Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUID & SEMISOLID (STERIL)


PERCOBAAN 5
SEMISOLIDA STERIL

Asisten Penanggung Jawab:


Bella Khofila, S. Farm.

Disusun oleh:
Shift/Kelompok: A/1

Raihan Hafidz Fachrizal 10060319001


Devi Zulfitriyana 10060319003
Ivanka Salsabilla Nurhadi 10060319004
Annas Tasya Pertiwi 10060319005
Khodimul Haramain 10060319007
Nadia Rahayu 10060319008
Dike Kusniati 10060319009
Dwi Maulidani Fadhlan 10060319010

Tanggal Praktikum : 21 Desember 2021


Tanggal Laporan : 28 Desember 2021

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2021 M / 1443 H
PERCOBAAN 5
SEMISOLIDA STERIL

I. NAMA SEDIAAN DAN KEKUATAN SEDIAAN


1.1 Salep Mata Oksitetrasiklin – Hidrokortison
Nama Sediaan : Obat Salep Mata Oksiterasiklin – Hidrokortison
Nama Dagang : Obat Salep Mata Okhidro
Kekuatan Sediaan : Oksitetrasiklin HCl 0,5% - Hidrokortison Asetat 0,5%
Bobot Sediaan : 5 gram
Jumlah Sediaan : 20 tube
1.2 Krim Gentamisin Sulfat
Nama Sediaan : Obat Krim Gentamisin Sulfat
Nama Dagang : Obat Genfat
Kekuatan Sediaan : 0,1%
Bobot Sediaan : 5 gram
Jumlah Sediaan : 20 tube

II. TEORI DASAR


Sediaan steril merupakan sediaan yang bebas dari pencemaran mikroba baik
patogen maupun non patogen, vegetatif, maupun non vegetatif dari suatu objek atau
material. Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk
patogen, non patogen, vegetatif, maupun non vegetatif dari suatu objek atau
material. Hal tersebut dapat dicapai melalui beberapa cara penghilangan secara
fisika semua organisme hidup, misalnya melalui penyaringan atau pembunuhan
organisme dengan panas, bahan kimia, atau dengan cara lainnya. Sterilisasi perlu
dilakukan untuk mencegah transmisi penyakit, mencegah pembusukan material
oleh mikroorganisme, dan untuk mencegah kompetisi nutrien dalam media
pertumbuhan sehingga memungkinkan kultur organisme spesifik berbiak untuk
keperluan sendiri atau untuk metabolitnya (Agoes, 2009)
2.1 Salep Mata Oksitetrasiklin - Hidrokortison
Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata yang mengandung
basis salep yang cocok, dimana pembuatan sediaan salep mata dilakukan dengan
menambahkan bahan obat sebagai larutan steril atau sebagai serbuk steril yang
termikronisasi dalam dasar salep steril yang hasil akhirnya dimasukkan secara
aseptis dalam tube steril salep yang disterilkan dengan cara yang cocok (Dirjen
POM, 1979).
Bentuk sediaan salep mata merupakan sediaan steril, sehingga untuk
mencegah kontaminasi, ujung wadah obat tidak boleh terkena permukaan lain dan
ditutup rapat setelah digunakan. Sediaan ini tidak dianjurkan untuk bergantian
dengan orang lain meskipun dalam satu rumah. Cara penggunaan salep mata yang
benar adalah dengan mencuci tangan terlebih dahulu, ujung tube salep tidak boleh
tersentuh apapun, kepala sedikit menengadah, pegang tube dengan satu tangan dan
tarik kelopak mata bagian bawah dengan tangan lain sehingga terbentuk cekungan,
tekan wadah salep hingga salep keluar sejumlah dosis yang ditentukan, oleskan
secara langsung pada cekungan mata yang telah terbentuk, tutup mata selama 2
menit, bersihkan kelebihan salep dengan kertas tisu, bersihkan bagian tepi tube
dengan kertas tisu lainnya. Salep mata yang telah terbuka dan dipakai tidak boleh
disimpan lebih dari 30 hari untuk digunakan kembali, dikarenakan adanya
kemungkinan sediaan salep sudah terkontaminasi oleh kuman (Ditjen POM, 1979).
Zat aktif yang digunakan untuk pembuatan sediaan salep mata ini digunakan
dua buah zat aktif yaitu oksitetrasiklin HCl dan hidrokortison asetat. Kedua zat aktif
ini digunakan untuk mengobati infeksi oleh bakteri dan dapat mengatasi inflamasi
yang terjadi karena infeksi di mata (Aberg, 2009).
Oksitetrasiklin merupakan senyawa turunan tetrasiklin yang diperoleh dari
Streptomyces rimosus. Oksitetrasiklin berbentuk basa, berwarna kuning dan berasa
pahit serta kelarutannya dalam air sangat sedikit. Senyawa ini dapat diberikan per
oral ataupun secara parenteral (Brander et al., 199l). Mekanisme kerjanya adalah
dengan mengikatkan diri pada subunit ribosom 30S. Kemudian, mencegah akses
aminoacyl-tRNA di lokasi akseptor (A) pada kompleks mRNA-ribosome sehingga
menghambat sintesis protein bakteri. Tetrasiklin juga mengikatkan diri secara
reversibel pada subunit ribosom 50S dan juga mengganggu membran sitoplasma
bakteri sehingga terjadi kebocoran intraseluler.
Hidrokortison asetat merupakan zat aktif yang berfungsi sebagai
antiinflamasi dari golongan kortikosteroid. Mekanisme kerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa kimia didalam tubuh yang menyebabkan
terjadinya inflamasi (Tjay, 2007).
2.2 Krim Gentamisin Sulfat
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini
secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak
dalam air. Batasan definisi tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari
emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol
berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk
penggunaan kosmetika dan estetika. Krim juga dapat digunakan untuk pemberian
obat melalui vaginal (Dirjen POM, 2020:55).
Secara klinis, gentamisin sulfat dapat digunakan dalam terapi infeksi bakteri
gram negatif dan sebagai antibakteri sistemik pada kulit dan mata. Gentamisin
sulfat juga merupakan antibiotik dengan spektrum luas yang diberikan secara
topikal yang sangat efektif pada infeksi bakteri primer dan sekunder pada kulit
(Lachman, 1994).

III. DATA PREFORMULASI ZAT AKTIF


3.1 Salep Mata Oksitetrasiklin - Hidrokortison
1. Oksitetrasiklin Hidroklorida
Pemerian : Serbuk hablur, kuning; tidak berbau; rasa pahit; higroskopik
Kelarutan : Mudah larut dalam air, tetapi terhidrolisa menjadi hablur
oksitetrasiklin dan hidroklorida; agak sukar larut dalam etanol
dan dalam metanol; sukar larut dalam etanol mutlak; tidak larut
dalam kloroform dan dalam eter
Berat Molekul : 496,89
Titik Lebur : 180°C
pH : 2,0 - 3,0
Stabilitas : Menjadi gelap jika terpapar cahaya matahari atau suhu >90℃
pada kondisi lembab; dalam larutan dengan pH kurang dari 2
potensi menurun; cepat rusak oleh pengaruh larutan alkali
hidroksida
Inkompatibilitas : Injeksi Oksitetrasiklin pada pH asam dan inkompatibel dengan
sediaan basah atau obat - obat yang tidak stabil pada pH rendah,
Oksitetrasiklin dapat mengkhelat logam kation untuk
menghasilkan kompleks yang larut dan inkompatibel dengan
larutan yang mengandung garam logam
Kegunaan : Bakteriostatik
(Dirjen POM, 2020; Sweetman, 2009).
2. Hidrokortison Asetat
Pemerian : Serbuk hablur; putih hingga praktis putih; tidak berbau
Kelarutan : Tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol dan dalam
kloroform
Berat Molekul : 404,50
Titik Lebur : ± 200°C disertai penguraian
pH :6-8
Stabilitas : Maksimum stabil pada pH 4,5; pada pH 9,1 terjadi sedikit
degradasi produk hidrokortison; stabil dalam wadah tertutup
rapat dan terlindung dari cahaya
Inkompatibilitas : Benzalkonium klorida dapat teradsorpsi dan sebagian
diinaktivasi oleh hidrokortison asetat dalam sediaan suspensi
steril untuk penggunaan optalmik yang mengandung
hidrokortison asetat 1%
Kegunaan : Antiinflamasi Steroid
(Dirjen POM, 2020; Lund, 1994; Sweetman, 2009).
3.2 Krim Gentamisin Sulfat
1. Gentamisin Sulfat
Organoleptis : Putih sampai kekuning-kuningan, serbuk
Kelarutan : Larut dalam air, tidak larut dalam etanol, aseton, kloroform,
eter dan benzen
Titik Lebur : 218-237°C
pH Larutan : 3,5-5,5
Stabilitas : Stabil pada suhu 4°C dan 25°C. Terjadi 16% hilangnya potensi
rata-rata gentamisin sulfat bila disimpan pada suhu 4°C dan
25°C. Penyimpanan dalam gelas kaca sekali pakai selama 30
hari. Tahan terhadap pemanasan dan dapat disterilisasi dengan
auktoklaf namun warnanya berubah menjadi coklat. Dalam
larutan air cukup asam sampai sangat basa secara kimiawi stabil
dan menunjukkan dekomposisi di pH 2-14.
Inkompatibilitas : Furosemid, heparin, sefalosforin dan natrium bikarbonat. Pada
beta laktam memberikan variasi dalam kemampuan inaktivasi
dengan ampisilin, benzil penisilin dan antipseudomonal
Khasiat : Antibiotikum
(Depkes RI, 2020: 662; Sweetman, 1982: 116; Sweetman, 2009: 282)

IV. DATA PREFORMULASI EKSIPIEN


4.1 Salep Mata Oksitetrasiklin – Hidrokortison
1. Alfa Tokoferol
Pemerian : Praktis tidak berbau dan tidak berasa bentuk alfa tokoferol dan
alfa tokoferol asetat berupa minyak kental jernih, warna kuning
atau kuning kehijauan. d-Alfa tokoferol asetat dapat berbentuk
padat pada suhu dingin. Alfa tokoferol asam suksinat berupa
serbuk warna putih.
Kelarutan : Alfa tokoferol asam suksinat tidak larut dalam air; sukar larut
dalam larutan alkali; larut dalam etanol, dalam eter, dalam
aseton dan dalam minyak nabati. Sangat mudah larut dalam
kloroform. Bentuk vitamin E lain tidak larut dalam air; larut
dalam etanol; dapat bercampur dengan eter dengan aseton
dengan minyak nabati dan dengan kloroform
Titik lebur : ±75℃ dan 70℃
Bobot Jenis : 0.947–0.951 g/cm³
Stabilitas : Golongan alfa tokoferol tidak stabil terhadap udara dancahaya.
Bentuk ester stabil terhadap udara dan cahaya. Golongan alfa
tokoferol dan esternya tidak stabil dalam suasana alkalis.
Senyawa dengan asam suksinat juga tidak stabil bila dalam
bentuk leburan. Tokoferol dioksidasi secara perlahan oleh
oksigen atmosfer dan cepat oleh garam besi dan perak. Produk
oksidasi termasuk tokoferoksida, tokoferilkuinon, dan
tokoferilhidrokuinon, serta dimer dan trimer. Ester tokoferol
lebih stabil terhadap oksidasi daripada tokoferol bebas tetapi
akibatnya lebih sedikit antioksidan yang efektif
Inkompatibilitas : Tokoferol tidak cocok dengan peroksida dan ion logam,
terutama besi, tembaga, dan perak. Tokoferol dapat diserap
menjadi plastik
Kegunaan : Antioksidan
(Dirjen POM, 2020: 79; Rowe, 2009: 32)
2. Vaselin Flavum
Pemerian : Massa seperti lemak, kekuningan hingga amber lemah;
berfluoresensi sangat lemah walaupun setelah melebur. Dalam
lapisan tipis transparan. Tidak atau hampir tidak berbau dan
berasa
Kelarutan : Tidak larut dalam air; mudah larut dalam benzen, dalam karbon
disulfida, dalam kloroform, dan dalam minyak terpentin; larut
dalam eter, dalam heksana, dan umumnya dalam minyak lemak
dan minyak atsiri; praktis tidak larut dalam etanol dingin dan
etanol panas dan dalam etanol mutlak dingin.
Titik lebur : 38℃ - 60℃
Bobot Jenis : 0,815 - 0,880
Stabilitas : Bahan yang stabil secara inheren karena tidak reaktif sifat
komponen hidrokarbonnya, sebagian besar masalah stabilitas
terjadi karena adanya sejumlah kecil pengotor. Pada paparan
cahaya, kotoran ini dapat teroksidasi untuk menghitamkan
vaselin flavum dan menghasilkan bau yang tidak diinginkan.
Luasnya oksidasi bervariasi tergantung pada sumber petrolatum
dan tingkat kehalusan. Oksidasi dapat dihambat oleh
dimasukkannya antioksidan yang sesuai seperti butylated
hydroxyani sole, butylated hydroxytoluene, atau alfa tokoferol.
Vaselin flavum tidak boleh dipanaskan dalam waktu yang lama
di atas suhu yang diperlukan untuk mencapai fluiditas lengkap
(sekitar 708℃).
Inkompatibilitas : Bahan inert dengan sedikit inkompatibilitas
Kegunaan : Basis salep
(Dirjen POM, 2020: 1770; Rowe, 2009: 482)

4.2 Krim Gentamisin Sulfat


1. Paraffin Liquidum
Pemerian : Cairan kental, tidak ber fluoresensi, tidak berwarna, hamper
tidak berbau, hamper tidak mempunyai rasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%) P; larut dalam
kloroform P dan dalam eter P
Titik lebur : 50-70°C
Bobot jenis : 0,890 g/mL
Stabilitas : Mudah teroksidasi saat terkena panas dan cahaya
Inkompatibilitas : Tidak bercampur dengan zat pengoksidasi yang kuat
Kegunaan : Emolien, agen pengemulsi
(Dirjen POM,1979: 474; Rowe, 2009: 449)
2. Asam Stearat
Pemerian : Berbentuk keras, berwarna putih atau agak kuning mengkilap,
padatan Kristal atau bubuk putih kekuningan; memiliki sedikit
bau; dan rasa seperti lemak
Kelarutan : Mudah larut dalam benzene, karbon tetraklorida, bentuk kloro
dan eter; larut dalam etanol (95%) dan propilenglikol; praktis
tidak larut dalam air
Titik lebur : 69-70 oC
Titik didih : 383 oC
Bobot jenis : 0,980 g/cm3
Stabilitas : Asam stearat adalah bahan yang stabil, disimpan dalam wadah
tertutup baik, ditempat yang sejuk dan kering
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan sebagian besar logam hidroksida, dengan
basa, zat pereduksi dan pengoksidasi
Kegunaan : Agen pengemulsi, stabilizing agent
(Rowe, 2009: 697-698)
3. Trietanolamin (TEA)
Pemerian : Cairan kental, tidak berwarna hingga kering pucat; bau lemah
mirip amoniak, higroskopis
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan etanol (95%) P; larut dalam
kloroform P
pH : 10,5
Titik lebur : 20-21 oC
Titik didih : 335 oC
Stabilitas : Dapat mengalami perubahan warna menjadi coklat karena
paparan udara dan cahaya; Harus disimpan dalam wadah kedap
udara, terlindung dari cahaya, ditempat yang sejuk dan kering
Inkompatibilitas : Trietinolamin akan bereaksi dengan asam mineral membentuk
garam dan ester kristal. Trietinolamin juga bereaksi dengan
tembaga membentuk garam kompleks. Perubahan warna dan
ester kristal trietnolamin dengan adanya garam logam berat.
Trietanolamin dapat bereaksi dengan pereaksi seperti ion
klorida untuk mengganti gugus hidroksi dengan halogen
Kegunaan : Agen pengemulsi
(Dirjen POM, 1979: 613; Rowe, 2009: 754)
4. Propilenglikol
Pemerian : Cairan kental, tidak berwarna; rasa khas; praktis tidak berbau;
menyerap air pada udara lembab
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, aseton,kloroform, larut dalam
beberapa minyak esensial; tidak dapat bercampur dengan
minyak lemak
pH :7
Titik lebur : -50 oC
Titik didih : 188 oC
Bobot jenis : 1,035-1,037 g/cm3
Berat Molekul : 76,09 g/mol
Stabilitas : Stabil dalam wadah tertutup, cenderung mengoksidasi
ditempat terbuka sehingga menghasilkan propionaldehid, asam
laktat, asam piruvat dan asam asetat
Inkompatibilitas :Inkompatibel dengan reagen pengoksidasi seperti kalium
permanganat
Kegunaan : Antimikroba, Disinfektan, Stabilizing agent
(Dirjen POM, 2020: 1446; Dirjen POM, 1995: 712; Rowe, 2009: 592)
5. Metil Paraben
Pemerian :Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak
berbau
Kelarutan : Sukar larut dalam air, benzene dan dalam karbon tetraklorida,
mudah larut dalam etanol dan eter
pH : 4-8
Titik lebur/didih : 125-128 oC
Bobot jenis : 1,352 g/cm3
Stabilitas : Larutan encer Metil Paraben dalam air pada pH 3-6
dapatdisterilisasi dengan autoklaf pada suhu 120 oC selama 20
menit tanpa mengalami dekomposisi. Larutan berair pada pH 3-
6 stabil (dekomposisi kurang dari 0%) hingga sekitar 4 tahun di
suhu ruangan, sedangkan larutan berair pada pH 8 atau lebih
dapat terhidrolisis cepat (10% atau lebih setelah penyimpanan
pada suhu kamar)
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan zat berionik, tragakan, Na alginate,
minyak
Kegunaan : Bahan pengawet
(Dirjen POM, 2020: 1144; Rowe, 2009: 443)
6. Propil Paraben
Pemerian : Serbuk putih atau hablur kecil tidak berwarna
Kelarutan :Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam air mendidih;
mudah larut dalam etanol dan dalam eter
pH : 4-8
Titik didih : 95-98°C
Bobot jenis : 1,288 g/cm3
Stabilitas : Stabil pada pH 3,6 dapat disterilisasikan autoklaf tanpa
dekomposisi, pH diatas 8 akan cepat terhidrolisis
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan magnesium aluminium silikat,
magnesium trisilikat, FeCl3 dan ultramarine blue
Kegunaan : Bahan pengawet
(Dirjen POM, 2020: 1448; Rowe, 2009: 596-597)
7. Aquadest
Pemerian : Cairan, jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan : Bercampur dengan pelarut polar
pH : 5-7
Titik lebur : 0 oC
Titik didih : 100 oC
Stabilitas : Stabil dalam segala bentuk
Inkompatibilitas : Bereaksi dengan obat – obatan dan eksipien lain yang rentan
terhadap hidrolisis di suhu kamar yang tinggi
Kegunaan : Pelarut
(Dirjen POM, 1995: 57; Dirjen POM, 2020: 69-70; Rowe,2009: 766)

V. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


5.1. Perhitungan Tonisitas/Osmolaritas
5.1.1. Salep Mata Oksitetrasiklin – Hidrokortison
Tidak ada perhitungan tonisitas untuk sediaan semisolida steril karena tidak
berpengaruh terhadap cairan tubuh.
5.1.2. Krim Gentamisin Sulfat
Tidak ada perhitungan tonisitas untuk sediaan semisolida steril karena tidak
berpengaruh terhadap cairan tubuh.
5.2. Penimbangan
5.2.1 Salep Mata Oksitetrasiklin – Hidrokortison
Perhitungan
Bobot Untuk
Nama Zat Konsentrasi Bobot Untuk 1 tube
20 tube
Hidrokarbon 0,5
0,5% × 5ml = 0,025 gr 0,5 gram
Asetat 100

Oksitetrasiklin 0,5
0,5% × 5ml = 0,025 gr 0,5 gram
HCL 100

0,01
Alfa Tekoferol 0,01% × 5ml = 0,0005 gr 0,01 gram
100

= 5gr – (0,025gr + 0,025gr + 0,0005gr)


Vaselin = 5gr – 0,0505 gr
Ad 5 gram 118,788 gram
Flavum = 4,9495gr + 20%
= 5,9394gr

Penimbangan
Nama Zat Bobot Untuk 1 tube Bobot Untuk 20 tube
Hidrokarbon Asetat 0,025 gram 0,5 gram
Oksitetrasiklin HCL 0,025 gram 0,5 gram
Alfa Tekoferol 0,0005 gram 0,01 gram
Vaselin Flavum 5,9394 gram 118,788 gram

5.2.2 Krim Gentamisin Sulfat


Perhitungan
Bobot Untuk
Nama Zat Konsentrasi Bobot Untuk 1 tube
20 tube
0,01
Getamisin Sulfat 0,1% × 5gr = 0,005gr 0,1 gram
100
Paraffin 15
15% × 5gr = 0,75gr+ 20% = 0,9 gr 18 gram
Liquidum 100
0,5
× 5gr = 0,025gr+ 20% = 0,03
TEA 0,5% 100 0,6 gram
gr
5
Asam Stearat 5% × 5gr = 0,25gr+ 20% = 0,3 gr 6 gram
100

10
Propilenglikol 10% × 5gr = 0,5gr+ 20% = 0,6 gr 12 gram
100

0,18
× 5gr = 0,009gr+ 20% =
Metil Paraben 0,18% 100 0,216 gram
0,0108 gr
0,02
× 5gr = 0,001gr+ 20% =
Propil Paraben 0,02% 100 0,024 gram
0,0012 gr
=100%- (0,1%+ 15%+ 5%+
0,5%+ 10%+ 0,18%+ 0,02%)
= 100%- 30,8%
Aquadest Ad 100% 83,04 gram
= 69,2% × 5gr
= 3,46gr +20%
= 4,152 gr

Penimbangan
Nama Zat Bobot Untuk 1 tube Bobot Untuk 20 tube
Getamisin Sulfat 0,005gram 3 gram
Paraffin Liquidum 0,9 gram 18 gram
TEA 0,03 gram 0,6 gram
Asam Stearat 0,3 gram 6 gram
Propilenglikol 0,6 gram 12 gram
Metil Paraben 0,0108 gram 0,216 gram
Propil Paraben 0,0012 gram 0,024 gram
Aquadest 4,152 gram 83,04 gram
VI. PROSEDUR PEMBUATAN SEDIAAN DAN EVALUASI SEDIAAN
6.1. Alat dan Bahan
6.1.1 Salep Mata Oksitetrasiklin – Hidrokortison
Alat yang digunakan pada pembuatan obat Salep Mata Oksitetrasiklin-
Hidrokortison adalah autoclave, batang pengaduk, beacker glass, botol tetes, cawan
penguap, corong, gelas ukur, matkan, pipet tetes, labu ukur, laminar air flow, oven,
spatel, timbangan, ultraturax stirrer.
Bahan yang digunakan pada pembuatan obat Salep Mata Oksitetrasiklin-
Hidrokortison adalah alfa tekoferol, hidrokarbon asetat, kertas perkamen,
oksitetrasiklin, vaselin flavum.
6.1.2 Krim Gentamisin Sulfat
Alat yang digunakan pada pembuatan obat krim gentamisin sulfat adalah
autoclave, batang pengaduk, beacker glass, botol tetes, cawan penguap, corong,
gelas ukur, matkan, pipet tetes, labu ukur, laminar air flow, oven, spatel, timbangan,
ultraturax stirrer.
Bahan yang digunakan pada pembuatan krim gentamisin sulfat adalah
alumunium foil, aquadest, asam stearat, gentamisin sulfat, kertas perkamen, metil
paraben, paraffin liquidum, propilenglikol, propil paraben, TEA.

6.2. Metode Sterilisasi


6.2.1 Salep Mata Oksitetrasiklin - Hidrokortison
• Metode Sterilisasi Alat

No. Nama Alat Metode Alasan Pemilihan Metode Sterilisasi


Sterilisasi
1. Cawan uap Sterilisasi Cawan uap merupakan alat gelas
panas kering yang tidak memerlukan presisi dan
(Oven 170 oC tahan terhadap pemanasan
selama 60
menit)
2. Corong Sterilisasi Corong merupakan alat gelas yang
panas kering tidak memerlukan presisi dan tahan
(Oven 170 oC terhadap pemanasan
selama 60
menit)
3. Erlenmeyer Sterilisasi Erlenmeyer merupakan alat gelas
panas kering yang tidak memerlukan presisi dan
(Oven 170 oC tahan terhadap pemanasan
selama 60
menit)
4. Gelas kimia Sterilisasi Gelas kiimia merupakan alat gelas
panas kering yang tidak memerlukan presisi dan
(Oven 170 oC tahan terhadap pemanasan
selama 60
menit)
5. Gelas ukur Sterilisasi Gelas ukur merupakan alat gelas yang
panas lembab tahan terhadap pemanasan namun
(Autoklaf 121 memerlukan presisi dalam
o
C selama 15 penggunaannya sehingga panas yang
menit) diberikan tidak boleh sampai
menyebabkan pemuaian
6. Kaca arloji Sterilisasi Kaca arloji merupakan alat gelas
panas kering yang tidak memerlukan presisi dan
(Oven 170 oC tahan terhadap pemanasan
selama 60
menit)
7. Pipet tetes Sterilisasi Pipet tetes merupakan alat gelas yang
panas lembab tahan terhadap pemanasan namun
(Autoklaf 121 terdapat bahan karet sehingga panas
yang diberikan tidak boleh sampai
o
C selama 15 menyebabkan pelelehan karet
menit) tersebut
8. Pipet ukur Sterilisasi Pipet ukur merupakan alat gelas yang
panas lembab tahan terhadap pemanasan namun
(Autoklaf 121 memerlukan presisi dalam
o
C selama 15 penggunaannya sehingga panas yang
menit) diberikan tidak boleh sampai
menyebabkan pemuaian
9. Tube salep Sterilisasi Tube salep bersifat termostabil dan
panas lembab kompatibel dengan uap air panas
(Autoklaf 121
o
C selama 15
menit)

• Metode Sterilisasi Bahan

No. Nama Bahan Metode Alasan Pemilihan Metode Sterilisasi


Sterilisasi
1. Oksitetrasiklin Sterilisasi Oksitetrasiklin HCl merupakan zat
HCl Radiasi yang termolabil dan tidak tahan
Pengion (Sinar terhadap pemanasan, antibiotik
Gamma)
2. Hidrokortison Sterilisasi Hidrokorison Asetat merupakan zat
Asetat Radiasi yang termolabil dan tidak tahan
Pengion (Sinar terhadap pemanasan
Gamma)
3. Alfa Tokoferol Sterilisasi Alfa Tokoferol merupakan zat yang
Radiasi termolabil dan tidak tahan terhadap
Pengion (Sinar pemanasan
Gamma)
4. Vaselin Flavum Sterilisasi Vaselin Flavum merupakan bahan
panas kering berminyak, tahan terhadap
(Oven 170 oC pemanasan dan sekaligus
selama 60 menjalankan proses pelelehan
menit)

• Metode Sterilisasi Akhir


Sterilisasi akhir yang digunakan pada sediaan salep mata
Oksitetrasiklin HCl adalah sterilisasi radiasi pengion (sinar gamma) karena
sediaan merupakan semisolida yang jika dipanaskan dapat merubah bentuk
fisiknya dan terdapat bahan antibiotik dan bahan yang tidak tahan terhadap
pemanasan.
6.2.2 Krim Gentamisin Sulfat
• Metode Sterilisasi Alat

No. Nama Alat Metode Alasan Pemilihan Metode Sterilisasi


Sterilisasi
1. Batang Sterilisasi Batang pengaduk merupakan alat
pengaduk panas kering gelas yang tidak memerlukan presisi
(Oven 170 oC dan tahan terhadap pemanasan
selama 60
menit)
2. Cawan uap Sterilisasi Cawan uap merupakan alat gelas
panas kering yang tidak memerlukan presisi dan
(Oven 170 oC tahan terhadap pemanasan
selama 60
menit)
3. Corong Sterilisasi Corong merupakan alat gelas yang
panas kering tidak memerlukan presisi dan tahan
(Oven 170 oC terhadap pemanasan
selama 60
menit)
4. Gelas kimia Sterilisasi Gelas kimia merupakan alat gelas
panas kering yang tidak memerlukan presisi dan
(Oven 170 oC tahan terhadap pemanasan
selama 60
menit)
5. Gelas ukur Sterilisasi Gelas ukur merupakan alat gelas yang
panas lembab tahan terhadap pemanasan namun
(Autoklaf 121 memerlukan presisi dalam
o
C selama 15 penggunaannya sehingga panas yang
menit) diberikan tidak boleh sampai
menyebabkan pemuaian
6. Kaca arloji Sterilisasi Kaca arloji merupakan alat gelas yang
panas kering tidak memerlukan presisi dan tahan
(Oven 170 oC terhadap pemanasan
selama 60
menit)
7. Pipet tetes Sterilisasi Pipet tetes merupakan alat gelas yang
panas lembab tahan terhadap pemanasan namun
(Autoklaf 121 terdapat bahan karet sehingga panas
o
C selama 15 yang diberikan tidak boleh sampai
menit) menyebabkan pelelehan karet
tersebut
8. Pipet ukur Sterilisasi Pipet ukur merupakan alat gelas yang
panas lembab tahan terhadap pemanasan namun
(Autoklaf 121 memerlukan presisi dalam
o
C selama 15 penggunaannya sehingga panas yang
menit) diberikan tidak boleh sampai
menyebabkan pemuaian
9. Spatel Sterilisasi Spatel merupakan alat logam yang
panas kering tidak memerlukan presisi dan tahan
(Oven 170 oC terhadap pemanasan
selama 60
menit)
10. Tube salep Sterilisasi Tube salep bersifat termostabil dan
panas lembab kompatibel dengan uap air panas
(Autoklaf 121
o
C selama 15
menit)

• Metode Sterilisasi Bahan

No. Nama Bahan Metode Alasan Pemilihan Metode Sterilisasi


Sterilisasi
1. Gentamicin Sterilisasi Gentamicin Sulfat merupakan bahan
Sulfat Radiasi antibiotik dan tidak tahan terhadap
Pengion (Sinar pemanasan
Gamma)
2. Propilen Glikol Sterilisasi Propilen Glikol merupakan bahan
panas lembab penyusun krim fasa air yang
(Autoklaf 121 kompatibel dengan uap air dan tahan
o
C selama 15 terhadap pemanasan
menit)
3. Trietanolamin Sterilisasi Trietanolamin merupakan bahan
(TEA) panas lembab penyusun krim fasa air yang
(Autoklaf 121 kompatibel dengan uap air dan tahan
o
C selama 15 terhadap pemanasan
menit)
4. Metil Paraben Sterilisasi Metil Paraben merupakan bahan
panas lembab penyusun krim fasa air yang
(Autoklaf 121 kompatibel dengan uap air dan tahan
o
C selama 15 terhadap pemanasan
menit)
5. Propil Paraben Sterilisasi Propil Paraben merupakan bahan
panas kering penyusun krim fasa minyak yang
(Oven 170 oC tidak dapat ditembus oleh uap air
selama 60 dan tahan terhadap pemanasan
menit)
6. Asam Stearat Sterilisasi Asam Stearat merupakan bahan
panas kering penyusun krim fasa minyak yang
(Oven 170 oC tidak dapat ditembus oleh uap air
selama 60 dan tahan terhadap pemanasan
menit)
7. Paraffin Sterilisasi Paraffin Liquidum merupakan
Liquidum panas kering bahan penyusun krim fasa minyak
(Oven 170 oC yang tidak dapat ditembus oleh uap
selama 60 air dan tahan terhadap pemanasan
menit)
8. Aqua Pro Sterilisasi Aqua Pro Injection merupakan
Injection panas lembab pelarut polar yang tahan terhadap
(Autoklaf 121 pemanasan dan kompatibel dengan
o
C selama 15 uap air
menit)

• Metode Sterilisasi Akhir


Sterilisasi akhir yang digunakan pada sediaan Krim Gentamicin
Sulfat adalah sterilisasi radiasi pengion (sinar gamma) karena sediaan
merupakan semisolida yang jika dipanaskan dapat merubah bentuk fisiknya
dan terdapat bahan Antibiotik dan bahan yang tidak tahan terhadap
pemanasan.
6.3 Prosedur Pembuatan Sediaan
6.3.1 Salep Mata Oksitetrasiklin - Hidrokortison
Prosedur pembuatan salep mata dilakukan secara aseptis di bawah Laminar
Air Flow. Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu. Setelah
semua alat dan bahan disiapkan, selanjutnya alat dan bahan disterilisasi dengan
metode yang telah ditentukan. Semua zat aktif dan eksipien ditimbang sesuai
dengan data perhitungan dan penimbangan. Selanjutnya dimasukkan Vaselin
Flavum ke dalam matkan dan diaduk menggunakan Ultra Turrax Stirrer.
Oksitetrasiklin HCl, Hidrokortison Asetat dan Alfa tokoferol dimasukkan ke dalam
matkan lalu diaduk. Sisa Vaselin Flavum dimasukkan ke dalam matkan lalu diaduk
hingga homogen hingga terbentuk massa salep. Sediaan yang telah selesai dibuat
kemudian dimasukkan ke dalam tube salep lalu disterilisasi dengan metode
sterilisasi radiasi pengion (sinar gamma). Selanjutnya dilakukan prosedur evaluasi
pada sediaan salep mata Oksitetrasiklin HCl.
6.3.2 Krim Gentamisin Sulfat
Prosedur pembuatan krim gentamicin sulfat dilakukan secara aseptis di
bawah Laminar Air Flow. Pertama disiapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang
akan digunakan, ditimbang bahan yang akan digunakan sesuai dengan data
perhitungan dan penimbangan. Selanjutnya semua bahan yang akan digunakan
disterilisasi sesuai dengan metode sterilisasi yang telah ditentukan. Selanjutnya fase
air dan fase minyak dicampurkan ke dalam matkan lalu diaduk menggunakan Ultra
Turrax Stirrer. Zat aktif dimasukkan ke dalam campuran fase air dan fase minyak
lalu diaduk menggunakan Ultra Turrax Stirrer hingga homogen. Setelah terbentuk
massa krim, selanjutnya sediaan ditimbang sesuai dengan bobot seduaan lalu
dimasukkan ke dalam tube dan dilakukan sterilisasi akhir menggunakan metode
sterilisasi radiasi pengion (sinar gamma). Setelah sediaan selesai dibuat, selanjutnya
dilakukan evaluasi sediaan.
6.4 Evaluasi Sediaan
6.4.1 Salep Mata Oksitetrasiklin - Hidrokortison
1. Uji Organoleptis
Tujuan : Memeriksa kesesuaian antara sediaan yang dibuat dengan
spesifikasi yang telah ditentukan selama formulasi.
Prinsip : Pemeriksaan organoleptik dengan menggunakan panca
indera.
2. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas bertujuan untuk memeriksa apakah sediaan salep
telah tersebar secara merata atau tidak. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
sediaan dioleskan ke kaca arloji lalu ditutup dengan kaca arloji pada sisi
lainnya dan diamati secara visual homogenitasnya.
3. Uji kebocoran
Uji kebocoran bertujuan untuk mengetahui apakah wadah sediaan
dapat menampung sediaan dengan baik atau tidak. Uji kebocoran dilakukan
dengan pengamatan visual terhadap tube salep dengan cara menekan wadah
dan mengamati apakah terdapat kebocoran atau tidak.
4. Uji konsistensi
Alat yang digunakan untuk menguji konsistensi yaitu viskometer
Brookfield. Tombol “On” pada bagian belakang alat ditekan lalu di pasang
spindle yang cocok spindle nomor 61 untuk mengukur konsistensi sediaan
semisolid. Kemudian ketinggian alat diatur, lalu sediaan disimpan tepat di
bawah spindle dan seluruh bagian spindle dipastikan tercelup ke dalam
sediaan. Selanjutkan tombol “Motor on/off” ditekan dan tombol “Select
spindle” ditekan untuk mengatur spindle yang digunakan pada alat,
dipastikan bahwa nomor spindle yang terdapat pada layar sesuai dengan
yang digunakan yaitu spindle nomor 61. Selanjutnya tombol “Set speed”
ditekan untuk mengatur kecepatan yang digunakan, dimulai dari 10 rpm, 30
rpm, 50 rpm dan 100 rpm (secara bergantian), lalu tombol “Motor on/off”
ditekan kembali dan nilai viskositas dari sediaan akan muncul pada layar.
6.4.2 Krim Gentamisin Sulfat
1. Uji Organoleptis
Tujuan : Memeriksa kesesuaian antara sediaan yang dibuat dengan
spesifikasi yang telah ditentukan selama formulasi.
Prinsip : Pemeriksaan organoleptik dengan menggunakan panca
indera.
2. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas bertujuan untuk memeriksa apakah sediaan krim
telah tersebar secara merata atau tidak. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
sediaan dioleskan ke kaca arloji lalu ditutup dengan kaca arloji pada sisi
lainnya dan diamati secara visual homogenitasnya.
3. Uji Kebocoran
Uji kebocoran bertujuan untuk mengetahui apakah wadah sediaan
dapat menampung sediaan dengan baik atau tidak. Uji kebocoran dilakukan
dengan pengamatan visual terhadap tube salep dengan cara menekan wadah
dan mengamati apakah terdapat kebocoran atau tidak.
4. Uji Konsistensi
Alat yang digunakan untuk menguji konsistensi yaitu viskometer
Brookfield. Tombol “On” pada bagian belakang alat ditekan lalu di pasang
spindle yang cocok spindle nomor 61 untuk mengukur konsistensi sediaan
semisolid. Kemudian ketinggian alat diatur, lalu sediaan disimpan tepat di
bawah spindle dan seluruh bagian spindle dipastikan tercelup ke dalam
sediaan. Selanjutkan tombol “Motor on/off” ditekan dan tombol “Select
spindle” ditekan untuk mengatur spindle yang digunakan pada alat,
dipastikan bahwa nomor spindle yang terdapat pada layar sesuai dengan
yang digunakan yaitu spindle nomor 61. Selanjutnya tombol “Set speed”
ditekan untuk mengatur kecepatan yang digunakan, dimulai dari 10 rpm, 30
rpm, 50 rpm dan 100 rpm (secara bergantian), lalu tombol “Motor on/off”
ditekan kembali dan nilai viskositas dari sediaan akan muncul pada layar.
5. Uji Tipe Emulsi
Pengujian tipe emulsi bertujuan untuk memastikan tipe krim yang
dibuat telah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Pengujian tipe emulsi
dilakukan dengan cara sediaan krim diencerkan dengan air lalu diamati
secara visual apakah dapat bercampur dengan air atau tidak. Jika bercampur
maka tipe emulsi adalah M/A dan jika tidak maka tipe emulsi adalah A/M.

VII. HASIL PENGAMATAN


7.1 Salep Mata Oksitetrasiklin - Hidrokortison
Organoleptik
Uji Homogenitas Uji Kebocoran Tube Konsistensi
Warna Aroma
Tidak
Putih Homogen Tidak bocor Sedang
berbau

7.2 Krim Gentamisin Sulfat


Organoleptik Uji Tipe
Uji Homogenitas Uji Kebocoran Tube Konsistensi
Warna Aroma Emulsi
Tidak
Putih Homogen Tidak bocor Sedang M/A
berbau

VIII. PEMBAHASAN
8.1. Salep Mata Oksitetrasiklin – Hidrokortison
Pada percobaan kali ini dilakukan pembuatan sediaan semisolid steril yaitu
salep mata Oksitetrasiklin-HCl – Hidrokortison Asetat. Salep adalah sediaan
semisolida yang mudah diaplikasikan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan
obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang sesuai (Anief,
2000). Salep mata, oculenta adalah gel dengan perubahan bentuk plastis. Dari salep
mata dituntut, bahwa mereka harus steril atau ekstrem kuman (angka kuman 0) dan
tidak merangsang, memiliki daya lembut. Mereka harus ditunjang oleh sifat hidrofil
tertentu, yang menjamin terjadinya emulsifikasi dengan cairan air mata sehingga
distribusi dalam kantung konjungtiva menjadi lebih baik (Ansel, 2008). Salep mata
adalah salep steril untuk pengobatan mata menggunakan dasar salep yang cocok,
dimana obat harus dapat mempertahankan kontak dengan mata dan jaringan
disekelilingnya tanpa tercuci oleh cairan air mata. Salep mata memberikan
keuntungan waktu kontak yang lebih lama dan bioavaibilitas obat yang lebih besar
dengan onset dan waktu puncak absorbsi yang lebih lama. Dari tempat kerjanya
yaitu bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea, konjungtiva, kornea, dan iris.
Pada pembuatan salep mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan harus dibuat
dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptis serta memenuhi syarat
uji sterilitas (Depkes RI, 1995).
Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik dan diagnostik, dapat
mengandung satu atau lebih zat aktif (kortikosteroid, antimikroba, antinflamasi
nonsteroid dan midriatik) yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai
(Voight, 1995). Obat biasanya dipakai pada mata yang ditujukan untuk efek lokal
pada pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Karena
kapasitas mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan salep terbatas, pada
umumnya obat mata diberikan dalam volume kecil. Preparat cairan sering diberikan
dalam bentuk sediaan tetes dan salep dengan mengoleskan salep yang tipis pada
pelupuk mata (Ansel, 2008). Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep
berbentuk larutan atau serbuk halus. Salep mata harus bebas dari partikel kasar dan
harus memenuhi syarat kebocoran dan partikel logam pada uji salep mata (Depkes
RI, 1995).
Pada praktikum semisolid steril ini zat aktif yang digunakan adalah
Oksitetrasiklin HCl dan Hidrokortison Asetat. Oksitetrasiklin HCl adalah antibiotik
golongan tetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces rimosus. Oksitetrasiklin
HCl termasuk antibiotik yang bersifat bakteriostatik. Hanya mikroba yang cepat
membelah yang dipengaruhi obat ini (FK UI, 2012). Tetrasiklin dapat digunakan
pada infeksi bakteri gram negatif dan gram positif (Sweetman, 2009).
Oksitetrasiklin akan dibuat sediaan salep mata karena bertujuan untuk membuat
obat lebih lama kontak dengan mata sehingga obat dapat bekerja maksimal dan
lebih lama. Karena oksitetrasiklin merupakan antibiotik golongan tetrasiklin
yang bersifat bakteriostatik. Oksitetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi
pada mata dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi
tersebut. Zat aktif yang dipilih merupakan oksitetrasiklin HCl yaitu oksitetrasiklin
dalam bentuk garamnya, pemilihan ini ditujukan agar ini zat aktif dapat larut dalam
air sehingga semakin sedikit residu yang dihasilkan dari zat aktif karena zat aktif
itu sendiri berbentuk serbuk (Depkes RI, 1995). Mekanisme kerja Oksitetrasiklin
HCl adalah dengan menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Setelah
masuk antibiotik berikatan secara reversibel dengan ribosom 30S dan mencegah
ikatan tRNA-amino asil pada kompleks mRNA-ribosom. Hal tersebut mencegah
perpanjang rantai peptida yang sedang tumbuh dan berakibat terhentinya sintesis
protein (FK UI, 2012).
Zat aktif selanjutnya yaitu Hidrokortison Asetat yang merupakan golongan
steroid anti-inflamasi yang efektif untuk mengatasi infeksi kulit. Hidrokortison
asetat merupakan salah satu obat golongan kortikosteroid yang sering digunakan
dalam sediaan topikal. Kortikosteroid dalam bentuk ester seperti asetat dapat
meningkatkan efektivitas obat pada kulit (Reynold, 1982). Memiliki khasiat untuk
mengobati inflamasi pada kulit akibat eksim dan dermatitis, seperti dermatitis atopi,
dermatitis kontak, dermatitis alergik, pruritus anogenital dan neurodermatitis
(Ansel,1989). Saat terjadi infeksi pada mata biasanya disertai dengan peradangan,
maka dari itu ditambahkan hidrokortison sebagai anti radang.
Kemudian formulasi dari salep ini menggunakan dasar salep khusus yang
ditujukan agar salep mata tidak mengiritasi mata dan mempunyai waktu kontak
yang lebih lama agar zat aktif pada sediaan tidak mudah terbilas oleh cairan mata.
Sehingga dipilih basis hidrokarbon yang mana berupa dasar salep berlemak yang
mana sediaan menjadi sukar terbilas oleh air mata dan tidak mengering sehingga
aman untuk digunakan pada mata, salah satu contoh dari basis hidrokarbon adalah
vaselin. Vaselin banyak digunakan pada sediaan farmasi sebagai komponen krim
dan salep. Vaselin juga umum digunakan sebagai lubrikan sediaan mata pada
pengobatan mata yang kering. Vaselin flavum yang dipilih dan bukan vaselin album
karena lebih aman untuk mata yang merupakan organ yang sangat sensitif. Vaselin
flavum bebas dari spora oksidator dan asam yang dapat mengiritasi mata.
Menggunakan vaselin kuning bukan vaselin putih, karena vaselin putih merupakan
vaselin kuning yang dipucatkan atau dimurnikan. Vaselin putih dimurnikan dengan
menggunakan asam sulfat sehingga tidak boleh digunakan sebagai basis untuk salep
mata karena dapat mengiritasi mata (Anief, 2000).
Selanjutnya formulasi terakhir dari salep ini yaitu antioksidan. Salep mata
harus mengandung antioksidan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah
pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak
sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan, kecuali dinyatakan lain dalam
monografi atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik. Vitamin E atau
Tokoferol merupakan senyawa yang berperan penting bagi tubuh terutama sebagai
antioksidan. Terdapat beberapa jenis tokoferol yang berada di alam dengan aktivitas
yang bervariasi, akan tetapi jenis vitamin E yang memiliki aktivitas terbesar adalah
vitamin E jenis alfa tokoferol (Milczarek, 2005). Alfa Tokoferol digunakan sebagai
antioksidan dalam sediaan ini dikarenakan sediaan ini basisnya menggunakan fase
minyak yang mana dapat teroksidasi dan menjadi tengik sehingga salep mata perlu
ditambahkan antioksidan untuk mencegah reaksi oksidasi tersebut. Secara kimia
senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (elektron donor). Secara
biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal atau
meredam dampak negatif oksidan. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan
satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa
oksidan tersebut dapat di hambat (Winarti, 2010).
Dalam pembuatan salep mata Oksitetrasiklin HCl – Hidrokortison Asetat
ini dilakukan di bawah Laminar Air Flow (LAF) dikarenakan pada pembuatan salep
mata steril harus berlangsung pada kondisi aseptis untuk memenuhi sterilitas yang
disyaratkan. Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan salep mata steril
ini yaitu dilakukan sterilisasi alat yang akan digunakan dengan metode yang sesuai,
untuk alat gelas non presisi dapat disterilisasi dengan metode panas kering (oven)
atau panas lembab (autoclaf) dikarenakan alat non gelas non presisi tahan terhadap
panas dan tidak perlu dijaga keakuratannya, sedangkan untuk alat gelas presisi
diharuskan sterilisasi dengan metode panas lembab dikarenakan alat presisi atau
alat ukur dapat memuai dan menjadi tidak akurat jika menggunakan metode oven
sehingga hasil tidak sesuai dengan penimbangan maka dari itu digunakan metode
panas lembab menggukanan autoclaf. dan dan bahan yang akan digunakan
ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan perhitungan penimbangannya. Kemudian
bahan Oksitetrasiklin HCl, Hidrokortison Asetat, dan Alfa Tokoferol disterilisasi
menggunakan sterilisasi radiasi pengion dengan sinar Gamma, dikarenakan ketiga
bahan tersebut tidak tahan terhadap pemanasan dan juga zat aktif Oksitetrasiklin
HCl merupakan antibiotik golongan tetrasiklin yang bersifat bakteriostatik
sehingga tidak stabil terhadap suhu tinggi. Sedangkan untuk vaselin flavum
disterilisasi dengan sterilisasi panas kering menggunakan oven karena vaselin
flavum berupa minyak dan tahan terhadap pemanasan suhu tinggi. sehingga dalam
penimbangan vaselin flavum dilebihkan 20% untuk mengantisipasi kehilangannya
zat pada saat proses pemanasan dalam oven.
Setelah alat dan bahan disterilisasi, langkah selanjutnya yang dilakukan
yaitu sebagian vaselin flavum dimasukkan ke dalam matkan lalu diaduk
menggunakan Ultra Thurax Stirrer. Selanjutnya dimasukkan Oksitetrasiklin HCl,
Hidrokortison Asetat, dan Alfa Tokoferol ke dalam matkan. Lalu diaduk kembali
hingga homogen. Setelah homogen, ditambahkan sisa vaselin flavum ke dalam
matkan lalu diaduk kembali hingga homogen. Ultra thurax stirrer ini digunakan
sebagai alat untuk homogenisasi karena mempunyai performa pengadukan yang
tinggi dan konstan. Pada salep mata steril Oksitetrasiklin HCl-Hidrokortison Asetat
ini menggunakan basis hidrokarbon yang dapat memperpanjan waktu kontak
dengan mata yaitu vaselin flavum. Untuk selep mata steril basis hidrokarbon yang
digunakan harus vaselin flavum atau vaselin kuning tidak boleh menggunakan
vaselin album atau vaselin putih. Karena, vaselin putih sudah mengalami proses
pemutihan yang dikhawatirkan masih ada spora bahan pemutih yang tertinggal
dalam massa vaselin serta vaselin putih ini dimurnikan menggunakan asam sulfat
dimana zat ini dapat mengiritasi mata (Anief, 2000). Sedangkan vaselin flavum atau
vaselin kuning yang tidak mengalami pemutihan dan lebih aman untuk digunakan
pada mata, mata yang merupakan bagian organ tubuh yang sensitif dan basis vaselin
flavum ini aman untuk digunakan karena tidak akan mengiritasi mata. Dikarenakan
basis salep yang digunakan adalah golongan hidrokarbon, dimana basis salep ini
dominan terhadap minyak maka dibutuhkan antioksidan yang berfungsi untuk
menjegah terjadinya reaksi oksidasi. Apabila terjadi reaksi oksidasi, hal ini akan
berdampak terhadap stabilitas zat aktif hingga penurunan fungsi zat aktif tersebut
(Rowe, 2006). Antioksidan yang digunakan untuk sediaan ini adalah Alfa
Tokoferol. Setelah sediaan telah homogen, sediaan salep mata Oksitetrasiklin HCl-
Hidrokortison Asetat ditimbang sesuai dengan bobot sediaan, lalu dimasukkan ke
dalam tube. Selanjutnya dilakukan sterilisasi akhir dan uji evaluasi sediaan.
Sterilisasi akhir yang digunakan dalam sediaan salep mata steril ini yaitu
menggunakan metode sterilisasi dengan sinar Gamma, karena sediaan salep mata
jika disterilisasi dengan sterilisasi panas akan merubah wujud dari sediaan tersebut.
Radiasi sinar Gamma akan menembus permukaan sediaan sehingga sediaan
terbebas dari mikroorganisme.
Selanjutnya dilakukan evaluasi sediaan salep mata Oksitetrasiklin HCl
Hidrokortison Asetat. Pengujian pertama yang dilakukan adalah uji organoleptis,
sediaan salep mata berdasarkan data pengamatan berwarna putih dan tidak berbau
berdasarkan data preformulasi zat yang digunakan sebagai basis salep
menggunakan vaselin flavum yang memiliki warna kekuningan, tidak atau hampir
tidak berbau dan berasa (Depkes RI, 2020) hasil bewarna putih kemungkinan
disebabkan oleh pemakaian bahan vaselin flavum yang sudah lama tidak dipakai
sehingga warna menjadi keputihan karena teroksidasi atau pun terkontaminasi zat
lain yang membuat sediaan bewarna menjadi putih, sehingga perlu ditinjau ulang
pemakaiaan bahan dan proses pembuatan yang dilakukan sampai mendapatkan
warna kuning berdasarkan literatur.
Kemudian dilakukan uji homogenitas yang bertujuan untuk mengetahui
apakah sediaan salep mata ini sudah homogen atau belum dengan cara sediaan
ditekan dengan dua kaca arloji dan sediaan harus menujukkan susunan homogen.
Karena jika terdapat granul atau sediaan belum homogen dapat mengiritasi mata
sehingga sediaan tidak aman untuk digunakan (Depkes RI, 1995).
Selanjutnya uji kebocoran tube yang bertujuan memeriksa keutuhan
kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan, memenuhi
syarat jika tidak ada satu pun kebocoran diamati dari 10 tube uji pertama, atau
kebocoran yang diamati tidak lebih dari 1 dari 30 tube yang diuji. Dan hasil
pengujian tidak ada satu pun kebocoran pada tube sehingga sediaan aman dari
kontaminan dan volume terjaga (Depkes RI, 1995).
Uji evaluasi yang terakhir yaitu uji konsistensi yang bertujuan untuk
memastikan sediaan dalam bentuk semisolid dan sediaan mudah dioleskan pada
kulit. Berdasarkan hasil pengamatan konsistensi yang ditunjukan sedang yang
artinya tidak padat dan juga tidak cair sehingga sediaan mudah diaplikasikan pada
kulit atau pelupuk mata, sediaan yang dibuat sesuai dalam bentuk semisolid
(Depkes RI, 2020).
8.2. Krim Gentamisin Sulfat
Pada percobaan berikutnya, dibuat sediaan semipadat steril. Sediaan yang
dibuat adalah krim gentamisin sulfat. Dengan tujuan membuat formula sediaan
krim gentamisin sulfat serta untuk mengetahui metode sterilisasi yang
sesuai.Menurut Depkes RI (1979) krim merupakan sediaan setengah padat berupa
emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian
luar. Krim memiliki dua tipe krim diantaranya tipe M/A (minyak dalam air) dan
A/M (air dalam minyak). Pada percobaan ini dibuat krim tipe M/A agar sediaan
yang dibuat tidak meninggalkan bekas,mudah untuk dicuci,serta tidak memberikan
rasa lengket.

Zat aktif yang digunakan gentamisin sulfat yang memiliki khasiat sebagai
antibiotik. Menurut Depkes RI (1995) gentamisin sulfat merupakan garam sulfat
atau campuran garamnya dari antibiotik yang dihasilkan oleh pembiakan
Micromonosporae purpurae. Menurut Brooks (2005) gentamisin digunakan pada
infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif yang telah kebal terhadap obat
lain. Biasanya digunakan secara topikal dalam krim atau larutan untuk menginfeksi
lesi kulit atau luka bakar. Sediaan krim cenderung digunakan pada bakteri yang
resisten terhadap gentamisin. Menurut Pratiwi (2008) gentamisin memiliki sifat
bakterisid.Mekanisme kerja dengan penghambatan sintesis protein yang berikatan
dengan subunit 30S ribosom bakteri atau beberapa protein terikat pada subunit 50S
ribosom dan menghambat translokasi peptidil-tRNA dari situs A ke situs P, hal itu
menyebabkan kesalahan pembacaan mRNA sehingga bakteri tidak mampu
mensintesis protein vital untuk pertumbuhannya.Ada juga efek samping yang
mungkin dialami pasien dalam hal dosis yang tidak tepat atau tinggi, seperti gatal-
gatal, kemerahan atau iritasi pada kulit, radang telinga, sakit telinga yang diobati
atau sensasi terbakar, mata merah, lapisan dalam, dan lain-lain. Maka dari itu perlu
diperhatikan dalam pemilihan formula sediaan.

Formula yang penting untuk sediaan krim diantaranya fase air, fase minyak,
dan emulgator. Fase air yang digunakan adalah aquadest yang berfungsi sebagai
pelarut zat aktif, pembawa, dan sebagai basis. Fase minyak yang digunakan pada
sediaan parrafin liquida yang berfungsi sebagai emolien dan pembawa yang
mengandung minyak. Karena formulasi terdiri dari dua fase yang tidak dapat
bercampur satu sama lain, maka perlu ditambahkan pengemulsi. Kehadiran
pengemulsi mencegah rekombinasi bola minyak dengan membentuk lapisan film
di antara butiran, menjadikannya formulasi yang homogen serta satu bentuk yang
stabil. Emulgator yang digunakan asam stearat dan trietanolamin. Emulgator
tersebut termasuk emulgator anionik. Menurut Wulandari (2016) keduanya aman
penggunaannya untuk kulit sehingga sering digunakan sebagai emulsifier dasar
sediaan krim. Menurut Aulton ME (2002) Asam stearat bereaksi in situ dengan
trietanolamin untuk membentuk garam, atau trietanolamin stearat, yang dapat
digabungkan untuk memberikan pengemulsi yang sangat stabil.

Pada sediaan krim terdapat fase minyak maka perlu ditambahkan


antioksidan. Antioksidan yang digunakan propilen glikol menurut Rowe et al
(2009) yang berfungsi sebagai humektan. Humektan ini akan memperbaiki
stabilitas suatu bahan dalam jangka waktu yang lama, dan mengikat air disediaan
agar tidak menguap serta sebagai pelembab dikulit. Pada sediaan terdapat fase air
yang dimana tempat yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme maka perlu
ditambahkan pengawet. Pengawet yang digunakan metil paraben dan propil
paraben. Kombinasi kedua pengawet ini dilakukan karena menurut Justus (2010)
Metilparaben lebih reaktif dalam fase air dan propilparaben lebih reaktif dalam fase
minyak.

Lalu pembuatan sediaan steril dilakukan, terlebih dahulu sterilisasi alat yang
akan digunakan. Untuk alat gelas presisi dengan metode panas lembab
menggunakan alat autoclaf yang mekanisme kerjannya dengan menghancurkan
bakteri dengan adanya uap air panas sehingga terjadi denaturasi dan koagulasi pada
protein esensial dari organisme. Dan untuk alat non presisi dilakukan sterilisasi
panas kering untuk menghilangkan kelembaban pada alat. Setelah dilakukan
sterlisasi alat dilanjutkan dengan sterilisasi bahan yang akan digunakan.
Sebelumnya ditimbang terlebih dahulu bahan yang akan digunakan. Gentamisin
sulfat sebanyak 0,005 gram, Paraffin liquid 0,9 gram, Asam stearat 0,3 gram,
Trietanolamin 0,03 gram, Propilen glikol 0,6 gram, Metil paraben 0,008 gram,
Propil paraben 0,0012 gram dan Aquadest 4,152 gram. Penimbangan untuk zat
tambahan ditambah sebanyak 20% hal ini dilakukan untuk menghindari kehilangan
zat yang ingin digunakan saat dilakukan pemanasan. Sedangkan zat aktif tidak perlu
ditambahkan 20% hal ini dilakukan untuk menghindari kelebihan dosis yang
diinginakan. Selanjutnya dilakukan sterilisasi awal dengan metode yang sesuai.
Untuk bahan fase air seperti aquadest, metil paraben, TEA, dan propilen glikol
disterilasikan dengan metode panas lembab menggunakan alat autoclave pada suhu
121°C selama 15 menit. Hal ini karena pembawa pada bahan terdapat air yang tidak
tahan terhadap suhu tinggi. Metode ini akan terjadi denaturasi dan koagulasi pada
protein esensial dari organisme. Untuk bahan fase minyak seperti paraffin liquid,
propil paraben dan asam stearat metode panas kering menggunakan alat oven pada
suhu 160°C selama 1 jam. Menurut Leon Lachaman et al. (1998) metode ini akan
menghancurkan mikroorganimse dengan menghilangkan kelembaban pada bahan.
Lalu untuk gentamisin disterilkan terpisah karena merupakan kelompok antibiotik
yang dimana tidak tahan panas maka dilakukan sterilisasi sinar gamma. Dan proses
pembautan dilakukan secara aseptis dengan menggunakan laminar air flow (LAF).
LAF akan mengalirkan udara bersih secara satu arah agar saat melakukan proses
pembuatan agar terbebas oleh debu, kotoran dan partikel lainnya yang tidak
diinginkan.

Campurkan kedua fase steril di atas matkan, aduk dengan pengaduk Ultra-
Turrax, dan terakhir tambahkan bahan aktif gentamisin sulfat dan aduk rata dengan
pengaduk Ultra-Turrax. Menurut Voight (1994) Ultra-Turrax akan memberikan
gelombang ultrasonik dengan frekuensi 20- 50 kilocyles/detik sehingga partikel
pecah menjadi ukuran yang lebih kecil. Proses pencampuran harus maksimal karena
akan berefek pada saat pemakaian apabila tidak homogen. Sediaan yang sudah
homogen ditimbang sebanyak 5 gram untuk dimasukan kedalam tube.

Persiapan yang sudah selesai kemudian dievaluasi untuk menentukan


apakah persiapan yang disiapkan memenuhi kriteria yang ditentukan. Dilakukan
evaluasi organoleptis yang mana bertujuan untuk memeriksa kesesuaian antara
sediaan yang dibuat dengan spesifikasi yang telah ditentukan selama formulasi.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan panca indra.Hasil yang
didapatkan sediaan berwarna putih dan tidak bearoma. Hal ini sesuai dengan bahan
sediaan yang digunakan warna putih berasal dari bahan gentamisin, propil paraben,
propilen glikol, asam stearate. Tidak bearoma berasal dari semua bahan yang tidak
memiliki aroma. Kemudian evaluasi Homogenitas sediaan bertujuan untuk
mengetahui krim sudah homogen secara merata atau tidak. Evaluasi ini dilakukan
dengan mengamati secara visual sediaan pada kaca arloji. Hasil yang didapatkan
homogenitas. Menurut khopar (1990) krim mempunyai tekstur yang tampak rata
dan tidak menggumpal. Kemudian Uji tipe emulsi bertujuan untuk melihat tipe
emulsi yang dibuat seseuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Dengan metode
pengenceran sediaan dengan air dan diamati secara visual. Hasil yang diapatkan
M/A. Kemudian Uji kebocoran tube bertujuan untuk memastikan sediaan dalam
tube memiliki dosis yang sesuai dengan yang diinginkan, memastikan bawah tidak
ada partikel zat asing yang dapat masuk, atau memastikan tidak adanya kebocoran
pada tube yang bisa mengurangi dosis yang sudah ditentukan. Dengan cara tube
disetarakan secara horizontal diatas kain lalu diserap dalam oven suhu 60± 3℃
selama 8 jam. Hasil yang didapatkan tidak adanya kebocoran. Kemudian uji
konsistensi bertujuan untuk mengetahui konsistensi sediaan mampu dikeluarkan
dari wadahnya serta kemudahan pemakaaian sediaan saat diaplikasikan kekulit.
Hasil yang didapatkan sedang. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa formulasi krim
memiliki keuletan yang cukup baik saat diaplikasikan pada kulit.
IX. FORMULA AKHIR DAN ANALISIS FORMULA
9.1 Salep Mata Oksitetrasiklin – Hidrokortison
9.1.1 Formula Akhir
Hidrokortison Asetat 0,5%
Oksitetrasiklin HCl 0,5%
Alfa Tokoferol 0,01%
Vaselin Flavum ad 5 gram
9.1.2 Analisis Formula
Dalam praktikum kali ini dibuat sediaan obat salep mata oksitetrasiklin
0,5% – hidrokortison asetat 0,5% dengan bobot sediaan 5 gram dan berjumlah 20
tube sediaan.
Oksitetrasiklin adalah salah satu antibiotik yang sering digunakan sebagai
antisipasi pencegahan penyakit, karena toksisitasnya rendah dan spektrum luas
terutama pada bakteri gram positif dan gram negatif (Isnaeni, 2015). Pada
praktikum dibuat garamnya agar lebih stabil dalam penyimpanan. Kelebihan dari
dibuat sediaan semisolida salep mata salah satunya agar dapat memperpanjang
waktu kontak antara obat dengan mata yang terinfeksi dari konsistensinya yang
lebih padat dibandingkan dengan obat tetes mata.
Hidrokortison asetat merupakan kortikosteroid topikal kelas VII yang
memiliki potensi lemah dalam terapi (Johan, 2015). Hidrokortison asetat adalah
bahan aktif dari sediaan salep mata dibuat sebagai adrenuglukokortikodium yaitu
zat yang dapat mengatasi peradangan atau inflamasi pada mata (Aditama, 2019).
Antioksidan yang digunakan adalah tokoferol. Menurut Normalina (2014),
tokoferol adalah salah satu antioksidan fenol alami paling banyak ditemukan dalam
minyak nabati. Memiliki keaktifan vitamin E dan memiliki banyak ikatan rangkap
yang mudah dioksidasi sehingga akan melindungi lemak dari oksidasi. Menurut
Rowe et al (2009: 31), tokoferol digunakan sebagai antioksidan dalam sediaan
semisolida memiliki konsentrasi 0,001-0,05%.
Untuk basis salep yang digunakan adalah vaselin flavum. Dipilih dan bukan
vaselin album karena lebih aman untuk mata yang merupakan organ paling sensitif.
Vaselin yang digunakan harus mengandung pengotor seminimal mungkin agar
oksidasi menjadi lebih kecil (Muna, dkk., 2013). Basis salep yang digunakan adalah
hidrokarbon (basis lemak), agar dapat memperpanjang waktu kontak antara obat
dengan mata yang memiliki air mata sehingga dapat mempersingkat waktu kontak.
Pada formula akhir digunakan sebanyak 5 gram karena disesuaikan dengan bobot
sediaan.
Wadah primer yang digunakan untuk sediaan salep mata yang dibuat adalah
berbentuk tube karena agar terjaga stabilitas zat dengan tutup yang rapat, terlindung
dari cahaya agar tidak mudah teroksidasi, mudah dikeluarkan dari wadah dan
menghindari kontaminasi dari luar ketika penggunaan secara multiple dose.
Wadah sekunder yang digunakan untuk sediaan salep mata yang dibuat
adalah berbentuk dus agar menjamin keamanan fisik sediaan agar tidak mudah
rusak.
Untuk sediaan salep mata Oksiterasiklin – Hidrokortison dilakukan dengan
teknis aseptis dibawah Laminar Air Flow (LAF) untuk mencegah kontaminasi
mikroorganisme pada sediaan dan dilakukan juga sterilisasi dengan metode
sterilisasi sinar gamma.

9.2 Krim Gentamisin Sulfat


9.2.1 Formula Akhir
Gentamisin Sulfat 0,1%
Paraffin Liquidum 15%
Trietanolamin 0,5%
Asam Stearat 5%
Metil Paraben 0,18%
Propil Paraben 0,02%
Propilenglikol 10%
Aquadest ad 100%
9.2.2 Analisis Formula
Dalam praktikum kali ini dibuat sediaan obat krim gentamisin sulfat 0,1%
dengan bobot sediaan 5 garm dan berjumlah 20 tube sediaan.
Gentamisin sulfat adalah antibiotik dengan spektrum luas memberikan
pengobatan topikal yang sangat efektif pada infeksi bakteri primer dan sekunder
pada kulit (Lachman et al, 1994). Adalah antibakteri golongan aminoglikosida
berupa garam sulfat atau campuran dari antibiotik dihasilkan pembiakan
Micromonospora purpurea (Depkse RI, 2014). Garamnya bersifat mudah larut
dalam air, sehingga basis sediaan yang digunakan adalah basis krim (Rowe et al,
2009). Konsentrasi pemakaian topikal untuk infeksi kulit sebesar 0,1% (Sweetman,
2009).
Basis yang dipilih dalam krim untuk penggunaan luar dibentuk dari fase
minyak yang tidak terabsorbsi ke dalam kulit yaitu paraffin cair (Hamzah, dkk.,
2014: 382). Paraffin cair dapat berfungsi sebagai emolien, pelarut dan digunakan
sebagai fase minyak pada sediaan emulsi 𝑚⁄𝑎 yang tergolong aman sehingga
digunakan secara luas pada berbagai sediaan topikal (Rowe et al, 2009). Emolien
berbasis paraffin bebas dari pengawet dan dapat melembabkan kulit tanpa
mempengaruhi flora kulit normal (BPOM, 2015). Menurut Rowe et al (2009: 446),
dalam sediaan emulsi digunakan pada konsentrasi 1-32%.
Karena pembuatan krim pada basisnya diperlukan 3 komponen yaitu fase
air, fase minyak, dan pengemulsi. Dalam sediaan krim biasanya dikombinasikan
antara asam stearat dan trietanolamin dimana konsentrasi asam stearat pada
penggunaan krim memiliki rentang 1-20% (Rowe et al, 2009: 697), dan rentang
konsentrasi trietanolamin yang digunakan untuk emulsi adalah 2-4% (Rowe et al,
2009: 754). Asam stearat dan trietanolamin (TEA) dalam sediaan krim dapat
membentuk emulsi tipe minyak dalam air yang stabil. Asam stearat sebagai
emulgator dalam pembuatan krim jika direaksikan dengan KOH dan TEA untuk
menetralkan krim. Kombinasi keduanya karena TEA akan membentuk emulsi 𝑜⁄𝑤
yang sangat stabil apabila dikombinasikan dengan asam lemak bebas dan asam
stearat tidak mengalami perubahan warna seperti asam oleat (Safitri, dkk., 2019).
Pada formulasi krim akan dibuat menggunakan air sebagai basis krim,
dimana air adalah tempat yang paling baik untuk pertumbuhan mikroorganisme
maka dilakukan penambahan pengawet. Selain itu penggunaan krim biasanya
multiple dose sehingga menghindari adanya kontaminasi mikroorganisme saat
penggunaan. Dipilih kombinasi metil paraben dan propil paraben menurut Rowe et
al (2009), berfungsi untuk pengawet antimikroba dan spektrum lebih luas dengan
konsentrasi metil paraben memiliki rentang sebesar 0,12-0,18% dan konsentrasi
propil paraben memiliki rentang sebesar 0,02-0,05%. Umumnya dengan
perbandingan 1 : 9 (0,02% : 0,18%) untuk meningkatkan aktivitas antimikrobanya.
Menurut Depkes RI (2020), metil paraben sukar larut dalam air dan propil paraben
sagat sukar larut dalam air. Namun, keduanya mudah larut dalam propilen glikol.
Penggunaan propilen glikol selain sebagai pelarut kombinasi zat pengawet
juga dapat sebagai humektan dimana konsentrasinya sebesar 15% (Rowe et al,
2009: 592). Propilen glikol konsentrasi 10% dapat berfungsi sebagai peningkat
penetrasi. Gentamisin sulfat memiliki partisi negatif yang menyebabkan bahan aktif
sulit diabsorbsi kulit, sehingga perlu adanya peningkat absorbsi (Septniani, A.,
2015).
Dibuat krim tipe air dalam minyak karena bahan aktif yang digunakan
memiliki kelarutan yang larut dalam air. Sehingga bahan aktif disimpan dalam fase
dalam yaitu air (Safitri, dkk., 2019). Aquadest digunakan sebagai pelarut dalam
pengolahan, formulasi produk farmasi dan fase air (Rowe et al, 2009).
Wadah primer yang digunakan untuk sediaan krim yang dibuat adalah
berbentuk tube karena agar terjaga stabilitas zat dengan tutup yang rapat, terlindung
dari cahaya agar tidak mudah teroksidasi, mudah dikeluarkan dari wadah dan
menghindari kontaminasi dari luar ketika penggunaan secara multiple dose.
Wadah sekunder yang digunakan untuk sediaan salep mata yang dibuat
adalah berbentuk dus agar menjamin keamanan fisik sediaan agar tidak mudah
rusak.
Untuk sediaan krim Gentamisin Sulfat dilakukan dengan teknis aseptis
dibawah Laminar Air Flow (LAF) untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme
pada sediaan dan dilakukan juga sterilisasi dengan metode sterilisasi sinar gamma.

X KESIMPULAN
10.1 Salep Mata Oksitetrasiklin – Hidrokortison
Salep mata steril oksitetrasiklin HCl-hidrokortison asetat dengan kekuatan
sediaan sebesar 0,5% dalam tiap 5 gram tube salep, diindikasi sebagai obat untuk
mengatasi infeksi dan peradangan pada mata.
Dibuat menjadi sediaan salep mata steril bermaksud agar dapat tercapainya
efektifitas yang maksimum dan agar kontak antara zat aktif dengan mukosa mata
lebih lama sehingga dapat dipastikan zat aktif terabsorpsi maksimal pada mukosa
mata. Sediaan dilakukan sterilisasi akhir dengan metode sterilisasi pengion dengan
sinar gamma.
Sediaan salep mata steril oksitetrasiklin HCl-hidrokortison asetat memiliki
hasil evaluasi tidak berbau, berwarna putih kekuningan, homogen, tube tidak
mengalami kebocoran serta memiliki konsistensi tinggi dimana hal ini
menunjukkan bahwa sediaan salep mata steril oksitetrasiklin HCl-hidrokortison
asetat telah memenuhi syarat.
10.2 Krim Gentamisin Sulfat
Krim Gentamisin Sulfat dengan kekuatan sediaan sebesar 0,1% dalam tiap
5 gram tube krim, merupakan sediaan obat jenis antibiotik yang digunakan untuk
mengobati infeksi pada daerah kulit yang disebabkan oleh bakteri.
Dibuat menjadi sediaan krim karena basis yang dipilih untuk penggunaan
luar dibentuk dari fase minyak yang tidak terabsorbsi ke dalam kulit yaitu paraffin
cair dan juga kelebihannya mudah diaplikasikan dan praktis. Sediaan dilakukan
sterilisasi akhir dengan metode sterilisasi pengion dengan sinar gamma.
Sediaan krim Gentamisin Sulfat memiliki hasil evaluasi tidak berbau,
berwarna putih, homogen, tube tidak mengalami kebocoran serta memiliki
konsistensi sedang dan tipe emulsi minyak dalam air (M/A) dimana hal ini
menunjukkan bahwa sediaan krim Gentamisin Sulfat telah memenuhi syarat.
XI. RANCANGAN KEMASAN

11.1 Salep Mata Oksitetrasiklin - Hidrokortison

11.1.1 Kemasan

Wadah Primer

Wadah Sekunder
11.1.2 Label
11.1.3. Brosur

OKHIDRO
Oksitetrasiklin-Hidrokortison 0,5%
Salep Mata
Komposisi:
Tiap 5 gram salep mata mengandung:
Oksitetrasiklin HCl 0,5%
Hidrokortison Asetat 0,5%
Alfa Tokoferol 0,01%
Vaselin Flavum ad 5 Gram
Mekanisme Kerja:
Sebagai antibiotik untuk infeksi pada mata. Dengan menghambat sintesis protein
sebagai aktivitas bakteri penyebab infeksi.
Indikasi:
Infeksidan peradangan pada mata seperti konjungtivitis.
Kontraindikasi:
- Porfiria, hipersensitif terhadap obat antibiotik golongan tetrasiklin, anak-anak
di bawah 12 tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui.
- Sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang menderita glaucoma, infeksi
jamur sistemik, herpes zoster, herpes simolex, penderita TBC aktif, dan
inveksi virus lain.
Efek Samping:
Mual, muntah, diare, disfagia, iritasi esofagus, pewarnaan dan hipoplasia pada gigi.
Peringatan:
- Jauhkan dari jangkauan anak anak, Tutup rapat dan hindari pencemaran.
- Pasien penderita miastenia gravis dan eksaserbasi lupus eritematosus
sistemik berhati-hati memakai obat ini karena dapat melemahkan otot.
- Zat mineral yang biasa terdapat dalam susu dapat menurunkan tingkat
penyerapan obat ini.
Dosis:
Oleskan salep 2-3 kali sehari pada bagian mata yang sakit. Infeksi 250mg tiap 6 jam,
dapat ditingkatkan pada infeksi berat sampai 300mg tiap 6-3 jam.
Penyimpanan:
Simpan pada suhu kamar, terlindung dari cahaya, ruang bersih dan kering.
Kemasan:
Tiap dus berisi satu tube salep mata (@ 5 gram).

No.Reg : DKL2177788831A1
No.Batch : 310871
Mfg. Date : 12 – 2021
Exp. Date : 12 – 2024
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Diproduksi oleh:
PT. Engene Farma Indonesia
Bandung – Indonesia
11.1 Krim Gentamisin Sulfat
11.2.1 Kemasan

Wadah Primer

Wadah Sekunder

11.2.2 Label

11.2.3 Brosur
DAFTAR PUSTAKA
Aberg, J. A., Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M., dan Lance, L. L. (2009). Drug
Information Handbook 17th Edition. American Pharmacist Association
Aditama, T. (2019). Laporan Salep Mata Hidrokortison Asetat. Kuningan :
STIKES Muhammadiyah.
Agoes, G. (2009). Teknologi Bahan Alam (Serial Farmasi Industri-2) Edisis Revisi.
Bandung: ITB.
Anief, M. (2000). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Cetakan ke-9.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ansel, H. C., (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV, Alih bahasa
Ibrahim, F. Jakarta: UI Press.
Ansel. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Aulton ME.(2002).Pharmaceutics The Science Of Dosage Form 2nd Edition.
London: Churchill Livingstone.
BPOM. (2015). Peraturan Kepala BPOM RI No.15 Tahun 2015 Tentang Pedoman
Cara Ritel Pangan Yang Baik di Pasar Tradisional. Jakarta: BPOM.
Brander, G.C., Pugh, R.J., Bywater, W.L. (1991). Veterinary Applied
Pharmacology and Therapeutics. 5'n ed. Bailliere Tindall ELBS. 467-473
Brooks, Geo F., Butel,Janet S., Morse, Stephen A. (2005). Mikrobiologi
Kedokteran. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika Halaman 318-319;
Dirjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Dirjen POM. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Dirjen POM. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Fakultas kedokteran UI. (2012). Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Isnaeni. (2015). Penentuan Kadar Oksitetrasiklin dengan KLT Densitometri.
Surabaya: UNAIR.
Johan, R. (2015). Penggunaan Kortikosteroid Topikal yang Tepat. Cermin Dunia
Kedokteran. 42(4): 308-309.
Khopkar SM.(1990).Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Lachman et al. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi Ketiga. Jakarta:
UI Press.
Lachman, Leon, dkk. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. Jakarta:
UI Press
Leon Lachmann. (1998). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI-Press
Loppies, Justus E dan Sitti Ramlah.(2010).Kewetan Skin Lotion Hasil formulasi
lemak kakao dan pengawet paraben. Balai Besar Industri Hasil Perkebunan:
Makassar.
Lund, W. (1994). The Pharmaceutical Codex 12th Edition. London: The
Pharmaceutical Press.
Milczarek, A. (2005). Vitamin E Disease Mechanism IV: Free Radical Damage an
Antioxidant Drug. London: The Pharmaceutical Press.
Muna, dkk. (2013). Salep Mata Kloramfenikol. Jakarta: ISTN.
Normalina, dkk. (2014). Formulasi Salep Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Tembelekan (Lantana camara L.): Jurnal Ilmiah Farmasi Pharmacon. 2(3).
Pratiwi. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.
Reynolds, J.E.F. (1982). Martindale: The Extra Pharmacopoeia, 28th ed. London:
The Pharmaceutical Press.
Rowe, et al. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th Ed. London: The
Pharmaceutical Press.
Rowe, et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition. London:
The Pharmaceutical Press
Rowe, Raymond C. (2006). Handbook of Pharmaceutical Excipients 5th ed.
London: Pharmaceutical Press.
Safitri, dkk. (2019). Optimasi Formula Sediaan Krim 𝑚⁄𝑎 dari Ekstrak Kulit
Pisang Kapok (Musa acuminate L.): Jurnal Riset Kefarmasian Indonesia.
1(3).
Septniani, A. (2015). Sediaan Krim dengan Bahan Aktif Gentamisin Sulfat.
Bandung: POLTEKKES.
Sweetman, S. C. (2009). Martindale The Complete Drug Reference, Thirty Sixth
Edition. New York: Pharmaceutical Press.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Voight, R., (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Winarti, Sri. (2010). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wulandari, putri. (2016). Uji stabilitas fisik dan kimia sediaan krim ekstrak etanol
tumbuhan paku (Nephrolepis falcata (cav.)C.Chr).Skripsi. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
LAMPIRAN
1. Raihan Hafidz Fachrizal (10060319001)
Pembahasan Salep Oksitetrasiklin HCl-Hidrokortison asetat
2. Devi Zulfitriyana (10060319003)
Pembahasan Krim Gentamisin Sulfat
3. Ivanka Salsabilla Nurhadi (10060319004)
Cover, edit, hasil pengamatan, kesimpulan, pembuatan rancangan kemasan
(Salep Oksitetrasiklin HCl-Hidrokortison asetat)
4. Annas Tasya Pertiwi (10060319005)
Perhitungan, penimbangan, alat dan bahan
5. Khodimul Haramain (10060319007)
Penentuan metode sterilisasi alat dan bahan, prosedur pembuatan dan hasil
evaluasi akhir
6. Nadia Rahayu (10060319008)
Nama sediaan, kekuatan sediaan, formula akhir dan analisis formula
7. Dike Kusniati (10060319009)
Edit, hasil pengamatan, kesimpulan, pembuatan rancangan kemasan (Krim
Gentamisin Sulfat)
8. Dwi Maulidani Fadhlan (10060319010)
Teori dasar, data preformulasi zat aktif dan zat tambahan, dapus.

Anda mungkin juga menyukai