Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN
Analisis kimiawi menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif
suatu materi. Konstituen-konstituen yang akan didereksi ataupun
ditentukan jumlahnya adalah unsur, rasikal, gugus fungsi, senyawaan atau fase.
Analisis kimia menyangkut aspek analisis yang lebih sempit. Analisis pada
umumnya terdiri atas analisis kualitatif dilakukan sebelum analisis
kuantitatif. Tahapan penentuan analisis kuantitatif adalah dengan usaha
mendapatkan sampel, mengubahnya menjadi keadaan yang dapat
terukur, pengukuran konstituen yang dikehendaki, dan yang terakhir perhitungan
dan interprestasi data numerik (Khopkar, 1990).
Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif
yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya
diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif
dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan kekuatan
(konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat
yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume standar yang digunakan
dan hukum-hukum stokiometri yang diketahui. Dahulu digunakan orang
analisis volumetri, tetapi sekarang telah diganti dengan analisiss titrimetri,
karena yang terakhir ini dianggap lebih baik menyatakan proses titrasi, sedangkan
yang disebut terdahulu dapat dikacaukan dengan pengukuran-pengukuran volume,
seperti yang melibatkan gas-gas. Reagensia dengan konsentrasi yang diketahui
itu disebut titran, dan zat yang sedang dititrasi disebut titrat (Basset, 1994).
Asidi-Alkalimetri merupakan bagian dari metode titrimetri, yaitu
teknik analisis pengukuran volume pereaksi yang bergabung dengan analit. Titrasi
dilakukan dengan cara mereaksikan larutan dengan larutan yang sudah diketahui
konsentrasinya. Reaksi dilakukan secara bertahap (tetes demi tetes) hingga tepat
mencapai titik stoikiometri atau titik setara. Titrasi asam basa melibatkan asam
maupun basa sebagai titer ataupun titran. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titran ditambahkan titer tetes demi
tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titran dan
titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna
indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana
konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa
yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+ ] = [OH- ]
Pada praktikum kali ini yang digunakan sebagai baku asam dalam
asidimetri adalah HCl dan baku basa pada alkalimetri adalah NaOH.
1. Alkalimetri
Alat yang digunakan pada percobaan Alkalimetri adalah buret, labu takar,
gelas piala, labu titrasi, pipet ukur dan gelas ukur. Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan adalah asam oksalat, NaOH 0.1 N, indikator fenoftalein dan asam cuka.
Hal pertama yang dilakukan adalah menimbang botol kosong
menggunakan neraca analitik, kemudian memasukkan 5 mL cuplikan cuka
kemudian ditimbang kembali. Hasil penimbangan berat botol kosong adalah
sebesar 52,6419 g. Setelah dimasukkan 5mL cuplikan kaca berat yang didapatkan
sebesar 67,7376 g.
Selanjutnya cuplikan cuka tersebut dituangkan kedalam labu ukur 100 mL
dan diencerkan menggunakan aquadest, labu ditutup dan larutan dikocok dengan
cara membolak-balikan labu tersebut sampai larutan homogen. Setelah itu larutan
dipipet sebanyak 25 mL dan ditambahkan 3 tetes fenoftalein. Setelah ditetesi
larutan fenoftalein larutan tidak berubah warna dan tetap berwarna bening.
Fenolftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain. Pada kasus ini, asam
lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah muda terang.Penambahan ion
hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri, dan mengubah
indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion
hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya
ataupun mengubah indikator menjadi merah muda (Rubinson, Judith F &
Rubinson, Kenneth A, 1998:229).
Kemudian menitrasi menggunakan larutan Natrium hidroksida dari buret
sampai timbul perubahan warna. Setelah itu dilakukan titrasi duplo. Pelarut yang
terpakai pada saat titrasi pertama adalah sebanyak 38 mL dan pada titrasi duplo
pelarut yang terpakai sebesar 25 mL. Pada saat dilakukan titrasi perubahan warna
terjadi yaitu menjadi warna merah jingga. Perubahan warna larutan yang dititrasi
menandakan larutan titran (basa) yang ditambahkan sudah melebihi titik
ekivalen, yaitu titik dimana jumlah ekivalen basa sama dengan jumlah ekivalen
asam (asam dan basanya sudah bereaksi dengan tepat). Indikator fenolftalein
sangat peka terhadap perpindahan proton dengan menunjukan perubahan warna
yang tajam. Indikator ini suka larut dalam air, tetapi dapat berinteraksi dengan air
sehingga cincin laktonnya terbuka dan membentuk asam yang tidak berwarna.
Lepasnya proton pertama dari molekul fenoftalein tidak banyak mengubah
kerangka molekulnya. Tetapi lepasnya proton kedua menyebabkan perubahan
besar pada molekulnya (Rivai, 1995).
2. Asidimetri
Bahan-bahan yamg digunakan pada percobaan Asidimetri adalah boraks,
fenoftalein, HCl 0,1 N, soda api. Pertama yang dilakukan adalah menimbang soda
sebesar 2 gram menggunakan neraca analitik. Setelah itu soda dilarutkan
menggunakan aquadest dan diencerkan hingga mencapai volume 250 mL dalam
labu takar kemudian dikocok dengan cara membolak-balikan labu tersebut sampai
larutan homogen.
Kemudian mengambil 25 mL larutan tersebut kedalam erlenmeyer dan
ditambahkan 25 mL aquadest. Selanjutnya menambahkan indikator sebanyak 10
tetes. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein. Sehingga titik akhir titrasi
didapat saat indikator berubah warna dari tidak berwarna menjadi merah muda.
Perubahan warna tersebut khusus untuk indikator fenolftalein yang berwarna
merah muda dalam bentuk basa dan dalam bentuk asamnya tidak berwarna
dengan kisaran pH 8,3 sampai 10,10. Dalam suatu larutan indikator membentuk
kesetimbangan: H2O + Hin ↔ H3O++ In (Bird, 1993).
Setelah ditambahkan indikator larutan dilakukan titrasi menggunakan HCl
hingga terjadi perubahan warna. Volume larutan yang terpakai saat dilakukan
titrasi sebanyak 98 mL. Perubahan warna yang terjadi yaitu menjadi warna bening
kembali. Fenolftalein, adalah salah satu indikator asam basa sintentik yang
memiliki rentang pH antara 8,00-10,0. Jika pada larutan asam tidak memiliki
warna. Pada larutan basa berwarna merah dan pada larutan netral tidak memiliki
warna (Apriani, 2016). Indikator fenolftalein yang sudah dikenal merupakan asam
diprotik dan tidak berwarna. Indikator ini terurai dahulu menjadi bentuk tidak
berwarnanya dan kemudian dengan hilangnya proton kedua, menjadi ion dengan
sistem terkonjugat, menghasilkan warna merah (Day, 1999).
Kemudian pada erlenmeyer yang sama ditambahkan indikator jingga
merah. Perubahan warna yang terjadi yaitu warna kuning. Metil jingga adalah
garam Na dari suatu asam sulphonic dimana dalam suatu larutan banyak
terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning,
sedangkan dalam suasana asam metal jingga bersifat sebagai asam lemah dan
mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan warna
merah dari ion-ionnya. Metil jingga memiliki trayek PH 3,1 - 4,4 (Day, 1981).
Reaksi: Na2CO3 + 2HCl → NaCl + CO2 + H2O (Clark, 2007).
Perubahan warna larutan yang dititrasi menandakan larutan titran (basa)
yang ditambahkan sudah melebihi titik ekuivalen, yaitu titik dimana jumlah
ekuivalen basa sama dengan jumlah ekivalen asam (asam dan basanya sudah
bereaksi dengan tepat).
DAFTAR PUSTAKA

Apriani, Fitri., Nora Idiawati1., Lia Destiarti. 2016. EKSTRAK METANOL BUAH
LAKUM (Cayratia trifolia (L.) Domin) SEBAGAI INDIKATOR ALAMI
PADA TITRASI BASA KUAT ASAM KUAT. Program Studi Kimia,
Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura.

Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
EGC. Jakarta.

Bird, T. 1993. Kimia Fisik untuk Universitas. Gramedia : Jakarta.

Clark, 2007. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Alkohol. Jakarta : Erlangga

Day, R.A dan A.L Underwood. 1999. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.

Khopkar, S.M.,(1990), Konsep Dasar Kimia Analitik, UI press, Jakarta.

Rivai Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas Indonesia (UI Press).

Rubinson, Judith F & Rubinson, Keneth A. 1998. Contemporary Chemical


Analysis. USA : Preitice – Hallinc.

Anda mungkin juga menyukai