemanasan berulang-ulang dan harganya yang murah. Meskipun demikian
cawan porselen mudah retak, bahkan pecah jika dipanaskan pada suhu tinggi
dengan tiba-tiba (Andarwulan 2010) .
Gambar 2. Cawan Porselen

3. Oven
Oven berfungsi untuk mengeringkan peralatan sebelum digunakan, dan untuk
mengeringkan bahan pada proses penentuan kadar abu dan mineral.

Gambar 3. Oven
4. Desikator
Desikator yang terbuat dari gelas memiliki garis tengah permukaannya ±15
cm, mempunyai tutup dan lapisan berlubang-lubang untuk menempatkan
cawan porselen.

Gambar 4. Desikator
Zat pengering yang ditempatkan dalam desikator gelas adalah silika gel.
Disekator ini digunakan untuk menyimpan cawan porselen sewaktu dilakukan
pemijaran dan penimbangan.
5. Tanur/muffle/furnace
Tanur/muffel/furnace adalah alat yang digunakan untuk pemanasan, dengan
menggunakan suhu tinggi sampai dengan 1000⁰C dan biasa dignakan untuk
menganalisis kadar abu.Furnace berasal dari bahasa latin yaitu fornax yang
memiliki arti pemanas. Pertama kali ditemukan di Balakot, peradaban lembah
Indus (2500–1900 SM), digunakan untuk pemanasan keramik. Dalam era
modern, perkembangan teknologi furnace semakin pesat seiring dengan
bertambahnya waktu.

Gambar 5. Tanur/muffle/furnace
Penggunaan furnace sebagai alat untuk pemanas tidak lagi menggunakan
sistem konvensional. Saat ini telah ditemukan dan dikembangkan penggunaan
furnace dengan menggunakan sistem elektrik dengan berbagai kelebihan yang
dimiliki. Seperti penggunaan temperatur yang tinggi dalam waktu singkat,
temperatur dapat diatur sesuai kebutuhan, kerugian akibat penguapan udara
panas sangat kecil, serta pengaturan kestabilan temperatur yang lebih baik
6. Kompor Listrik/ Hot Plate
Kompor listrik ataupun hot plate memiliki fungsi yang sama pada proses
pengabuan yaitu untuk membakar bahan/atau sampel terlebih dahulu sebelum
dimasukan ke dalam tanur.
a b

Gambar 6. A) Hot Plate, b) Kompor Listrik

7. Penjepit Krus (Crusible Tangs)


Crusible tangs adalah alat yang digunakan untuk menjepit cawan porselen
saat menimbang atau untuk memindahkan botol timbang dan gelas arloji dari
oven ke desikator atau sebaliknya.

Gambar 7. Penjepit Krus

Prosedur Analisa

Secara umum prosedur analisa kadar abu cara kering dilakukan dengan
mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600⁰C kemudian melakukan
penimbangan zat-zat tertinggal. Kemudian zat yang tertinggal setetah proses
pembakaran ditimbang. Secara rinci analisa kadar abu cara kering sebagai berikut:

 Cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan
didinginkan selama 30 menit dalam desikator.
 Cawan kosong ditimbang menggunakan neraca analitik sebagai berat a gram.
 Setelah itu bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram kedalam cawan, ditimbang
dan dicatat sebagai b gram.
 Pangabuan dilakukan dalam 2 tahap ,yaitu pemanasan pada suhu 300⁰C agar
kandungan bahan volatile dan lemak terlindungi hingga kandungan asam
hilang.
 Pamanasan dilakukan hingga asam habis. Pemanasan menggunakan tanur.
 Selanjutnya, pemanasan pada suhu bertahap hingga 600⁰C agar perubahan
suhu secara tiba-tiba tidak menyebabkan cawan menjadi pecah.

Pengabuan cara kering digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, tidak
larut air dan tidak larut asam. Waktu pengabuan lama, suhu yang diperlukan
tinggi, serta untuk analisis sampel dalam jumlah banyak. Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam melakukan pengabuan cara kering, yaitu mengusahakan
suhu pengabuan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kehilangan elemen secara
mekanis karena penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
terjadinya penguapan beberapa unsur, seperti K, Na, S, Ca, Cl, dan P.
PENUTUP

Analisis kadar abu cara kering diperlukan peralatan yaitu : neraca analitik,
cawan porselen, oven, tanur, penjepit krus, desikator, dan kompor listrik/hot plate.
Untuk prosedur analisanya yaitu sampel ditimbang terlebih dahulu dan diabukan
dengan suhu 500-600ºC kemudian ditimbang kembali.
DAFTAR PUSTAKA

Andaru persada mandiri . 2019. Pengertian Neraca Analitik, Fungsi, Kekurangan


dan Kelebihannya. https://andarupm.co.id/pengertian-neraca-analitik/.
Diakses : 16 Mei 2020

Anonimous. 2016. Peralatan Analisis Kadar Abu dan Mineral.


http://guruanaliskimia.blogspot.com/2016/05/peralatan-analisis-kadar-abu-
dan-mineral.html. Diakses : 15 Mei 2020.

Balittra. 2015. Arti Penting Kadar Abu pada Bahan Olahan .


http://balittra.litbang.pertanian.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=1676&Itemid=10. Diakses : 16 Mei
2020

Herman, H., Rusli, R., Ilimu, E., Hamid, R., & Haeruddin, H. (2011). Analisis
Kadar Mineral dalam Abu Buah Nipa (Nypa fructicans) Kaliwanggu Teluk
Kendari Sulawesi Tenggara. Journal of Tropical Pharmacy and
Chemistry, 1(2), 104-110.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Ringkasan Artikel

Penelitian dengan judul “Analisis Kadar Mineral dalam Abu Buah Nipa
(Nypa fructicans) Kaliwanggu Teluk Kendari Sulawesi Tenggara” dengan tujuan
untuk memperoleh kadar abu, kadar air, dan kadar mineral besi (Fe), magnesium
(Mg), kalium (K), dan natrium (Na) yang terdapat dalam buah nipa (nypa
fructicans) tua dan muda. Metode dalam penelitian yang dilakukan yaitu
penentuan kadar abu cara kering (Metode Dry Ashing) dimana cawan dikeringkan
dalam tanur pada suhu 100-105ºC selama 3 jam lalu ditimbang sebagai bobot
kosong. Contoh yang telah diuapkan ditimbang teliti ± 5 gram dan dinyatakan
sebagai bobot awal, kemudian cawan tersebut disimpan dalam tanur pada suhu
550°C selama 6 jam. Setelah pemanasan cawan dimasukan dalam desikator dan
setelah dingin ditimbang sampai diperoleh bobot tetap sebagai bobot akhir. Data
hasil analisis kadar abu buah nipa muda pada suhu 450°C sebesar 1,01%
sedangkan suhu 550°C sebesar 0,89 %. Kadar abu yang terkandung didalam
sampel nipa tua juga mengalami penurunan yakni 0,88% pada suhu 450°C
menjadi 0,86% pada suhu 550°C. Penurunan kadar abu ini disebabkan oleh
berkurangnya mineral yang terdegradasi oleh pengaruh suhu dalam sampel buah
nipa.

Anda mungkin juga menyukai