Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN ALAM


PERCOBAAN V

“PEMBUATAN EKSTRAK DAN UJI MUTU”

Kelompok : C14
Tanggal Praktikum : 10 Juli 2021
Nama Anggota :

1. Irfan Abdul Roni (2018210316)

2. Yuli Wulan Safitri (2018210317)

3. Cynthia Dewi (2018210318)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021
I. Tujuan Percobaan
1. Membuat ekstrak simplisia Daun kemuning dengan metode maserasi.
2. Menghitung DER-native dan rendemen ekstrak simplisia Daun kemuning.

II. Teori Dasar


A. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari
bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung
senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat,
karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia
dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavanoid dan lain-lain.
Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-
senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat dan derajat keasaman.
Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan
daun mudah diserap oleh pelarut, karena itu pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk
sampai halus. Simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar susah diserap
oleh pelarut, karena itu perlu diserbuk sampai halus. Disamping memperhatikan sifat fisik
dan senyawa aktif dari simplisia harus juga diperhatikan senyawa-senyawa lain yang
terdapat dalam simplisia seperti protein, karbohidrat, lemak dan gula, karena senyawa ini
akan mempengaruhi tingkat kejenuhan pelarut sehingga akan berpengaruh pula pada
proses pelarutan senyawa aktif. Keajegan kadar senyawa aktif merupakan syarat mutlak
mutu ekstrak yang diproduksi. Oleh sebab itu setiap ekstrak harus distandarisasi (Depkes,
2000).

Pemilihan metode ekstraksi


Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan yang
mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh dengan cara maserasi.
sedangkan kulit dan akar sebaiknya di perkolasi. untuk bahan yang tahan panas sebaiknya
diekstrasi dengan cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak karna pemanasan
dapat diekstrasi dengan metode soxhlet (Agoes, 2007).
Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi:
1. Bentuk/tekstur bahan yang digunakan
2. Kandungan air dari bahan yang diekstrasi
3. Jenis senyawa yang akan diekstraksi
4. Sifat senyawa yang akan diekstraksi
Pembagian Jenis Ekstraksi
I. Ekstraksi Secara Dingin
Proses ektraksi secara dingin pada prinsipnya tidak memerlukan
pemanasan. Hal ini diperuntukkan untuk bahan alam yang mengandung
komponen kimia yang tidak tahan pemanasan dan bahan alam yang
mempunyai tekstur yang lunak. Yang termasuk ekstraksi secara dingin adalah :
a. Metode Maserasi
b. Metode Soxhletasi
c. Metode Perkolasi

II. Ekstraksi Secara Panas


Ekstraksi secara panas dilakukan untuk mengekstraksi komponen
kimia yang tahan terhadap pemanasan seperti glikosida, saponin dan minyak-
minyak menguap yang mempunyai titik didih yang tinggi, selain itu pemanasan
juga diperuntukkan untuk membuka pori-pori sel simplisia sehingga pelarut
organik mudah masuk ke dalam sel untuk melarutkan komponen kimia.
Metode ekstraksi yang termasuk cara panas yaitu :
a. Metode Refluks
b. Metode Destilasi Uap Air

Pada praktikum kali ini digunakan metode maserasi untuk pembuatan ekstrak
simplisia Rimpang Bengle.

Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa pemanasan
atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini pelarut dan sampel tidak
mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi merupakan teknik ekstraksi yang
dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas (Hamdani,
2014). Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

Prinsip Maserasi
Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan
sifatkelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Langkah kerjanya
adalahmerendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari
tertentuselama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil
beningannya. Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari
suatu tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut tersebut
ada yang bersifat “bisa campur air” (contohnya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga
pelarut yang bersifat “tidak campur air” (contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non
polar atau pelarut organik).

Kelebihan dan Kekurangan Metode Maserasi:


1) Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
a. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam.
b. Biaya operasionalnya relatif rendah.
c. Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan.
2) Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
a. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja.
b. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.

B. Teori tentang simplisia

Simplisia Daun Kemuning

Daun kemuning adalah daun Murraya paniculata (L) Jack, suku Rutaceae,
mengandung murangatin tidak kurang dari 0,20% dan atau kumarin total tidak kurang
dari 0,40 % dihitung sebagai skopoletin.

a Klasifikasi tumbuhan kemuning (Murraya Paniculata)


Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Murraya
Spesies : Murraya paniculate (L.) Jack

b Pemerian
Berupa helaian daun, berbentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal daun
runcing, tepi daun rata atau agak beringgit sampai melekuk ke arah
permukaan bawah, ujung daun meruncing, permukaan daun licin dan
mengkilat, permukaan bawah jika dilihat dibawah sinar matahari terlihat
bercak- bercak transparan, pertulangan daun menyirip, ibu tulang daun
tampak jelas menonjol permukaan bawah, warna hijau kecoklatan, bau khas,
rasa pedas, pahit, kelat.

c Manfaat Untuk Kesehatan


Daun kemuning berkhasiat sebagai penghalus kulit dan obat haid tidak
teratur, kulit batangnya berkhasiat sebagai obat sakit gigi. Akar berguna untuk
mengatasi memar akibat benturan atau terpukul, nyeri rematik, keseleo. Daun
dan batang kemuning mengandung saponin dan flavonoid, disamping itu
daunnya juga mengandung tannin, selain minyak atsiri.
Daun mengandung cadinen, metil, antaranilat, bisabolon, betha-caryofilen,
geraniol, carane 3, eugenol sitronelol, metil salisilat, s-quaiazulen, osthole
paniculatin, komurasin, kulit mengandung meksotionim, 5-7-
dimetoksi-8- (2,3-dihidroksi isopentil) kumarin, bunga (skopoletin),
buah (semi-alfa- karotenon). (Sumber: Buku 100 Top Tanaman Obat
Indonesia, Kementerian Kesehatan RI., Halaman 132-133).

d Mikroskopis
Fragmen pengenal adalah kristal kalsium oksalat bentuk prisma,
mesofil dengan idioblas berupa sel minyak dan tetes minyak,
epidermis dengan palisade, epidermis atas, berkas penganggkut
dengan penebalan tipe tangga dan kristal kalsium oksalat bentuk
prisma dan epidermis bawah dengan stomata.

Susut pengeringan <111> Tidak lebih dari 10%


Abu total <81> tidak lebih dari 6,5 %
Abu tidak larut asam <82> tidak lebih dari 0,4%
Sari larut air <91> tidak kurang dari 7,9%
Sari larut etanol <92> tidak kurang dari 6,4%

Kandunngan kimia simplisia


Kadar muranngatin tidak kurang dari 0,20%

Teori yang berkaitan dengan ekstraksi

1. Simplisia
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang
telah dikeringkan (Depkes RI,1979). Kualitas bahan alami nabati (bahan
simplisia) dipengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah faktor biologis.
Faktor biologis yang dimaksud adalah pengaruh dari lingkungan biologis
tempat tumbuh tanaman bahan simplisia, yaitu interaksi dengan lingkungan,
flora dan fauna setempat (Depkes RI, 1977). Faktor lain yang mempengaruhi
kualitas bahan alami nabati antara lain klimatik dan edafik, genetik,
lingkungan yang tercemar, budidaya dan perlakuan pasca panen, kultur
jaringan sebagai sumber bahan alam (Depkes RI,1977).

2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif
suatu simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang
sesuai. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam
pelarut polar dan senyawa non polar dalam pelarut non polar.
Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan
senyawa yang akan diisolasi. Sebelum memilih suatu metode,
target ekstraksi perlu ditentukan terlebih dahulu. Ada beberapa
target ekstraksi, diantaranya (Sarker SD, dkk., 2006):
- Senyawa bioaktif yang tidak diketahui
- Senyawa yang diketahui ada pada suatu organisme
- Sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan secara
struktural.

Ada beberapa teknik isolasi senyawa bahan alam yang umum


digunakan seperti maserasi, perkolasi dan ekstraksi kontinu. Tetapi
pada praktikum kali ini yang digunakan adalah maserasi. Maserasi
merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara
ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industry
(Agoes,2007). Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk
tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup
rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan
konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut
dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Kerugian utama dari
metode maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang
digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa
senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit
diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi
dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat
termolabil (Mukhriani, 2014).

3. Kadar Sari
Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk jumlah
kandungan senyawa dalam simplisia yang dapat tersari dalam
pelarut tertentu. Penetapan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
kadar sari yang larut dalam air dan kadar sari yang larut dalam
etanol. Kedua cara ini didasarkan pada kelarutan senyawa yang
terkandung dalam simplisia.

- Kadar sari larut air adalah sejumlah substansi simplisia yang dapat
larut dalam air, menunjukkan jumlah senyawa organik yang terdapat
di dalam simplisia.
- Kadar sari larut etanol adalah sejumlah substansi simplisia yang
dapat larut dalam etanol, menunjukkan jumlah senyawa organik
yang terdapat di dalam simplisia.
III. Metode Percobaan
A. Alat
1. Stirer + magnetic stirrer
2. Gelas piala 2 L
3. Rotavapor
4. Tangas air

B. Bahan
1. Etanol 96%

C. Cara Kerja
1. Diekstraksi sejumlah 250 g bahan/simplisia dengan 2,5 L etanol 96% dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan
2. Dilakukan 3 (tiga) kali maserasi berturut-turutdengan cairan penyari lebih
kurang 4 bagian (±1L), 3 bagian (±750 mL), dan 3 bagian (±750 mL) volume
dari etanol 96% yang digunakan
3. Disaring setiap selesai ekstraksi dan dikumpulkan dalam suatu wadah. Filtrat
yang diperoleh diuapkan dengan rotavapor hingga konsistensi kental (apabila
perlu dilanjutkan pemanasan di atas tangas air)

IV. Hasil Percobaan dan Perhitungan


A. Data Penimbangan

Penimbangan Simplisia

Bobot Simplisia + wadah : 278,4980 g

Bobot wadah kosong : 28,4955 g

Bobot Simplisia : 250,0025 g

Penimbangan Ekstrak
Bobot botol timbang kosong : 28,1762 g

Bobot botol timbang + ekstrak : 43,2865 g


Bobot ekstrak : 15,1103 g

B. Perhitungan

DER-native = Bobot Simplisia = 250,0025 g = 16,5451


g
Bobot Ekstrak 15,1103 g

Rendemen Ekstrak = Bobot Ekstrak x 100 % = 15,1103 g x 100% = 6,04%


Bobot Simplisia 250,0025 g

V. Pembahasan
(terlampir)

VI. Kesimpulan
(terlampir)

VII. Daftar Pustaka


1. Goeswin, Agoes. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung: ITB Press
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia Jilid I.
Jakarta:1977. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia Jilid II.
Jakarta:1978. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi
I. Jakarta: 2008. Menteri Kesehatan Indoesia.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standard Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai