Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI


SEDIAAN STERIL
“INJEKSI”

Dosen Pengampu:
apt. Nur Aini Dewi Purnamasari, M.Sc.

KELOMPOK : 6-H
TGL PRAKTIKUM : 22 & 23 Oktober 2021
ANGGOTA : 1. Salsabila Mellia Putri W (24185593A)
2. Tita Novarini (24185613A)
3. Yussyta Lilia Sari (24185617A)
4. Syndy Aulia Firmanda (25195983A)
5. Vito Nugroho (25196001A)
6. Putri Salmaa Rihhadatul „Aisy (25196002A)

JURUSAN S-1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021
I. TUJUAN
Mengetahui dan menguasai pembuatan injeksi dengan pembawa air dan
minyak secara steril
II. DASAR TEORI
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, maupun serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara
parenteral, suntikan dengan cara menembus, maupun merobek jaringan kedalam atau
melalui kulit atau selaput lendir. Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi
harus hati-hati. Hal ini dikarenakan untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan
asing. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah akhir
injeksi harus diamati satu per satu secara fisik (Lukas, 2006).
Penggunaan injeksi sangat banyak. Berikut adalah penggunaan injeksi/
penyuntikan:
a. Injeksi intrakutan/intradermal (i.c),disuntikkan kedalam kulit yang sebenarnya,
biasanya volume yang disuntikkan sedikit (0,1-0,2 ml)
b. Injeksi subkutan/hipodermik (s.c),disuntikkan kedalam jaringan di bawah kulit ke
dalam alveolar,obat di absorbsi lambat jadi dapat mengatur intensitas efek
sistemik.Larutan harus sedapat mungkin isotonis,sedangkan pHnya sebaiknya
netral,maksudnya untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan
terjadinya nekrosis (mengendornya kulit).
c. Intramuskuler (i.m), disuntikkan masuk otot daging. Injeksi yang berupa
larutan,suspensi,emulsi dapat diberikan melalui rute ini.Karena aliran darah di
otot adalah cukup luas untuk membawa obat pergi ke bagian yang dituju,maka
faktor pokok yang mempengaruhi absorbsi obat adalah pelepasan obat dari
bentuk sediaanny.Kedalam otot dada dapat disuntikkan sampai 200 ml,ke dalam
otot lain volume yang disuntikkan lebih kecil.
d. Intravena (i.v),disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah, larutan ini
biasanya isotonis atau hipertonis.Larutan injeksi untuk intravena harus benar
benar jernih bebas dari partikel padat karena dapat menyumbat kapiler dan dapat
menyebabkan kematian,Jadi injeksi bentuk suspensi tidak boleh diberikan melalui
intravena,termasuk juga makro emulsi.
e. Intratekal (i.t) intraspinal intradural,disuntikkan ke dalam saluran sumsum tulang
belakang (antara 3-4 atau 5-6 lumbra vertebrata) yang ada cairan cerebrospinal.
Larutan harus isotonis sebab sirkulasi cairan cerebrospinal adalah
lambat,meskipun larutan anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonis.
f. Intraperitoneal (i.p) disuntikkan langsung kedalam rongga perut.Penyarapan
cepat,bahaya infeksi besar dan jarang di pakai.
g. Peridural (p.d) ekstradural epidural,disuntikkan ke dalam rongga epidura yang
terletak di atas durameter,lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang
belakang.
h. Intrasistermal (i.s),disuntikkan kedalam saluran sumsum tulang belakang pada
dasar otak.
i. Intrakardial (i.k.d),langsung kedalam jantung.

Syarat syarat obat suntik antara lain:


a. Aman,Tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis.
b. Harus Jernih.
c. Sedapat mungkin isohidris agar tidak terasa sakit dan penyerapan
optimal.Isohidris artinya mempunyai pH yang sama dengan darah dan cairan
tubuh lain,yaitu pH=7,4
d. Sedapat mungkin isotonis agar tidak terasa sakit.Isotonis artinya mempunyai
tekanan osmosis yang sama dengan darah dan cairan tubuh yang lain.
e. Harus steril.
f. Bebas pirogen (Anief, 1993).
Larutan injeksi dan infus (intravenus,subkutan,intramuskuler)dan larutan
bahan obat yang ditetapkan penggunaannya pada mata sebaiknya memiliki sifat yang
dapat diterima mata dengan baik,yang jika dibandingkan dengan cairan darah cairan
jaringan atau cairan air mata harus sesuai yakni diisotoniskan,artinya turunnya titik
beku terhadap air murni dibuat sama.Cairan darah dan cairan jaringan lain memiliki
tekanan osmotiknya sendiri. Jika hanya sejumlah kecil cairan diinjeksi kedalam vena
tidak dikhawatirkan akan munculnya rasa nyeri atau rangsangan,juga jika larutan tidak
isotonis,oleh karena itu darah akan segera mengencerkan secara cepat.Jika larutan
hippotonis (rendahnya turunan titik beku.Tekanan osmotiknya lebih rendah dari darah)
diinjeksikan kedalam aliran darah maka akan melintasi membran semipermiabel dari
eritrosit. Akibatnya akan terjadi peningkatan volume dari bodi darah yang berkaitan
dengan peningkatan tekanan di bagian dalam. Larutan natrium klorida 0,4% dapat
menyebabkan terjadinya fenomena ini.
III. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Kaca arloji 8. Kertas saring
2. Erlenmeyer 9. Batang pengaduk
3. Beaker glass 10. Gelas ukur
4. Pinset 11. Spuit injeksi
5. Spiritus 12. Mortir dan Stamper
6. Sendok porselen 13. Autoklaf
7. Corong

Bahan:
1. Aminophilin 4. Procain Penicilin G
2. Aquadest 5. Alumunium monostearat
3. NaCl

IV. CARA KERJA


1. Membersihkan dan sterilisasi inkas
Membasahi lap kain

Seluruh area di dalam inkas dilap

Mensterilkan inkas mengunakan fenol yang disemprotkan ke seluruh area dalam


inkas

Inkas ditutup karena uapnya dapat mengiritasi mata, dibiarkan agar kabutnya turun

Area dalam inkas dilap dengan kapas menggunakan pinset

2. Membuat aquadest steril


Mengambil akuades dengan ukuran tertentu

Memanaskan menggunakan spirtus


Setelah mendidih memasang timer selama 30 menit, Erlenmeyer ditutup dengan
kapas

3. Mensterilkan alat yang akan digunakan


Mencuci semua alat yang akan digunakan dengan bersih menggunakan air
mengalir

Merebus alat dengan menggunakan kompor

Setelah direbus alat dibilas kembali menggunakan aqua pro injection, lalu
dikeringkan

Setelah kering, membungkus alat menggunakan kertas kemudian di sterilisasi


dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit

4. Cara pembuatan Aminophillin


Membuat aquadest steril lalu didinginkan

Mensterilkan inkas dan semua alat yang akan digunakan

Menara kaca arloji dan menimbang aminophillin

Memasukkan aminophillin dalam beaker glass dan dilarutkan dengan aquadest


steril

Menimbang NaCl lalu dimasukkan beaker glass dan dilarutkan

Menyaring larutan dengan kertas saring steril. Saringan pertama disisihkan (0,5
ml), saringan kedua ditampung ke dalam flakon yang steril dan sudah dikalibrasi
10

Menempeli kertas indikator


Mensterilkan obat dengan sterilisasi basah autoklaf dengan suhu 121 oC selama 15
menit

5. Uji kebocoran
Setelah steril, memasukkan ampul atau vial yang masih dalam keadaan panas
dalam larutan metilen blue lalu dicuci dengan air ledeng dan dikeringkan

Mengamati apakah ada cairan yang masuk ke dalam ampul atau vial

6. Uji adanya partikel asing


Mengamati setiap ampul dengan cara diterawang di tempat yang disinari lampu

Mengamati apakah ada partikel asing, misalnya serat atau pecahan kaca

7. Cara pembuatan injeksi Procain-Penicillin G


Mensterilkan minyak di oven 170 oC selama 30 menit dengan cara minyak
kemudian dimasukkan ke dalam cawan penguap

Mensterilkan inkas dan semua alat yang akan digunakan

Menara kaca arloji kemudian menimbang penicillin dan Alumunium monostearat

Mensterilkan mortir dengan cara dibakar dengan alkohol

Memasukkan Alumunium monostearat ke dalam mortar, ditambahkan sedikit


minyak yang sudah dingin lalu diaduk sampai homogen

Memasukkan penicillin, diaduk sampai homogen

Memasukkan flakon dan ad kan dengan minyak yang sudah steril ad 10,5 ml.
dikerjakan secara aseptis
8. Uji sterilitas
8.1 Pembuatan medium Uji sterilitas
Menimbang 5,95 g serbuk thioglycolate edium USP, kemudian larutkan dalam
200 ml akuades mendidih, aduk hingga larut dan homogen.

Memasukkan dalam 5 buah tabung reaksi (masing-masing tabung berisi kurang


lebih 2 ml media), kemudian tabung reaksi ditutup/disumbat dengan kapas.

Mensterilkan dengan autoklaf dengan suhu 121ºC selama 15 menit

8.2 Pengambilan sampel sediaan untuk uji sterilitas


Melakukan preparasi uji sterilitas dilakukan di dalam ruang steril ( dibawah
Larninar Air Flow yang telah disiapkan, atau jika tidak ada di entkas yang sudah
dibersihkan dengan alkohol 70% dan diuapi dengan formalin)

Menyiapkan 4 tabung reaksi yang berisi medium thioglycolate yang sudah


disterilkan, lalu diberi label nomor 1-4

Penjelasan tabung reaksi:


Tabung 1: kontrol sterilitas media (thioglycolate)
Tabung 2: kontrol sterilitas ruangan (entkas), tabung dibuka selama proses
persiapan sampel uji sterilitas, setelah selesai maka tabung ditutup kembali.
Tabung 3: kontrol sterilitas sampel injeksi Aminofilin
Tabung 4: kontrol sterilitas sampel injeksi Procain-Penicillin G

Tabung reaksi di inkubasi, kemudian mencatat hasil uji sterilitasnya sampai


dengan 7 hari
V. HASIL
Formula injeksi aminophillin:
R/ Aminophillin 2,4%
Aquadest steril 10 ml
m. f. Injeksi Isotonis
Penimbangan
Untuk penimbangan dilebihkan 20% dan untuk membuat isotonis dengan penambahan
NaCl
- Aquadest steril = 10 ml + 20% = 10 ml + 2 ml = 12 ml
- Aminophillin 2,4% = 2,4 g/100 ml x 12 ml = 0,288 g
- Sediaan encer = 10 ml + 0,5 ml
- Jumlah injeksi yang masuk ke dalam vial = 10,5 ml
Perhitungan NaCl yang ditambahkan
Ptb Aminopillin: 0,098 C1: 2,4 gram
Ptb NaCl: 0,576 C2: -

B = 0,52 –

= 0,494 gram
Kesimpulan: hasil tersebut adalah hipotonis
Konversi NaCl = 0,494 gram / 100 ml x 12 ml = 0,059 gram
Jadi NaCl yang ditambahkan untuk 12 ml injeksi adalah 0,059 gram
Formula injeksi procain penicillin G
R/ Procain penicillin G 2,5
Al. Monostearat 20 mg
Ol. Cocos ad 10 ml
m. f. injeksi
Penimbangan
Untuk penimbangan dilebihkan 20%
10 ml + 20% = 10 ml + 2 ml = 12 ml
- Procain penicillin G = 2,5 g / 10 ml x 12 ml
= 0,25 x 12 = 3 g
- Aluminium monostearat = 20 mg / 10 ml x 12 ml
= 2 x 12 = 24 mg
- Oleum cocos = ad 10 ml + 20% = 12 ml
Volume yang ditambahkan jika dibuat sediaan 10 ml = 0,7 ml
Jadi, sediaan yang masuk ke dalam vial adalah = 10 ml + 0,7 ml = 10,7 ml

Data Pengamatan Evaluasi Sediaan


No. Jenis evaluasi Prinsip evaluasi Hasil Pengamatan Syarat
Setelah di steril vial dalam
keadaan masih panas
masukkan dalam larutan Tidak ada kebocoran
metilen blue tunggu kurang dengan ditandai
Lolos. Tidak ada
1. Uji Kebocoran lebih 2 menit lalu di cuci tidak ada cairan
vial yang bocor
dengan air ledeng lalu yang masuk ke
keringkan. Amati apakah dalam vial
ada cairan yang masuk ke
dalam ampul atau vial.
Amati setiap ampul dengan
di terawang ke tempat yang
Lolos. Tidak
Uji adanya disinari lampu atau senter
2. terdapat pastikel Bebas partikel
partikel asing di lihat adanya partikel
asing
asing misalnya serat atau
pecahan kaca.
Dilakukan menggunakan
media Thioglikolat.
Sterilisasi dengan autoclave
121ºC selama 15 menit. Uji
Lolos. Tidak
3. Uji Sterilisasi menggunakan kontrol Bebas mikroba
terdapat mikroba
negatif dan kontrol ruang.
Inkubasi dan catat hasil uji
sterilitasnya sampai dengan
7 hari.
VI. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini adalah membuat sediaan injeksi steril. Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk memahami dan mengetahui pembuatan injeksi dengan
pembawa air dan minyak secara steril. Pada praktikum ini dibuat 2 sediaan, yaitu
sediaan injeksi Aminophillin dan injeksi Procain Penicillin G. Injeksi merupakan
sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui selaput lendir, sedangkan sediaan injeksi merupakan sediaan yang benar-benar
harus bebas dari mikroorganisme. Sterilisasi pada sediaan injeksi sangat karena cairan
tersebut langsung berhubungan dengan cairan dan jaringan tubuh yang mudah
terinfeksi. Aminophillin terbentuk dari kompleks antara teofilin-etilendiamin, dimana
aminophillin ini termasuk ke dalam preparat teofilin yang sering digunakan dalam
pengobatan asma. Praktikan harus menghitung tonisitasnya terlebih dahulu sebelum
sediaan injeksi Aminophillin dibuat. Sediaan injeksi sebaiknya berada pada keadaan
yang isotonis karena isotonis merupakan keadaan dimana obat memiliki osmosis yang
sama dengan cairan tubuh sehingga apabila digunakan tidak akan menimbulkan iritasi.
Sedangkan injeksi Procain Penicillin G merupakan injeksi bentuk sediaan suspensi
dalam minyak. Procain Penicillin G apabila dibuat injeksi larut dengan
pembawa/pelarut air akan rusak.
Pada praktikum kali ini dibuat 2 formula sediaan injeksi steril. Yang pertama
adalah sediaan injeksi steril dengan zat aktif Aminophillin 2,4% dengan
pembawa/pelarut aquadest steril. Penimbangan dilebihkan 20% dan dilakukan
penambahan NaCl untuk injeksi Aminophillin agar mencapai isotonis yaitu sebanyak
0,059 gram. Sedangkan yang kedua adalah sediaan injeksi steril dengan zat aktif
Procain Penicillin G 2,5. Penimbangan juga dilebihkan 20%. Procain Penicillin G rusak
dengan pembawa/pelarut air sehingga dibuatlah dalam bentuk suspensi dalam minyak
yang disuspensikan dengan Ol. Cocos ad 10 ml dengan Al. Monostearat 20 mg sebagai
suspending agent.
Pada uji sterilisasi dilakukan pengamatan selama 7 hari, dimulai dari hari senin
sampai dengan hari sabtu serta didokumentasikan setiap harinya setelah pengecekan.
Hasil yang didapatkan merupakan hasil steril yang didukung dengan proses praktikum
yang dilakukan secara aseptis dan steril serta kehati-hatian dalam melakukan setiap
proses pengerjaannya, yaitu mulai dari membersihkan inkas dengan benar dan aseptis
hingga sterilisasi peralatan yang digunakan sesuai dengan standar prosedur yang telah
ditetapkan sehingga menghasilkan hasil yang sempurna dan maksimal.
VII. KESIMPULAN
Pada praktikum ini diketahui bahwa praktikan mampu membuat sediaan
injeksi steril dengan pembawa air dan minyak, mulai dari sterilitasi alat dan bahan,
penimbangan bahan hingga pembuatan sediaan injeksi steril. Hasil sediaan injeksi
Aminophillin diketahui hipotonis, sehingga perlu penambahan NaCl sebanyak 0,059
gram untuk membuat sediaan isotonis. Sedangkan sediaan injeksi Procain penicillin G
tidak perlu dibuat isotonis.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Anief, M. 1993. Farmasetika. Yogyakarta : UGM Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi IV.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi
V.Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1997. Ilmu Meracik Obat. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Lukas, S. 2006. Formulasi Steril. Edisi Pertama. Gusmayandi I, editor. Yogyakarta :
Andi Offset.
Ismardikasiwi, R.A. dkk. 2018. Laporan Resmi Praktikum Formulasi dan Teknologi
Sediaan Steril Injeksi.
https://www.scribd.com/document/426644566/LAPORAN-RESMI-INJEKSI.
Diakses pada tanggal 28 Oktober 2021.

Anda mungkin juga menyukai