Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL

“INJEKSI NEUROTROPIK”

Disusun oleh :

KELOMPOK :

Kelompok 1

Kelas A

Anggota :

1. Agnesia Hutahea ( 2015210007)


2. Arnetta Deviana Utami (2017210034)
3. Dika Kanama (2017210064)
4. Isabella Romu (2017210110)
5. M. Irfan Syafawi (2018210001)
6. Sekar Arum Aryanti (2018210002)
7. Joti (2018210003)
8. Ivanie Arum Anggraini (20182100004)
9. I Gusti Nyoman Ary Widyasih (2018210008)
10. Anisa Uskwatun Khasanah (2018210009)
11. Hendry Pratama (2018210010)
12. Reyner Aurelinus Maximus (2018210012)
13. Yohan (2018210014)
14. Naomi Maria Gunawan (2018210015)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021
I. JUDUL PERCOBAAN

Formulasi Sediaan Steril Injeksi Vial Neurotropik

II. PENDAHULUAN
Injeksi merupakan salah satu sediaan steril dapat larutan, emulsi, atau suspensi
atau serbuk yang halus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau
melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan,
mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam sejumlah pelarut
atau dengan mengisikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau wadah
dosis ganda. (Farmakope Indonesia ed III. Hal: 13-14)
Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan dengan
menggunakan teknik steril. Pada umumnya Injeksi dilakukan dengan tujuan untuk
mempercepat proses penyerapan (absorbsi) obat untuk mendapatkan efek obat
yang cepat. Ada pun beberapa jenis injeksi yang biasa digunakan :
1. Injeksi Intramuscular
Injeksi intra muscular adalah injeksi yang dilakukan pada jaringan otot.
Rute intramuscular (IM) memungkinkan absorpsi obat yang lebih cepat
daripada rute SC karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot. 
2. Injeksi Intravena
Injeksi dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18
detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh
jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat.
3. Injeksi Subkutan
Injeksi subkutan (SC) dilakukan dengan menempatkan obat ke dalam
jaringan ikat longgar di bawah dermis. Karena jaringan SC tidak dialiri
darah sebanyak darah yang mengaliri otot, absorpsi di jaringan subkutan
sedikit lebih lambat daripada absorpsi pada injeksi IM. Namun, obat
diabsorpsi secara lengkap jika status sirkulasi normal. 

4. Injeksi Intrakutan
Memasukan obat kedalam jaringan kulit, intracutan biasa digunakan untuk
mengetahui sensitivitas tubuh terhadap obat yang disuntikan.

Pada Praktikum kali ini akan dibuat injeksi neurotropik. Injeksi neurotropik
adalah sediaan yang berperan dalam mengatasi rasa nyeri pada jaringan syaraf.
Injeksi neurotropik biasanya mengandung vitamin B1 dan B6. Vitamin B1 berperan
dalam membantu metabolisme karbohidrat. Vitamin B6 dapat membentuk
metabolisme protein yang berperan dalam pembentukan enzim yang berfungsi
mentransmisikan sel saraf. Sedangkan vitamin B12 berfungsi dalam membantu
metabolisme asam nukleat dalam pembentukkan enzim dan protein yang berperan
di dalamnya.
Pemberian injeksi neurotropik dilakukan melalui intramuskular. Injeksi
intramuskular dilakukan dengan memasukkan kedalam otot rangka. Pada orang
dewasa tempat yang paling sering digunakan untuk suntikan intramuskular adalah
seperempat bagian atas luar otot gluteus maksimus. Sedangkan pada bayi, tempat
penyuntikan melalui intramuskular sebaiknya dibatasi paling banyak 5 ml, bila
disuntikkan kedaerah gluteal dan 2 ml bila di deltoid.

Vial adalah salah satu jenis wadah dosis ganda yaang memungkinkan
pengambilan isi tanpa terjadi perubahan kelarutan, kualitas dan kemurnian bagian
yang tertinggal karena kedap udara dengan kapasitas 5 ml, 10 ml, dan seterusnya.
Vial disterilisasikan di dalam oven, pada suhu 150ºC selama 1 jam, sedangkan
untuk tutup vial karet dalam autoklaf, pada suhu 115ºC - 116ºC selama 30 menit.

Vial digunakan untuk mewadahi serbuk obat larutan atau suspensi dan ditutup
dengan penutup karet yang diletakkan pada leher botol dengan sebuah kapsul
tudung yang terbuat dari logam ringan.
Hal yang perlu diperhatikan pada sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran
ganda) (Dirjen POM, 1995;17) :

a. Pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya


kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganisme
b. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung
isotonis
c.  Perlu dapar sesuai ph stabilitasnya
d. Zat pengawet

III. PREFORMULASI
A. Zat Aktif

Nama Zat Sifat Fisika dan Cara Cara


Khasiat Dosis
Aktif Kimia Sterilisasi Penggunaan

Sianokobala Pemerian: Defisiensi 30 µg sehari Autoklaf Intra muskular


min Hablur atau amorf Vitamin B12 digunakan (Martindale (Handbook Of
(Vitamin merah tua atau serbuk pada orang selama 5-10 28, hal. 1645) Injectable Drug
B12) hablur merah. Bentuk dewasa hari. 14th edition, hal.
anhidrat sangat (Drug (Drug 444)
higroskopis. Jika Information Information
terpapar udara 88, hal. 88, hal. 2097)
menyerap air lebih 2097)
kurang 12%.
(Farmakope
Indonesia V, hal.
1174)

Kelarutan:
Agak sukar larut
dalam air; larut dalam
etanol; tidak larut
dalam aseton, dalam
kloroform dan eter.
(Farmakope
Indonesia V, hal.
1174)

Stabilitas:
Sianokobalamin
konsentrat harus
terlindung dari
cahaya.
Sianokobalamin
sangat higroskopis.
Sianokobalamin
dalam air stabil dan
dapat disterilisasi
oleh autoklav dalam
periode waktu singkat
(15-20 menit) pada
suhu 121oC.
(Drug Information
88, hal. 2096)

pH sediaan:
Sianokobalamin
injeksi, pH 4.5-7.
(Martindale 28, hal.
1645)

Inkompatibilitas:
Dengan agen
pengoksidasi dan
pereduksi dan garam
atau logam berat.
(Martindale 28, hal.
1644)
Wadah dan
Penyimpanan:
Pada tempat yang
kedap udara yang
terlindungi dari
cahaya.
(Martindale 28,
hal.1644)
Thiamin Pemerian: Defisiensi Injeksi LAF Intramuskular
HCl Hablur atau sebuk Thiamin, Dewasa: (Farmakope (Drug
(Vitamin hablur, putih; bau vitamin 3x/hari 100 Indonesia V, Information
B1) khas lemas. Jika neurotropik. mg. hal. 1664) 2003, hal. 3510)
bentuk anhidrat (Drug
terpapar udara Information
dengan cepat 88, hal. 2103)
menyerap air lebih
kurang 4%. Melebur
pada suhu lebih
kurang 248 C
disertai peruraian.
(Farmakope
Indonesia V, hal.
1265)

Kelarutan:
Mudah larut dalam
air (1:1); larut dalam
gliserin

Ph sediaan:
2,5 – 4,5
(Farmakope
Indonesia V, hal.1266
& DI 2003 hal. 3510)

Stabilitas:
Tidak stabil,
disimpan dalam
wadah tertutup rapat
dan terlindung cahaya
(Farmakope
Indonesia IV, hal.
785 ). Tidak stabil
pada suhu tinggi,
sebaiknya pada suhu
dibawah 40ºC (AHFS
97, hal. 2818)

Inkompatibilitas:
Dengan zat atau
substansi pengoksida
dan pereduksi, HgCl,
iodida karbonat,
asetat dan ferri sulfat,
asam ionat, ferri
ammonium sitrat,
OTT dengan Na-
ohenobarbitane.
Tiamin HCl dapat
dirusak oleh ion
logam. OTT dengan
riboflavin dalam
larutan benzyl
penisilin, dekstro
injeksi dan zat
tambahan dengan
kandungan
metabisulfat.
(Martindale 28, hal.
1634 )
Pyridoxine Pemerian: Defisiensi B6 50-150 Autoklaf Inramuskular
HCl Hablur atau serbuk dan anemia. mg/hari (Martindale atau intravena.
(Vitamin hablur putih atau (Martindale 28, hal. 1642) (Drug
B6) hamper putih; stabil 28, hal. 1643) Information 88,
di udara; secara hal. 2100)
perlahan-lahan
dipengaruhi oleh
cahaya matahari.
(Farmakope
Indonesia IV, hal.
723)

Kelarutan :
Mudah larut dalam
air; sukar larut dalam
etanol; tidak larut
dalam eter. Larutan
mempunyai pH lebih
kurang 3,0.
(Farmakope
Indonesia IV, hal.
723)

Stabilitas :
Fotosensitif, dalam
kondisi normal
kerusakkan
pyridoxine HCl tidak
besar. Sediaan harus
terlindungi dari
cahaya.
(Drug Information
88, hal. 2099)

pH :
2,3 – 3,5
(Martindale 28, hal.
1642 )

Inkompatibilitas:
Larutan alkali, garam
besi, larutan
pengoksidasi.
(Drug Information
88, hal. 2099)

Wadah dan
Penyimpanan :
Dalam wadah
tertutup rapat,
terlindung dari
cahaya; disimpang
sekitar pada suhu 150-
300 C.
(Drug Information
88, hal. 2009)

B. Zat Tambahan

Nama Zat Sifat Fisika dan


Khasiat Dosis Cara Sterilisasi
Tambahan Kimia

Benzalkoniu Pemerian: Antimikrobia 0,01%-0,02% Autoklaf


m Klorida Serbuk amorf putih l preservatif, (Handbook Of (Handbook Of
(Handbook atau putih antiseptik, Pharmaceutical Pharmaceutical Excipient
of excipient kekuningan, gel yang disinfektan. Excipient 6th 6th Edition, hal. 56)
hal 56, FI kental atau serpihan (Handbook Edition, hal. 56)
IV hal.130) gelatin. Bersifat Of
higroskopis dan Pharmaceutic
memiliki aroma yang al Excipient
lemah dan rasa yang 6th Edition
sangat pahit. hal.56)
(Handbook Of
Pharmaceutical
Excipient 6th Edition,
hal.56)

Kelarutan:
Sangat mudah larut
dalam air dan etanol
(Farmakope
Indonesia IV, hal.
130)
pH:
4,8-5,5
Optimum pada pH 4-
10
(Farmakope
Indonesia IV,
hal.130)

Stabilitas:
Merupakan
higroskopis yang
dapat terpengaruh
oleh cahaya, udara
dan logam. Larutan
stabil diatas pH yang
besar dan rentang
temperature yang
besar. Dapat di
sterilisasi dengan
menggunakan
autoklaf tanpa
menghilangkan
efektivitasnya
(Handbook Of
Pharmaceutical
Excipient 6th Edition,
hal.57)

Inkompatibilitas:
Aluminium, surfaktan
anion, sitrat, hidrogen
peroksida, iodida,
kaloin, lanolin,
sulfonamid, zink
sulfat, zink oxide
(Handbook Of
Pharmaceutical
Excipient 6th Edition,
hal.57)

Wadah dan
Penyimpanan:
Ditempatkan pada
wadah yang kedap
udara, terlindung dari
cahaya, dan pada
tempat yang kering
dan sejuk
(Handbook Of
Pharmaceutical
Excipient 6th Edition,
hal.57)
Asam Pemerian: Antioksidan. 0,01%0,1 untuk Menggunakan filtrasi
Askorbat Hablur atau serbuk; injeksi membrane.
(Vitamin C) putih atau agak intramuskular. (Martindale 28, hal. 1653)
kuning, oleh (Handbook of
pengaruh cahaya Pharmaceutical
lambat menjadi Excipients 6th
berwarna gelap. Edition, hal. 43)
Dalam keadaan
kering, stabil di
udara, dalam larutan
cepat teroksidasi.
(Farmakope
Indonesia V, hal.
149)

Kelarutan:
Mudah larut dalam
air, larut dalam
bagian air 1 : 3-3,5
(Farmakope
Indonesia V, hal 149)

Inkompatibilitas:
Garam Besi, agen
oksidasi, garam dari
logam berat, dan
harus terlindung dari
cahaya.
(Martindale 28, hal.
1653)

pH zat aktif:
5,4
(Martindale 28, hal.
1653)

pH sediaan:
5,5-7,0
(Farmakope
Indonesia V, hal.
150)

Stabilitas:
Stabil dalam air,
mudah teroksidasi
bila terkena cahaya.
(Martindale 28, hal.
Hal 1653)

Wadah dan
Penyimpanan:
Simpan dalam wadah
nonmetalic dan
hindari dari cahaya
(Martindale 28, hal.
1653)
EDTA Pemerian: Chelating 0,005-0,1% Autoklaf
Serbuk hablur, putih, agent (agen (Handbook of (Handbook of
tidak berbau, rasa pengkelat). Pharmaceutical Pharmaceutical Excipients
agak asam. Excipients 6th 6th Edition, hal. 242)
Edition, hal.
Kelarutan: 242)
Larut dalam 11
bagian air, sukar larut
dalam etanol (95%)
P. Praktis tidak larut
dalam kloroform P
dan dalam eter P.

Stabilitas:
Higroskopik dan
tidak stabil ketika
terkena kelembaban.

Inkompatibilitas:
Tidak kompatibel
dengan oksidator
kuat, basa kuat, ion
logam, dan paduan
logam.

Wadah dan
Penyimpanan:
Wadah tertutup di
tempat yang sejuk
dan kering.
Aqua Pro Pemerian: Pelarut atau - Didihkan selama 30 menit
Injeksi Cairan jernih tidak pembawa (Farmakope Indonesia III,
berwarna, tidak dalam injeksi hal.14)
berbau, tidak berasa. (Farmakope
(Farmakope Indonesia V,
Indonesia V, hal.64) hal. 64)

Syarat:
Memenuhi uji pH,
sulfat, kalsium,
karbondioksida,loga
m berat seperti yang
tertera pada air
murni.
(Farmakope
Indonesia V, hal.64)

Stabilitas:
Higroskopik dan
tidak stabil ketika
terkena kelembaban.
(Farmakope
Indonesia V, hal. 65)

C. Teknologi Farmasi
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Pada prinsip ini termasuk sediaan parenteral mata dan
irigasi. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat
terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke
bagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari
tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus
bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksis, dan harus mempunyai
tingkat kemurnian tinggi atau luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat
dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan
semua jenis kontaminasi, apakah fisik, kimia, atau mikrobiologis. (Lachman, hal.
1292)
Injeksi adalah penyemprotan larutan (atau suspensi) ke dalam tubuh untuk
tujuan terapetik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan langsung kedalam aliran
darah, ke dalam jaringan dan organ. (Voight hal.461)
Keuntungan sediaan parenteral antara lain memberikan kerja obat yang cepat
oleh karena bahan obat disampaikan langsung kedalam aliran darah sehingga
menghindari inaktivasi atau reabsorbsi didalam lambung dan juga enghindari first
pass effect. Sediaan parenteral cocok untuk zat aktif yang dapat mengiritasi lambung
dan juga dapat diberikan pada pasien yang tidak sadarkan diri. Adapun kerugian
sediaan parenteral meliputi pada pemakaiannya hanya boleh dilakukan oleh dokter
atau suster rumah sakit dan dari segi ekonomis bentuk sediaan ini jauh lebih mahal
dibandingkan bentuk sediaan lainnya. (Voight, hal.461)
Air yang digunakan untuk injeksi adalah Aqua pro injectione. Air untuk
injeksi, dibuat dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat gelas netral
atau wadah logam yang cocok dengan labu perciAk. Hasil sulingan pertama dibuang
dan sulingan selanjutnya ditampung dan segera digunakan. (Ilmu Meracik Obat Teori
dan Praktik, hal.193)
Syarat-syarat Obat Suntik:
1. Aman: Tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksik
2. Harus jernih: Tidak boleh ada partikel padat kecuali yang berbentuk suspensi.
3. Tidak berwarna: kecuali zat aktif memang berwarna
4. Sedapat mungkin isohidris: Dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke tubuh tidak
terasa sakit dan penyerapannya obat dapat optimal.
5. Sedapat mungkin isotonis: Yaitu memiliki tekanan osmose yang sama dengan
darah dan cairan tubuh yang lain.
6. Harus Steril: Suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari
mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang tidak patogen. (Ilmu Meracik
Obat Teori dan Praktik, hal.193)

D. Farmakalogi
1. Vitamin B1 (Thiamin HCl)
a. Farmakokinetik
Setelah pemberian parenteral absorbsi berlangsung cepat dan sempurna.
Absorbsi peroral berlangsung dalam usus halus dan duodenum, maksimal 8-
15 mg/hari yang dicapai dengan pemberian oral sebanyak 40 mg. Dalam satu
hari sebanyak 1 mg tiamin mengalami degradasi di jaringan tubuh. Jika
asupan jauh melebihi jumlah tersebut, maka zat ini akan dikeluarkan melalui
urin sebagai tiamin atau pirimidin.
b. Farmakodinamik
Pada dosis kecil atau dosis terapi tiamin tidak memperlihatkan efek
farmakodinamik yang nyata. Pada pemberian IV secara cepat dapat terjadi
efek langsung pada pembuluh darah perifer berupa vasodilatasi ringan,
disertai penurunan tekanan darah yang bersifat sementara. Meskipun tiamin
berperan dalam metabolise karbohidrat, pemberian dosis besar tidak
mempengaruhi kadar gula darah. Dosis toksik pada hewan coba adalah 125-
350 mg/kgBB secara IV dan kira-kira 40 kalinya untuk pemberian oral. Pada
manusia reaksi toksik setelah pemberian parenteral biasanya terjadi karena
reaksi alergi.
c. Efek Samping
Tiamin tidak menimbulkan efek toksik bila diberikan peroral dan bila
kelebihan tiamin cepat di ekskresi melalui urin. Meskipun jarang, reaksi
anafilaktoid dapat terjadi setelah pemberian IV dosis besar pada pasien yang
sensitif dan beberapa diantaranya bersifat fatal.
d. Indikasi
Tiamin diindikasikan pada pencegahan dan pengobatan defisiensi tiamin
dengan dosis 2-5mg/hari untuk pengobatan defisiensi. Dosis lebih besar
parenteral dianjurkan untuk kasus berat akan tetapi respons tidak meningkat
dengan dosis lebih dari 30mg/hari. Tindakan pencegahan dilakukan pada
pasien dengan gangguan absorpsi, misalnya pada diare kronik, atau pada
keadaan dengan kecepatan metabolisme yang meningkat.
Tiamin berguna untuk pengobatan berbagai neuritis yang disebabkan oleh
defisiensi tiamin, misalnya pada (1) neuritis alkoholik yang terjadi karena
sumber kalori hanya alkohol saja; (2) wanita hamil yang kurang gizi; atau (3)
pasien emesis gravidarum. Pada trigeminal neuralgia, neuritis yang menyertai
anemia, penyakit infeksi dan pemakaian obat tertentu, pemberian tiamin
kadang-kadang dapat memberikan perbaikan. Tiamin juga digunakan untuk
pengobatan penyakit jantung dan gangguan saluran cerna yang dasarnya
defisiensi tiamin.
2. Vitamin B6 (Pyridoxine HCl)
a. Farmakokinetik
Piridoksin, piridoksal dan piridoksamin mudah diabsorpsi melalui saluran
cerna. Metabolit terpenting dari ketiga bentuk tersebut adalah 4 asam
piridoksat. Ekskresi melalui urin terutama dalam bentuk 4 asam piridoksat
dan piridoksal.
b. Farmakodinamik
Pemberian piridoksin secara oral dan parenteral tidak menunjukkan efek
farmakodinamik yang nyata. Dosis sangat besar yaitu 3-4 g/kgBB
menyebabkan kejang dan kematian pada hewan coba tetapi dosis kurang dari
ini umumnya tidak menimbulkan efek yang jelas.
c. Efek Samping
Piridoksin dapat menyebabkan neuropati sensorik atau sindrom neuropati
dalam dosis antara 50 mg-2 g per hari untuk jangka panjang. Gejala awal
dapat berupa sikap yang tidak stabil dan rasa kebas dikaki diikuti pada tangan
dan sekitar mulut. Gejala berangsur hilang setelah beberapa bulan bila asupan
piridoksin dihentikan.
d. Indikasi
Untuk mencegah dan mengobati defisiensi vitamin B6, vitamin ini juga dapat
diberikan bersmaa vitamin B lain atau sebagai multivitamin untuk
pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin B kompleks. Untuk mencegah
dan mengobati neuritis perifer oleh obat misalnya isoniazid, sikloserin,
hidralazin, penisilamin yang bekerja sebagai antagonis piridoksin dan atau
meningkatkan eksresinya melalui urin.
3. Vitamin B12 (Sianokobalamin)
a. Farmakokinetik
Sianokobalamin diabsorbsi baik dan cepat setelah pemberian intramuscular
dan subcutan. Kadar dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 1 jam
setelah suntikan intramuscular. Baik sianokobalamin maupun
hidroksokobalamin dalam jaringan dan darah terikat oleh protein. Seperti
halnya koenzim B12, ikatan dengan hidroksokobalamin lebih kuat sehingga
sukar dieksreksi melalui urin. Didalam hati kedua kobalamin tersebut akan
diubah menjadi koenzim B12. Pengurangan jumlah kobalamin dalam tubuh
disebabkan oleh ekskresi melalui saluran empedu. Ekskresi bersama urin
hanya terjadi pada bentuk yang tidak terikat protein.
b. Farmakodinamik
Setelah diabsorbsi, hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan
protein plasma. Sebagian besar terikat pada beta-globulin (transkobalamin
II), sisanya terikat pada alfa-glikoprotein (trans kobalamin III). Vitamin B12
yang terikat pada transkobalamin II akan diangkut sebagai jaringan, terutama
hati yang merupakan gudang utama penyimpanan vitamin B12 (50-90%) .
Kadar normal vitamin B12 dalam plasma adalah 200-900 pg/mL dengan
simpanan sebanyak 1-10 mg dalam hepar.
c. Efek Samping
Sianokobalamin biasanya bisa ditoleransi dengan baik. Reaksi alergi setelah
injeksi jarang terjadi.
d. Indikasi
Indikasi paling umum untuk vitamin B12 adalah anemia (62,6%), gangguan
kognitif (20,2%) dan kurang gizi (17,4%). Indikasi tradisional meliputi
anemia makrositik non generatif, makrositosis terisolasi, demensia dan
gangguan proprioseptif.

IV. FORMULA
A. Formula Rujukan

1. Formula Standar Ampul Neurotropik (British National Formulary 59, hal. 592)
Ascorbic acid 500 mg
Nicotinamide 160 mg
Pyiridoxine hydrochloride (B6) 50 mg
Riboflavin (B2) 4 mg
Thiamine hydrochloride (B1) 250 mg/7 ml

2. Drug Information 88th Edition, hal. 2119


CYANOCOBALAMIN
Parenteral Injection
30 µg/mL
100 µg/mL
1000 µg/mL

3. United State Pharmacopeia 37th Edition, hal. 4924


Injeksi Thiamine HCl
Injeksi dengan menggunakan pembawa air konsentrasi thiamine HCl sekitar 10
mg/ml.

4. Martindale 28th Edition, hal. 1643


Injeksi Pyridoxine HCl
Larutan steril dari pyridoxine HCl dengan menggunakan pembawa air,
konsentrasi 1; 2,5; dan 5% di 1 mL ampul.

B. Formula Jadi
Berdasarkan formula rujukan dari Drug Information 88th Edition hal. 2119,
United State Pharmacopeia 37th Edition hal. 4924, dan Martindale 28th Edition hal.
1643 dan British National Formulary 59 hal. 592.

Tiap ml vial mengandung:


Thiamine HCl (B1) 10 mg
Sianokobalamin (B12) 1 mg
Pyridoxine HCl (B6) 50 mg
Asam askorbat 0,05 mg
EDTA 0,05 mg
Benzalkonium klorida 0,01mg
Ad. Aqua steril pro injection 5ml

C. Alasan Pemilihan Bahan


1. Dibuat sediaan dengan bentuk injeksi dalam vial agar dapat digunakan dalam
beberapa kali pemakaian.
2. Vitamin B1 yang digunakan dalam sediaan ini memiliki fungsi untuk mengatasi
defisiensi vitamin B1, dan sifatnya mudah dikatalisis oleh ion logam.
3. Vitamin B6 yang digunakan dalam sediaan ini memiliki fungsi untuk dapat
memetabolisme lemak dalam tubuh. Vitamin ini juga berperan dalam
metabolisme nutrisi dan memproduksi antibodi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap antigen atau senyawa asing yang berbahaya bagi tubuh
4. Vitamin B12 yang digunakan dalam sediaan ini memiliki fungsi untuk membantu
metabolism asam nukleat dan juga mengatasi defisiensi vitamin B 12.
5. Benzalkonium klorida dipilih sebagai pengawet karena sangat mudah larut air.
Selain itu, sediaan yang diberikan dalam bentuk vial ganda, oleh karena itu
diperlukan antimikroba untuk mencegah kontaminasinya sediaan oleh mikroba
serta mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
6. Asam askorbat yang digunakan dalam sediaan ini memiliki fungsi sebagai
antioksidan karena sifatnya mudah larut dalam air, karena wadah dari sediaan ini
adalah vial bening makan antioksidan dibutuhkan guna meminimalisir potensi
terjadinya oksidasi.
7. EDTA yang digunakan memiliki fungsi sebagai zat pengkelat yang akan
membentuk senyawa kompleks dengan logam berat yang merupakan katalisator
oksidasi, salah satunya mengikat ion logam yang terdapat dari wadah.
8. Aqua steril untuk injeksi digunakan sebagai pelarut atau pembawa karena larutan
ini merupakan larutan steril, yaitu bebas dari mikroorganisme dan sangat
diperlukan dalam sediaan steril. Selain itu air ini biasanya digunakan untuk
sediaan dengan dosis ganda.

V. ALAT DAN BAHAN


A. ALAT DAN BAHAN

Alat :
- Beaker glass
- Erlenmeyer
- Corong gelas
- Pipet tetes
- Vial coklat
- Gelas ukur
- Batang pengaduk
- Spatula
- Pinset
- Kaca arloji
- Penjepit besi
- Kertas saring
- Alumunium foil
- Filter membran
- Oven
- Autoklaf
Bahan :
- Thiamin HCl (B1)
- Piridoksin HCl (B6)
- Sianocobalamin (B12)
- Benzalkonium klorida
- Asam askorbat
- EDTA
- Aqua steril p.i
B. CARA STERILISASI ALAT

No Nama alat Cara sterilisasi


1 Vial, erlemeyer, corong gelas, Dalam oven suhu 150°C, 1 jam.
beaker gelass, pipet tetes (Farmakope Indonesia ed. III)
2 Gelas ukur, Kertas saring. Autoklaf 1210C selama 15 menit(farmakope
indonesia edisi V hal.1618)
3 Batang pengaduk, Spatula, Direndam dalam alkohol 30 menit
Pinset bergerigi, Kaca arloji, (Farmakope Indonesia Edisi V hal. 1359)
Penjepit besi
4 Aqua steril pro injeksi Didihkan 30 menit (Farmakope Indonesia ed. III
hal 14)
5 Sediaan injeksi vial Filtrasi membran
((Martindale ed.28 th 1986, hal 1653 )
6 Karet pipet tetes (dot), karet Direbus dalam air mendidih selama 30 menit
tutup botol (Farmakope Indonesia Edisi V Th. 2014 hal
1359)

VI. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


A. Perhitungan
Rumus : {( n x v ) + ((10% - 30%) x v )}
Keterangan : n = Jumlah vial yang dibuat
v = Volume Injeksi tiap vial (mL)
Volume per vial = Volume vial + (kelebihan volume)
= 5 mL + 0,3 mL
= 5,3 mL

Volume Total 5 vial = ( n x v ) + [( 20%) (n x v )]


= (5 x 5,3 mL) + [(0,2) (5 x 5,3mL)]
= 26,5 mL + 5,3 mL
= 31,8 mL ~ 35 mL

1. Piridoksin = 50mg x 35 mL
= 1750 mg
2. Sianokobalamin = 1000 µg x 35 mL
= 35 mg
3. Thiamin HCl = 10 mg x 35 mL
= 350 mg
4. Benzalkoniumklorida = 0,01 x 35 mL
= 3,5 mg
5. EDTA = 0,05 x 35 mL
= 1,75 mg
6. Asam askorbat = 0,05 mg x 35 mL
= 1,75 mg
7. Aqua Pro Injeksi = ad 35 mL

B. Perhitungan Kelarutan
1. Vitamin B12 ( Sianokobalami) (kelarutan 1: 30-100)

100mg/1mg = 100/x
100=100/x
X= 1mg/ml
2. Pyridoxine HCl (Vitamin B6) (kelarutan 1: 1-10)
10mg/50mg=10/x
X = 50mg/ml

3. Thiamin HCl (Vitamin B1) (kelarutan 1: 1-10)


10mg/10mg =10/x
X = 10mg/ml

C. Penimbangan
No
Bahan
. Penimbangan Teoritis
1. Thiamin 350 mg
2. Piridoksin 1750 mg
3. Sianokobalamin 35 mg
4. Benzalkonium klorida 3,5 mg
5. EDTA 1,75 mg
6. Asam askorbat 1,75 mg
7. Aqua pro injeksi Ad 35 mL

VII. CARA PEMBUATAN


(Prinsip : Filtrasi Membran)

1. Disiapkan Alat dan bahan yang akan digunakan .


2. Vial dikalibrasi 5,3 mL dan beaker glass dikalibrasi 35 mL dan diberi tanda
3. Alat - alat yang akan digunakan disterilisasi dengan metode yang sesuai untuk
masing-masing alat.
4. Dibuat Aqua pro injeksi dengan cara : Aquadest dididihkan selama 30 menit, lalu
dibiarkan selama 30 menit, kemudian didinginkan.
5. Ditimbang Thiamin HCl (vitamin B1), Pyridoxine HCl (Vitamin B6),
Sianokobalamin (Vitamin B12), EDTA, Asam askorbat, dan Benzalkonium klorida
dengan menggunakan kaca arloji.
6. Thiamin HCl (vitamin B1) dilarutkan dalam aqua pro injeksi
7. Pyridoxine HCl (Vitamin B6) dilarutkan dalam sebagian aqua pro injeksi
8. Sianokobalamin (Vitamin B12) dilarutkan dalam sebagian aqua pro injeksi
9. EDTA dilarutkan dalam sebagian aqua pro injeksi
10. Asam askorbat dilarutkan dalam sebagian aqua pro injeksi
11. Benzalkonium klorida dilarutkan dalam sebagian aqua pro injeksi
12. Piridoksin HCl, sianokobalamin, EDTA, dan benzalkonium klorida disterilisasi
dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.
13. Dicampur Piridoksin HCl, sianokobalamin, EDTA, benzalkonium klorida, thiamin
HCl , dan asam askorbat ad homogen pada ruang aseptik LAF.
14. Dilakukan pengecekan pH sediaan (2,5 – 7,0) pada saat ad 4 ml aqua pro injeksi
dengan cara dioleskan sediaan dengan batang pengaduk yang sudah disterilisasi.
15. Campuran larutan tersebut ditambahkan aqua steril pro injeksi ad sampai tanda batas
lalu di saring dengan kertas saring steril, kemudian saring dengan filter membran di
ruang LAF.
16. Larutan dimasukkan ke dalam masing-masig vial ad. tanda kalibrasi 5,3 mL dan
ditutup rapat dengan penutup karet serta dilapisi penutup aluminium.
17. Dilakukan sterilisasi akhir dengan menggunakan filtrasi membran
18. Uji evaluasi IPC dilakukan (uji pH, uji keseragaman volume, uji kejernihan).
19. Uji evaluasi QC dilakukan (uji pH, uji keseragaman volume, uji kejernihan, uji
sterilitas)
20. Vial dikemas, diberi etiket dimasukkan dalam dus kemudian dilengkapi dengan
brosur, dan diserahkan.

VIII. EVALUASI
A. In proses control (IPC)
1. Uji pH (FI V hal. 1563)

Cek pH menggunakan pH meter atau indikator dan kertas indikator.

Dengan pH meter :

1) Sebelum digunakan periksa elektrode dan jembatan garam bila ada.

2) Lakukan pembakuan pH meter.

3) Bilas elektrode dengan sel beberapa kali dengan larutan uji. Isi sel dengan
larutan uji dan baca harga pH. Gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan atau
pengenceran larutan uji.
Dengan pH universal :

Sebelum di adkan larutan sediaan di cek pH nya dengan pH universal.

Syarat : 2,3 – 7

2. Uji Kejernihan (FI V Hal 1521 )

Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar dengan


diameter dalam 15 – 25 mm, tidak berwarna, transparan dan terbuat dari kaca
netral. Bandingkan larutan uji dengan larutan suspensi padanan yang dibuat segar,
setinggi 40 mm. Bandingkan kedua larutan di bawah cahaya yang terdifusi 5
menit setelah pembuatan suspensi padanan dengan tegak lurus ke arah bawah
tabung menggunakan latar belakang hitam. Difusi cahaya harus sedemikian rupa
sehingga suspensi padanan I dapat dibedakan dari air dan suspensi padanan II
dapat dibedakan dari  suspensi padanan I.

Syarat :Larutan dianggap jernih apabila sama dengan air atau larutan yang
digunakan dalam pengujian dengan kondisi yang dipersyaratkan, atau jika
opalesan tidak lebih dari suspensi padanan.

3. Uji Keseragaman Volume (FI V hal 1570)

1) Pilih satu/lebih wadah 10 ml/lebih. Ambil isi setiap wadah dengan alat
suntik hipodemik kering berukuran tidak lebih dari 3 x volume yang akan
diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik No. 21, panjang tidak kurang
dari 2,5 cm.

2) Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dari alat suntik. Pindahkan
isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum kedalam gelas
ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan hingga volume yang
diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.

3) Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar, lalu dilihat


keseragaman volume secara visual

Syarat : volume sediaan harus seragam

B. Quality control

1. Uji Kejernihan (Lachman ed III hal 1355)


Produk dalam wadah diperiksa dibawah penerangan cahaya yang baik,
terhalang terhadap refleksi ke mata, berlatar belakang hitam dan putih dengan
rangkaian si dijalankan dengan suatu aksi memutar.
Syarat : sediaan harus jernih

2. Uji Sterilisasi (FI V hal. 1359)

Menggunakan teknik penyaringan modern :


 Bersihkan permukaan luar botol, tutup botol dengan bahan dekontaminasi
yang sesuai
 Ambil isi secara aseptik
 Pindahkan secara aseptik seluruh isi tidak kurang dari 10 wadah melalui
tiap penyaring dari 2 rakitan penyaring, melewatkan segera tiap specimen
melalui penyaringan dengan bantuan pompa vakum/ tekanan.
 Secara aseptik, pindahkan membran dari alat pemegang, potong menjadi
setengah bagian ( jika hanya satu ). Celupkan membran / setengah bagian
membran kedalam 100 ml media .inkubasi selama tidak kurang dari 7
hari.
 Lakukan penafsiran hasil uji sterilisasi.
Syarat : sediaan harus steril

3. Uji Keseragaman Volume ( FI V hal. 1570)

Pilih satu atau lebih wadah , bila volume 1 dengan alat suntik atau lebih, 3
wadah atau lebih bila volume lebih dari 3 ml atau kurang dari 10 ml atau 5
wadah atau lebih bila volume 3 ml atau kurang.
Cara 1 :
1) Pilih satu / lebih wadah 10 ml / lebih. Ambil isi setiap wadah dengan alat
suntik hipolipidemik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang
akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik No 21, panjang tidak
kurang dari 2,5 cm.
2) Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dari alat suntik. Pndahkan
isi dalam alat untuk tanpa mengosongkan bagian jarum kedalam gelas
ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan hingga volume yang
diukur memenuhi sekurang- kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.
Syarat : volume sediaan harus seragam.

4. Penetapan kadar zat aktif

 Sianokobalamin (vitamin B12) (FI V hal.1182)

Prosedur :
1) Timbang seksama sejumlah sianokobalamin BPFI, larutkan dan
encerkan secara kuantitatif dan jika perlu bertahap dengan air hingga
kadar lebih kurang 30 µg per ml.
2) Larutan uji ukur seksama sejumlah volume larutan injeksi setara dengan
tidak kurang dari 300 µg sianokobalamin, encerkan secara kuantitatif
dan jika perlu bertahap dengan air hingga kadar lebih kurang 30 µg per
ml.
3) Ukur serapan larutan baku dan larutan uji dalam sel 1-cm pada panjang
gelombang serapan maksimum lebih kurang 361 nm.
 Thiamin HCl (vitamin B1) (FI V hal.1266)
Prosedur :
Dilakukan penetapan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi.
 Piridoksin HCl (vitamin B6) (FI V hal.1025)
Prosedur :
Penetapan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi

IX. DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Anonim. 2010. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Anonim. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Depkes RI.
Anonim. 2012. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Departemen Farmakologi
dan Terapeutik FKUI.
BNF Staff. 2010. British National Formulary 59, Pharmaceutical Press, London: BMJ
Group and the Royal Pharmaceutical Society of Great Britain.
Cleveland, B. 1988. AHFS - Drug Information 88. American Society of Hospital
Pharmacist.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2014. Farmakope Indonesia Edisi V.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Lachman, leon, lieberman A. Herbert, Kaing L. Joseph. 1994.Teori dan praktek
farmasi industri. Edisi 3. Jakarta : Penerbit UI press.
Martindale. 1982. The Extra Pharmacopoeia, 28th Edition. London : The
Pharmaceutical Press.
Rowen Reymond C. Sheskey, Paul J. Quinn, Marian E., 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipient Sixth Edition. London ; The Pharmaceutical Press.
Sweetman, C. Sean. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference 36th edition.
London: The Pharmaceutical Press.
Trissel, Lawrence. 2007. Handbook on Injectable Drugs 14th Edition. Maryland :
American Society of Health-System Pharmacist.
USP. 2014. The United States Pharmacopeia : the National Formulary. USP 37 NF 32
Supplement 1. Rockville, Md: United States Pharmacopeial Convention
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Universitas Gadjah Mada Press.
Yogyakarta.
LAMPIRAN

®
NEUROTROPS
Injeksi Intramuskular
Vitamin B1,B6,B12

Komposisi
Tiap ml vial mengandung:
Vitamin B1 10 mg
Vitamin B6 50 mg
Vitamin B12 1 mg

Farmakologi
Cepat diabsorpsi dari injeksi ke jaringan intramuscular dan
subkutan, tingkat plasma dari senyawa mencapai puncaknya
tidak lebih dari 1 jam setelah injeksi intramuscular.

Indikasi
Pencegahan dan terapi defisiensi vitamin B1,B6 dan B12

Kontraindikasi
Sensitivitas terhadap kobalt

Efek samping
Vitamin biasanya bisa ditoleransi dengan baik. Reaksi alergi
setelah injeksi jarang terjadi

Dosis
Pemakaian maksimal 5 mL per hari

Aturan pakai
Diinjeksikan 1 ml secara intamuskular

Jalur Penyuntikan
Intramuskular

Penyimpanan
Simpan di tempat sejuk dan terlindung dari cahaya

No.Reg :DKL 1810451143 A1

HARUS DENGAN RESEP DOKTER


Diproduksioleh:
PT. West Pharmacy
Jakarta-Indonesia
NEUROTROPS ®
Komposisi : Aturanpakai :
Tiap ml vial mengandung: Injeksi Intramuskular
Vitamin B1 10 mg Vitamin B1, B6 dan B12 Diinjeksikan 1 ml secara intamuskular
Vitamin B6 50 mg
Vitamin B12 1 mg Isi:5 vial @ 5 ml
Indikasi : Penyimpanan :
Pencegahan dan terapi defisiensi vitamin
Simpan di tempat sejuk dan terlindung dari cahaya
B1,B6 dan B12 Diproduksioleh:
PT. West Pharmacy HARUS DENGAN RESEP DOKTER
KETERANGAN LEBIH LENGKAP LIHAT Jakarta-Indonesia

NEUROTROPS®
Injeksi Intramuskular
Vitamin B1, B6 dan B12

Isi:5 vial @ 5 ml

Diproduksi Oleh:
PT. West Pharmacy
Jakarta-Indonesia
Komposisi:
NEUROTROPS® Tiap ml vial mengandung:
Vitamin B1 10 mg
Vitamin B6 100 mg
Vitamin B12 1 mg
Indikasi :
Pencegahan dan terapi defisiensi
Injeksi Intramuskular
vitamin B1,B6 dan B12
Vitamin B1, B6 dan B12
KETERANGAN LEBIH
LENGKAP LIHAT BROSUR
Isi :5 ml
No.Reg:DKL 1810451143 A1
No. Batch:I 811108
Diproduksioleh: Mfgdate : Juli 2021
PT. West Pharmacy Exp date : Juli 2023
Jakarta-Indonesia

Anda mungkin juga menyukai