Anda di halaman 1dari 9

PERCOBAAN 7

PENETAPAN KADAR ABU

I. TUJUAN
Menetapkan jumlah kadar abu total suatu simplisia

II. PRINSIP
Pemijaran suatu simplisia senyawa anorganik dan organik pada suhu
500-600°C

III. TEORI DASAR


III.1. Klasifikasi tanaman

Kingdom: Plantae

Subkingdom: Tracheobionta

Super Divisi: Spermatophyta

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Magnoliopsida

Sub Kelas: Magnoliidae

Ordo: Piperales

Famili: Piperaceae

Genus: Piper

Spesies: Piper retrofractum Vahl. (Cronquis, 1981).


Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung dari jenis bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam
organik dan anorganik. Contoh mineral yang termasuk dalam garam organic
misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat. Sedangkan garam
anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan
nitrat (Slamet, dkk., 1989:150)

Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau


oksidasikomponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan
panganmenunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut,
kemurnian,serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Analisis kadar abu
dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan cara mendestruksi
komponen organik sampeldengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan
(furnace), tanpa terjadi nyalaapi, sampai terbentuk abu berwarna putih
keabuan dan berat konstan tercapai.Oksigen yang terdapat di dalam udara
bertindak sebagai oksidator. Residu yangdidapatkan merupakan total abu dari
suatu sampel .(Andarwulan, 2011).

Kadar abu adalah pemanasan bahan pada temperatur dimana senyawa


organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga tinggal oksida
logam. Tujuan penentuan parameter ini adalah membersihkan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal
sampai terbentuk ekstrak sehingga dapat menetapkan tingkat pengotoran suatu
bahan oleh logam dan silikat. Kadar abu dibagi atas 3 macam :

1. Kadar abu total untuk menentukan abu fisiologis dari tumbuhan itu
sendiri dan abu non fisiologis dari logam alkali, serta logam berat.
2. Kadar abu larut air untuk menentukan abu fisiologis yang terlarut
dalam air, seperti logam Mg, Hg, dll.
3. Kadar abu larut tidak larut asam untuk menentukan abu non
fisiologis yang berasal dari dari pasir dan tanah (Depkes RI, 2000)

Penentuan abu total dapat dilakukan melalui pengabuan secara kering


atau langsung dan pengabuan secara basah atau tidak langsung. Penentuan
kadar abu secara langsung (cara kering) prinsipnya yaitu dengan
mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600°C
dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran tersebut (Slamet, 1996). Penentuan kadar abu secara tidak
langsung (Cara basah) merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki cara
kering yang sering memakan waktu lama. Prinsip pengabuan basah adalah
memberikan reagen kimia tertentu ke dalam bahan sebelum digunakan untuk
pengabuan (Slamet, dkk., 1989:156).

Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri.


Analisis gravimetric merupakan bagian analisis kuantitatif untuk
menentukan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil
reaksi setelah bahan/analit yang dihasilkan diperlakukan terhadap
pereaksi tertentu. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan
mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai
perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di
dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan
menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-
garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu
terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As,
dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara
1 hingga 1,5 %. Kadar abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan
yang didasarkan atas berat ke0ringnya. Abu yaitu zat organic yang tidak
menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Penentuan kadar abu
ada hubungannya dengan mineral suatu bahan (Andarwulan, 2011)

Rumus dari kadar abu total, yaitu:

S1−S0
%kadar abu total= ×100 %
S ' 0−S 0

Keterangan:

S1 = Berat sampel setelah pemijaran

S0 = Berat Krus Kosong

S’0 = Berat Krus + Sampel

IV. ALAT DAN BAHAN


IV.1. Alat

Timbangan, Krus Silikat, Pemanas, Tanur, Gelas Kimia 50 mL,


Corong,

IV.2. Bahan

Kertas saring, Simplisia, Aquades

V. PROSEDUR

Krus dipijarkan terlebih dahulu kemudian ditara sebagai bobot kosong


(So). Simplisia di haluskan menjadi serbuk kasar, kemudian di saring lalu
ditimbang sebanyak 1 gram. Setelah krus dipijar dan ditara simplisia
dimasukan dan dinyatakan sebagai (S1). Krus yang telah berisi simplisia
dimasukan kedalam tanur kemudian dipijarkan pada suhu 500-600°C
selama 2-6 jam samapi arang habis. Apabila arang tidak habis, maka
dinginkan sampel hasil pemijaran, kemudian 2 mL air panas ditambahkan
kemudian disaring dengan kertas saring bebas abu. Residu dikeringkan di
atas penangas air, kertas saring berserta Residu dimasukan kedalam krus
yang sama, kemudia dipijarkan kembali dengan suhu 500-600°C. krus
didinginkan didalam desikator hingga suhu kamar kemudia ditimbang (S2).
Krus dipijarkan kembali selama 30 menit , kemudian dinginkan lalu
ditimbang, dilakukan sampai mencapai bobot konstan. Kadar abu total (%)
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringakan diudara.

VI. DATA PENGAMATAN dan PERHITUNGAN

Nama Simplisia: Cabe Jawa


Nama Latin simplisia: Retrofracti fractus
Nama Latin Tumbuhan: Piper retrofractum Vahl.

VI.1. Pengamatan Kadar Abu Total

1. Bobot Krus Kosong Setelah pemijaran

Krus ke- Bobot


1. 33, 78 gram
2. 34, 23 gram

2. Bobot Krus + Simplisia Sebelum pemijaran

Krus+
Bobot
Simplisia ke-
1. 34, 76 gram

2. 35, 22 gram
3. Bobot Krus+ Simplisia Setelah Pemijaran

Krus+
Bobot
Simplisia ke-
1. 34, 76 gram
2. 33, 90 gram

VI.2. Perhitungan kadar abu total


S1−S0
%kadar abu total= ×100 %
S ' 0−S 0
Keterangan:
S1 = Berat sampel setelah pemijaran
S0 = Berat Krus Kosong
S’0 = Berat Krus + Sampel
1. % kadar abu pertama
34 , 36−34 , 78
%kadar abu total= ×100 %
34 , 78−33,78

0,58
¿ ×100 %=59 %
0,98
2. % kadar abu kedua
33 , 90−34,23
%kadar abu total= 100 %
35 , 22−34 , 23
−0 , 33
¿ ×100 %=−33 %
0,99
3. Rata- Rata kadar abu total
59−33 26
% kadar abu total= = =13 %
2 2
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar abu total dengan
metode gravimetri. Kadar abu adalah banyaknya zat anorganik dalam
suatu bahan yang ditentukan dari pengurangan berat bahan yang berasal
dari sisa hasil pembakaran bahan. Kadar abu suatu bahan berkaitan dengan
kandungan mineral dari suatu bahan. Fungsi dari kadar abu tersebut yaitu
untuk mengetahui bahwa semakin tinggi kadar abu suatu bahan, maka
semakin tinggi kemurniannya. Penetapan kadar abu dengan metode
gravimetri membutuhkan waktu yang cukup lama namun sederhana.
Prinsip analisis metode ini adalah pemijaran senyawa pada simplisia baik
itu organik maupun anorganik pada suhu 500°-600°C. Proses pengabuan
dilakukan dengan menggunakan Muffle Furnace (tanur) yang memijarkan
sampel pada suhu mencapai 600°C sehingga semua air yang terkandung
pada bahan simplisia menguap.
Digunakannya tanur, karena suhunya dapat diatur sesuai dengan suhu
yang telah ditentukan untuk proses pengabuan. Pada penetapan kadar abu
total metode gravimetri ini mula-mula krus kosong dipijarkan pada tanur
selama 30 menit. Setelah krus dikeluarkan dari tanur, krus dibiarkan
dingin terlebih dahulu selama kurang lebih 10 menit kemudian
dimasukkan kedalam desikator yang berfungsi untuk mengeringkan zat-
zat lain dan untuk mencegah krus terkontaminasi uap air dari udara karena
didalam desikator terdapat silica gel yang sifatnya higroskopis untuk
menyerap air disekitar. Setelah dibiarkan didalam desikator selama 10
menit, kedua krus ditimbang sehingga didapat bobot dari kedua krus
kosong (So) tersebut sebesar 33,78 gram pada krus satu dan 34,23 gram
pada krus dua. Setelah bobot dari kedua krus kosong yang sudah
dipijarkan dan ditara tersebut diketahui, bahan simplisia yang digunakan
sebagai sampel dihaluskan dengan cara digerus didalam mortir.
Bahan simplisia yang digunakan pada percobaan ini adalah Cabe
Jawa. Setelah sampel halus kemudian sampel ditimbang sebanyak 1 gram
dan dilakukan duplo. Sampel bahan yang sudah ditimbang dimasukkan
kedalam krus kosong yang sudah dipijarkan dan ditara. Krus yang telah
berisi simplisia dimasukkan kedalam tanur kemudian dipijarkan pada suhu
500°-600°C selama 2 jam. Tujuannya adalah untuk menghilangkan air
baik yang terdapat secara fisik maupun kimia dan zat-zat organik yang
terdapat dalam sampel sehingga yang tersisa hanya abu. Setelah tercapai
pengabuan yang dapat ditunjukkan pada warna yang dihasilkan sampel
setelah dipijarkan, pada pengabuan sampel telah menjadi abu berwarna
putih abu-abu.
Selanjutnya krus yang sudah dipijarkan selama 2 jam tersebut
didiamkan selama 10 menit dan dimasukkan kedalam desikator untuk
didinginkan. Sampel yang sudah didinginkan kemudian ditimbang. Hasil
pengukuran bobot yang didapatkan dari analisis penentuan kadar abu total
pada simplisia cabe jawa (S’o) yaitu 34,76 gram pada krus satu dan 35,22
gram pada krus dua. Sehingga diperoleh persentase kadar abu simplisia
cabe jawa yaitu 13%. Nilai yang diperoleh tersebut lebih besar jika
dibandingkan dengan persentase kadar buah cabe jawa yang ditetapkan
oleh Farmakope Herbal Indonesia. Berdasarkan literatur, persyaratan
kadar abu total pada simplisia buah cabe jawa adalah tidak lebih dari 6,7%
(Farmakope Herbal Indonesia (2009: 23-24). Hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor seperti kualitas simplisia yang kurang baik,
pemijaran simplisia pada tanur yang kurang maksimal, banyaknya
kontaminasi dari luar dan keakuaratan yang kurang baik.
VIII. KESIMPULAN
Pada percobaan kali ini dapat disimpulkan bahwa % kadar abu total
yang di hasilkan adalah 13%, kadar abu tersebut tidak sama dengan
literatur karena beberapa faktor adalah kualitas dari simplisia yang sudah
lama, pemijaran simplisia dengan tanr kurang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan,Nuri ,dkk. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.

Cronquis, A. (1981). An Integrated System of Classification of Flowering Plants.


Columbia University press, 477. Newyork.

Depkes, RI. (2000). Parameter Standar Umum EKstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama . Jakarta : Depkes RI.

Rohman,Abdul. 2013. Analisa Komponen Makanan. Graha Ilmu. Yogyakarta

Sudarmadji, Slamet. (1989). Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. . Yogyakarta:


Liberty Yogyakarta .

Sudarmadji, Slamet, dkk. (1996). Analisa Bahan Makan dan Pertanian . Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai