Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL


Guttae untuk Midriatik

Kelompok 4 :
- Dellia Nursyifa Rosdiana (2019210257)
- Niko Samuel (2019210258)
- Cici Rianti (2019210259)
- Salsabila Fitra Az-Zahra (2019210260)
- Ghina Shevinta Cecalia (2019210261)
- Putri Fatimah Azzahra (2019210262)
- Elsa Maulidya (2019210263)
- Amelia Chandra (2019210264)
- Khairiyyah Febrianty (2019210265)
- Daffa Millati Azka (2019210268)
- Priska Anjelina (2019210269)
- Riana Sinta Uli (2019210270)

Kelas C

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021/2022
I. Judul Percobaan
Guttae untuk Midriatik

II. Pendahuluan
Tetes mata merupakan sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan
untuk mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir di sekitar kelopak mata atau
bola mata. Tetes mata dibuat dengan cairan pembawa berair yang mengandung pengawet
(FI Edisi III, 1979). Fungsi pengawet, yaitu untuk mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang
disebabkan oleh mikroorganisme (BPOM, 2013). Sediaan obat tetes dapat berupa antara
lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tetes mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga),
Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
Tetes mata harus memenuhi syarat yang telah ditentukan, yaitu steril, sedapat
mungkin isohidris dan sedapat mungkin isotonis. Jika obat tidak tahan pemanasan maka
sterilitas dicapai dengan menggunakan pelarut steril, dilarutkan obatnya secara aseptis
dan menggunakan penambahan zat pengawet dan botol serta wadah yang steril.
Midriatik merupakan golongan obat yang menyebabkan dilatasi pada pupil mata.
Efek midriatik biasa didapatkan dari obat golongan simpatomimetik dan antimuskarinik,
obat ini digunakan untuk siklopegia/memungkinkan mata untuk fokus ke objek yang
dekat dengan cara melemahkan otot siliaris (biasanya untuk memudahkan prosedur
operasi tertentu). Midriatik memungkinkan pemeriksaan fundus dengan pelebaran bola
mata. Midriatik yang lebih keras lebih lama kerjanya disebut sikloplegik. Diantara
midriatik dan sikloplegik adalah atropin, hiosiamin, skopolamin, homatropin,
siklopentolat, metentelin, nafazolin, kokain, tropikamid, oksifenonium dan eutropin.
(Ansel Indonesia : 555)
Atropin digunakan untuk menghasilkan midriasis untuk pemeriksaan mata. Satu
aplikasi lokal dapat memakan waktu hingga 40 menit atau lebih untuk menghasilkan
midriasis, yang berlangsung selama seminggu atau lebih; kelumpuhan akomodasi yang
nyata diperoleh dalam 1 sampai 3 jam dengan pemulihan dalam 6 sampai 12 hari.
Namun, antimuskarinik lain seperti siklopentolat, homat ropine, atau tropicamide
mungkin lebih disukai karena memiliki onset yang lebih cepat dan durasi kerja yang lebih
pendek daripada atropin (Martindale ed 36 : 1221)

III. Data Zat Aktif/ Preformulasi


Atropin Sulfat (Farmakope Indonesia ed 6 Hal 242 - 244, Martindale ed 36 Hal. 1219)
- Rumus Molekul : (C17H23NO3)2.H2SO4.H2O
- Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak berbau; mengembang di udara kering:
perlahan-lahan terpengaruh oleh cahaya.
- Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air
- BM : 695
- pH : Antara 3,5 dan 6,0.
- Konsentrasi : Untuk midriasis 0,125-4% (Ansel hal. 557)
- Inkompatibilitas : Ketidakcocokan antara atropin sulfat dan
pengawet hidroksibenzoat, mengakibatkan
kehilangan total atropin dalam 2 sampai 3 minggu.
- Khasiat : Midriatik
- Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

IV. Data Bahan Bantu


1. Natrium Klorida (Farmakope Indonesia ed 6 Hal 1225 - 1227, Handbook of
pharmaceutical excipients 6th edition, hal 637)
- Rumus Molekul : NaCl
- Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk
hablur putih; rasa asin
- Kelarutan : Mudah larut dalam air
- BM : 58,44
- pH : 6.7–7.3
- Konsentrasi : ≤ 0,9 % (Handbook of
Pharmaceutical Excipients
6th hal. 637)
- Inkompatibilitas : Larutan NaCl bersifat korosif terhadap besi. Dapat

bereaksi membentuk endapan dengan garam perak,

timbal dan merkuri.


- Kegunaan : Sebagai tonisitas
- Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

2. Benzalkonium klorida (Farmakope Indonesia Ed. 6 hal. 270; Handbook of


Pharmaceutical Excipients 6th hal. 56-57)
- Rumus Molekul : [C6H5CH2N(CH3)2R]Cl
- Pemerian : Gel kental atau potongan seperti gelatin, putih atau

kekuningan. Biasanya berbau aromatik lemak.


Larutan dalam air berasa berasa pahit, jika dikocok
sangat berbusa dan sedikit alkali.
- Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air
- BM : 360
- pH : 5-8
- Konsentrasi : 0,01-0,02 % w/v (Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th hal. 56)
- Inkompatibilitas : Alumunium, anionik surfaktan, sitrat, hidrogen
peroksida, iodida, kaolin, lanolin, nitrat, protein,
sabun, sulfonamid, tartrat, zink oksida dan zink
sulfat.
- Kegunaan : Pengawet, antimikroba
- Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik dan terhindar dari
cahaya

3. Aqua pro Injeksi (Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th hal. 766)


- Rumus Molekul : H2O
- Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
- Kelarutan : Mudah larut dalam air
- BM : 18,02
- pH : 5,0-7,0
- Inkompatibilitas : Dapat bereaksi dengan obat dan eksipien lain yang
rentan terhadap hidrolisis pada suhu tinggi dan
dapat bereaksi dengan logam alkali dan zat
pengoksidasi.
- Kegunaan : Pelarut
- Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal dari kaca atau plastik,
tidak lebih besar dari 1 liter, wadah kaca
sebaiknya kaca tipe I atau tipe II

TEKNOLOGI FARMASI
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing. Larutan obat mata
merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa sesuai digunakan pada
mata. (Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995 halaman 12).
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan cara meneteskan pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata.
(Farmakope Indonesia edisi III tahun 1979 halaman 10).
Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapetik lokal, dan
yang lain untuk merealisasikan kerja farmakologis, yang terjadi setelah berlangsungnya
penetrasi bahan obat dalam jaringan yang umumnya terdapat disekitar mata. (Buku
pelajaran teknologi farmasi,Voight hal 521-527)
Untuk membuat sediaan yang tersatukan, maka faktor-faktor berikut hendaknya
diperhatikan :
a. Steril
Pembuatan tetes mata pada dasarnya dilakukan pada kondisi kerja aseptik
dimana penggunaan air yang sempurna serta material wadah dan penutup yang
diproses terlebih dahulu dengan anti bakterial. Beberapa Farmakope
memungkinkan proses termokimia sebagai upaya membasmi mikroba.
b. Kejernihan
Persyaratan larutan bebas partikel yang tidak dimaksudkan untuk
menghindari rangsangan akibat bahan padat. Material penyaring yang digunakan
leburan gelas, misalnya Jenner Fritten dengan ukuran pori G3-G5.
c. Pengawet
Dari sekian banyak bahan pengawet yang digunakan secara farmasetika
yang sering kali digunakan adalah thio mersal (0,002%), garam fenil merkuri
(0,002%), garam alkonium, dan garam benzalkonium (0,002 – 0,01%) dalam
klorbutanol (0,5 %) dan benzyl alkohol (0,5 – 1%).
d. Tonisitas
Untuk sediaan tetes mata sebaiknya isotonis (memiliki tekanan osmotik
yang setara dengan tekanan cairan mata atau setara dengan larutan garam
fisiologis / NaCl 0,9%). Mata dapat mentoleransi larutan dengan rentang nilai
tonisitas ekivalen dengan 0,5% - 1,6% larutan NaCl tanpa menimbulkan rasa
tidak nyaman.
e. Pendaparan
Pada pemakaian tetes biasa yang nyaris tanpa rasa nyeri adalah larutan
dengan pH 7,3 – 9,7 daerah pH 5,5 – 11,4 masih dapat diterima. Penyeimbangan
pH pada umumnya dilakukan dengan larutan dapar isotonis. Larutan dapar berikut
digunakan secara internasional: Dapar natrium asetat – asam borat, kapasitas
daparnya tinggi dalam daerah asam.Dapar fosfat, kapasitas daparnya tinggi dalam
daerah alkalis.
f. Viskositas dan aktivitas permukaan
Tetes mata dalam air mempunyai kerugian, oleh karena itu dapat ditekan
keluar dari saluran konjungival oleh gerakan pelupuk mata. Melalui peningkatan
viskositas dapat dicapai distribusi bahan aktif yang lebih baik di dalam cairan dan
waktu kontak yang lebih panjang.
g. Wadah dan Penyimpanan
Tetes mata dapat diisikan dalam wadah takaran tunggal atau ganda. Untuk
pemakaian berulang, adalah gelas tetes mata yang telah dikenal (botol kecil
dengan pipet ulir) terbuat dari gelas coklat miskin alkali). Tetes mata cair, yang
tidak mengandung bahan pengawet harus disimpan dingin dan digunakan hanya
untuk beberapa hari saja setelah pemakaianya. (Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi, Voight hal 521-527)

FARMAKOLOGI
Atropin merupakan obat tetes mata yang digunakan untuk melebarkan pupil sebelum
pemeriksaan mata. Atropin bekerja dengan memblokir asetilkolin kimia yang
melemaskan otot siliaris mata dan menyebabkan pupil melebar.

FARMAKODINAMIK
Midriasis mengakibatkan fotofobia sedangkan sikloplegia menyebabkan hilangnya
kemampuan melihat jarak dekat. Pada umumnya sesudah pemberian 0,6 mg atropin SK
pada mulanya terlihat efek pada kelenjar eksokrin, terutama hambatan salivasi, serta
bradikardi akibat perangsangan Nervus vagus. Midriasis baru terlihat dengan dosis yang
lebih tinggi ( >1 mg). Mula timbulnya midriasis tergantung dari besarnya dosis, dan
hilangnya lebih lambat dari pada hilangnya efek terhadap kelenjar liur. Pemberian lokal
pada mata menyebabkan perubahan yang lebih cepat dan berlangsung lama sekali (7-12
hari), karena atropin sukar dieliminasi dari cairan bola mata. Midriasis oleh alkaloid
belladonna dapat diatasi dengan pilokarpin, eserin, atau DFP. Tekanan intraocular pada
mata yang normal tidak banyak mengalami perubahan. Tetapi, pada pasien glaucoma,
terutama pada glaukoma sudut sempit, penyaliran cairan intraocular melaui saluran
Schlemm akan terhambat karena muaranya terjepit dalam keadaan midriasis.
(Farmakologi dan Terapi : 2007)
FARMAKOKINETIK
Absorpsi atropin sulfat mudah diserap dari semua tempat, kecuali di kulit. Pemberian
atropin sebagai obat tetes mata, terutama pada anak dapat menyebabkan absorpsi dalam
jumlah cukup besar lewat mukosa nasal sehingga menimbulkan efek sistemik dan bahkan
berbahaya. Distribusi dari sirkulasi darah, atropine cepat memasuki jaringan.
Metabolisme dieliminasi oleh ginjal dalam keadaan tak diubah sampai 50%, sisanya
mengalami demethylasi dan glucuronidasi di dalam hati dan kemudiaan di ekskresi oleh
ginjal, Ekskresi sebagian atropin diekskresi melalui ginjal dalam bentuk asal.

INDIKASI
Untuk mengobati kondisi mata seperti amblyopia (mata malas), midriatik (melebarkan
manik mata) dan sikloplegik (melumpuhkan iris/selaput pelangi mata.

INTERAKSI
Banyak obat yang mempunyai efek antimuskarinik; pemakaian bersama dua atau lebih
obat yang demikian dapat meningkatkan efek samping seperti mulut kering, retensi urin,
dan konstipasi; pemberian bersama juga dapat membuat bingung pada pasien berusia
lanjut. (IONI 2000 hal. 471)

KONTRAINDIKASI
Glaukoma sudut tertutup, obstruksi/sumbatan saluran pencernaan dan saluran kemih,
atoni (tidak adanya ketegangan atau kekuatan otot) saluran pencernaan, ileus
paralitikum, asma, miastenia gravis, kolitis ulserativa, hernia hiatal, penyakit hati dan
ginjal.

EFEK SAMPING
Kemerahan pada mata, iritasi mata, dan penglihatan kabur.

V. Formula
A. Formula Rujukan
(Formularium Nasional Edisi II Tahun 1978 halaman 32)
Tiap 10 ml mengandung :
Atropin Sulfat 100 mg
Natrium Klorida 70 mg
Benzalkonium klorida 2 µl
Dinatrium EDTA 5 mg
Aqua pro injeksi ad 10 ml

(Formularium Medicamentorum Selectum halaman 83)


Atropin sulfat 0,100
Asam Borat ad 10 cc

B. Formula Jadi
Tiap 5 ml mengandung :
Atropin Sulfat 1%
Natrium Klorida 0,20%

Benzalkonium klorida 0,02%

Aqua pro injeksi Ad 5 ml

C. Alasan Pemilihan Bahan


1. Pemakaian NaCl adalah untuk membuat larutan isotonis sehingga tonisitas antara
cairan mata dan larutan obat sama. Jadi tidak menimbulkan perih saat digunakan
2. Benzalkonium klorida merupakan bahan yang tidak menyebabkan iritasi
3. Atropin sulfat digunakan sebagai zat aktif dikarenakan untuk mengurangi mata
berair akibat peradangan pada mata
4. Aqua pro injeksi digunakan sebagai pelarut karena bahan-bahan yang digunakan
larut dalam air.

VI. Perhitungan tonisitas dan Jumlah Bahan


A. Perhitungan
Volume 1 botol = 5 mL
Dibuat 2 botol = 2 x 5 mL= 10 mL
Volume total = (n×v) + {(10 - 30% × (n×v)}
= 10 mL + ( 30% x 20 mL ) = 16 mL
- Atropin sulfat = 1% x 16 mL= 0,16 g
- Benzalkonium Klorida = 0,02% x 16 mL = 0,0032g = 3,2 mg

Perhitungan tonisitas :
Volume = [∑ (W x E) Atropine Sulfat + (W x E) Benzalkonium klorida] x vol.
Lar. NaCl
= [(0,16 x 0,12) + (0,0032 x 0,16)] x 111,1 mL
= [0,019712] x 111,1 mL
= 2,19 mL
Tonisitas = 2,19 mL/10 mL x 0,9%
= 0,1971% = 0,20%
Volume NaCl = (0,9 % - 0,20%) x 16 mL
= 0,7% x 16 mL
= 0,112 g
= 11,2 mg

B. Penimbangan

Bahan Bobot Teori Bobot Praktikum

Atropin sulfat 0,26 g

Benzalkonium 0,0052 g
Klorida

NaCl 0,1716 g

Aqua pi Ad 16 ml

VII. Alat dan Cara Sterilisasi


A. Alat
1. Wadah sediaan 7. Gelas Ukur
2. Beaker glass 8. Batang Pengaduk
3. Corong glass 9. Spatula
4. Erlenmeyer 10. Pinset
5. Pipet tetes 11. Kaca Arloji
6. Kertas Saring 12. Guttae Opthalmentic

B. Cara Sterilisasi
Alat Cara Sterilisasi Sumber

Beaker glass, corong Oven suhu 150oC selama Farmakope Indonesia V


glass, botol tetes mata, 1 jam hal. 1663
erlenmeyer, pipet tetes

Gelas ukur, kertas saring Autoklaf suhu 121oC Farmakope Indonesia V


selama 15 menit hal. 1662

Batang pengaduk, Direndam alkohol Farmakope Indonesia III


spatula, pinset, kaca selama 30 menit hal. 18
arloji, penjepit besi

Karet pipet tetes Direbus dalam air Farmakope Indonesia III


mendidih selama 30 hal. 18
menit

VIII. Cara Pembuatan Sterilisasi Terminal


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Kalibrasi 16 ml pada beaker glass dan pada wadah tetes mata 5 ml, kemudian
diberi tanda
3. Dilakukan sterilisasi pada alat-alat dan botol tetes
4. Dibuat aqua pi dengan cara dipanaskan aquades selama 30 menit, kemudian
disaring
5. Ditimbang bahan-bahan yang diperlukan
6. Dilarutkan atropin sebanyak 0,16 g dalam aqua pro injeksi sampai larut
7. Dibuat NaCl dengan cara melarutkan NaCl dengan aqua pro injeksi
8. Dicampurkan larutan atropin sulfat dengan dengan Benzalkonium klorida dan
NaCl
9. Dilakukan uji evaluasi IPC yaitu Uji pH
10. Ditambahkan aqua pro injeksi sampai volume yang dikalibrasi, lalu disaring
dengan kertas saring dua kali sampai dihasilkan larutan jernih
11. Dilakukan uji evaluasi IPC yaitu Uji Kejernihan
12. Dimasukan larutan ke dalam wadah botol tetes sampai volume yang dikalibrasi 5
ml, dan botol ditutup
13. Dilakukan uji evaluasi IPC yaitu uji keseragaman volume
14. Dilakukan sterilisasi akhir sediaan tetes mata dengan autoklaf pada suhu 121oC
selama 15 menit
15. Dilakukan uji evaluasi Qc (keseragaman volume, uji sterilisasi, penetapan kadar
zat aktif, dan uji pH)

IX. Evaluasi
a. In Process Control (IPC)
1. Uji Kejernihan (Lachman, III hal 1355)
Produk dalam wadah diperiksa dibawah penerangan cahaya yang baik,
terhalang oleh reflex dari mata, berlatar belakang hitam dan putih dengan
rangkaian isi dijalankan dengan aksi memutar
Syarat : Batas 50 partikel 10µm dan tidak lebih besar,
serta 5 partikel ≥25µm/ml

2. Uji pH (Farmakope indonesia IV hal. 1039)


Cara : cek pH larutan dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator
universal.
Dengan pH meter : sebelum digunakan, periksa elektroda dan jembatan
garam. Kalibrasi pH meter. Pembakuan pH meter: bilas elektroda dan sel
beberapa kali dengan larutan uji dan isi sel dengan sedikit larutan uji. Baca
harga pH, gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan dengan pengenceran
larutan uji
Syarat : pH mendekati sediaan tetes mata ( 3,5-6,5)

3. Uji Keseragaman Volume


Cara: Isi dari wadah >10 ml dapat ditentukan dengan membuka wadah,
memindahkan isi secara langsung kedalam gelas ukur atau gelas piala
yang telah ditara.
Syarat : volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila
diuji satu per satu.

b. Quality Control (QC)


1. Uji Keseragaman Volume
Cara : Isi dari wadah >10 ml dapat ditentukan dengan membuka wadah,
memindahkan isi secara langsung kedalam gelas ukur atau gelas piala
yang telah ditara.
Syarat : volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila
diuji satu per satu.

2. Uji Sterilitas Sediaan (Farmakope Indonesia edisi IV hal. 857-858)


Menggunakan teknik penyaringan membran.
- Bersihkan permukaan luar botol, tutup botol dengan dekontaminasi
yang sesuai, ambil isi secara aseptik
- Pindahkan secara aseptic seluruh isi tidak kurang dari 10 wadah
melalui tiap penyaring dari 2 rakitan penyaring, lewatkan segara
tiap specimen melalui penyaring dengan bantuan pompa vakum
atau tekanan
- Secara aseptic, pindahkan membrane dari alat pemegang, potong
menjadi setengah bagian (jika hanya menggunakan satu). Celupkan
membrane atau setengah bagian membrane kedalam 100 ml media
inkubasi selama tidak kurang dari 7 hari
- Lakukan penafsiran uji sterilisasi (Dispensasi)
Syarat : steril

3. Uji pH (Farmakope indonesia IV hal. 1039)


Cara : cek pH larutan dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator
universal.
Dengan pH meter : sebelum digunakan, periksa elektroda dan jembatan
garam. Kalibrasi pH meter. Pembakuan pH meter: bilas elektroda dan sel
beberapa kali dengan larutan uji dan isi sel dengan sedikit larutan uji. Baca
harga pH, gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan dengan pengenceran
larutan uji
Syarat : pH mendekati sediaan tetes mata ( 3,5 - 6,5)

4. Penetapan kadar Atropin sulfat (Farmakope Indonesia edisi IV hal. 117)


Metode uji : Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi.
- Larutan dapar asetat: Buat larutan dalam air yang mengandung
masing-masing 0,05 mol natrium asetat P dan 2,9 ml asam asetat
glasial P per liter.
- Fase gerak : Masukkan 5,1 g tetrabutil amonium hidrogen sulfat P
kedalam labu tentukur 1000 ml, tambahkan 50 ml asetonitril P,
encerkan dengan larutan dapar asetat sampai tanda. Atur pH hingga
5,5±0,1, dengan penambahan natrium hidroksida 5N.
- Larutan baku : Timbang saksama sejumlah Atropin Sulfat BPFI,
larutkan dalam air, encerkan dengan air hingga kadar lebih kurang
80 µg per ml.
- Larutan uji : Ukur saksama sejumlah volume injeksi setara dengan
lebih kurang 2 mg atropin sulfat , masukkan kedalam labu tentukur
25 ml, encerkan dengan air sampai tanda.
- Larutan resolusi : Buat larutan asam p-hidroksi benzoat dalam air
hingga kadar lebih kurang 80µg per ml. Encerkan 1 bagian volume
larutan dengan 4 bagian volume Larutan baku.
- KCKT : Dilengkapi dengan detektor 254 nm dan kolom 30 cm x3,9
mm berisi bahan pengisi L1. Laju aliran lebih kurang 2 ml per
menit. Lakukan kromatografi terhadap larutan baku, rekam respon
puncak seperti yang tertera pada prosedur:simpangan baku relatif
pada penyuntikkan ulang tidak lebih dari 1,5%. Dengan cara yang
sama. Lakukan kromatografi terhadap larutan resolusi; waktu
retensi relatif asam p-hidroksibenzoat lebih kurang 1,6 terhadap
atropin, dan resolusi R, antara puncak asam p-hidroksibenzoat dan
atropin tidak kurang dari 2,2. (Dispensasi).

X. Rancangan Kemasan
XI. Daftar Pustaka
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Depkes RI.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.

Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia, Edisi V. Jakarta: Depkes RI.

Dirjen POM. 2020. Farmakope Indonesia, Edisi VI. Jakarta: Depkes RI.

Rowe, Raymond C., dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th


Edition. USA: Pharmaceutical Press.

Lachman, L, et all. 1986. The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, Third
Edition. Philadelphia: Lea and Febiger.

Sweeman C, Sean. 2019. Martindale thirty-sixth edition. London: Pharmaceutical


Press.

Ansel HC. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 5. Farida Ibrahim, dkk,
translator. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2014

Departemen Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1978. Formularium


Nasional Edisi Kedua. Jakarta : Depkes RI

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, (1971), Formularium Medicamentorum


Selectum, Cetakan IV. Surabaya: ISFI Cabang Jawa Timur

Robert S. Kaplan, David P. Norton, Harvard Business Scholl Press, 2004

Anda mungkin juga menyukai