Anda di halaman 1dari 24

Laporan Praktikum

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


“AMPUL”

OLEH

KELOMPOK : III (TIGA)


KELAS : A-D3 FARMASI 2019
ASISTEN : LUTFIAH HUSAIN

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020

1
LembarPengesahan

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


“AMPUL”

OLEH
KELOMPOK III
1. JEMI HASAN : 821319026
2. CALVIN SAKO : 821319028
3. REGINA BUMULO : 821317049
4. NUR AIN BASIHA : 821319018
5. FITRIANINGSIH UMAR : 821319021
6. CUT DARA VOENNA : 821319024
7. SITIA YASIN : 821319023
8. SYALSHADILA PUTRI TOMAYAHU : 821319031
9. MIFTAHUL KHAIR ARSYAD : 821319032
10. QURAISYA MANOPPO : 821319008
11. DIAN ANGGARAINI SALASAH : 821319039
12. NUZUL CITRA DEWI ENTE : 8213191030

Gorontalo, Desember 2020 Nilai


Mengetahui Asisten

LUTFIAH HUSAIN

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi farmasi saat ini sangat berperan aktif dalam
peningkatan kualitas produksi obat-obatan yang disesuaikan dengan karakteristik
dari zat aktif obat, kondisi pasien dan peningkatan kualitas obat dengan
meminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau mengganggu
kinerja dari zat aktif obat (Sukandar, 2018).
Saat ini berbagai bentuk sediaan obat dapat dijumpai dipasaran. Diantaranya
adalah sediaan injeksi yang termasuk sediaan steril. Sediaan steril adalah bentuk
sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup
(Priyambodo, 2007).
Salah satu bentuk sediaan steril adalah sediaan parenteral. Sediaan parenteral
merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk sediaan obat terbagi-bagi,
karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membrane mukosa ke bagian
tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit dan mukosa, maka sediaan ini
harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan toksis lainnya, serta
harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang
harus terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk
menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau
mikrobiologis (Priyambodo, 2007).
Parenteral menunjukkan pemberian lewat suntikan seperti berbagai
sediaan yang diberikan dengan disuntikkan (Ansel, 1989). Sediaan parenteral
adalah bentuk sediaan untuk injeksi atau sediaan untuk infus. Injeksi adalah
pemakaian dengan cara penyemprotan larutan atau suspensi ke dalam tubuh untuk
tujuan terapeutik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan langsung ke dalam
aliran darah, jaringan, atau organ (Lukas, 2006).
Pada umumnya pemberian dengan cara parenteral dilakukan bila
diinginkan kerja obat yang cepat seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak
dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan
menerima pengobatan melalui mulut (oral) atau bila obat itu sendiri tidak efektif

3
dengan cara pemberian lain. Hampir semua suntikan dilakukan oleh dokter atau
asisten dokter atau perawat dalam pemberian pengobatan. Bearti,
suntikansuntikan terbanyak dilakukan di rumah sakit, rumah perawatan dan
klinik, sangat sedikit dilakukan dirumah. Ahli farmasi menyediakan sediaan-
sediaan yang disuntikkan untuk dokter dan perawat sesuai dengan yang
dibutuhkan mereka di lembaga, klinik, kantor, atau program perawatan rumah
(Ansel, 1989).
Produk steril seperti sediaan parenteral bisa diberikan dengan berbagai rute.
Salah satu contoh sediaan parenteral yaitu injeksi volume kecil, injeksi volume
kecil adalah sediaan parenteral volume kecil yang dikenal dalam wadah bertanda
volume 100 ml atau kurang. (Depkes, 1995)
Sediaan injeksi volume kecil dikenal dengan beberapa wadah yaitu dosis
tunggal (single dose) wadah ampul atau cartridge dan dosis ganda (multiple dose)
wadah vial atau flacon. (Depkes, 1979). Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah
yang kedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan
untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka dapat
ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril (Ansel, 1989). Sedangkan
wadah dosis berganda adalah wadah kedap udara yang memungkinkan
pengambilan isinya secara berulang tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas
atau kemurnian pada bagian yang tertinggal. (Ansel, 1989).
Untuk mengetahui cara pembuatan dan pemakaiannya serta khasiat sediaan
injeksi dalam bentuk ampul dan vial yang merupakan bentuk-bentuk sediaan
steril, diperlukan suatu proses agar mengasilkan produk yang dapat dimanfaatkan
dengan baik oleh konsumen, serta mempunyai efek terapi yang sesuai. Oleh
karena itu, kami melakukan percobaan ini untuk mengetahui hal-hal tersebut.
Untuk itulah praktikum sediaan ampul dan vial dilakukan.
1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum
1.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui apa itu sediaan injeksi volume kecil serta dapat
mengetahui bagaimana cara perhitungan dari pembuatan formulasi injeksi
volume kecil dalam wadah ampul dan vial.

4
1.2.2 Tujuan Percobaan
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui cara pembuatan sediaan injeksi
volume kecil dalam wadah ampul dengan metode evaluasi mutunya
2. Agar mahasiswa mampu mengetahui cara pembuatan sediaan injeksi
volume kecil dalam wadah vial dengan metode evaluasi mutunya.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril.
Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai
akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini
menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan
kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya
dapat diduga atas dapat proyektif kinetis angka kematian mikroba (Lachman,
1994)
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang
unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui
kulit atau membrane mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan
garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membrane kulit
dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari
komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi dan luar biasa.
Semua komponen dan proses yang dilihat dalam penyediaan produk ini harus
dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik,
kimia atau mirobiologi (Lachman, 1994)
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini
antara lain sediaan parenteral preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya
infus) (Priyambodo, 2007)
Sediaan parenteral merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk
sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau
membrane mukosa ke bagian tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit dan
mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-
bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua
bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan

6
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi
fisik, kimia, atau mikrobiologis (Priyambodo, 2007)
Sediaan parenteral adalah sediaan steril, dapat berupa larutan atau
suspense yang dikemas sedemikian rupa sehingga cocok untuk diberikan dalam
bentuk injeksi hypodermis dengan pembawa atau zat pensuspensi yang cocok.
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspense atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lender (Ansel, 1989)
Rute Pemberian Sediaan Injeksi menurut Syamsuni (2007)
1. Intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal
Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosis.
Volume yang disuntikkan antara 0,1-0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam
air.
2. Injeksi subkutan (s.k/s.c) atau hipodermik
Disuntukkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolus, volume
yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonis, pH
netral, dan bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah
besar (volume 3-4 liter/hari dengan penambahan enzim hialuronidase), jika pasien
tesebut tidak dapat menerima infus intravena.
3. Intramuskular (i.m)
Disuntikkan ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot. Injeksi dalam
bentuk larutan, suspensi, atau emulsi dapat diberikan dengan cara ini. Yang
berupa larutan dapat diserap cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap
lambat. Volume penyuntikan antara 4-20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk
mencegah rasa sakit.
4. Intravena (i.v)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa
larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh diberikan melalui rute
ini, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena yang bersangkutan. Injeksi
dibuat isotonis, tetapi ika terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkan secara

7
lambat atau perlahan-lahan dan tidak memengaruhi sel darah); volume antara 1-10
ml. Injeksi intravena yang dberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari
10 ml disebut “infus intravena/infus/infundabilia”. Infus harus bebas pirogen,
tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, dan isotonis.
Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida.
Injeksi i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.
5. Intraarterium (i.a)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah arteri/ perifer/ tepi, volume
antara 1-10 ml, tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Intrakordal/intrakardiak (i.kd)
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikel, tidak boleh
mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.
7. Intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid
Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang didasar
otak (antara 3-4 atau 5-6 lumbar vertebrata) tempat terdapatnya cairan
cerebrospinal. Larutan harus isotonis karena sirkulasi cairan serebrospinal lambat,
meskipun larutan anestetik untuk sumsum tulang belakang sering hipertonis.
Jaringan saraf di daerah anatomi ini sangat peka.
8. Intraartikular
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya
suspensi atau larutan dalam air.
9. Subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi atau
larutan, tidak lebih dari 1 ml.
10. Intrabursa
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk
larutan suspensi dalam air.
11. Intraperitoneal (i.p)
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan berlangsung cepat,
namun bahaya infeksi besar.
12. Peridural (p.d), ekstradural, epidural

8
Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak di atas durameter, lapisan
penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang.
Ampul adalah wadah gelas yang disegel rapat sebagai wadah dosis tunggal
yang dapat berisi bahan padat atau larutan obat jernih atau suspense halus,
dimaksudkan untuk penggunaan parenteral. Biasannya kecil, dari 1-50 ml, tetapi
mugkin mempunyai kapasitas sampai 100 ml (Jenkins, 1969)
Ampul merupakan kemasan obat tunggal yang terbentuk cair. Dengan volume
obat 1-10 ml atau lebih. Terbuat dari kaca, berbentuk botol kecil dan berleher.
Warna garis pada leher menunjukan tempat tersebut mudah dipotong untuk
membuka kemasan ampul tersebut (Sporowls, 1996)
Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang
memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah
1,2,5,10,20 kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh
karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali injeksi.
Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk
bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul
gelas berleher dua ini sangat berkembang pesat sebagai ampul minuman untuk
pemakaian peroralia (R. Voight, 1995)
Menurut R. Voight (1995) hal-hal yang perlu diperhatikan pada ampul:
1. Tidak perlu pengawet karena merupakan takaran tunggal
2. Tidak perlu isotonis
3. Diisi melalui buret yang ujungnya disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol
70 %
4. Buret dibilas dengan larutan obat sebelum diisi
Untuk pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah penting karena
lubangnya kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul sampai di bawah.
Leher ampul, tetapi tidak cukup jauh untuk masuk kedalam larutan yang
dimasukkan ke dalam ampul. Jarum harus dikeluarkan dari ampul tanpa
menggunakan tetes larutan pada dinding primer dan leher ampul. Metode ini
digunakan untuk mencegah pengurangan atau pengotoran jika ampul disegel
(Jenkins, 1969)

9
Ampul dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari leher ampul
sehingga membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup dibuat dengan
melelehkan sebagian gelas pada bagian atas leher ampul bulatan gelas dan
menutup bagian yang terbuka. Segel tarik dibuat dengan memanaskan leher dari
suatu ampul yang berputar didaerah ujungnya kemudian menarik ujungnya hingga
membentuk kapiler kecil yang dapat diputar sebelum bagian yang meleleh
tersebut ditutup (Lachman, 1986)
Ampul dapat disegel secara manual melalui penggunaan api. Sumbu dibawah
ujungnya dan ditarik ujungnya melalui sentuhan dengan tangkai gelas. Gelas yang
kuat dihasilkan dengan pelebaran disekitar butiran dan segel dari ampul. Untuk
menghasilkan segel pada ampul dapat digunakan konfeyor untuk menyegelnya,
dimana ini diletakkan ditengah dan diputar dalam api penyegelan sampai ujung
gelas melebur dan membentuk seperti manik penyegelan (Parrot, 1971)
Wadah obat suntik (termasuk tutupnya) harus tidak berinteraksi dengan
sediaan, baik secara fisik maupun kimia karena akan mengubah kekuatan dan
efektifitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak
berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan pemeriksaan isinya.
Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya
dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan dalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda (Ansel, 1989).
Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yag kedap udara yang
mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian
parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat
kembali dengan jaminan tetap steril (Ansel,1989)
Wadah dosis berganda adalah wadah kedap udara yang memungkinkan
pengambilan isinya secara berulang tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas
atau kemurnian pada bagian yang tertinggal (Ansel, 1989)
Proses pengemasan dimulai dari :
1. Pembersihan
Pada umumnya, ampul kosong yang dipasarkan dalam keadaan terbuka
memiliki leher yang lebar untuk memudahkan pembersihan dan pengisian.

10
Dengan cara pengisian ampul berulang kali dengan cairan pencuci dan akhirnya
dikosongkan dapat diperoleh ampul yang bersih dan menjamin bahwa seluruh
partikel pengotor dan serpihan gelas telah dihilangkan.
Dalam industri kecil, digunakan beberapa alat pencuci dimana ampul-ampul
dipasang pada kanula dan air ditekan mengalir kedalam ampul melaui kanula
bermantel. Suplai air dihentikan digantikan dengan aliran udara bertekanan yang
menekan keluar sisa-sisa air sampai ampul mengering.
Dalam industri besar, tersedia mesin-mesin pembersih ampul semiotomatis
dan otomatis. Pada mesin pencuci otomatis pembersihan dilakuakan dengan
cairan pencuci panas bersuhu 80o C bertekanan tinggi (0,4 Mpa, 4 at) dimana
serpihan gelas yang melekat erat pada dinding-dinding dan umumnya baru dapat
dihilangkan pada saat sterilisasi melalui kerja panas, juga turut tercuci.
Setelah dilakukan penyemprotan dengan cairan pencuci umumnya masih
diikuti 2xpencucian dengan air pada tekanan yang sama dan diakhiri dengan air
suling (0,05 Mpa, 0,5 at) (voight,1995).
2. Pengisian
Pengisian ampul dengan larutan obat dilakuakn pada sebuah alat khusus untuk
pabrik kecil atau menengah pengisian dilakukan dengan alat torak pengisi yang
bekerja secara manual atau elektris. Melalui gerak lengannya larutan yangakan
diisikan dihisap oleh sebuah torak kedalam penyemprot penakar dan melalui
kebalikan gerak lengan dilakukan pengisiannya (voight,1995).
3. Penutupan
Penutupan ampul dapat dilakukan dengan 2 cara. Pertama cara peleburan,
dimana semburan nyala api diarahkan pada leher ampul yang terbuka dan ampul
ditutup dengan membakar disatu lokasi lehernya sambil diputar kontinyu. Kedua
cara tarikan, dimana seluruh alat penutup ampul otomatis yang digunakan dalam
industri bekerja menurut prinsip ini
Pada alat ini sebuah (atau juga 2 buah) semburan api diarahkan pada bagian
tengah leher ampul. Setelah gelas melunak bagian atas leher dijepit dengan sebuah
pinset (pada kerja manual), atau dilakukan oleh alat khusus (masinel) kemudian
ditarik keatas kemudian ampul dapat ditutup.

11
BAB III
PENDEKATAN FORMULA
4.1 Pendekatan Formula

No. Bahan Konsentrasi Fungsi

1. Fenitoin Na 0,1 gr Zat aktif

2. A.P.I Ad 2 ml Sebagai pelarut dan pembawa


dalam sediaan Fenitoin.

4.2 Pre Formulasi


Fenitoin Na
Pemerian Serbuk putih, tidak berbau, agak higroskopis, secara
bertahap menyerap karbon dioksida dari udara.
Kelarutan Mudah larut dalam air, larutan biasanya agak keruh
dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter dan
kloroform.
Stabilitas Fenitoin Na lebih larut dalam air panas dan berubah
cepat menjadi asam fenitoin dalam asam lambung
dengan menghasilkan presipat.
Suhu 37°c
pKa 8,3 – 9
inkompatibilitas Menggantikan ikatan fenitoin dengan protein plasma;
asam salisilat, ibuprofen, sulfadiazine.
Farmakologi Secara farmakologi, fenitoin bekerja sebagai
antikonvulsan dengan cara meningkatkan efluks atau
menurunkan influx ion natrium di membran neuron
pada korteks motorik. Hal ini dapat menstabilisasi
neuron dan mencegah hipereksitabilitas. Obat ini akan
di metabolisme di hati kemudian di eliminasi melalui
Kesimpulan urine. 12
Fenitoin adalah obat untuk mencegah dan meredakan
kejang pada penderita epilepsi. Obat ini juga kadang
Bentuk zat Serbuk hablur putih
Bentuk sediaan Ampul
Dosis Dewasa: 200-500 mg per hari.
sediaan Anak-anak: dosis maksimal 300 mg per hari.

.
.
A.P.I (Aqua Pro Injeksi) Dirjen POM (1979).

Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.

Penyimpanan Dalam wadah dosis


tunggal
Sebagai pembawa dan pelarut dalam praktikum
Kegunaan
ini.

13
BAB IV
FORMULASI DAN PERHITUNGAN
4.2 Perhitungan
a. Perhitungan Bahan
5
1. Fenitoin Na = 2 X 2 = 0,1 gram

2. Asam Fosfat = 0,000222 gram


3. Natrium Fosfat = 0,00023 gram
4. A.P.I = 2 – (0,1 + 0,00022 + 0,00023)
= 2 – 0,10045
= 1, 899 ml = 1,90 ml
b. Perhitungan Dapar
Dapar Fosfat
PH Sediaan = 7-7,5
PH dapar fosfat = 5,9-8,9
Pka1 =
Pka2 = 7,20
Pka3 =
Pka = -Log ka
7,20 = -Log ka
Ka = 7,20
Ka = 6,31 X 10-8

PH = -Log [H +]
7 = -Log [H +]
[H +] = anti log 7
[H +] = 1 x 10

Kapasitas Dapar
Ka ⦋H+⦌
β = 2,303 C x (Ka+⦋H+⦌) ²
(6,31 x 10¯⁸)(1 x 10¯7 )
0,001 = 2,303 x C x ⦋(6,31 x 10¯)+(1 x 10¯7)⦌²

14
6,31 x 10¯¹⁵
0,001 = 2,303 x C x 2,66 x ¯¹⁴
14,53 x 10¯¹⁵
0,001 = 2,66 x 10¯¹⁵

0,001 = 5,46 x 10-1


0,001 = 0,546 x 6
0,001
C = 0,546

C = 0,0018

⦋g⦌
PH = Pka + Log ⦋a⦌
⦋g⦌
7 = 7,20 + Log ⦋a⦌
⦋g⦌
Log⦋a⦌ = 7 – 7,20

= 0,20
= anti log (-0,20)
⦋g⦌
= 0,63
⦋a⦌

⦋g⦌ = 0,63 ⦋a⦌


C = ⦋g⦌ + ⦋a⦌
0,0018 = 1,63 ⦋a⦌ + ⦋a⦌
0,0018 = 1,63 ⦋a⦌
0,0018
⦋a⦌ = 1,63

= 0,0011
C = ⦋g⦌ + ⦋a⦌
⦋g⦌= C - ⦋a⦌
= 0,0018 – 0,0011
= 0,0007

Masam = BM x Casam x Volume


= 97,99 x 0,0011 x 0,002
= 0,000215

15
Mbasa = 163,94 x 0,0007 x 0,002
= 0,00023

16
BAB V
CARA KERJA DAN EVALUASI
5.1. Cara Kerja
Tabel cara kerja sediaan ampul

Ruangan Prosedur

Grey Area (Ruang 1. Ampul disterilkan dengan cara aseptik selama 1


Sterilisasi) jam
2. Gelas ukur disterilkan menggunakan autoklaf
pada suhu 121○C selama 15 menit
3. Gelas kimia disterilkan menggunakan autoklaf
pada suhu 121○C selama 15 menit
4. Corong kaca disterilkan menggunakan autoklaf
pada suhu 121○C selama 15 menit
5. Pipet tetes tanpa karet disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121○C selama 15 menit
6. Karet pipet tetes disterilkan menggunakan bahan
kimia speperti alkohol selama 1 jam
7. Batang pengaduk disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121○C selama 15 menit
8. Pinset logam disterilkan pada oven dengan suhu
170○C selama 30 menit
9. Tisu disterilkan pada oven dengan suhu 170○C
selama 30 menit
10. Kertas saring disterilkan pada oven dengan suhu
170○C selama 30 menit
11. Feniton disterilkan menggunakan autoklaf pada
suhu 121○C selama 15 menit
12. Dapar fosfat disterilkan menggunakan autoklaf
pada suhu 121○C selama 15 menit
13. A.P.I disterilkan menggunakan autoklaf pada

17
suhu 121○C selama 15 menit
14. Setelah disterilkan, semua alat dan bahan
dimasukkan dalam white area melalui transfer box
White Area (Ruang 1. Dikalibrasi ampul
pencampuran) 2. Dilarutkan fenitoin Na dengan aqua pro injeksi
dalam gelas kimia sampai larut
3. Ditambahkan A.P.I sampai 2 ml
4. Ditambahkan dapar fosfat
5. Dicampur hingga homogen
6. Ditranfer ke LAF
White Area ( LAF) 1. Dimasukkan larutan sebanyak 2 ml ke dalam
ampul yang telah disterilkan
2. Ditranfer ke grey area melalui transfer box
Grey Area (Ruang Sterilisasi sediaan menggunakan autoklaf pada suhu
sterilisasi) 121○C selama 15 menit, kemudian dilakukan
pemeriksaaan kebocoran dengan membalik posisi
sediaan

1. Diberi etiket, kemasan dan brosur pada sediaan


2. Dilakukan evaluasi pada sediaan

5.2 Evaluasi
Tabel Evaluasi Sediaan Ampul
No Jenis Prinsip Syarat Hasil

1. Uji Organoleptik Pengamatan Pemeriksaan Bau, warna, dan


secara visual bau, warna bentuk pada
(warna dan sediaan sudah
bau, bentuk) sesuai

2. Uji penetepan pH Menggunakan pH : 7,4


sediaan pH meter

18
3. Uji partikulat Cairan Tidak ada Terdapat sedikit
dihitung partikulat partikulat
dengan sistem
elektolit yang
dilengkapi
dengan sensor
cahaya redup
dengan latar
belakang hitam

4. Penetapan 2 tabung reaksi Kejernihannya Kejernihan dari


kejernihan zat uji & sama dengan sediaan yang
suspense iritan aturan pelarut dibuat sesuai
padanan dengan syarat.
yang
dibandingkan
digunakan
setelah 5 menit
pembuatan
suspense
padanan
dengan latar
belakang hitam
yang berdiri
tegak lurus ke
arah bawah
tabung

5. Uji volume Pengkuran Volume rata- volume yang


terpindahkan jumlah sediaan rata yang dihasilkan sudah
yang dikemas diperoleh dari sesuai dengan
dalam wadah wadah tidak ketentuan syarat.
sediaan dosis kurang dari
ganda. Jika 100% dan

19
sediaan tidak ada
tersebut satupun
dikeluarkan, wadah yang
jumlah harus kurang dari
seperti yang 95% &
tertera pada volume yang
etiket dinyatakan
pada etiket

20
BAB VI
PEMBAHASAN
5.1 Sterilisasi
Sterilisasi merupakan suatu proses menghancurkan atau memusnahkan
semua mikroorganisme termasuk spora, dari sebuah benda atau lingkungan.
Peranan sterilisasi pada pembuatan makanan yaitu berfungsi untuk menjamin
keamanan terhadap pencemaran oleh mikroorganisme dan memperpanjang waktu
simpan (Purnawijayanti, 2001). Prinsip dasar sterilisasi yaitu memperpanjang
umur simpan bahan pangan dengan cara membunuh mikroorganisme yang ada di
dalamnya. Mikroorganisme yang tumbuh pada produk pangan biasanya dapat
mencemari produk pangan dan membuat makanan lebih cepat basi.
Mikroorganisme pembusuk tersebut bisa berupa bakteri, khamir (yeast) dan
kapang (jamur) (Hiasinta, 2001).
Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan sediaan Ampul.
Sebelum masuk ke dalam pembuatan sediaan Ampul. Alat dan bahan harus di
sterilkan terlebih dahulu demi menjamin kebersihan dari sediaan. Dalam
mensterilkan akat dan bahan, kami meggunakan dua metode yakni metode uap
panas (Autoklaf) dan menggunakan metode pemanasan kering (Oven). Adapun
alat yang kami gunakan pada praktikum kali ini yaitu gelas ukur, gelas kimia,
corong, pipet tetes, karet pipet tetes, batang pengaduk, dan pingset logam . Untuk
bahan yang kami gunakan yaitu tisu , kertas saring, fenitin, dapar fosfat, A.P.I .

Pertama kami mensterilkan alat menggunakan uap panas (Autoklaf)


dengan suhu 121ºC selama 15 menit . Disiapkan alat dan bahan yang akan di
sterilkan. Di sterilkan botol infus menggunakan alkohol 70% dengan cara aseptis,
karena efektivitas alkohol 70% sebagai disinfektan terhadap kuman dengan
menyemprot dan menggenangi terbukti mampu mereduksi jumlah koloni kuman
sampai 91% tiap membrane (Handoko,2007). Dibungkus alat-alat yang akan di
sterilkan menggunakan koran, yakni batang pengaduk, corong, gelas ukur, gelas
kimia. Dimasukkan ke dalam autoklaf dengan suhu 121ºC dengan waktu 15
menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Walton dan Torabinejad (2008)

21
Instrument yang telah dibungkus diautoklafkan selama 20 menit, namun pada
praktikum kami mengggunakan waktu 15 menit pada suhu 121ºC dan tekanan 15
psi. Ini akan membunuh semua bakteri, spora, dan virus. Selain itu, pada suhu
121°C endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, dimana sel vegetatif
bakteri dapat dibunuh hanya dalam waktu 6-30 detik pada suhu 65°C (Nurhabibah
Hasibuan, 2014). Disterilkan juga bahan menggunakan autoklaf dengan suhu dan
waktu yang sama.
Pada proses sterilisasi berikutnya kami menggunakan pemanasan kering
(Oven). Disiapkan alat dan bahan yang akan di sterilkan. Dibungkus
menggunakan kertas koran untuk alat yang akan disterilkan yakni pingset logam,
tisu, dan kertas saring . Hal ini sesuai dengan pernyataan Drs. Lestanto Unggul
Widodo, M.S. (2013), sterilisasi dengan oven kira-kira 60-180℃. Sterilisasi panas
kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca, misalnya gelas kimia, gelas ukur.
Untuk pinset, di sterilkan menggunakan pemijaran (dengan api langsung)
membakar alat pada api secara langsung, contoh alat: jarum inokulum (jarum
ose), pinset, batang L. Untuk bahan yang kami gunakan yaitu Aqua Pro Injeksi,
fenitoin, dan dapar fosfat (Drs. Lestanto Unggul Widodo, M.S.2013).
5.2 Formulasi
Formulasi merupakan tahapan lanjutan dari kegiatan praformulasi. Dalam
kegiatan formulasi harus diperhatikan tahapan-tahapan dalam menggabungkan
tiap komponen yang tertera pada formula yang telah dibuat. Formulasi adalah
salah satu kegiatan dalam pembuatan sediaan yang menitikberatkan pada kegiatan
merancang komposisi bahan baik bahan aktif maupun bahan tambahan yang
diperlukan untuk membuat sediaan tertentu yang meliputi nama dan takaran
bahan, dimana penentuan bahan harus selalu melewati proses studi preformulasi
(Siregar, 2010).
Pertama dilakukan yaitu dikalibrasi Ampul, kalibrasi dilakukan agar
menjaga kondisi alat agar tetap sesuai dengan standar besaran spesifiknya
(Kemenkes RI, 2015). Lalu dilarutkan fenitoin Na dengan aqua pro injeksi dalam
gelas kimia sampai larut. Kemudian ditambahkan A.P.I sampai 2 ml,lalu
ditambahkan dapar fosfat, kemudian dicampur hingga homogen. Ala san

22
penambahan fenitoin Na yaitu sebagai zat aktif dari sediaan ini, lalu di
tambahakan A.P.I sebanyak 2 ml, alasan menggunakan aqua pro injeksi (A.P.I)
yaitu sebagai larutan aqua steril yang ditujan sebagai pengencer atau pelarut
sediaan injeksi (Rowe,2009). Lalu di tambahkan dapar fosfat, alasan
menggunakan dapar fosfat karena dapat mencegah perubahan Ph sediaan ampul
(Dirjen POM, 1979). Kemudian di transfer ke LAF (Laminar Air Flow) dengan
tujuan untuk mensterilkan dari mikroba atau kontaminasi yang terbawa ikut oleh
aliran udara, akan tetapi hasilnya masih kurang maksimal karena masih
terkontaminasi oleh mikroba lainya yang tidak dikehendaki (Departemen
Kesehatan RI, 2007). Adapun kemungkinan kesalahan yang tidak disadari atau
kekurangan bahan-bahan maka sediaan ampul tidak begitu ofisien sebagaimana
mestinya.

23
BAB VII
KESIMPULAN
7.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat di tarik kesimpulan bahwa injeksi
volume kecil merupakan wadah tunggal dengan pemakaian sekali pakai. Wadah
dosis tunggal, adalah suatu wadah yang mempertahankan jumlah obat steril yang
dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal. Wadah untuk
sekali pakai diantaranya vial dan ampul. Sediaan ampul di evaluasi dengan cara
uji organoleptik, uji penetapan ph sediaan, uji partikulat, penetapan kejernihan,
dan uji volume terpindahkan.
7.2 Saran
7.2.1 Saran untuk Laboratorium
Diharapkan fasilitas di laboratorium lebih di lengkapi serta untuk alat yang
sudah pecah sebaiknya di keluarkan dari laboratorium agar tidak membuat
laboratorium terlihat penuh hanya karena alat-alat yang sudah rusak.
7.2.2 Saran untuk jurusan
Diharapkan fasilitas yang ada di jurusan lebih diperhatikan, serta lebih
diperhatikan lagi alat-alat yang telah rusak.
7.2.3 Saran untuk asisten
Diharapkan asisten lebih sabar dalam membimbing praktikan serta
menjalin komunikasi yang baik degan praktikan.

24

Anda mungkin juga menyukai