Anda di halaman 1dari 10

JURNAL AWAL

PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


PENYIAPAN ALAT DAN BAHAN

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4B
GOLONGAN II

NI LUH PUTU KRIS MONIKA YANTI (1608551060)


I PUTU YOGI ASTARA PUTRA (1608551061)
I PUTU PRIYASANA (1608551062)
I DEWA GEDE WIJAYA KUSUMA (1608551063)
KADEK ANGGA PRANATA (1608551064)
NI PUTU TIANA MAHADEWI (1608551065)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat atau sediaan farmasi yang beredar terdapat sediaan steril dan sediaan
nonsteril. Proses pencampuran sediaan steril harus memperhatikan perlindungan
produk dari kontaminasi mikroorganisme; sedangkan untuk penanganan sediaan
sitostatika selain staminasi juga memperhatikan perlindungan terhadap petugas,
produk dan lingkungan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009).
Sediaan steril adalah salah satu bentuk sediaan dengan kandungan
mikroorganisme yang paling kecil dan bahkan tidak boleh mengandung
mikroorganisme atau kontaminan lainnya. Dalam industri farmasi, sumber
kontaminan di dalam ruang steril dapat berasal dari alat, bahan baku, udara, dan
personil. Produksi sediaan steril diperlukan proses sterilisasi peralatan untuk
menjaga sterilitas produk yang dihasilkan (Depkes RI, 2009). Proses sterilisasi
merupakan bagian yang penting dalam pembuatan sediaan steril, dengan
melakukan sterilisasi maka dapat memberikan jaminan bahwa sediaan yang dibuat
memenuhi jaminan sterilisasi, yaitu nilai Strerility Assurance Level (SAL) kurang
dari 10-6. Metode sterilisasi dapat digolongkan menjadi dua yaitu metode
sterilisasi dengan cara panas dan sterilisasi dengan cara dingin. Metode sterilisasi
dapat dipilih berdasarkan sifat fisika kimia bahan aktif, terutama stabilitas alat
atau bahan terhadap panas (Ayuhastuti, 2016).
Perlindungan produk sediaan steril dari mikroorganisme sangat penting
dilakukan sehingga diperlukan penerapan teknik yang aseptis dalam proses
produksinya. Aseptis berarti bebas dari mikroorganisme, sehingga penerapan
teknis aseptis bertujuan untuk meminimalisir kontaminan mikroorganisme dan
dapat mengurangi resiko paparan terhadap petugas (Depkes RI, 2009). Teknik
aseptis sebaiknya dilakukan sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang benar
untuk mengurangi resiko terhadap sediaan steril. Penjaminan mutu dalam
produksi sediaan steril tersebut sangat penting dilakukan, mulai dari penyiapan
alat dan bahan hingga proses formulasi sediaan steril. Titik kritis sterilisasi selain
melakukan prosedur sterilisasi dengan benar, juga memilih metode sterilisasi yang
tepat berdasarkan sifat fisika kimia alat dan bahan aktif, terutama stabilitas alat
dan bahan terhadap panas (Elisma dan Sesilia, 2016).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perlu dilakukan
praktikum penyiapam alat dan bahan, agar mahasiswa mampu menyiapkan alat-
alat dan bahan yang akan disterilisasi dan diperlukan dalam produksi sediaan
steril, sehingga dapat mengurangi kontaminan dari cemaran mikroba yang dapat
mempengaruhi mutu dari sediaan steril.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penulis, maka diperoleh
rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa yang perlu disiapkan untuk melakukan sterilisasi penyiapan alat dan
bahan dalam pembuatan sediaan steril?
1.2.2 Bagaimana kriteria dan tahapan penyiapan alat dan bahan yang digunakan
untuk produksi sediaan steril?
1.2.3 Bagaimana cara membungkus alat dan bahan yang telah disterilisasi dalam
pembuatan sediaan steril?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum penyiapan alat dan bahan adalah sebagai
berikut:
1.3.1 Mahasiswa dapat mengetahui alat dan bahan apa saja yang perlu disiapkan
untuk melakukan sterilisasi dalam pembuatan sediaan steril.
1.3.2 Mahasiswa dapat mengetahui prosedur pencucian dan pembungkusan alat
yang digunakan untuk produksi sediaan steril.
1.3.3 Mahasiswa dapat mengetahui cara membungkus alat dan bahan yang akan
disterilisasi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peralatan
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan, Alat
kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta
memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya
berdampak buruk pada mutu produk (BPOM, 2013).
2.2 Pembersihan Peralatan
Suatu peralatan pembuatan obat steril hendaklah mempunyai perawatan dan
pembersihan yang baik agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan
debu atau kotoran dan, hal – hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu
produk. Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada
produk. Bagian alat produksi yang bersentuhan dengan produk tidak boleh
bersifat reaktif, aditif atau absorbtif yang dapat mempengaruhi mutu dan berakibat
buruk pada produk (BPOM, 2013). Mencuci bersih adalah proses menghilangkan
semua partikel yang kelihatan dan hamper semua partikel yang tidak kelihatan,
dan menyiapkan permukaan dari semua alat – alat agar aman untuk proses
disinfeksi dan sterilisasi. Adapun metode yang digunakan dalam pencucian suatu
alat sebagai berikut
 Mencuci / Cleaning
Semua alat – alat pakai ulang harus dicuci hingga benar – benar bersih
sebelum didisinfeksi atau disterilkan. Pembersihan alat – alat pakai ulang harus
dibersihkan segera untuk mencegah terjadinya kotoran. Adapun bahan – bahan
pencuci yang harus sesuai digunakan adalah :
1. Sesuai dengan bahan, alat dan metode mencuci yang dipilih
2. Mengikuti rekomendasi dari produsen alat mengenai tipe bahan
pencuci yang dapat dipakai. Pemilihan bahan pencuci juga bergantung
pada tipe kotoran yang ada, pada umumnya protein lebih mudah
dihilangkan dengan detergen yang bersifat basa. Garam mineral lebih
mudah dihilangkan dengan detergen asam. Pemilihan bahan pencuci
dan metode mencuci harus ditetapkan sebelum proses dijalankan, jika
tidak, kerusakan pada alat yang akan dicuci atau alat pencuci bisa
terjadi
3. Tentukan banyaknya detergen yanag diperlukan, tergantung pada
kandungan kadar garam mineral pada air. Jika kandungan garam
mineral sedikit, gunakan sedikit detergen, dan gunakan lebih banyak
detergen jika kandungan garam mineral pada air lebih banyak
4. Pertimbangkan untuk menggunakan enzyme pelarut protein untuk
mencuci alat – alat yang memiliki lumens atau sambungan.
5. Digunakan sesuai petunjuk produsen dan sesuai dengan bahan alat.
(Depkes RI, 2009)
 Metode Merendam/Membilas
1. Dibongkar (disassemble), jika dirakit lebih dari satu komponen dan
semua sambungan harus dibuka untuk memastikan seluruh permukaan
alat tercuci bersih.
2. Alat direndam dalam air pada suhu 20 - 43 selama 20 menit
3. Atau dapat juga dimulai dengan membilas dengan air keran yang
mengalir untuk melepaskan partikel – partikel kotoran
 Metode Mencuci Secara Manual
1. Dicuci dalam air untuk mencegah penguapan jika alat dapat tenggelam
/ terendam
2. Dicuci menurut aturan dari produsen jika alat tidak dapat tenggelam /
terendam
3. Dicuci dengan alat antigores untuk mencegah kerusakan pada alat. Alat
– alat degan lumens atau berlubang kecil – kecil harus dibersihkan
dengan sikat yang telah didisinfeksi dengan diameter yang tepat .
4. Dibilas dengan air keran yang mengalir dengan suhu 40

untuk menghilangkan detergen. Lebih baik lagi jika menggunakan air


deionisasi atau air suling
5. Setelah dicuci dan dibilas, dikeringkan dulu sebelum didisinfeksi atau
disterilkan
 Metode Mencuci Secara Mekanis
Menggunakan mesin cuci dapat meningkatkan produktivitas, lebih bersih
dan lebih aman bagi pekerja. Mesin cuci dapat dipilih sesuai kebutuhan :
1. Pembersih ultrasonic melepaskan semua kotoran dari seluruh
permukaan alat – alat dan instrument. Mesin ini tidak didisain untuk
membunuh mikroorganisme, tetapi dapat mencuci bersih
2. Ada dua tipr mesin cuci: (1) untuk melepaskan mikroorganisme
dengan mencuci bersih, dan (2) menghancurkan mikroorganisme
tertentu dengan berbagai variasi cuci
3. Alat – alat pembersih ini juga harus dicuci secara rutin
4. Penggunaan detergen dan zat pembersih lainnya harus sesuai dengan
rekomendasi produsen
(Depkes RI, 2009)
2.3 Ruang Penyimpanan Barang Steril
Adapun persyaratan penyimpanan barang steril di ruang steril sebagai berikut :
1. Penerangan harus memadai
2. Suhu berkisar antara 18 - 22
3. Kelembaban berkisar 35 – 75 %
4. Ventilasi menggunakan sistem tekanan positif dengan efisiensi filtrasi
particular antara 90 – 95% (untuk particular berukuran 0,5 mikron).
5. Dinding dan lantai ruangan terbuat dari bahan yang halus, kuat sehingga
mudah dibersihkan
6. Alat steril disimpan pada jarak 19 – 24 cm dari lantai dan minimum 43
cm dari langit – langit serta 5 cm dari dinding serta diupayakan untuk
menghindari terjadinya penumpukan debu pada kemasan.
7. Alat steril tidak disimpan dekat wastafel atau saluran pipa lainnya.
(Depkes RI, 2009)
2.4 Penyimpanan / pengemasan
Setelah peralatan medis selesai digunakan, dilakukan kegiatan pengemasan
atau perapian, dimana kegiatan ini sangat berpengaruh terhadap usia peralatan
medis, kegiatan pengemasan/perapian meliputi:

a. Mematikan peralatan medis sesuai prosedur.


b. Melepaskan hubungan peralatan medis dari catu daya.
c. Membersihkan peralatan medis maupun aksesories yang habis dipakai.
d. Meletakan peralatan medis di tempatnya.
e. Mencatat beban kerja peralatan medis.
(Purjanto et al., 2015)

BAB III
METODE

3.1 Alat
3.1.1. Gelas Beker
3.1.1. Pipet tetes
3.1.2. Labu Erlenmeyer
3.1.3. Pipet ukur
3.1.4. Labu ukur
3.1.5. Mortir
3.1.6. Stamper
3.1.7. Aluminium
3.1.8. Oven
3.1.9. Kertas tembus air
3.1.10. Autoclave
3.2. Bahan
3.2.1. Tepol
3.2.2. Air kran
3.2.3. Aquadest bebas pyrogen
3.2.4. Aqua demineralisata
3.2.5. Asam kromat
3.2.6. Detergen
3.2.7. Larutan natrium karbonat 5%
3.2.8. Air panas
3.2.9. Larutan HCl 2%

3.3. Prosedur Kerja


3.3.1 Cara pencucian Wadah Gelas/Alat Gelas.
A. Menurut Cooper & Gunn's
Alat/wadah disiapkan lalu direndam dalam larutan tepol panas, sebaiknya
dilakukan selama semalam. Kemudian alat/wadah disikat dengan sikat yang
keras. Dibilas alat/wadah yang telah disikat dengan air kran (panas/dingin) pada
bagian luar dan dalamnya. Setelah itu, dibilas juga dengan akuades bebas pirogen
yang baru dibuat. Pencucian dengan akuades bebas pirogen diulang sebanyak dua
kali.
B. Menurut Huizinga
Disiapkan alat/wadah gelas lalu disikat dengan larutan tepol. Setelah itu,
dibilas dengan air kran, disemprot dengan uap, lalu ditiriskan. Setelah ditiriskan,
dibilas dengan aqua demineralisata kemudian dilanjutkan dengan pembilasan
menggunakan air suling yang baru dibuat.
3.3.2 Pengeringan
Alat atau wadah yang telah dicuci kemudian dikeringkan dalam oven
(lemari pengering) dalam keadaan terbalik (100-105°C/10 menit). Untuk
menghindari debu dapat ditutup dengan kertas yang tembus uap air. Perlu
diperhatikan untuk wadah kecil harus benar-benar kering. Dilakukan pemeriksaan
terhadap noda dan kerusakan. Apabila terdapat noda, alat/wadah perlakukan
dengan asam kromat. Jika terdapat kerusakan atau retak, disingkirkan alat/wadah
yang bersangkutan.
3.3.3 Pencucian Aluminium
Alat-alat aluminium dididihkan selama 10 menit dalam deterjen. Bila perlu
dilakukan perendaman dalam larutan natrium karbonat 5% selama 5 menit
(Tidak boleh lebih dari 5 menit agar aluminium tidak melarut). Dibilas dengan air
panas mengalir. Setelah itu, dididihkan dalam air keran 15 menit, kemudian
dibilas.Dididihkan kembali dalam akuades selama 15 menit lalu dibilas dengan
akuades sebanyak tiga kali. Alat yang telah dibilas dikeringkan terbalik dengan
alas lempeng gelas dalam oven
3.3.4 Pencucian Karet
Alat karet yang hendak digunakan direndam dalam larutan HCl 2% selama
2 hari. Dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan tepol 1% Na karbonat 0,5%
selama satu hari. Alat yang telah direndam didihkan dalam tersebut diatas selama
15 menit. Diulangi pendidihan dengan larutan yang baru sampai didapat larutan
yang jernih. Setelah dididihkan, alat direndam dalam akuades, lalu dilakukan
sterilisasi dalam autoklaf dengan temperature 110°C selama 20 menit sebanyak 1
atau 2 kali. Diamati air rendaman hingga jernih. Dibilas alat dengan spiritus
dilutus – air aa (dalam beker glass) hingga jernih. Perlu diperhatikan bahwa jika
alat berbahan karet memiliki kualitas baik, maka langkah perendaman dalam HCl
2% dan larutan tepol 1% Na karbonat 0,5% tidak perlu dilakukan.
3.3.5 Pembungkusan
Alat-alat yang telah dicuci dan dikeringkan, selanjutnya dibungkus dengan
pembungkus yang sesuai, minimal rangkap dua. Sifat pembungkus untuk
setrilisasi uap harus mudah ditembus oleh uap air. Pembungkus untuk sterilisasi
panas kering harus dapat menghantarkan panas dari udara panas dengan baik dan
tahan pada suhu sterilisasi yang dipilih.

DAFTAR PUSTAKA
Ayuhastuti, A. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
BPOM RI. 2013. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta : Peraturan
Kepala Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Depkes RI. 2009. Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril. Jakarta: Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2009. Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile Supply
Department / CSSD) Di Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2009. Pedoman Dasar


Dispensing Sediaan Steril. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Elisma dan Sesilia. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Jakarta: Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Purjanto,M.Kes.,KuntjoroAdi.,Drg.Anwarul Amin, Mars., Ir.Noverita!Dewayani.,
Dra. Zuharina, Apt., Pinkan E. R. Lantang, St Sugiarto, St, M.Si.,
Subadri, St, M.Si., Dini Widiyanti, St., Dr. Junita Rosa Tiurma Ida
Chilwati, Sap., Faisal Qurtubi, S.Si., Asmaranto Prajoko., Ayu Nur
Latifah, St. 2015. Pedoman Pengelolaan Peralatan Kesehatan. Jakarta:
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.
Republik Indonesia. 1998. Undang-undang No. 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan. Jakarta:
Sekretariat Negara.

Anda mungkin juga menyukai