Disusun oleh :
KELOMPOK 1 B
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS
PANCASILA
I. JUDUL
II. PENDAHULUAN
Pengobatan secara parenteral adalah cra pemberian oat langsung kedalan cairan tubuh
atau jaringan tubuh. Pengontrolan sediaan parenteral memerlukan persyaratan yang lebih dari
sediaan farmassi yang suah lazim. Sediaan parnteral yang diberikan secara penyuntikan
inravena, subkutan, dan intramsukular merupakan rute pemberian obat yang kritis jika
dibandingkan engan pemberian obat secara oral. Salah satu keuntungan pemberian obat
secara parenteral adalah respon fisiologi segera dapat dicapai jiika diperlukan (Goeswin, 2013)
Sediaan yang berisi larutan injeksi dengan volume 100 ml atau lebih dinamakan sebagai
large volume Parenteral (LVP) dan biasa digunakan untuk rute intravena. Banyak sediaan yang
mempunyai respon fisiologi yang sama namun berbeda pada onset kerja obatnya. dalam
praktikum ini, dibuat sediaan parenteral volume besar yaitu infus.
infus adalah suatu piranti kesehatan yang dalam kondisi tertentu digunakan untuk
menggantikan cairan yang hilang dan menyeimbangkan elektrolit tubuh. Pada kondisi
emergency misalnya pada pasien dehidrasi, stres metabolik berat yang menyebabkan syok
hipovolemik, asidosis, gastroenteritis akut, demam berdarah dengue, luka bakar, syok
hemoragik serta trauma, infus dibutuhkan dengan segera untuk menggantikan cairan tubuh
yang hilang. infus juga digunakan sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum
diketahui, misal pada kasus dehidrasi karenaasupan oral tidak memadai, demam, dll.
Sediaan infus ammonium klorida ini dibuat untuk mempermudah pasien mendapatkan
respon fisiologi yang segera atau onset yang cepat ketika menggunakansediaan ini. Pemberian
amonium klorida menghasilkan diuresis sementara dan asidosis.Pemberian sediaan injeksi
ammonium klorida ini dapat digunakan dalam pengobatanalkalosis metabolik yang parah dan
bekerja dengan cepat karena pemberianya secara intravena. Dengan demikinn sediaan infus
ammonium klorida ini dibuat.
NAMA ZAT AKTIF SIFAT FISIKA KIMIA DOSIS DAN CARA STERILISASI
DAN STABILITAS KHASIAT
pH : 5.0 – 7.0
Formula 2
Ammonium klorida 0,49%
NaCL 0,383%
Karbon Aktif 0,1%
HCL/NaOH qs
Aqua pro injekction qs
Formula jadi
Amonium klorida 0,5% Zat aktif
Dextrose 1,58 % Pengisotonis
Hydroclorid acid/asam klorida qs Adjust pH
Aqua pro injection ad 100ml Pelarut
III. ALASAN PEMILIHAN BAHAN
1. Amonium klorida pada sediaan infus digunakan sebagai zat aktif yang berperan pada penetralan alkalosis
metabolik yang terjadi karena kelebihan basa di dalam tubuh. Amonium klorida akan mengembalikan
kelebihan basa menjadi netral dan berperan pula sebagai cairan pengganti elektrolit.
2. Dextrose dipilih dekstrose sebagai pengisotonis karena dapat membuat larutan mempunyai sifat osmotis
yang sama dengan cairan fisiologis tubuh. Dekstrosa mudah larut dalam air sehingga dapat dengan mudah
bercampur dengan bahan lainnya.
3. Asam klorida pada formula ini digunakan untuk adjust PH dari zat akif, digunakan asam klorida karena
bersifat larut alam air sehingga dapat bercambur dengan bahan lainya.
4. Aqua pro injection digunakan untuk melarutkan sediaan, yakni air yang telah melewati
serangakaian proses tertentu sehingga memiliki nilai kontaminan mikroba dan telah bebas
dari pirogen.
V. PENIMBANGAN
ALAT
1. Beaker Glass
2. Erlenmeyer
3. Gelas ukur
4. Corong Gelas
5. Pipet Tetes
6. Kertas Saring
7. Batang Pengaduk
8. Spatula
9. Pinset
10. Kaca Arloji
11. Pipet Besi
12. botol infus
Bahan
1. Amonium klorida
2. Dextrose
3. Asam klorida
4. Aqua pro injection
Cara Sterilisasi
1. Beaker glass, Erlenmeyer, Corong glass, dan Pipet Oven 150°C selama 1 jam
Tetes
(farmakope ed V hal 1663)
3. Batang pengaduk, Spatula, Pinset, Kaca arloji, Direndam alcohol selama 30 menit
Penjepit besi. pipet
(fi ed V hal 1365)
10)
hal.1618)
B. Quality Control(QC)
● Uji Sterilitas ( Farmakope Indonesia V hal 1665 )
Cara :
1. Bersihkan permukaan luar botol, tutup botol dengan dekontaminasi yang sesuai, ambil isi secara
aseptik.
2. Pindahkan secara aseptik seluruh isi tidak kurang dari 10 wadah melalui tiap penyaring dari 2
rakitan penyaring. Lewatkan segera tiap spesimen melalui penyaring dengan bantuan pompa
vakum/tekanan.
3. Secara aseptik pindahkan membran dari alat pemegang, potong menjadi setengah bagian
membran kedalam 100ml media inkubasi selama tidak kurang dari 7 hari.
4. Lakukan penaksiran hasil uji sterilitas.
Syarat : Tidak terdapat pertumbuhan mikroba pada media dalam waktu 14 hari hari inkubasi.
● Uji kejernihan (Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri hal 1355)
Cara : Diperiksa produk dalam wadah di bawah penerangan cahaya, terhalang terhadap reflex dari mata,
berlatar belakang hitam dan putih dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar.
Syarat : Semua wadah diperiksa secara visual dan tiap partikel yang terlihat dibuang dari wadah, batas
50 partikel 10 μm dan lebih besar 5 partikel ≥ 25μm/ml. Partikel yang berwarna akan terlihat gelap pada
latar terang.
● Uji Keseragaman Volume ( Farmakope Indonesia VI Hal. 2025 )
Cara :
1. Dipilih 1 atau lebih wadah bila volume ≥ 1ml.
2. Diambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali
volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21 dengan panjang tidak
kurang dari 2,5 μm.
3. Dikeluarkan gelembung udara dari jarum dan alat suntik. Dipindahkan isi dalam alat suntik tanpa
mengosongkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur kering dengan volume tertentu yang telah
dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi seminimalnya 40% dari kapasitas yang
tersedia.
Syarat : Seragam
● Endotoksin pirogen (Farmakope Indonesia V halaman 1406)
Tujuan : Untuk mendeteksi atau mengkuantitasi endotoksin bakteri yang mungkin terdapat dalam
sampel yang diuji.
Cara : menggunakan “Limus Amebocyte Lysate” (LAL).
Penetapan titik akhir reaksi dilakukan dengan membandingkan langsung eceran dari zat uji dengan
eceran endotoksin baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit Endotoksin (UE). Pada
penetapan kadar secara kinetik (kolorimetri dan turbidimetri) serapan diukur selama periode reaksi dan
harga kecepatan reaksi ditetapkan dari pengukuran tersebut. Pada pengukuran titik akhir secara
kolorimetri, reaksi dihentikan pada akhir dari waktu yang telah ditetapkan dengan penambahan zat
pemutus reaksi enzim sebelum pengukuran.
Syarat : Kadar endotoksin kurang dari nilai yang dinyatakan dalam masing-masing monografi.
● Penetapan Kadar
Cara :
1. Larutan baku timbang seksama sejumlah Siprofloksasin Hidroklorida BPFI, larutkan secara
kuantitatif dengan fase gerak hingga kadar kurang lebih 0,5 mg per mL.
2. Larutan uji timbang seksama lebih kurang 25 mg zat, masukkan dalam labu tentukur 50mL,
encerkan dengan fase gerak sampai tanda.
Syarat : Faktor ikutan puncak ciprofloxacin tidak lebih dari 4,0 dan simpangan baku relatif pada
penyuntikan ulang tidak lebih dari 1,5%.
● Uji kebocoran (Lachman Teori dan Praktek Industri hal 1354)
Cara : Diletakkan infus dengan posisi terbalik dalam beaker glass yang beralaskan kapas basah pada
saat autoklaf. Indikasi adanya kebocoran setelah diuji jika volume pada infus berkurang maka
terjadinya kebocoran pada infus.
Syarat : Volume harus tetap tidak boleh berkurang.
IX. RANCANGAN KEMASAN
1. Etiket
2. KEMASAN
3. BROSUR