Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

PRAKTIKUM 2
CARA PEMBERIAN OBAT DAN PENGAMBILAN SPESIMEN SAMPEL HEWAN
UJI

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3 GOLONGAN II

Ega Wida Agatta 2008551036


Kadek Angga Dwi Saputra 2008551037
I Gede Krishna Wira Pradnyana 2008551038
Jeditya Shalom 2008551039
Ni Made Sugi Pradnyasuari 2008551040

DOSEN PENGAMPU :
Dewa Ayu Swastini, S. Farm., M. Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu hal penting dalam sebuah penelitian dengan hewan uji adalah
bagaimana cara pemberian obat dan pengambilan spesimen dari hewan uji. Pemberian
obat sangat mempengaruhi hasil dari penelitian yang dilakukan, begitu pun cara
pengambilan spesimen dari hewan uji. Dalam memberikan obat dan mengambil
sampel, cara memegang hewan uji yang benar turut berperan.
Pemberian obat pada hewan uji dapat dilakukan melalui berbagai rute, seperti
oral, intravena (IV), Subkutan (SC), intramuscular (IM), dan Intraperitoneal. Setiap
rute memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Rute oral adalah
pemberian obat melalui sistem pencernaan dengan memasukkan obat melalui mulut.
Selanjutnya obat ini akan hancur pada lambung atau usus halus tergantung dengan
tujuan dan sediaan obatnya. Rute ini memiliki efek terapetik dan toksik paling lama
karena rute yang dilalui oleh obat cukup panjang. Obat yang diinjeksi melaluii
intravena (IV) dimasukkan langsung kedalam pembuluh darah melalui suntikan
sehingga tidak melalui proses absorpsi. Selanjutnya pada pemberian obat melalui
subkutan dan intramuscular yang diinjeksikan ke dalam jaringan subkutan atau otot,
obat dapat diabsorpsi lebih cepat daripada rute oral karena obat bergerak langsung dari
tempat injeksi ke pembuluh darah. Rute intraperitoneal umumnya hanya digunakan
pada hewan uji, jarang digunakan pada manusia. Obat diinjeksi melalui peritoneum.
Spesimen yang diambil dari praktikum ini adalah darah. Darah yang diambil
nantinya akan diteliti untuk mengetahui penyakit, kadar obat, dan lainnya pada tubuh
hewan uji. Pengambilan darah dilakukan melalui beberapa metode, yaitu vena
julgularis, vena cephalica antibrachii anterior, vena femoralis, vena coccigea, vea
saphena magna, vena auricularis, dan. vena pectoralis (Balai Veteriner Semarang,
2019). Vena jugularis terletak pada bagian ventrolateral leher dan umumnya dilakukan
pada sapi, kuda, domba, kambing, dan babi. Pada kelinci umumnya spesimen diambil
melalui vena auricuralis karena pembuluh darahnya besar di telinga.
1.2. Maksud dan Tujuan Praktikum
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara
menangani hewan uji yang digunakan dalam praktikum.
1.2.2. Tujuan Khusus
- Diharapkan praktikan mampu memegang hewan uji dengan benar.
- Diharapkan praktikan mengetahui cara memberikan perlakuan pada hewan uji
dengan benar.
- Diharapkan praktikan mampu mengambil sampel cairan dari hewan uji dengan
benar.
1.3. Prinsip Praktikum
Hewan percobaan/uji dipegang, diberi perlakuan, dan diambil sampel cairannya
dengan benar sehingga hewan tetap tenang, sehat, dan merasa aman.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rute Pemberian Sediaan/Obat Pada Hewan Uji


Rute pemberian obat ( Routes of Administration) merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia
yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah
suplaidarah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat
dilingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat
mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute
pemberian obat (Katzug, B.G, 2014).
Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur)
dan parenteral tertentu, seperti melaluiintradermal, intramuskular, subkutan, dan
intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian
secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri, intraspinal dan
intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung masuk keperedaran darah
dan kemudianmenuju sisi reseptor (receptorsite) cara pemberian yang lain adalah inhalasi
melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting
dalam menentukan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama
proses penyerapan akan memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan
pengobatan ( Siswandono dan Soekardjo, B., 1995).
A. Enteral
Rute pemberian enteral melibatkan penyerapan obat melalui saluran gastrointestinal.
Pemberian melalui oral merupakan jalur pemberian obat paling banyak digunakan karena
paling murah, paling mudah, dan paling aman. Kerugian dari pemberian melalui jalur
enternal adalah absorpsinya lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau
tidak dapat menelan. Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain alasan di atas juga
alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan dianjurkan jika obat dapat
diberikan melalui jalur ini dan untuk kepentingan emergensi (obat segera berefek), obat
harus diberikan secara enteral.
1) Oral
Pemberian obat secara oral merupakan rute pemberian yang paling sering
digunakan karena faktor kemudahan penggunaan dan kenyamanan.
Bioavailabilitas obat melalui rute ini sekitar 5% hingga < 100%. Beberapa faktor
dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan secara oral. seperti: waktu
pengosongan lambung, motilitas usus, pH, makanan, transport dan metabolisme
intestinal serta metabolisme hepatik.
2) Rektal.
Pada rute pemberian obat ini obat diserap melalui mukosa rektum. Bioavailabilitas
obat melalui rute ini sekitar 30% hingga < 100%. 50% aliran darah dari bagian
rektum memintas sirkulasi portal; jadi, biotransformasi obat oleh hati dikurangi.
3) Sublingual dan bukal
Obat diabsorpsi melalui membran mukosa bukal. Obat dapat masuk ke sirkulasi
sistemik secara langsung dan tidak melewati metabolisme lintas pertama.
B. Parenteral
Pemberian obat secara parenteral adalah rute pemberian yang tidak melibatkan
penyerapan obat melalui saluran gastrointestinal.
1) Intravena
Obat disuntikkan secara langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bioavailabilitas
obat melalui rute ini adalah 100% karena obat langsung masuk ke dalam pembuluh
darah. Onset aksi obat melalui rute ini cepat sehingga menjadi pilihan saat kondisi
darurat.
2) Intramuskular
Intramuskular adalah rute pemberian obat dengan cara disuntikkan kedalam otot.
Absorpsi obat melalui rute ini lebih cepat dibandingkan rute oral dan
bioavailabilitas obat sekitar 75% hingga ≤ 100%. Obat-obat yang diberikan secara
intramuskular dapat berupa larutan dalam air atau preparat depo khusus sering
berupa suspensi obat dalam vehikulum non aqua seperti etilenglikol.
3) Subkutan
Subkutan adalah rute pemberian obat dengan cara disuntikkan dibawah kulit.
Bioavailabilitas obat melalui rute ini sekitar 75% hingga ≤ 100%.
4) Transdermal
Rute pemberian ini mencapai efek sistemik dengan pemakaian obat pada kulit,
biasanya melalui suatu “transdermal patch”. Bioavailabilitas obat melalui rute ini
sekitar 85%-≤ 100%. Karakteristik rute ini antara lain kecepatan absorbsi biasanya
lambat. tidak melewati metabolisme lintas pertama, dan durasi kerja obat panjang.
5) Inhalasi
Rute inhalasi memberikan penghantaran obat yang cepat melewati permukaan luas
dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama
dengan efek yang dihasilkan oleh pemberian obat secara intravena. Bioavailabilitas
obat melalui rute ini sekitar 5% hingga < 100% dan onset kerja obat sangat cepat.
6) Topikal
Pemberian secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat diinginkan untuk
pengobatan. Contohnya termasuk obat yang diberikan ke mata, mukosa hidung,
atau kulit.
7) Intratekal
Pemberian obat secara intratekal menembus ruang subaraknoid untuk
memungkinkan akses obat ke cairan serebrospinal sumsum tulang belakang (Stan,
2021).
2.2. Cara Memegang Hewan Uji
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui.
Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan
oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya
akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan
menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan
juga bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 2014).
Berikut ini cara memegang hewan percobaan mencit, tikus, dan kelinci:
a. Mencit
Mencit diangkat dengan cara memegang ekor kearah atas dengan tangan kanan. Lalu
letakkan mencit di letakkan di permukaan yang kasar biarkan mencit menjangkau
mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang). Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan
jari telunjuk menjepit kulit tengkuk mencit seerat / setegang mungkin. Ekor dipindahkan
dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan
demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan (Stevani,
2016).
b. Tikus
Tikus adalah hewan yang pandai dan responnya baik bila dipegang dengan baik pula.
Tikus tidak akan menyerang kecuali merasa terancam atau diprovokasi. Penggunaan sarung
tangan selain mengurangi resiko alergi, juga menghindari paparan feromone dan dan
senyawa kimia lain yang dapat menyebabkan tikus gugup. Angkat hewan lembut dengan
menempatkan tangan Anda di sekitar dada bagian atas, tanpa meremas. Tempatkan ibu jari
anda di bawah rahang hewan jika Anda takut digigit, tetapi tidak memberikan tekanan pada
tenggorokan. Tikus akan tetap santai jika perut dipijat lembut. Berbicara dengan tenang dan
menghindari suara bernada tinggi. Ingatlah untuk menahan bagian belakangnya hewan
(Stevani, 2016).
c. Kelinci
Kelinci harus diposisikan diatas handuk atau baju laboratorium. Pastikan Anda
memiliki kontrol penuh atas hewan setiap saat sehingga kelinci tidak dapat membahayakan
dirinya sendiri dengan melompat dari meja. Lalu pegang kulit di leher kelinci. Tahanlah
bagian bawah kelinci dengan tangan anda yang lain. Angkat bagian belakangnya kelinci
dengan mendukung daerah pinggul antara kaki. Lengan kanan sekarang dapat dilepas untuk
sementara, misalnya untuk membuka pintu kandang. Kepala hewan harus ditutup setiap saat
oleh siku anda. Kelinci dapat dipegang menggunakan jas lab, handuk tebal atau kain yang
melilit hewan, sehingga memberikan rasa aman. Kelinci tidak suka ditinggalkan di tempat
terbuka. Mata dapat ditutup untuk menenangkan hewan lebih lanjut, tetapi perlu hati-hati
jika kelinci dibius, sebab depresi pernafasan yang disebabkan oleh banyak obat penenang
dapat berakibat fatal jika saluran udara terganggu. Handuk harus terselip di bawah bagian
belakangnya kelinci sehingga hewan tidak bisa meronta mundur dari handuk (Stevani,
2016).
BAB III

METODE KERJA

3.1. Alat dan Bahan:


3.1.1. Alat:
- Masker
- Sarung tangan
- Kandang restrain
- Spuit sonde oral
- Spuit 1 ml
3.1.2. Bahan:
- Mencit
- Tikus
- Kelinci
3.2. Cara Kerja
3.2.1. Cara kerja secara umum.
1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Disiapkan hewan uji yang akan digunakan, meliputi mencit, tikus, dan
kelinci.
3. Disiapkan sediaan obat yang akan diberikan kepada hewan uji melalui oral,
intravena, subkutan, intramuscular, dan intraperitoneal.
4. Hewan uji diberikan sedian yang sesuai dengan rute pemberian.
5. Disiapkan peralatan untuk mengambil spesimen darah dari hewan uji.
6. Diambil darah dari masing-masing hewan uji sesuai dengan prosedur.
3.2.2. Cara pemberian sediaan pada hewan uji.
A. Mencit
1. Disiapkan mencit dan alat yang diperlukan.
2. Dimasukkan sediaan oral dengan suntikan/spuit sonde oral ke mulut dalam
posisi tegak lurus dan larutan ditempelkan pada langit-langit mulut hingga ke
esophagus dan disuntikan dengan perlahan.
3. Mencit dimasukkan ke dalam restriksi mencit dengan ekornya menjulur
keluar, dicelupkan ekor mencit ke dalam air hangat, dan disuntikkan sediaan
dengan jarum suntik no. 24.
4. Dimasukkan obat rute subkutan di kulit daerah tengkuk diangkat dan ke
bagian bawah kulit dimasukkan obat dengan alat suntik 1 ml dan jarum
berukuran 27 g/0,4 mm.
5. Mencit diposisikan terlentang untuk diberikan sediaan rute intermuskular,
lalu obat disuntikkan pada otot gluteus maksimus, bisep femoris, atau semi
tendinous paha belakang dengan jarum suntik no. 24.
6. Untuk rute intraperitoneal kepala mencit dipoisiskan lebih rendah dari
abdomen, jarum disuntikkan dengan sudut sekitar 100o dari abdomen pada
daerah yang agak tepi dari garis tengah.
B. Tikus
1. Disiapkan tikus dan alat yang dibutuhkan.
2. Dimasukkan sediaan oral dengan suntikan/spuit sonde oral ke mulut dalam
posisi tegak lurus dan larutan ditempelkan pada langit-langit mulut hingga ke
esophagus dan disuntikan dengan perlahan.
3. Untuk tikus yang tidak dianastesi, penyuntikan rute intravena dilakukan pada
ekor seperti mencit, pada vena penis (tikus jantan), atau vena di permukaan
dorsal kaki. Sedangkan pada tikus yang dianastesi dilakukan pada vena
femoralis.
4. Pemberian sediaan pada tikus secara subkutan dapat dilakukan di atas kulit
tengkuk atau kulit abdomen dengan volume penyuntikan paling baik bagi
tikus adalah 0,2 – 0,3 ml / 100 gram bobot badan.
5. Mencit diposisikan terlentang untuk diberikan sediaan rute intermuskular,
lalu obat disuntikkan pada otot gluteus maksimus, bisep femoris, atau semi
tendinous paha belakang dengan jarum suntik no. 24.
6. Pemberian obat rute intraperitoneal dilakukan di bagain bawah abdomen,
didorong jarum ke bagian dimana jarum tidak menembus hati, buah
pinggang, spleen, atau kandung kemih, ditekan dengan perlahan.
C. Kelinci
1. Disiapkan kelinci dan alat yang dibutuhkan.
2. Diberikan sediaan secara peroral dengan bantuan alat penahan rahang dan
feeding tube atau suntikan no. 6-8.
3. Penyuntikan intravena dilakukan pada vena marginalis di daerah dekat ujung
telinga, sebelum disuntik telinga kelinci dibasahi dahulu dengan alkohol atau
air hangat.
4. Pemberian sediaan pada kelinci secara sub kutan dilakukan pada sisi sebelah
pinggang atau tengkuk dengan cara kulit diangkat dan jarum (25-26 g)
ditusukkan dengan arah anterior serta dengan volume pemberian makksimal
1% BB
5. Pemberiaan sediaan rute intermuskular pada kelinci dilakukan pada otot paha
belakang kelinci, digunakan jarum ukuran 25 dengan volume pemberian
tidak lebih 0,5-1,0 ml/tempat penyuntikan.
6. Diposisikan letak kepala lebih rendah daripada perut dan penyuntikan
dilakukan pada garis tengah di muka kandung kemih.
BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Percobaan

Tabel Volume Pemberian Obat Maksimum Berdasarkan Rute Pemberiannya

No Hewan uji Rute pemberian Volume pemberian maksimal

1. Mencit Oral 0,5 mL

Intravena 0,2 mL

Subkutan 0,5-1 mL

Intramuskular 0.05 mL

Intraperitoneal 1 mL

2. Tikus Oral 1 mL

Intravena 0,5 mL

Subkutan 1-5 mL

Intramuskular 0,1 mL

Intraperitoneal 5 mL

3. Kelinci Oral 7,5 mL

Intravena 1-5 mL

Subkutan 1,5-5 mL

Intramuskular 0,2 mL

Intraperitoneal 20 mL
Tabel Volume Maksimal Pengambilan Daran Hewan Uji

Volume maksimal pengambilan


No Hewan Uji Rute pengambilan darah
darah
Jugular vein, hindlimb vein,
femoral vein, Caudal vein,
1. Mencit 0,3 mL
Orbital puncture, Cardiac
puncture, Tail tip.
Jugular vein, hindlimb vein,
femoral vein, Caudal vein,
2. Tikus 2 mL
Orbital puncture, Cardiac
puncture, Tail tip.
Jugular vein, Femoral vein,
3. Kelinci 15 mL
Ear vein, Cardiac puncture

4.2 Pembahasan

Mencit, Tikus, kelinci merupakan hewan uji yang sering digunakan di dalam
laboratorium farmakologi dalam berbagai percobaan. Adapun pada percobaan kali ini
mengenai cara pemberian obat dan pengambilan spesimen sampel hewan uji. Di dalam
hal ini mahasiswa akan mempelajari cara pemegangan atau pengambilan, pemberian
obat, dan pengambilan darah pada spesimen hewan uji (mencit,tikus, kelinci). Di dalam
pemegangan maupun perlakuan lainnya terhadap hewan uji haru memperhatikan
aturan-aturan perlakuan dan hak-hak hewan seperti freedom from discomfort (bebas
dari rasa panas dan tidak nyaman), freedom from pain, injury, and disease (bebas dari
luka, penyakit dan sakit), freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan
penderitaan). Kemampuan dalam memagang hewan tersebut sangat diperlukan agar
hewan coba terlindung dari rasa sakit, uji terlindung dari rasa sakit dan cedera yang
didapat bila hewan tersebut saat dipegang, hewan uji tidak melukai peneliti, dan dosis
yang diberikan hewan coba juga sesuai. Sebelum memberikan obat kepada hewan uji
dituntut untuk dapat memegang hewa uji dengan benar.

Adapun cara memegang hewan uji yaitu memegang mencit, tikus, dan kelinci.
Pertama mencit, mencit diangkat ekornya menggunakan tangan kanan, diletakkan
diatas permukaan yang tidak licin seperti kawat penutup kandang untuk memudahkan
menarik mencit yang akan mencengkram alas sertalebih mudah untuk dipegang.
Dilanjutkan dengan menjepit kulit tengkuk mencit menggunakan telunjuk dan ibu jari
tangan kiri, ekornya tetap dipegang dengan tangan kanan. Lalu tubuh mencit dibalik
sehingga permukaan perut menghadap ke arah pemegang dan ekor dijepit diantara jari
manis dan kelingking tangan kiri. Selanjutnya tikus, Tikus dipegang dengan lembut dan
tangan ditempatkan di sekitar dada bagian atas, ibu jari dibawah rahang agar tidak
tergigit tanpa memberikan tekanan pada tenggorokan, tahan bagian belakang dan ekor
dapat dijepit diantara jari kelingking dan jari manis. Untuk pemegangan kelinci yaitu
kelinci diletakkan diatas baju atau handuk laboratorium. Tutupi bagian samping tubuh
kelinci dengan lengan bawah hingga wajahnya tertutup oleh siku. Lalu perlahan-lahan
bagian ekor didorong ke bagian perut kelinci, dan tangan kanan perlahan-lahan masuk
ke bawah perut untuk mengangkat kelinci.

Pemberian obat atau sediaan, setelah mahasiswa dapat melakukan pemegangan


atau pengambilan hewan uji untuk perlakuan dengan benar maka dapat dilanjutkan
dengan pemberiaan obat. Pemberian obat dapat berupa oral, intravena, subkutan,
intramuskular, intraperitoneal. Adapun pemberian obat pada mencit yaitu yang pertama
pemberian oral. Pemberian oral yaitu mencit dipegang dengan arah perut menghadap
pemegang sehingga posisi tubuh hewan lurus. Suntikan oral dimasukkan ke mulut
dalam posisi tegak lurus hingga ke esophagus. Larutan sediaan ditempelkan pada
langit-langit mulut atas mencit, kemudian disuntikan dengan perlahan sampai ke
esophagus dengan volume pemberian maksimal 0,5 mL. Pemberian sediaan melalui
rute intravena yaitu dilakukan pada ekor mencit dengan pemberian obat dilakukan
dengan menggunakan jarum suntik no. 24 serta volume maksimal pemberiannya adalah
0,2 mL. Pemberian sediaan melalui rute subkutan pada mencit dapat dilakukan di kulit
daerah tengkuk diangkat dan ke bagian bawah kulit dimasukkan obat dengan
menggunakan alat suntik 1 ml & jarum ukuran 27g/ 0,4 mm dengan volume pemberian
maksimal yaitu 0,5-1 mL. Pada pemberian sediaan atau obat, obat disuntikkan pada otot
gluteus maksimus atau bisep femoris atau semi tendinosus paha belakang dengan jarum
suntik no. 24 dengan volume maksimal sediaan adalah 0.05 mL. Pemberian sediaan
rute intraperitoneal yaitu jarum disuntikkan dengan sudut sekitar 100o dari abdomen
pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak mengenai
kandung kemih dengan volume maksimal pemberian adalah 1mL.
Pemberiaan sediaa pada tikus. Pemberiaan oral pada tikus yaitu suntikan oral
dimasukkan ke mulut dalam posisi tegak lurus hingga ke esophagus. Larutan sediaan
ditempelkan pada langit-langit mulut atas tikus serta disuntikan dengan perlahan
sampai ke esophagus dengan volume maksimal pemberian 1 mL. Pemberian sediaan
rute intravena dilakukan dalam beberapa cara yaitu pada tikus yang tidak dianestesikan,
penyuntikan dilakukan pada ekor seperti pada mencit, pada vena penis (khusus untuk
tikus jantan) atau vena di permukaaan dorsal kaki dan untuk tikus yang dianastesi
penyuntikan dapat dilakukan pada vena femoralis dengan volume maksimal pemberian
0,5 mL. Pemberian sediaan rute subkutan pada tikus dilakukan di atas kulit tengkuk
atau kulit abdomen dengan volume permberian maksimal yaitu 1-5 mL. Pada
pemberian sediaan melalui rute intermuskular yaitu sediaan atau obat disuntikkan pada
otot gluteus maksimus atau bisep femoris atau semi tendinosus paha belakang dengan
jarum suntik no. 24 dengan volume maksimal pemberian 0,1 mL. Pemberian sediaan
melalui rute peritoneal yaitu dilakukan dengan penyuntikan di bagian kuadran bawah
abdomen dengan satu tusukan dan jarum tidak menembus hati, buah pinggang, spleen
atau kandung kemih, selanjutnya ditekan jarum perlahan-lahan dengan volume
maksilan pemberian adalah 5 mL.

Pemberian sediaan pada kelinci. Pemberian obat dengan cara oral pada kelinci
dilakukan dengan menggunakan alat penahan rahang dan feeding tube no 6-8.
Pemberian obat secara sub kutan dilakukan pada sisi sebelah pinggang atau tengkuk
dengan cara kulit diangkat dan jarum (25-26 g) ditusukkan dengan arah anterior.
Dengan volume pemberian makksimal 1% BB. Penyuntikanintravena pada kelinci
dilakukan pada vena marginalis di daerah dekat ujung telinga. Sebelum penyuntikan,
telinga dibasahi terlebih dahulu dengan alkohol atau air hangat. Pemberian
intramuskular dapat dilakukan pada otot paha belakang. Hindari otot posterior femur
karena risiko kerusakan saraf siatik. Gunakan jarum ukuran 25ga dan volume
pemberian tidak lebih 0.5-1.0 ml/tempat penyuntikan. Pemberian sediaan melalui rute
peritoneal pertama-tama Posisi diatur sedemikian rupa sehingga letak kepala lebih
rendah daripada perut. Penyuntikan dilakukan pada garis tengah di muka kandung
kencing.

Volume darah yang dapat diambil pada setiap hewan relatif konstan, terhitung
sekitar 8% dari berat badan. Jika sampel darah yang dikumpulkan lebih dari 10% dari
total darah, hewan mungkin mengalami syok volume darah rendah (hipovolemia) atau
syok vaskular jantung. Prinsip umumnya adalah darah dapat diambil setiap dua minggu,
dan volume darah yang dikumpulkan tidak boleh melebihi 8 mL / kg berat badan

Cara Pengambilan Darah pada hewan:

Pengambilan darah dari Orbital Vessel Puncture

Vena jugularis hewan pengerat kecil terlalu tipis untuk pengambilan sampel
darah. Oleh karena itu, pembuluh darah bola mata terkadang dipilih untuk pengambilan
darah (seperti pada tikus, tikus, gerbil, dan marmut). Selama pengambilan darah,
berikan hewan dengan anestesi dangkal dengan dietil eter atau anestesi lainnya, dan
jaga agar mata tetap menghadap ke atas. Pegang erat-erat kulit punggung dan leher
hewan yang dibius untuk melebarkan mata. Kemudian dengan tabung kaca atau pipet
Pasteur yang sesuai, masukkan perlahan ke sudut mata antara kelopak mata dan bola
mata. Saat jarum mencapai kedalaman tulang sphenoid, putar sedikit tabung atau pipet
untuk menyedot darah. Setelah pengambilan darah, gunakan kain kasa steril untuk
mengompres bola mata selama 30 detik untuk menghentikan pendarahan. Tempat
pengumpulan akan sembuh setelah 3–7 hari. Dengan cara ini, darah dari setiap mata
dapat dikumpulkan secara bergantian berkali-kali. Sampel darah steril tidak dapat
diambil dengan cara ini karena mungkin ada pencampuran dengan cairan jaringan di
dalam rongga mata dan sekresi kelenjar, yang akan mencemari sampel darah.
Pengambilan darah dari satu mata berkali-kali dapat menyebabkan beberapa
komplikasi seperti perdarahan, peradangan, dan kebutaan. Selain itu, metode ini dapat
menyebabkan efek yang tidak diinginkan pada penglihatan, sehingga beberapa negara
telah melarang penggunaan metode ini.

Pengambilan Darah melalui Tusukan Jantung

Setelah membius hewan, masukkan jarum langsung ke ventrikel untuk


mengambil darah jantung. Dengan metode ini, jangan biarkan jarum masuk ke atrium
hewan. Atrium terhubung dengan perikardium dan ini dapat menghentikan jantung,
menyebabkan kematian. Jika hewan perlu hidup setelah pengambilan darah, poin ini
sangat penting. Pengumpulan darah jantung umumnya dilakukan dengan anestesi
dengan dada terbuka. Metode tusukan dapat digunakan untuk sebagian atau semua
pengambilan darah sebagai pengganti pembukaan dada. Untuk darah jantung marmot,
setelah melakukan desinfektan pada dada marmot yang terkendali, gunakan jari untuk
mengetahui posisi detak jantung dan posisi jarum. Masukkan jarum dari posisi yang
ditentukan di atas tulang rusuk kiri dan miringkan sedikit 2 cm. Segera cabut jarumnya
jika hewan tampak gugup atau kesal dan tunggu hingga hewan itu tenang sebelum
menusuknya lagi.

Pengumpulan Darah melalui Arterial Puncture

Untuk mendapatkan sampel darah yang kaya oksigen, tusukan arteri atau
intubasi arteri dapat dilakukan untuk mengambil darah. Arteri femoralis dan arteria
carotis communis adalah lokasi yang disukai untuk pengambilan sampel darah. Saat
mengambil darah dari arteri karotis kelinci, tahan kelinci yang dibius dalam posisi
terlentang. Buang bulu dari bagian tengah leher dan gunakan alkohol untuk
mendisinfeksi kulit. Gunakan gunting untuk memotong kulit (kira-kira 5–6 cm) di leher
dan sambungan kepala, lalu gerakkan otot leher dengan penjepit ke samping untuk
membuka trakea. Saraf vagus pada trakea berwarna putih dan arteri karotis berwarna
merah muda. Jika kelinci tetap hidup setelah pengambilan darah, jangan melukai saraf
vagus dan pembuluh kecil, yang bertanggung jawab untuk memasok trakea, saat
memisahkan karotis. Arteri distal diikat dan dipasang satu garis jahitan di proksimal.
Biarkan arteri menyumbat arteri karotis menggantikan jahitan. Kemudian gunakan
gunting oftalmologi untuk memotong pembuluh darah antara jahitan ligasi dan garis
proksimal. Selanjutnya, masukkan ujung miring kateter plastik ke dalam arteri
sepanjang arah jantung sejauh 3–5 cm, lalu ligasi jahitan jantung. Terakhir, masukkan
ujung kateter plastik lainnya ke dalam pembuluh darah dan darah akan mengalir keluar.
Untuk kelinci, arteriopungsi telinga lebih disukai jika jumlah darah yang dibutuhkan
tidak banyak.

Pengambilan Darah melalui Docking and Caudal Vein

Untuk hewan pengerat kecil, seperti mencit dan tikus, kita bisa mengumpulkan
sedikit darah dengan memotong ekornya dengan gunting. Cara ini bisa digunakan untuk
penelitian seperti apusan darah. Setelah pengambilan darah, gunakan kompresi lokal
pada luka untuk menghentikan pendarahan. Saat menggunakan metode ini untuk tikus,
dianjurkan untuk menggunakan anestesi terlebih dahulu. Jika diperlukan lebih banyak
sampel, sampel dapat diambil dari urat ekor. Untuk mengembangkan urat ekor tikus
dan tikus, hangatkan ekor hewan. Kemudian, gunakan alkohol untuk mendisinfeksi.
Gunakan kain kasa steril untuk mengeringkan alkohol atau darah akan bocor setelah
membasahi tempat tusukan, yang dapat menyebabkan kesulitan untuk pengumpulan
darah dan menyebabkan hemolisis. Gunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk menangkap
ujung ekor beberapa cm dari ujung ekor dan masukkan jarum ke dalam vena ekor untuk
mengambil sampel darah. Metode ini adalah tusukan vena perkutan yang menyebabkan
darah kemungkinan tercemar oleh cairan jaringan, yang dapat mempengaruhi hasil
percobaan. Jika darah steril diperlukan untuk eksperimen, perlu dilakukan pembiusan
dan tindakan bedah lainnya untuk mengambil darah vena.

(Liun and Fan, 2018)

Berikut kami lampirkan tabel volume maksimal pengambilan darah sesui dengan cara
yang dipakai:

Hewan Uji Blood Blood Measures of Blood


Collection Site Capacity (mL) Collection
Mencit Pengumpulan Caudal vein 0.03–0.05
darah parsial Caudal artery 0.1–0.3
Orbital venous 0.05–0.8 Anesthesia
plexus
Pengumpulan Jugular vein 0.5–1.0 Anesthesia,operation
darah utuh Carotid artery 0.5–1.0 Anesthesia,operation
Decollation 0.5–1.0
Heart 0.5–0.8 Anesthesia,operation

Tikus Pengumpulan Caudal vein 0.3–0.5


darah parsial Caudal artery 0.5–1.0
Saphenous vein 0.1–0.3
Orbital venous 0.5–5.0 Anesthesia
plexus
Pengumpulan Jugular vein 3.0–5.0 Anesthesia,operation
darah utuh Decollation 5.0–10.0
Heart 3.0–5.0 Anesthesia,operation
Kelinci Pengumpulan Ear marginal 5.0–10.0
darah parsial artery
Ear marginal 2.0–5.0
vein
Heart 10.0–15.0
Pengumpulan Heart 80.0–100.0 Anesthesia,operation
darah utuh Carotid artery 80.0–120.0 Anesthesia,operation

(Liun and Fan, 2018)


BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari praktikum tentang pemberian obat dan pengambilan spesimen
sampel hewan uji ini adalah sebagai berikut :

1. Faktor yang mempengaruhi efek obat adalah rute pemberian obat, karena karakteristik
fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda tergantung tempat pemberian obat akan
mempengaruhi waktu penyerapan obat.
2. Pemberian obat kepada hewan uji dapat dibedakan menjadi dua acara, yaitu dengan
melibatkan saluran gastrointestinal (enternal), seperti melalui oral, rektal, dan
sublingual dan bukal; atau dengan tidak melibatkan saluran gastrointestinal
(parenteral), seperti melalui intravena, intramuscular, subkutan, transdermal, inhalasi,
topical, dan intratekal.
3. Cara memegang hewann uji setiap jenis berbeda- beda dan ditentukan oleh sifat hewan,
keadaan dan bentuk fisik, serta tujuan. Dalam memegang hewan uji haru teliti, karena
jika terjadi kesalahan dapat menyebabkan kecelakaan dan rasa sakit pada hewan, dan
dapat membahayakan bagi yang memegangnya.
4. Volume darah yang dapat diambil dari hewan uji tergitung 8% dari berat badan hewan,
jika sampel darah yang dikumpulkan > 10% dari total darah , kemungkinan dapat
menyebabkan hewan mengalami syok volume darah rendah (hipovelemia) atau syok
vaskular jantung.
5. Dalam pengambilan darah pada tikus dan mencit dapat melalui jugular vein, hindlimb
vein, femoral vein, caudal vein, orbital puncture, cardiac puncture, dan tail tip; dan pada
kelinci dapat diambil melalui jugular vein, femoral vein, ear vein, cardiac puncture.
DAFTAR PUSTAKA

Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J. 2014. Farmakologi Dasar & Klinik. Edisi 12.
Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Liu, E., & Fan, J. Fundamental of Laboratory Animal Science.2018. Boca Raton: CRC Press.
225-249
Siswandono dan Soekardjo, B. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga Press.

Stan, K.B, Jason E.W and Douglas S.M. 2011. Applied Pharmacology. Elsevier, Inc. Diakses
07 Maret 2021, https://www.sciencedirect.com/topics/pharmacology-toxicology-
andpharmaceutical-science/routes-of-administration.
Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai