Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENETAPAN KADAR ABU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik (Sudarmadji
2003). Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara
pengabuannya. Bahan pangan yang terdapat di alam mengandung mineral yang berupa abu.
Mineral yang terdapat dalam satu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam
organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri dari garam-garam asam malat, oksalat,
asetat, dan pektat, sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat,
karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat. Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa
kompleks yang bersifat organis (Sediaoetomo 2000).

Penentuan kadar mineral dalam bentuk asli sulit dilakukan, oleh karena itu biasanya
dilakukan dengan menentukan sisa-ssia pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal
dengan pengabuan (Sediaoetomo 2000). Pengabuan adalah tahapan utama dalam proses
analisis kadar abu suatu bahan. Pada tahap ini menggunakan tanur. Terdapat 3 jenis
pengabuan, yaitu pembakaran dalam tanur, pembakaran api terbuka, dan wet combustion.
Pada analisis kadar abu dan serat seringkali digunakan jenis pengabuan dalam tanur (Khopkar
2003). Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan cara langsung
(cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah). Prinsip pengabuan cara
langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600 C,
kemudian zat yang tertinggal setelah proses pembakaran ditimbang. Sedangkan prinsip
pengabuan cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum
dilakukan pengabuan (Apriantono & Fardian 1989). Oleh karena itu sangat penting untuk
mengetahui metode yang dapat mengukur dan menetapkan kadar abu suatu bahan pangan
dengan metode AOAC (1995).

Adapun manfaat dari praktikum analisis kadar abu adalah mahasiswa dapat
mengetahui cara penentuan kadar abu dalam suatu bahan dan setiap mahasiwa dapat
mengetahui kadar abu bahanhasil pertanian dan membandingkan dengan yang tersedia di
pustaka. Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk
menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan,
dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Adanya kandungan abu yang
tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain
(Andarwulan,2011).

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui cara analisis kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian, dan
mengukur kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian dengan metode pengabuan kering.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Abu adalah zat organic sisa hasil pembakaran suatu bahan organic. Kandungan
abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara pengabuanya. Penentuan kadar
abu sesuai dengan Apriantono (1988) dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
2.1.1 Pengabuan cara langsung (Cara Kering).
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik
pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500–600ºC, zat yang tertinggal kemudian
ditimbang(Sudarmadji, 1996). Sampel ditempatkan dalam suatu kurs porselen. Krus porselin
adalah tempat atau wadah yang digunakan dalam pengabuan, karena penggunaannya luas dan
dapat mencapai berat konstan maka dilakukan pengovenan. Kemudian didinginkan selama 30
menit, setelah itu dimasukkan eksikator. Lalu timbang krus sebagai berat a gram. Setelah itu
masukkan bahan sebanyak 3 gram kedalam krus dan catat sebagai berat b gram. Pengabuan
di anggap selesai apabila di peroleh pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu.

Pengabuan yang dilakukan didalam muffle dilakukan melalui 2 tahap yaitu:


a. Pemanasan pada suhu 300ºC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi
kandungan bahan yang bersifat volatile dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang.
Pemanasan dilakukan selama 1 jam atau sampai asap habis.
b. Pemanasan pada suhu 800ºC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun
porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada
perubahan suhu yang tiba-tiba. Setelah pengabuan selesai sisa pembakaran dibiarkan dalam
tanur selama 1 hari untuk menurunkan suhu sampel. Sebelum dilakukan penimbangan, krus
porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap oleh
abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga
memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi
zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai bera c
gram.
Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara
lansung. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain :
a. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta
digunakan untuksampel yang relatif banyak,
b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak
larut dalam asam, dan
c. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko
akibat penggunaan reagen yang berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :
a. Membutuhkan waktu yang lebih lama,
b. Tanpa penambahan regensia,
c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan
d. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi (Apriantono 1989).
2.1.2 Pengabuan cara tidak langsung (Cara Basah)
Prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu pada
bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol
alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi.
Proses pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan
percepatan oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat
permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas,
sehingga mempercepat proses pengabuan. Mekanisme pengabuannya adalah pertama-tama
krus porselin dioven selama 1 jam. Kemudian didinginkan selama 30 menit, setelah itu
dimasukkan ke dalam eksikator (Sudarmadji, 1996).
Lalu timbang krus sebagai berat a gram. Setelah itu masukkan bahan sebanyak 3 gram
kedalam krus dan catat sebagai berat b gram. Kemudian ditambahkan gliserol alkohol 5 ml
dan dimasukkan dalam tanur pengabuan sampai warna menjadi putih keabu-abuan. Setelah
terjadi pengabuan, abu yang terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Sebelum
dilakukan penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan
air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian
atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam
eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan
penimbangan dan catat sebagai berat c gram.
Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang bersifat volatile seperti Na, S, Cl, K
dan P menguap. Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu seperi K2CO3 dan
CaCO3. pengeringan pada metode ini bertujuan untuk mendapatkan berat konstan. Sebelum
sampel dimasukkan dalam krus, bagian dalam krus dilapisi silica gel agar tidak terjadi
pengikisan bagian dalam krus oleh zat asam yang terkandung dalam sampel dan utnuk
menyerap air yang kemungkinan ada pada kurs.
Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung
sesuai dengan. Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :
a. Waktu yang diperlukan relatif singkat,
b. Suhu yang digunakan relatif rendah,
c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah,
d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan
e. Penetuan kadar abu lebih baik
Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi :
a. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun,
b. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan
c. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Kompor listrik
- Cawan porselen
- Oven
- Timbngan Analitik
- Tanur
- Desikator
- Gegep Panjang
3.1.2 Bahan
- Tepung Maizena
- Tepung Tapioka
- Tepung Terigu
- Mpasi
3.2 Prosedur Kerja

1. Dicuci cawan porselen sampai bersih kemudian dikeringkan dengan oven 100°C
selama 15 menit, kemudian dibakar diatas tanur 550°C selama 30 menit lalu
dimasukkan ke dalam desikator 5 menit kemudian di timbang ( a gram )
2. Ditimbang sampel 2-3 gram dalam crucible yang telah diketahui beratnya
3. Diarangkan sampel diatas bunsen sampai tidak berasap.( b gram )
4. Dimasukkan sampel yang sudah di bakar kedalam tanur dengan suhu bertahap hingga
550°C selama 2 jam hingga berwarna abu – abu muda.
5. Didinginkan sampel didalam desikator hingga mencapai suhu ruang kemudian
ditimbang beratnya. ( c gram )

Perhitungan kadar abu = bobot abu ˟ 100 %


Bobot sampel
Pethitungan abu sampel = c – a gram
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Sampel Bobot cawan Bobot cawan + Sampel bobot Penimbangan


A gram sampel B gram akhir
1 2 1 2 1 2 1 2
T.maizena 36,4296 35,6444 38,4218 37,6437 1,9922 1,9993 33,6446 36,4326
T.tapioka 36,8081 30,4030 38,8081 32,4030 2,0000 2,0000 36,8030 30,3980
Serelac 37,6534 26,2075 39,6545 28,2091 2,0011 2,0016 37,7271 26,2760
T.beras 35,8385 34,0960 37,8358 36,0946 1,9973 1,9986 35,8486 34,1639

Perhitungan kadar abu


1. Tepung Maizena
Cawan 1 = bobot abu ˟ 100 %
Bobot sampel
= 0,785 ˟ 100 %
1,9922
= -39,40%

Cawan 2 = bobot abu ˟ 100 %


Bobot sampel
= 0,7782 ˟ 100 %
1,9933
= 39,01%
2. Tapioka
Cawan 1 = bobot abu ˟ 100 %
Bobot sampel
= 0,0051 ˟ 100 %
2,0000
= -0,255%

Cawan 2 = bobot abu ˟ 100 %


Bobot sampel
= -0,005 ˟ 100 %
2,0000
= -0,25%
3. serelac
Cawan 1 = bobot abu ˟ 100 %
Bobot sampel
= 0,0737 ˟ 100 %
2,000
= 3,68%
Cawan 2 = bobot abu ˟ 100 %
Bobot sampel
= 0,0685 ˟ 100 %
2,0016
= 3,42 %
4. tepung beras
Cawan 1 = bobot abu ˟ 100 %
Bobot sampel
= 0,0101 ˟ 100 %
1,9973
= 0,51%
Cawan 2 = bobot abu ˟ 100 %
Bobot sampel
= 0,0079 ˟ 100 %
1,9986
= 0,39 %

4.2 Pembahasan
Unsur mineral dikenal sebagai zat organic atau kadar abu. Dalam proses
pembakaran, bahan-bahan oragnik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah
disebut abu (Winarno, 2004). Abu merupakan residu anorganik dari hasil pembakaran atau
hasil oksidasi komponen organic bahan pangan. Kadar abu ada hubungannya dengan
kandungan mineral suatu bahan. Penentuan kadar abu cara kering mempunyai prinsip yaitu,
mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yakni sekitar 500-600o C dan kemudian
melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut
(Anonim,2014). Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan
mineral yang terdapat dalam makanan/pangan.
Faktor faktor yang mempengaruhi dalam kadar abu ini adalah mineral – mineral yang
terkandung didalam bahan pangan tersebut. Bahan pangan mengandung dua jenis mineral
yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri darigaram – garam asam
malat, oksalat, sedangkan gram anorganik terdiri dari antara lain garam fosfat dan
karbohidrat.
Tepung maizena adalah pati yang didapatkan dari endosperma biji jagung. Biasa
digunakan sebagai bahan pengental sup / saus dan digunakan untuk membuat sirup jagung
dan pemanis lainnya. Pada sampel tepung maizena ini didapatkan kadar abu sebesar -0,195%
menurut SNI no 01 – 3727 – 1995 yaitu 1,5 %. Dengan ini tepung maizena tidak sesuai
dengan SNI yang berlaku.
Tepung tapioka adalah pati yang di ekstrak dari umbi singkong. Tepung tapioka
memiliki sifat yang sama dengan tepung sagu, sehingga penggunan keduanya dapat di
pertukarkan. Berdasarkan praktikum yang dilakukan kadar abu untuk sampel ini sebesar
-0,505%. Menurut SNI no 01 – 3727 – 1995 yaitu sebesar 0.6 %, dan hasil kadar abu dengan
SNI yang berlaku tidak sesuai.
Serelac adalah bubuk yang terbuat dari penggilingan gandum yang digunakan untuk
konsumsi manusia. Varietas gandum disebut lunak atau lemah jika kandungan gluten rendah,
dan disebut keras atau kuat jika mereka memiliki konten gluten yang tinggi. Pada samppel ini
ini hasil kadar abu yang didapat sebesar 3,5%, menurut SNI no 01 – 3751 – 2009 yaitu
sebesar 0,7 %, hasil kadar abu yang didapat sesuai dengan SNI yang berlaku.
Cerelac bubur bayi yang berguna untuk mencukupi kebutuhan nutrisi bagi yang
mengandung CHE,DHA, prebiotik, zat besi, zink, dan vitamin A dan C. Pada sampel cerelac
kadar abu yang di peroleh sebesar 3,5%, menurut SNI no 01 – 7111 – 1 – 2005 yaitu sebesar
3,5 %. Hasil kadar abu yang diperoleh sesuai dengan SNI yang berlaku.
Tepung beras cawan 1 kadar abu 0,45% cawan 2 kadar abu 0,75% kadar abu sebesar
0,39% hasil rata-rata dari keduanya yaitu 0,45% dengan demi kian praktikum penentuan
kadar abu pada tepung beras mempunyai prasisi rendah dan akurasi yang rendah, dikarnakan
berdasarkan litelatur SNI 3549:2009 (BSN 2009).
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Pengabuan merupakan suatu proses pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi selama
beberapa waktu sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat anorganik berwarna
putih keabu-abuan yang disebut abu.
2. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik
3. Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang tinggi
yaitu sekitar 500- 600 °C dan melakukan penimbagan zat yang tinggi setelah proses
pembakaran tersebut
4. Hasil praktikum yang telah dilakukan terhadap semua sampel sesuai degan SNI yang
berlaku

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan N, Kusnandar, dan D herrawati. 2011. Analisa Pangan. Dian


rakyat. Jakarta
Anonim. 2014. Analisis Kadar Abu. [Online]. Tersedia
dihttp://maharajay.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/Analisis-Kadar-Abu.pdf diakses
pada 26 Oktober 2014

Apriantono A, Fardian D. 1989. Analisa Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB

Hakim Lukmanul. 2019. Modul Praktikum Analisa Pangan. Program studi Teknologi
Pangan dan Gizi. Fakultas Ilmu Pangan Halal.Universitas Djuanda. Bogor
Sudarmadji. S,., Haryono B, dan Suhardi.1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty. Yogyakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai