Disusun Oleh :
1. Riske Melani Amalia (10060318054)
2. Resti Fauziyah (10060318102)
3. Zahwa Nilam Sanrika (10060318103)
4. Adinda Fitri Salsabila (10060318104)
5. Fika Nurul H (10060318107)
6. Farha Fadila (10060318108)
7. Mochamad Farhan F Z (10060318109)
Shift / Kelompok : 1/ 1
Tanggal Praktikum : Senin, 20 Oktober 2020
Tanggal Pengumpulan : Senin, 26 Oktober 2020
Asisten : Elsya Nurul Mauludiyah., S. Farm.
I. Teori Dasar
1.1 Emulsi
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika
dengan kandungan paling sedikit dua fase cair yang tidak dapat bercampur, satu
diantaranya didispersikan sebagai globula dalam fase cair lain. Ketidakstabilan
kedua fase ini dapat dikendalikan menggunakan suatu zat pengemulsi/emulsifier
atau emulgator. Terdapat beberapa jenis emulsi, mulai dari yang sederhana hingga
kompleks (Pawlik et al., 2013).
Tipe emulsi ada dua, yaitu oil in water (O/W) atau minyak dalam air (M/A),
dan water in oil (W/O). Emulsi tipe O/W (Oil in Water) atau M/A (minyak dalam
air) adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar atauterdispersi ke
dalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai faseeksternal. Emulsi tipe
W/O (Water in Oil) atau M/A (air dalam minyak), adalah emulsi yang terdiri dari
butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak (Syamsuni, 2007).
1.2 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Farmakope
Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental
mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Secara Tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak
(a/m) atau minyak dalam air (m/a) Krim merupakan obat yang digunakan sebagai
obat luar yang dioleskan ke bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang
pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut
definisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung,
obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, injeksi, dan lainnya (Rowe, 2009).
II. Data Preformulasi
2.1 Data Preformulasi Zat Aktif Emulsi
a. Paraffin cair
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berflourosesi, tidak berwarna,
hamper tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa
Kelarutan : Tidak larut dalam air dan etanol (95%), larut dalam kloroform
dan eter.
Titik lebur : 50-570C
Stabilitas : Mudah terurai dengan adanya cahaya dan udara
Inkompatibilitas : Tidak bercampur dengan adanya cahaya dan udara
Titik didih : 47-650C
Bobot jenis : 0,870-0,890 g/cm3
Khasiat : Laksativum
(Dirjen POM, 1979 : 474)
2.2 Data Preformulasi Zat Tambahan Emulsi
a. CMC Na
Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopik.
Titik lebur : 2770 C / 252 C
Bobot jenis : 0,52 g/cm3
pH : 2-10
pKa : 4,30
Stabilitas : Stabil meskipun higroskopik.
Inkompabilitas: Inkompatibel dengan alumunium, raksa, dan seng.
Khasiat : Zat tambahan, suspending agent.
(Dirjen POM, 2019 : 620) (Rowe et al, 2009 : 685).
b. Span 80
Pemerian : Cairan kental, berwarna kuning, rasa pahit, bau khas.
Kelarutan : Umumnya larut atau terdispersi dalam minyak, larut dalam pelarut
organik.
Bobot Jenis : 346
pH Larutan :<8
Stabilitas : Perlahan akan membentuk busa dengan adanya asam kuat dan basa
kuat, stabil terhadap asam lemah dan basa lemah.
Konsentrasi : 1-10%
HLB Butuh : 4,3
Kegunaan : Emulgator tipe minyak.
(Rowe et al, 2009 : 685).
c. Tween 80
Pemerian : Cairan kental, berwarna kuning, rasa pahit, bau khas dan hangat.
Kelarutan : Larut dalam air dan dalam etanol; Praktis tidak larut dalam
minyak mineral dan minyak sayur.
Bobot Jenis : 1,065-1,095
pH Larutan : 6-8
Stabilitas : Stabil terhadqp elektrolit dan asam lemah dengan perlahan akan
terbentuk saponifikasi dengan asam kuat dan basakuat.
Inkompatibilitas :Dapat terjadi pengendapan dan pelunturan warna
dengan beberapa zat.
HLB Butuh : 15
Kegunaan : Emulgator tipe air.
(Rowe et al, 2009 : 558).
d. Cethyl Alkohol
Pemerian : Serpihan berwarna putih, granul atau kubus putih, bau khas
lemah, rasa lemah.
Kelarutan : Tidak larut dalam air; Larut dalam eter dan dalam etanol
Kelarutan bertambah dengan naiknya suhu; Mudah larut ketika
dilebur di dalam paraffin padat atau cair.
Titik Lebur : 45-52°C
Stabilitas : Stabil salam susasana asam, basa, cahaya dan udara.
Inkompatibilitas : Agen pengoksidasi kuat.
Kegunaan : Fase minyak.
Konsentrasi : 2-10%
(Rowe et al, 2009 : 685).
e. Aquadest
Pemerian : Air minum yang diperoleh dari pemurnian, tidakberbau, tidak
berasa bening.
Titik lebur : 00 C / 1000 C
Bobot jenis : 1 g/cm3 atau 1 g/ml
pH :7
Stabilitas : Stabil dalam berbagai bentuk fisik
Inkompabilitas : Bereaksi dengan zat aktif yang mudah terhidrolisis
terdekomposisi dengan adanya asap atau lempab.
Khasiat : Zat tambahan
(Drijen POM, 1979 : 96), (Rowe et al, 2009 : 766).
2.3 Data Preformulasi Zat Aktif Krim
a. Ketokonazol
Pemerian : berwarna putih atau serbuk hampir putih
Polimorfisme : Amorf
Ukuran partikel : 315 nm
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, larut dalam metilen klorida dan
metanol.
Titik lebur : 148C-152C
Pka / Pkb : 2,9 dan 6,5
Bobot jenis : 531,44 g/mol
Ph larutan :1
Stabilitas : stabil dalam wadah tertutup dan terlindungi dari cahaya matahari.
Inkompatibilitas: Interaksi obat yang mengindikasi enzim mikroson hati
(Rifampisin) dapat menurunkan kadar ketokonazole.
Kegunaan : anti fungi
Konsentrasi :2%
(Depkes, 1995: 486).
2.4 Data Preformulasi Zat Tambahan Krim
a. Paraffin Liquidium
Titik lebur/titik
: 50-57
didih
Kegunaan : Pelembab
Konsetrasi : 30%
(Dirjen POM RI, 1979: hal 474); (Rowe et al, 2009: hal 475).
b. Asam Stearat
Konsentrasi : 15%
(Dirjen POM, 1979: hal 57; Rowe et al, 2009: hal 494).
c. TEA (Trietanolamin)
Kegunaan : Emulgator; 4 %
d. Emulgid
Kegunaan : Emulgator; 15 %
e. Aquadest
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol (95%) P dan dalam eter,
larut dengan adanya peningkatan temperatur, praktis
tidak larut dalam air.
Titik lebur/Titik : 100˚C.
didih
pKa/pKb : 8,4
pH larutan : 7
Stabilitas : Secara kimiawi air stabil terhadap semua bentuk fisik (es,
cair, dan uap), dalam penyimpanannya air dilindungi
terhadap kontaminasi ion dan organik juga dilindungi
terhadap masuknya titik partikel asing dan
mikroorganisme.
Inkompatibilitas : Air dapat bereaksi dengan logam alkali. Air juga dapat
bereaksi dengan alat dan eksipien. Air rentan terhadap
hidrolisis (dekomposisi dengan adanya air atau uap air).
Air juga bereaksi dengan garam anhidrat untuk
membentuk hidrat dari berbagai komposisi dan dengan
bahan organik tertentu dan dengan kalsium.
(Dirjen POM, 1979. hal 96; Raymond et al, 2009. hal 466).
Formula 2
30
1. Paraffin Cair = 𝑥 100 = 30 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
V. Prosedur Pembuatan
5.1 Prosedur Pembuatan Sediaan
5.1.1 Emulsi
a. Cara Basah (Emulgator Alam)
Semua bahan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu, lalu dikembangkan
emulgator (CMC Na) dengan cara menaburkannya diatas air panas 20 mL selama
15 menit dan digerus hingga homogen setelah 15 menit dan dimasukkan kedalam
matkan. Ditambahkan minyak (Paraffin cair) dan ditambahkan Aquadest ad 100mL
lalu diaduk stirrer hingga homogen.
b. Cara Kering (Emulgator Alam)
Siapkan dan timbang bahan yang diperlukan, lalu campurkan Paraffin cair dan
Emulgator (CMC Na) tanpa dikembangkan terlebih dahulu lalu digerus sampai
homogen. Ditambahkan Aquadest ad 100 ml, lalu diaduk menggunakan stirrer
hingga homogen.
c. Emulgator Sintetik
Siapkan dan timbang bahan-bahan yang diperlukan, lalu Span 80 dan
Setialkohol dicampurkan kedalam Paraffin cair dan dipanaskan hingga 60°C -
70°C. dicampurkan Tween 80 kedalam air secukupnya dan dipanakan hingga suhu
60°C - 70°C, lalu dicampurkan ke-2 fase dan ditambahkan Aquadest ad 100 mL
sambil diauk menggunakan stirret dalam waktu 5 menit.
5.1.2 Krim
a. Formula 1
Disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu, setelah itu pada fase minyak yaitu
paraffin dan emulgid dimasukkan kedalam cawan penguap. Setelah itu, fase minyak
dimasukkan ke dalam cawan penguap, lalu dipanaskan di penangas air pada hot
plane dengan suhu 70℃. Fase air (aquadest) juga harus dipanaskan di penangas air
pada hot plate dengan suhu 70℃. Kemudian fase minyak yang sudah dipanaskan
dimasukkan ke dalam matkan, lalu ditambahkan fase air berupa aquadest. Setelah
itu, fase minyak dan fase cair dicampurkan menggunakan ultra thurax aampai
membentuk krim. Kemudian dimasukkan zat aktif ke dalam matkan lalu aduk
hingga homogen dan dapat dilakuan evaluasi.
b. Formula 2
Disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu, setelah itu pada fase minyak yaitu
asam asetat dan paraffin cair. Setelah itu, fase minyak dimasukkan ke dalam cawan
penguap, lalu dipanaskan di penangas air pada hot plane hingga meleleh
seluruhnya. Setelah itu, masukkan fase air (aquadest) ke dalam satu cawan yang
terdiri dari TEA dan akuadest dan dipanaskan di penangas air pada hot plate hingga
meleleh seluruhnya. Kemudian fase minyak yang sudah dipanaskan dimasukkan ke
dalam matkan, lalu ditambahkan fase air. Setelah itu, dimasukkan zat aktif ke dalam
matkan lalu aduk hingga homogen dan dapat dilakuan evaluasi.
5.2 Prosedur Pembuatan Uji Evaluasi
5.2.1 Uji Organoleptis
Pada uji organoleptis diamati warna, bau dan aroma dengan pemeriksaan
menggunakan panca indera.
5.2.2 Tipe Emulsi
a. Uji Pengenceran
Campurkan sediaan emulsi dengan Aquadest, lalu diaduk dan amati.
b. Uji Kertas Saring
Tumpahkan sedikit emulsi pada kertas saring lalu amati.
5.2.3 Bobot Jenis
Ditimbang piknometer kosong (w1) kemudian dimasukkan aquadest dalam
piknometer hingga penuh (w2) yang setelah itu diganti aquadest dengan sediaan
emulsi ke dalam piknometer hingga penuh (w3).
5.2.4 Uji Sedimentasi
Dimasukkan sediaan emulsi dalam tabung sedimentasi, kenudian didiamkan
hingga terbentuk sedimentasi, lalu dibandingkan tinggi lapisan seperti susu (Hu)
dengan tinggi seluruh sediaan (Ho).
5.2.5 Uji Viskositas
Tekan tombol on pilih no spindle yang sesuai, lalu dipasangkan pada alat.
Tekan tombol on/0ff dan atur kecepatan putaran spindle lalu turunkan spindle
hingga tercelup seluruhnya lalu tekan tombol on/off dan amati.
5.2.6 Uji Homogenitas
Ditempatkan sedikit krim pada kaca arloji, kemudian tekan dengan kaca arloji
yang lain, lalu diamati homogenitasnya.
5.2.7 Uji Stabilitas
Dilakukan dengan alat sentrifugasi kemudian sediaan krim dimasukkan
kedalam tabung sentrifugasi. Setelah itu, dimasukkan pada alat sentrifugasi dan
diatur kecepatan ± 30.000 rpm tunggu selama 15-30 menit. Kemudian diatur
kecepatan menjadi 0 rpm dan setelah itu dikeluarkan dan diamati.
a) Emulsi 1
𝐻𝑢 16,5
10’ 𝐹 = = 17,6 = 0,938 𝑚𝐿
𝐻𝑜
𝐻𝑢 14
20’ 𝐹 = = 17,6 = 0,796 𝑚𝐿
𝐻𝑜
𝐻𝑢 7,5
30’ 𝐹 = = 17,6 = 0,426 𝑚𝐿
𝐻𝑜
𝐻𝑢 2,3
60’ 𝐹 = = 17,6 = 0,131 𝑚𝐿
𝐻𝑜
b) Emulsi 2
𝐻𝑢 0
10’ 𝐹 = = 17,6 = 0 𝑚𝐿
𝐻𝑜
𝐻𝑢 0
20’ 𝐹 = = 17,6 = 0 𝑚𝐿
𝐻𝑜
𝐻𝑢 0
30’ 𝐹 = = 17,6 = 0 𝑚𝐿
𝐻𝑜
𝐻𝑢 0
60’ 𝐹 = = 17,6 = 0 𝑚𝐿
𝐻𝑜
c) Emulsi 3
𝐻𝑢 17,6
10’ 𝐹 = = 17,6 = 1 𝑚𝐿
𝐻𝑜
𝐻𝑢 17,6
20’ 𝐹 = = 17,6 = 1 𝑚𝐿
𝐻𝑜
𝐻𝑢 17,6
30’ 𝐹 = = 17,6 = 1 𝑚𝐿
𝐻𝑜
𝐻𝑢 17,6
60’ 𝐹 = = 17,6 = 1 𝑚𝐿
𝐻𝑜
b) Emulsi 2
𝑊3 − 𝑊1 31,723 − 20,152
𝑑𝑡 = = = 1,042 𝑔/𝑚𝐿
𝑊2 − 𝑊1 31,255 − 20,152
c) Emulsi 3
𝑊3 − 𝑊1 31,833 − 20,152
𝑑𝑡 = = = 1,052 𝑔/𝑚𝐿
𝑊2 − 𝑊1 31,255 − 20,152
6.2 Krim
Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau
lebih bahan terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes, 1995).
Sediaan krim dibuat untuk melihat stabilitas krim dari pengaruh perbedaan
golongan emulgator, konsentrasi, dan cara pembuatan. Pada praktikum yang telah
dilakukan, zat aktif yang digunakan adalah ketokonazol. Ketokonazol merupakan
obat anti jamur turunan imidazol yang memiliki aktivitas antifungi yang efektif
terhadap dermatofit (Katzung, 2004). Ketokonazol lebih baik dibuat dalam sediaan
krim. Ketokonazol jika dikonsumsi per oral penyerapannya bervariasi antar
individu. Farmakokinetika dari obat ini menghasilkan kadar plasma yang cukup
untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Penyerapannya melalui saluran cerna
akan berkurang pada pasien dengan pH tinggi, pada pemberian bersama antagonis
H2 atau antasida (Neal J. Michael, 2007). Pada percobaan ini dilakukan dengan
membuat 2 formula krim dengan zat tambahan yang berbeda, agar dapat melihat
sediaan aman yang baik.
Pada percobaan ini, formula 1 terdiri dari ketokonazol sebagai zat aktif,
emulgid sebagai emulgator, paraffin cair sebagai basisi krim dan aquadest. Emulgid
merupakan emulgator yang bersifat asam, berwarna putih, hampir putih, berupa
cairan lilin dan punya kemampuan sebagai pengental (Rowe, 2009). Emulgid
adalah campuran digliserida, asam lemak dan sabun. Dalam pembuatan krim,
terdapat fasa air dan fasa minyak. Fasa air terdiri dari bahan-bahan yang larut dalam
air, sedangkan fasa minyak terdiri dari bahan-bahan yang larut dalam minyak.
Pembuatan dilakukan dengan proses peleburan dan emulsifikasi.
Pertama zat aktif dan eksipien ditimbang terlebih dahulu agar memudahkan
saat pembuatan sediaan. Fase minyak yang terdiri paraffin cair dan emulgid
dimasukkan kecawan uap untuk dipanaskan diatas penangas air hingga melebur dan
mencapai suhu 70ºC. Fasa air (Aquadest) dilebur di atas penangas dengan cawan
yang berbeda hingga suhunya 70ºC. Peleburan dilakukan agar zat-zat mencapai titik
leburnya masing-masing, sehingga mudah terdispersi antara satu zat dengan zat
lainnya. Suhu 70ºC karena parafin mempunyai cair titik leburnya 50-70ºC dan
emulgid titik leburnya 50-54ºC. Aquadest dipanaskan hingga mencapai suhu yang
sama agar kedua fasa memiliki temperatur yang sama saat dicampurkan. Jika suhu
antara dua fasa berbeda, maka beberapa lemak akan menjadi padat, dapat
menyebabkan pemisahan antara fasa air dan fasa minyak. Kemudian kedua fasa
dimasukkan dalam matkan untuk diaduk dengan ultra thurax pada kecepatan
sampai membentuk krim. Ultra thurax digunakan untuk menjamin krim diaduk
secara konstan, karena pengadukan dengan tangan bisa merubah konsistensinya.
Ultra-turrax memiliki prinsip dengan mengecilkan ukuran partikel sekaligus
homogenisasi sistem emulsi. Ultra-thurax juga memberikan gelombang ultrasonik
dengan frekuensi 20-50 kilocycles/detik sehingga partikel pecah menjadi ukuran
yang lebih kecil. Pada pembuatan krim akan menghasilkan campuran yang
homogen (Voight, 1994). Kemudian zat aktif dimasukkan kedalam matkan dan
diaduk sampai homogen. Pengadukan dilakukan selama 5 menit untuk mencegah
terpisahnya fasa air dan fasa minyak. Kemudian, krim dikemas dengan cara
dimasukkan ke pot salep. Dilakukan evaluasi sediaan.
8.2 Krim
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa krim merupakan sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung
air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Pada percobaan
ini merupakan tipe fase minyak terdispersi dalam fase air, basis pengemulsi pada
M/A biasanya digunakan yang bersifat hidrofilik sehingga menggunakan TEA
DAFTAR PUSTAKA
Mulyawan, Dewi dan Neti Suriana. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.