Kelompok 4 :
- Dellia Nursyifa Rosdiana (2019210257)
- Niko Samuel (2019210258)
- Cici Rianti (2019210259)
- Salsabila Fitra Az-Zahra (2019210260)
- Ghina Shevinta Cecalia (2019210261)
- Putri Fatimah Azzahra (2019210262)
- Elsa Maulidya (2019210263)
- Amelia Chandra (2019210264)
- Khairiyyah Febrianty (2019210265)
- Daffa Millati Azka (2019210268)
- Priska Anjelina (2019210269)
- Riana Sinta Uli (2019210270)
Kelas C
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021/2022
I. Judul Percobaan
Guttae untuk Midriatik
II. Pendahuluan
Tetes mata merupakan sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan
untuk mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir di sekitar kelopak mata atau
bola mata. Tetes mata dibuat dengan cairan pembawa berair yang mengandung pengawet
(FI Edisi III, 1979). Fungsi pengawet, yaitu untuk mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang
disebabkan oleh mikroorganisme (BPOM, 2013). Sediaan obat tetes dapat berupa antara
lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tetes mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga),
Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
Tetes mata harus memenuhi syarat yang telah ditentukan, yaitu steril, sedapat
mungkin isohidris dan sedapat mungkin isotonis. Jika obat tidak tahan pemanasan maka
sterilitas dicapai dengan menggunakan pelarut steril, dilarutkan obatnya secara aseptis
dan menggunakan penambahan zat pengawet dan botol serta wadah yang steril.
Midriatik merupakan golongan obat yang menyebabkan dilatasi pada pupil mata.
Efek midriatik biasa didapatkan dari obat golongan simpatomimetik dan antimuskarinik,
obat ini digunakan untuk siklopegia/memungkinkan mata untuk fokus ke objek yang
dekat dengan cara melemahkan otot siliaris (biasanya untuk memudahkan prosedur
operasi tertentu). Midriatik memungkinkan pemeriksaan fundus dengan pelebaran bola
mata. Midriatik yang lebih keras lebih lama kerjanya disebut sikloplegik. Diantara
midriatik dan sikloplegik adalah atropin, hiosiamin, skopolamin, homatropin,
siklopentolat, metentelin, nafazolin, kokain, tropikamid, oksifenonium dan eutropin.
(Ansel Indonesia : 555)
Atropin digunakan untuk menghasilkan midriasis untuk pemeriksaan mata. Satu
aplikasi lokal dapat memakan waktu hingga 40 menit atau lebih untuk menghasilkan
midriasis, yang berlangsung selama seminggu atau lebih; kelumpuhan akomodasi yang
nyata diperoleh dalam 1 sampai 3 jam dengan pemulihan dalam 6 sampai 12 hari.
Namun, antimuskarinik lain seperti siklopentolat, homat ropine, atau tropicamide
mungkin lebih disukai karena memiliki onset yang lebih cepat dan durasi kerja yang lebih
pendek daripada atropin (Martindale ed 36 : 1221)
TEKNOLOGI FARMASI
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing. Larutan obat mata
merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa sesuai digunakan pada
mata. (Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995 halaman 12).
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan cara meneteskan pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata.
(Farmakope Indonesia edisi III tahun 1979 halaman 10).
Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapetik lokal, dan
yang lain untuk merealisasikan kerja farmakologis, yang terjadi setelah berlangsungnya
penetrasi bahan obat dalam jaringan yang umumnya terdapat disekitar mata. (Buku
pelajaran teknologi farmasi,Voight hal 521-527)
Untuk membuat sediaan yang tersatukan, maka faktor-faktor berikut hendaknya
diperhatikan :
a. Steril
Pembuatan tetes mata pada dasarnya dilakukan pada kondisi kerja aseptik
dimana penggunaan air yang sempurna serta material wadah dan penutup yang
diproses terlebih dahulu dengan anti bakterial. Beberapa Farmakope
memungkinkan proses termokimia sebagai upaya membasmi mikroba.
b. Kejernihan
Persyaratan larutan bebas partikel yang tidak dimaksudkan untuk
menghindari rangsangan akibat bahan padat. Material penyaring yang digunakan
leburan gelas, misalnya Jenner Fritten dengan ukuran pori G3-G5.
c. Pengawet
Dari sekian banyak bahan pengawet yang digunakan secara farmasetika
yang sering kali digunakan adalah thio mersal (0,002%), garam fenil merkuri
(0,002%), garam alkonium, dan garam benzalkonium (0,002 – 0,01%) dalam
klorbutanol (0,5 %) dan benzyl alkohol (0,5 – 1%).
d. Tonisitas
Untuk sediaan tetes mata sebaiknya isotonis (memiliki tekanan osmotik
yang setara dengan tekanan cairan mata atau setara dengan larutan garam
fisiologis / NaCl 0,9%). Mata dapat mentoleransi larutan dengan rentang nilai
tonisitas ekivalen dengan 0,5% - 1,6% larutan NaCl tanpa menimbulkan rasa
tidak nyaman.
e. Pendaparan
Pada pemakaian tetes biasa yang nyaris tanpa rasa nyeri adalah larutan
dengan pH 7,3 – 9,7 daerah pH 5,5 – 11,4 masih dapat diterima. Penyeimbangan
pH pada umumnya dilakukan dengan larutan dapar isotonis. Larutan dapar berikut
digunakan secara internasional: Dapar natrium asetat – asam borat, kapasitas
daparnya tinggi dalam daerah asam.Dapar fosfat, kapasitas daparnya tinggi dalam
daerah alkalis.
f. Viskositas dan aktivitas permukaan
Tetes mata dalam air mempunyai kerugian, oleh karena itu dapat ditekan
keluar dari saluran konjungival oleh gerakan pelupuk mata. Melalui peningkatan
viskositas dapat dicapai distribusi bahan aktif yang lebih baik di dalam cairan dan
waktu kontak yang lebih panjang.
g. Wadah dan Penyimpanan
Tetes mata dapat diisikan dalam wadah takaran tunggal atau ganda. Untuk
pemakaian berulang, adalah gelas tetes mata yang telah dikenal (botol kecil
dengan pipet ulir) terbuat dari gelas coklat miskin alkali). Tetes mata cair, yang
tidak mengandung bahan pengawet harus disimpan dingin dan digunakan hanya
untuk beberapa hari saja setelah pemakaianya. (Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi, Voight hal 521-527)
FARMAKOLOGI
Atropin merupakan obat tetes mata yang digunakan untuk melebarkan pupil sebelum
pemeriksaan mata. Atropin bekerja dengan memblokir asetilkolin kimia yang
melemaskan otot siliaris mata dan menyebabkan pupil melebar.
FARMAKODINAMIK
Midriasis mengakibatkan fotofobia sedangkan sikloplegia menyebabkan hilangnya
kemampuan melihat jarak dekat. Pada umumnya sesudah pemberian 0,6 mg atropin SK
pada mulanya terlihat efek pada kelenjar eksokrin, terutama hambatan salivasi, serta
bradikardi akibat perangsangan Nervus vagus. Midriasis baru terlihat dengan dosis yang
lebih tinggi ( >1 mg). Mula timbulnya midriasis tergantung dari besarnya dosis, dan
hilangnya lebih lambat dari pada hilangnya efek terhadap kelenjar liur. Pemberian lokal
pada mata menyebabkan perubahan yang lebih cepat dan berlangsung lama sekali (7-12
hari), karena atropin sukar dieliminasi dari cairan bola mata. Midriasis oleh alkaloid
belladonna dapat diatasi dengan pilokarpin, eserin, atau DFP. Tekanan intraocular pada
mata yang normal tidak banyak mengalami perubahan. Tetapi, pada pasien glaucoma,
terutama pada glaukoma sudut sempit, penyaliran cairan intraocular melaui saluran
Schlemm akan terhambat karena muaranya terjepit dalam keadaan midriasis.
(Farmakologi dan Terapi : 2007)
FARMAKOKINETIK
Absorpsi atropin sulfat mudah diserap dari semua tempat, kecuali di kulit. Pemberian
atropin sebagai obat tetes mata, terutama pada anak dapat menyebabkan absorpsi dalam
jumlah cukup besar lewat mukosa nasal sehingga menimbulkan efek sistemik dan bahkan
berbahaya. Distribusi dari sirkulasi darah, atropine cepat memasuki jaringan.
Metabolisme dieliminasi oleh ginjal dalam keadaan tak diubah sampai 50%, sisanya
mengalami demethylasi dan glucuronidasi di dalam hati dan kemudiaan di ekskresi oleh
ginjal, Ekskresi sebagian atropin diekskresi melalui ginjal dalam bentuk asal.
INDIKASI
Untuk mengobati kondisi mata seperti amblyopia (mata malas), midriatik (melebarkan
manik mata) dan sikloplegik (melumpuhkan iris/selaput pelangi mata.
INTERAKSI
Banyak obat yang mempunyai efek antimuskarinik; pemakaian bersama dua atau lebih
obat yang demikian dapat meningkatkan efek samping seperti mulut kering, retensi urin,
dan konstipasi; pemberian bersama juga dapat membuat bingung pada pasien berusia
lanjut. (IONI 2000 hal. 471)
KONTRAINDIKASI
Glaukoma sudut tertutup, obstruksi/sumbatan saluran pencernaan dan saluran kemih,
atoni (tidak adanya ketegangan atau kekuatan otot) saluran pencernaan, ileus
paralitikum, asma, miastenia gravis, kolitis ulserativa, hernia hiatal, penyakit hati dan
ginjal.
EFEK SAMPING
Kemerahan pada mata, iritasi mata, dan penglihatan kabur.
V. Formula
A. Formula Rujukan
(Formularium Nasional Edisi II Tahun 1978 halaman 32)
Tiap 10 ml mengandung :
Atropin Sulfat 100 mg
Natrium Klorida 70 mg
Benzalkonium klorida 2 µl
Dinatrium EDTA 5 mg
Aqua pro injeksi ad 10 ml
B. Formula Jadi
Tiap 5 ml mengandung :
Atropin Sulfat 1%
Natrium Klorida 0,20%
Perhitungan tonisitas :
Volume = [∑ (W x E) Atropine Sulfat + (W x E) Benzalkonium klorida] x vol.
Lar. NaCl
= [(0,16 x 0,12) + (0,0032 x 0,16)] x 111,1 mL
= [0,019712] x 111,1 mL
= 2,19 mL
Tonisitas = 2,19 mL/10 mL x 0,9%
= 0,1971% = 0,20%
Volume NaCl = (0,9 % - 0,20%) x 16 mL
= 0,7% x 16 mL
= 0,112 g
= 11,2 mg
B. Penimbangan
Benzalkonium 0,0052 g
Klorida
NaCl 0,1716 g
Aqua pi Ad 16 ml
B. Cara Sterilisasi
Alat Cara Sterilisasi Sumber
IX. Evaluasi
a. In Process Control (IPC)
1. Uji Kejernihan (Lachman, III hal 1355)
Produk dalam wadah diperiksa dibawah penerangan cahaya yang baik,
terhalang oleh reflex dari mata, berlatar belakang hitam dan putih dengan
rangkaian isi dijalankan dengan aksi memutar
Syarat : Batas 50 partikel 10µm dan tidak lebih besar,
serta 5 partikel ≥25µm/ml
X. Rancangan Kemasan
XI. Daftar Pustaka
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen POM. 2020. Farmakope Indonesia, Edisi VI. Jakarta: Depkes RI.
Lachman, L, et all. 1986. The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, Third
Edition. Philadelphia: Lea and Febiger.
Ansel HC. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 5. Farida Ibrahim, dkk,
translator. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2014