Disusun oleh:
Shift/Kelompok: A/1
Oksitetrasiklin 0,5
0,5% × 5ml = 0,025 gr 0,5 gram
HCL 100
0,01
Alfa Tekoferol 0,01% × 5ml = 0,0005 gr 0,01 gram
100
Penimbangan
Nama Zat Bobot Untuk 1 tube Bobot Untuk 20 tube
Hidrokarbon Asetat 0,025 gram 0,5 gram
Oksitetrasiklin HCL 0,025 gram 0,5 gram
Alfa Tekoferol 0,0005 gram 0,01 gram
Vaselin Flavum 5,9394 gram 118,788 gram
10
Propilenglikol 10% × 5gr = 0,5gr+ 20% = 0,6 gr 12 gram
100
0,18
× 5gr = 0,009gr+ 20% =
Metil Paraben 0,18% 100 0,216 gram
0,0108 gr
0,02
× 5gr = 0,001gr+ 20% =
Propil Paraben 0,02% 100 0,024 gram
0,0012 gr
=100%- (0,1%+ 15%+ 5%+
0,5%+ 10%+ 0,18%+ 0,02%)
= 100%- 30,8%
Aquadest Ad 100% 83,04 gram
= 69,2% × 5gr
= 3,46gr +20%
= 4,152 gr
Penimbangan
Nama Zat Bobot Untuk 1 tube Bobot Untuk 20 tube
Getamisin Sulfat 0,005gram 3 gram
Paraffin Liquidum 0,9 gram 18 gram
TEA 0,03 gram 0,6 gram
Asam Stearat 0,3 gram 6 gram
Propilenglikol 0,6 gram 12 gram
Metil Paraben 0,0108 gram 0,216 gram
Propil Paraben 0,0012 gram 0,024 gram
Aquadest 4,152 gram 83,04 gram
VI. PROSEDUR PEMBUATAN SEDIAAN DAN EVALUASI SEDIAAN
6.1. Alat dan Bahan
6.1.1 Salep Mata Oksitetrasiklin – Hidrokortison
Alat yang digunakan pada pembuatan obat Salep Mata Oksitetrasiklin-
Hidrokortison adalah autoclave, batang pengaduk, beacker glass, botol tetes, cawan
penguap, corong, gelas ukur, matkan, pipet tetes, labu ukur, laminar air flow, oven,
spatel, timbangan, ultraturax stirrer.
Bahan yang digunakan pada pembuatan obat Salep Mata Oksitetrasiklin-
Hidrokortison adalah alfa tekoferol, hidrokarbon asetat, kertas perkamen,
oksitetrasiklin, vaselin flavum.
6.1.2 Krim Gentamisin Sulfat
Alat yang digunakan pada pembuatan obat krim gentamisin sulfat adalah
autoclave, batang pengaduk, beacker glass, botol tetes, cawan penguap, corong,
gelas ukur, matkan, pipet tetes, labu ukur, laminar air flow, oven, spatel, timbangan,
ultraturax stirrer.
Bahan yang digunakan pada pembuatan krim gentamisin sulfat adalah
alumunium foil, aquadest, asam stearat, gentamisin sulfat, kertas perkamen, metil
paraben, paraffin liquidum, propilenglikol, propil paraben, TEA.
VIII. PEMBAHASAN
8.1. Salep Mata Oksitetrasiklin – Hidrokortison
Pada percobaan kali ini dilakukan pembuatan sediaan semisolid steril yaitu
salep mata Oksitetrasiklin-HCl – Hidrokortison Asetat. Salep adalah sediaan
semisolida yang mudah diaplikasikan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan
obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang sesuai (Anief,
2000). Salep mata, oculenta adalah gel dengan perubahan bentuk plastis. Dari salep
mata dituntut, bahwa mereka harus steril atau ekstrem kuman (angka kuman 0) dan
tidak merangsang, memiliki daya lembut. Mereka harus ditunjang oleh sifat hidrofil
tertentu, yang menjamin terjadinya emulsifikasi dengan cairan air mata sehingga
distribusi dalam kantung konjungtiva menjadi lebih baik (Ansel, 2008). Salep mata
adalah salep steril untuk pengobatan mata menggunakan dasar salep yang cocok,
dimana obat harus dapat mempertahankan kontak dengan mata dan jaringan
disekelilingnya tanpa tercuci oleh cairan air mata. Salep mata memberikan
keuntungan waktu kontak yang lebih lama dan bioavaibilitas obat yang lebih besar
dengan onset dan waktu puncak absorbsi yang lebih lama. Dari tempat kerjanya
yaitu bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea, konjungtiva, kornea, dan iris.
Pada pembuatan salep mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan harus dibuat
dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptis serta memenuhi syarat
uji sterilitas (Depkes RI, 1995).
Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik dan diagnostik, dapat
mengandung satu atau lebih zat aktif (kortikosteroid, antimikroba, antinflamasi
nonsteroid dan midriatik) yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai
(Voight, 1995). Obat biasanya dipakai pada mata yang ditujukan untuk efek lokal
pada pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Karena
kapasitas mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan salep terbatas, pada
umumnya obat mata diberikan dalam volume kecil. Preparat cairan sering diberikan
dalam bentuk sediaan tetes dan salep dengan mengoleskan salep yang tipis pada
pelupuk mata (Ansel, 2008). Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep
berbentuk larutan atau serbuk halus. Salep mata harus bebas dari partikel kasar dan
harus memenuhi syarat kebocoran dan partikel logam pada uji salep mata (Depkes
RI, 1995).
Pada praktikum semisolid steril ini zat aktif yang digunakan adalah
Oksitetrasiklin HCl dan Hidrokortison Asetat. Oksitetrasiklin HCl adalah antibiotik
golongan tetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces rimosus. Oksitetrasiklin
HCl termasuk antibiotik yang bersifat bakteriostatik. Hanya mikroba yang cepat
membelah yang dipengaruhi obat ini (FK UI, 2012). Tetrasiklin dapat digunakan
pada infeksi bakteri gram negatif dan gram positif (Sweetman, 2009).
Oksitetrasiklin akan dibuat sediaan salep mata karena bertujuan untuk membuat
obat lebih lama kontak dengan mata sehingga obat dapat bekerja maksimal dan
lebih lama. Karena oksitetrasiklin merupakan antibiotik golongan tetrasiklin
yang bersifat bakteriostatik. Oksitetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi
pada mata dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi
tersebut. Zat aktif yang dipilih merupakan oksitetrasiklin HCl yaitu oksitetrasiklin
dalam bentuk garamnya, pemilihan ini ditujukan agar ini zat aktif dapat larut dalam
air sehingga semakin sedikit residu yang dihasilkan dari zat aktif karena zat aktif
itu sendiri berbentuk serbuk (Depkes RI, 1995). Mekanisme kerja Oksitetrasiklin
HCl adalah dengan menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Setelah
masuk antibiotik berikatan secara reversibel dengan ribosom 30S dan mencegah
ikatan tRNA-amino asil pada kompleks mRNA-ribosom. Hal tersebut mencegah
perpanjang rantai peptida yang sedang tumbuh dan berakibat terhentinya sintesis
protein (FK UI, 2012).
Zat aktif selanjutnya yaitu Hidrokortison Asetat yang merupakan golongan
steroid anti-inflamasi yang efektif untuk mengatasi infeksi kulit. Hidrokortison
asetat merupakan salah satu obat golongan kortikosteroid yang sering digunakan
dalam sediaan topikal. Kortikosteroid dalam bentuk ester seperti asetat dapat
meningkatkan efektivitas obat pada kulit (Reynold, 1982). Memiliki khasiat untuk
mengobati inflamasi pada kulit akibat eksim dan dermatitis, seperti dermatitis atopi,
dermatitis kontak, dermatitis alergik, pruritus anogenital dan neurodermatitis
(Ansel,1989). Saat terjadi infeksi pada mata biasanya disertai dengan peradangan,
maka dari itu ditambahkan hidrokortison sebagai anti radang.
Kemudian formulasi dari salep ini menggunakan dasar salep khusus yang
ditujukan agar salep mata tidak mengiritasi mata dan mempunyai waktu kontak
yang lebih lama agar zat aktif pada sediaan tidak mudah terbilas oleh cairan mata.
Sehingga dipilih basis hidrokarbon yang mana berupa dasar salep berlemak yang
mana sediaan menjadi sukar terbilas oleh air mata dan tidak mengering sehingga
aman untuk digunakan pada mata, salah satu contoh dari basis hidrokarbon adalah
vaselin. Vaselin banyak digunakan pada sediaan farmasi sebagai komponen krim
dan salep. Vaselin juga umum digunakan sebagai lubrikan sediaan mata pada
pengobatan mata yang kering. Vaselin flavum yang dipilih dan bukan vaselin album
karena lebih aman untuk mata yang merupakan organ yang sangat sensitif. Vaselin
flavum bebas dari spora oksidator dan asam yang dapat mengiritasi mata.
Menggunakan vaselin kuning bukan vaselin putih, karena vaselin putih merupakan
vaselin kuning yang dipucatkan atau dimurnikan. Vaselin putih dimurnikan dengan
menggunakan asam sulfat sehingga tidak boleh digunakan sebagai basis untuk salep
mata karena dapat mengiritasi mata (Anief, 2000).
Selanjutnya formulasi terakhir dari salep ini yaitu antioksidan. Salep mata
harus mengandung antioksidan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah
pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak
sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan, kecuali dinyatakan lain dalam
monografi atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik. Vitamin E atau
Tokoferol merupakan senyawa yang berperan penting bagi tubuh terutama sebagai
antioksidan. Terdapat beberapa jenis tokoferol yang berada di alam dengan aktivitas
yang bervariasi, akan tetapi jenis vitamin E yang memiliki aktivitas terbesar adalah
vitamin E jenis alfa tokoferol (Milczarek, 2005). Alfa Tokoferol digunakan sebagai
antioksidan dalam sediaan ini dikarenakan sediaan ini basisnya menggunakan fase
minyak yang mana dapat teroksidasi dan menjadi tengik sehingga salep mata perlu
ditambahkan antioksidan untuk mencegah reaksi oksidasi tersebut. Secara kimia
senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (elektron donor). Secara
biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal atau
meredam dampak negatif oksidan. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan
satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa
oksidan tersebut dapat di hambat (Winarti, 2010).
Dalam pembuatan salep mata Oksitetrasiklin HCl – Hidrokortison Asetat
ini dilakukan di bawah Laminar Air Flow (LAF) dikarenakan pada pembuatan salep
mata steril harus berlangsung pada kondisi aseptis untuk memenuhi sterilitas yang
disyaratkan. Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan salep mata steril
ini yaitu dilakukan sterilisasi alat yang akan digunakan dengan metode yang sesuai,
untuk alat gelas non presisi dapat disterilisasi dengan metode panas kering (oven)
atau panas lembab (autoclaf) dikarenakan alat non gelas non presisi tahan terhadap
panas dan tidak perlu dijaga keakuratannya, sedangkan untuk alat gelas presisi
diharuskan sterilisasi dengan metode panas lembab dikarenakan alat presisi atau
alat ukur dapat memuai dan menjadi tidak akurat jika menggunakan metode oven
sehingga hasil tidak sesuai dengan penimbangan maka dari itu digunakan metode
panas lembab menggukanan autoclaf. dan dan bahan yang akan digunakan
ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan perhitungan penimbangannya. Kemudian
bahan Oksitetrasiklin HCl, Hidrokortison Asetat, dan Alfa Tokoferol disterilisasi
menggunakan sterilisasi radiasi pengion dengan sinar Gamma, dikarenakan ketiga
bahan tersebut tidak tahan terhadap pemanasan dan juga zat aktif Oksitetrasiklin
HCl merupakan antibiotik golongan tetrasiklin yang bersifat bakteriostatik
sehingga tidak stabil terhadap suhu tinggi. Sedangkan untuk vaselin flavum
disterilisasi dengan sterilisasi panas kering menggunakan oven karena vaselin
flavum berupa minyak dan tahan terhadap pemanasan suhu tinggi. sehingga dalam
penimbangan vaselin flavum dilebihkan 20% untuk mengantisipasi kehilangannya
zat pada saat proses pemanasan dalam oven.
Setelah alat dan bahan disterilisasi, langkah selanjutnya yang dilakukan
yaitu sebagian vaselin flavum dimasukkan ke dalam matkan lalu diaduk
menggunakan Ultra Thurax Stirrer. Selanjutnya dimasukkan Oksitetrasiklin HCl,
Hidrokortison Asetat, dan Alfa Tokoferol ke dalam matkan. Lalu diaduk kembali
hingga homogen. Setelah homogen, ditambahkan sisa vaselin flavum ke dalam
matkan lalu diaduk kembali hingga homogen. Ultra thurax stirrer ini digunakan
sebagai alat untuk homogenisasi karena mempunyai performa pengadukan yang
tinggi dan konstan. Pada salep mata steril Oksitetrasiklin HCl-Hidrokortison Asetat
ini menggunakan basis hidrokarbon yang dapat memperpanjan waktu kontak
dengan mata yaitu vaselin flavum. Untuk selep mata steril basis hidrokarbon yang
digunakan harus vaselin flavum atau vaselin kuning tidak boleh menggunakan
vaselin album atau vaselin putih. Karena, vaselin putih sudah mengalami proses
pemutihan yang dikhawatirkan masih ada spora bahan pemutih yang tertinggal
dalam massa vaselin serta vaselin putih ini dimurnikan menggunakan asam sulfat
dimana zat ini dapat mengiritasi mata (Anief, 2000). Sedangkan vaselin flavum atau
vaselin kuning yang tidak mengalami pemutihan dan lebih aman untuk digunakan
pada mata, mata yang merupakan bagian organ tubuh yang sensitif dan basis vaselin
flavum ini aman untuk digunakan karena tidak akan mengiritasi mata. Dikarenakan
basis salep yang digunakan adalah golongan hidrokarbon, dimana basis salep ini
dominan terhadap minyak maka dibutuhkan antioksidan yang berfungsi untuk
menjegah terjadinya reaksi oksidasi. Apabila terjadi reaksi oksidasi, hal ini akan
berdampak terhadap stabilitas zat aktif hingga penurunan fungsi zat aktif tersebut
(Rowe, 2006). Antioksidan yang digunakan untuk sediaan ini adalah Alfa
Tokoferol. Setelah sediaan telah homogen, sediaan salep mata Oksitetrasiklin HCl-
Hidrokortison Asetat ditimbang sesuai dengan bobot sediaan, lalu dimasukkan ke
dalam tube. Selanjutnya dilakukan sterilisasi akhir dan uji evaluasi sediaan.
Sterilisasi akhir yang digunakan dalam sediaan salep mata steril ini yaitu
menggunakan metode sterilisasi dengan sinar Gamma, karena sediaan salep mata
jika disterilisasi dengan sterilisasi panas akan merubah wujud dari sediaan tersebut.
Radiasi sinar Gamma akan menembus permukaan sediaan sehingga sediaan
terbebas dari mikroorganisme.
Selanjutnya dilakukan evaluasi sediaan salep mata Oksitetrasiklin HCl
Hidrokortison Asetat. Pengujian pertama yang dilakukan adalah uji organoleptis,
sediaan salep mata berdasarkan data pengamatan berwarna putih dan tidak berbau
berdasarkan data preformulasi zat yang digunakan sebagai basis salep
menggunakan vaselin flavum yang memiliki warna kekuningan, tidak atau hampir
tidak berbau dan berasa (Depkes RI, 2020) hasil bewarna putih kemungkinan
disebabkan oleh pemakaian bahan vaselin flavum yang sudah lama tidak dipakai
sehingga warna menjadi keputihan karena teroksidasi atau pun terkontaminasi zat
lain yang membuat sediaan bewarna menjadi putih, sehingga perlu ditinjau ulang
pemakaiaan bahan dan proses pembuatan yang dilakukan sampai mendapatkan
warna kuning berdasarkan literatur.
Kemudian dilakukan uji homogenitas yang bertujuan untuk mengetahui
apakah sediaan salep mata ini sudah homogen atau belum dengan cara sediaan
ditekan dengan dua kaca arloji dan sediaan harus menujukkan susunan homogen.
Karena jika terdapat granul atau sediaan belum homogen dapat mengiritasi mata
sehingga sediaan tidak aman untuk digunakan (Depkes RI, 1995).
Selanjutnya uji kebocoran tube yang bertujuan memeriksa keutuhan
kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan, memenuhi
syarat jika tidak ada satu pun kebocoran diamati dari 10 tube uji pertama, atau
kebocoran yang diamati tidak lebih dari 1 dari 30 tube yang diuji. Dan hasil
pengujian tidak ada satu pun kebocoran pada tube sehingga sediaan aman dari
kontaminan dan volume terjaga (Depkes RI, 1995).
Uji evaluasi yang terakhir yaitu uji konsistensi yang bertujuan untuk
memastikan sediaan dalam bentuk semisolid dan sediaan mudah dioleskan pada
kulit. Berdasarkan hasil pengamatan konsistensi yang ditunjukan sedang yang
artinya tidak padat dan juga tidak cair sehingga sediaan mudah diaplikasikan pada
kulit atau pelupuk mata, sediaan yang dibuat sesuai dalam bentuk semisolid
(Depkes RI, 2020).
8.2. Krim Gentamisin Sulfat
Pada percobaan berikutnya, dibuat sediaan semipadat steril. Sediaan yang
dibuat adalah krim gentamisin sulfat. Dengan tujuan membuat formula sediaan
krim gentamisin sulfat serta untuk mengetahui metode sterilisasi yang
sesuai.Menurut Depkes RI (1979) krim merupakan sediaan setengah padat berupa
emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian
luar. Krim memiliki dua tipe krim diantaranya tipe M/A (minyak dalam air) dan
A/M (air dalam minyak). Pada percobaan ini dibuat krim tipe M/A agar sediaan
yang dibuat tidak meninggalkan bekas,mudah untuk dicuci,serta tidak memberikan
rasa lengket.
Zat aktif yang digunakan gentamisin sulfat yang memiliki khasiat sebagai
antibiotik. Menurut Depkes RI (1995) gentamisin sulfat merupakan garam sulfat
atau campuran garamnya dari antibiotik yang dihasilkan oleh pembiakan
Micromonosporae purpurae. Menurut Brooks (2005) gentamisin digunakan pada
infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif yang telah kebal terhadap obat
lain. Biasanya digunakan secara topikal dalam krim atau larutan untuk menginfeksi
lesi kulit atau luka bakar. Sediaan krim cenderung digunakan pada bakteri yang
resisten terhadap gentamisin. Menurut Pratiwi (2008) gentamisin memiliki sifat
bakterisid.Mekanisme kerja dengan penghambatan sintesis protein yang berikatan
dengan subunit 30S ribosom bakteri atau beberapa protein terikat pada subunit 50S
ribosom dan menghambat translokasi peptidil-tRNA dari situs A ke situs P, hal itu
menyebabkan kesalahan pembacaan mRNA sehingga bakteri tidak mampu
mensintesis protein vital untuk pertumbuhannya.Ada juga efek samping yang
mungkin dialami pasien dalam hal dosis yang tidak tepat atau tinggi, seperti gatal-
gatal, kemerahan atau iritasi pada kulit, radang telinga, sakit telinga yang diobati
atau sensasi terbakar, mata merah, lapisan dalam, dan lain-lain. Maka dari itu perlu
diperhatikan dalam pemilihan formula sediaan.
Formula yang penting untuk sediaan krim diantaranya fase air, fase minyak,
dan emulgator. Fase air yang digunakan adalah aquadest yang berfungsi sebagai
pelarut zat aktif, pembawa, dan sebagai basis. Fase minyak yang digunakan pada
sediaan parrafin liquida yang berfungsi sebagai emolien dan pembawa yang
mengandung minyak. Karena formulasi terdiri dari dua fase yang tidak dapat
bercampur satu sama lain, maka perlu ditambahkan pengemulsi. Kehadiran
pengemulsi mencegah rekombinasi bola minyak dengan membentuk lapisan film
di antara butiran, menjadikannya formulasi yang homogen serta satu bentuk yang
stabil. Emulgator yang digunakan asam stearat dan trietanolamin. Emulgator
tersebut termasuk emulgator anionik. Menurut Wulandari (2016) keduanya aman
penggunaannya untuk kulit sehingga sering digunakan sebagai emulsifier dasar
sediaan krim. Menurut Aulton ME (2002) Asam stearat bereaksi in situ dengan
trietanolamin untuk membentuk garam, atau trietanolamin stearat, yang dapat
digabungkan untuk memberikan pengemulsi yang sangat stabil.
Lalu pembuatan sediaan steril dilakukan, terlebih dahulu sterilisasi alat yang
akan digunakan. Untuk alat gelas presisi dengan metode panas lembab
menggunakan alat autoclaf yang mekanisme kerjannya dengan menghancurkan
bakteri dengan adanya uap air panas sehingga terjadi denaturasi dan koagulasi pada
protein esensial dari organisme. Dan untuk alat non presisi dilakukan sterilisasi
panas kering untuk menghilangkan kelembaban pada alat. Setelah dilakukan
sterlisasi alat dilanjutkan dengan sterilisasi bahan yang akan digunakan.
Sebelumnya ditimbang terlebih dahulu bahan yang akan digunakan. Gentamisin
sulfat sebanyak 0,005 gram, Paraffin liquid 0,9 gram, Asam stearat 0,3 gram,
Trietanolamin 0,03 gram, Propilen glikol 0,6 gram, Metil paraben 0,008 gram,
Propil paraben 0,0012 gram dan Aquadest 4,152 gram. Penimbangan untuk zat
tambahan ditambah sebanyak 20% hal ini dilakukan untuk menghindari kehilangan
zat yang ingin digunakan saat dilakukan pemanasan. Sedangkan zat aktif tidak perlu
ditambahkan 20% hal ini dilakukan untuk menghindari kelebihan dosis yang
diinginakan. Selanjutnya dilakukan sterilisasi awal dengan metode yang sesuai.
Untuk bahan fase air seperti aquadest, metil paraben, TEA, dan propilen glikol
disterilasikan dengan metode panas lembab menggunakan alat autoclave pada suhu
121°C selama 15 menit. Hal ini karena pembawa pada bahan terdapat air yang tidak
tahan terhadap suhu tinggi. Metode ini akan terjadi denaturasi dan koagulasi pada
protein esensial dari organisme. Untuk bahan fase minyak seperti paraffin liquid,
propil paraben dan asam stearat metode panas kering menggunakan alat oven pada
suhu 160°C selama 1 jam. Menurut Leon Lachaman et al. (1998) metode ini akan
menghancurkan mikroorganimse dengan menghilangkan kelembaban pada bahan.
Lalu untuk gentamisin disterilkan terpisah karena merupakan kelompok antibiotik
yang dimana tidak tahan panas maka dilakukan sterilisasi sinar gamma. Dan proses
pembautan dilakukan secara aseptis dengan menggunakan laminar air flow (LAF).
LAF akan mengalirkan udara bersih secara satu arah agar saat melakukan proses
pembuatan agar terbebas oleh debu, kotoran dan partikel lainnya yang tidak
diinginkan.
Campurkan kedua fase steril di atas matkan, aduk dengan pengaduk Ultra-
Turrax, dan terakhir tambahkan bahan aktif gentamisin sulfat dan aduk rata dengan
pengaduk Ultra-Turrax. Menurut Voight (1994) Ultra-Turrax akan memberikan
gelombang ultrasonik dengan frekuensi 20- 50 kilocyles/detik sehingga partikel
pecah menjadi ukuran yang lebih kecil. Proses pencampuran harus maksimal karena
akan berefek pada saat pemakaian apabila tidak homogen. Sediaan yang sudah
homogen ditimbang sebanyak 5 gram untuk dimasukan kedalam tube.
X KESIMPULAN
10.1 Salep Mata Oksitetrasiklin – Hidrokortison
Salep mata steril oksitetrasiklin HCl-hidrokortison asetat dengan kekuatan
sediaan sebesar 0,5% dalam tiap 5 gram tube salep, diindikasi sebagai obat untuk
mengatasi infeksi dan peradangan pada mata.
Dibuat menjadi sediaan salep mata steril bermaksud agar dapat tercapainya
efektifitas yang maksimum dan agar kontak antara zat aktif dengan mukosa mata
lebih lama sehingga dapat dipastikan zat aktif terabsorpsi maksimal pada mukosa
mata. Sediaan dilakukan sterilisasi akhir dengan metode sterilisasi pengion dengan
sinar gamma.
Sediaan salep mata steril oksitetrasiklin HCl-hidrokortison asetat memiliki
hasil evaluasi tidak berbau, berwarna putih kekuningan, homogen, tube tidak
mengalami kebocoran serta memiliki konsistensi tinggi dimana hal ini
menunjukkan bahwa sediaan salep mata steril oksitetrasiklin HCl-hidrokortison
asetat telah memenuhi syarat.
10.2 Krim Gentamisin Sulfat
Krim Gentamisin Sulfat dengan kekuatan sediaan sebesar 0,1% dalam tiap
5 gram tube krim, merupakan sediaan obat jenis antibiotik yang digunakan untuk
mengobati infeksi pada daerah kulit yang disebabkan oleh bakteri.
Dibuat menjadi sediaan krim karena basis yang dipilih untuk penggunaan
luar dibentuk dari fase minyak yang tidak terabsorbsi ke dalam kulit yaitu paraffin
cair dan juga kelebihannya mudah diaplikasikan dan praktis. Sediaan dilakukan
sterilisasi akhir dengan metode sterilisasi pengion dengan sinar gamma.
Sediaan krim Gentamisin Sulfat memiliki hasil evaluasi tidak berbau,
berwarna putih, homogen, tube tidak mengalami kebocoran serta memiliki
konsistensi sedang dan tipe emulsi minyak dalam air (M/A) dimana hal ini
menunjukkan bahwa sediaan krim Gentamisin Sulfat telah memenuhi syarat.
XI. RANCANGAN KEMASAN
11.1.1 Kemasan
Wadah Primer
Wadah Sekunder
11.1.2 Label
11.1.3. Brosur
OKHIDRO
Oksitetrasiklin-Hidrokortison 0,5%
Salep Mata
Komposisi:
Tiap 5 gram salep mata mengandung:
Oksitetrasiklin HCl 0,5%
Hidrokortison Asetat 0,5%
Alfa Tokoferol 0,01%
Vaselin Flavum ad 5 Gram
Mekanisme Kerja:
Sebagai antibiotik untuk infeksi pada mata. Dengan menghambat sintesis protein
sebagai aktivitas bakteri penyebab infeksi.
Indikasi:
Infeksidan peradangan pada mata seperti konjungtivitis.
Kontraindikasi:
- Porfiria, hipersensitif terhadap obat antibiotik golongan tetrasiklin, anak-anak
di bawah 12 tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui.
- Sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang menderita glaucoma, infeksi
jamur sistemik, herpes zoster, herpes simolex, penderita TBC aktif, dan
inveksi virus lain.
Efek Samping:
Mual, muntah, diare, disfagia, iritasi esofagus, pewarnaan dan hipoplasia pada gigi.
Peringatan:
- Jauhkan dari jangkauan anak anak, Tutup rapat dan hindari pencemaran.
- Pasien penderita miastenia gravis dan eksaserbasi lupus eritematosus
sistemik berhati-hati memakai obat ini karena dapat melemahkan otot.
- Zat mineral yang biasa terdapat dalam susu dapat menurunkan tingkat
penyerapan obat ini.
Dosis:
Oleskan salep 2-3 kali sehari pada bagian mata yang sakit. Infeksi 250mg tiap 6 jam,
dapat ditingkatkan pada infeksi berat sampai 300mg tiap 6-3 jam.
Penyimpanan:
Simpan pada suhu kamar, terlindung dari cahaya, ruang bersih dan kering.
Kemasan:
Tiap dus berisi satu tube salep mata (@ 5 gram).
No.Reg : DKL2177788831A1
No.Batch : 310871
Mfg. Date : 12 – 2021
Exp. Date : 12 – 2024
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Diproduksi oleh:
PT. Engene Farma Indonesia
Bandung – Indonesia
11.1 Krim Gentamisin Sulfat
11.2.1 Kemasan
Wadah Primer
Wadah Sekunder
11.2.2 Label
11.2.3 Brosur
DAFTAR PUSTAKA
Aberg, J. A., Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M., dan Lance, L. L. (2009). Drug
Information Handbook 17th Edition. American Pharmacist Association
Aditama, T. (2019). Laporan Salep Mata Hidrokortison Asetat. Kuningan :
STIKES Muhammadiyah.
Agoes, G. (2009). Teknologi Bahan Alam (Serial Farmasi Industri-2) Edisis Revisi.
Bandung: ITB.
Anief, M. (2000). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Cetakan ke-9.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ansel, H. C., (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV, Alih bahasa
Ibrahim, F. Jakarta: UI Press.
Ansel. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Aulton ME.(2002).Pharmaceutics The Science Of Dosage Form 2nd Edition.
London: Churchill Livingstone.
BPOM. (2015). Peraturan Kepala BPOM RI No.15 Tahun 2015 Tentang Pedoman
Cara Ritel Pangan Yang Baik di Pasar Tradisional. Jakarta: BPOM.
Brander, G.C., Pugh, R.J., Bywater, W.L. (1991). Veterinary Applied
Pharmacology and Therapeutics. 5'n ed. Bailliere Tindall ELBS. 467-473
Brooks, Geo F., Butel,Janet S., Morse, Stephen A. (2005). Mikrobiologi
Kedokteran. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika Halaman 318-319;
Dirjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Dirjen POM. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Dirjen POM. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Fakultas kedokteran UI. (2012). Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Isnaeni. (2015). Penentuan Kadar Oksitetrasiklin dengan KLT Densitometri.
Surabaya: UNAIR.
Johan, R. (2015). Penggunaan Kortikosteroid Topikal yang Tepat. Cermin Dunia
Kedokteran. 42(4): 308-309.
Khopkar SM.(1990).Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Lachman et al. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi Ketiga. Jakarta:
UI Press.
Lachman, Leon, dkk. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. Jakarta:
UI Press
Leon Lachmann. (1998). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI-Press
Loppies, Justus E dan Sitti Ramlah.(2010).Kewetan Skin Lotion Hasil formulasi
lemak kakao dan pengawet paraben. Balai Besar Industri Hasil Perkebunan:
Makassar.
Lund, W. (1994). The Pharmaceutical Codex 12th Edition. London: The
Pharmaceutical Press.
Milczarek, A. (2005). Vitamin E Disease Mechanism IV: Free Radical Damage an
Antioxidant Drug. London: The Pharmaceutical Press.
Muna, dkk. (2013). Salep Mata Kloramfenikol. Jakarta: ISTN.
Normalina, dkk. (2014). Formulasi Salep Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Tembelekan (Lantana camara L.): Jurnal Ilmiah Farmasi Pharmacon. 2(3).
Pratiwi. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.
Reynolds, J.E.F. (1982). Martindale: The Extra Pharmacopoeia, 28th ed. London:
The Pharmaceutical Press.
Rowe, et al. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th Ed. London: The
Pharmaceutical Press.
Rowe, et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition. London:
The Pharmaceutical Press
Rowe, Raymond C. (2006). Handbook of Pharmaceutical Excipients 5th ed.
London: Pharmaceutical Press.
Safitri, dkk. (2019). Optimasi Formula Sediaan Krim 𝑚⁄𝑎 dari Ekstrak Kulit
Pisang Kapok (Musa acuminate L.): Jurnal Riset Kefarmasian Indonesia.
1(3).
Septniani, A. (2015). Sediaan Krim dengan Bahan Aktif Gentamisin Sulfat.
Bandung: POLTEKKES.
Sweetman, S. C. (2009). Martindale The Complete Drug Reference, Thirty Sixth
Edition. New York: Pharmaceutical Press.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Voight, R., (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Winarti, Sri. (2010). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wulandari, putri. (2016). Uji stabilitas fisik dan kimia sediaan krim ekstrak etanol
tumbuhan paku (Nephrolepis falcata (cav.)C.Chr).Skripsi. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
LAMPIRAN
1. Raihan Hafidz Fachrizal (10060319001)
Pembahasan Salep Oksitetrasiklin HCl-Hidrokortison asetat
2. Devi Zulfitriyana (10060319003)
Pembahasan Krim Gentamisin Sulfat
3. Ivanka Salsabilla Nurhadi (10060319004)
Cover, edit, hasil pengamatan, kesimpulan, pembuatan rancangan kemasan
(Salep Oksitetrasiklin HCl-Hidrokortison asetat)
4. Annas Tasya Pertiwi (10060319005)
Perhitungan, penimbangan, alat dan bahan
5. Khodimul Haramain (10060319007)
Penentuan metode sterilisasi alat dan bahan, prosedur pembuatan dan hasil
evaluasi akhir
6. Nadia Rahayu (10060319008)
Nama sediaan, kekuatan sediaan, formula akhir dan analisis formula
7. Dike Kusniati (10060319009)
Edit, hasil pengamatan, kesimpulan, pembuatan rancangan kemasan (Krim
Gentamisin Sulfat)
8. Dwi Maulidani Fadhlan (10060319010)
Teori dasar, data preformulasi zat aktif dan zat tambahan, dapus.