Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan


sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal
(Anonimb, 2006).
Obat berperan penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan
dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan
terapi dengan obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini
tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang cermat
dalam memilih obat untuk suatu penyakit. Tidak kalah penting, obat
harus selalu digunakan secara benar agar memberikan manfaat klinik
yang optimal (Anonim, 2008).
Seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan pola hidup
masyarakat yang cenderung kurang memperhatikan kesehatan, maka
berkembangnya penyakit di masyarakat tidak dapat dielakkan lagi.
Berkembangnya penyakit ini mendorong masyarakat untuk mencari
alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam
hal biaya. Berkenaan dengan hal tersebut, swamedikasi menjadi
alternatif yang diambil masyarakat (Anonim, 2006).
Salah satu penyakit yang sering dilakukan swamedikasi yaitu
penyakit maag. Sebagian besar sakit maag ternyata bukan disebabkan
oleh kerusakan pada organ lambung. Pola makan yang tidak teratur,
stres dan kecemasan lebih dominan menyebabkan maag terutama di
kota besar seperti Jakarta. Asam lambung akan meningkat jika
seseorang mengalami stres, sehingga jika ada luka yang dalam,
tentunya peningkatan asam lambung akan memperhebat keluhannya
(Anonimc, 2010).
1
Obat antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga
berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasida tidak
mengurangi volue HCl yang dikeluarkan lambung, tetapi peninggian pH
akan menurunkan aktivitas pepsin. Beberapa antasida, misalnya aluminium
hidroksida, diduga menghambat pepsin secara langsung. Kapasitas
menetralkan asam dari berbagai antasida pada dosis terapi bevariasi, tetapi
umunya PH lambung tidak sampai di atas 4, yaitu keadaan yang jelas
menurunkan aktivitas pepsin, kecuali bila pemberiannya sering dan terus
menerus. Mula kerja antasida sangat bergantung pada kelarutan dan
kecepatan netralisasi asam, sedangkan kecepatan pengosongan lambung
sangat menentukan masa kerjanya (Sulistia Gan Gunawan, Rianto
Setiabudy, Nafrialdi, & Instiaty, 2016).

Suspensi banyak digunakan karena mudah penggunaannya terhadap


anak- anak, bayi, dan juga untuk orang dewasa yang sukar menelan tablet
atau kapsul. Suspensi juga dapat diberi zat tambahan untuk menutupi rasa
tidak enak dari zat aktifnya. Untuk banyak pasien, bentuk cair lebih disukai
dari pada bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat yang sama), karena
mudahnya menelan cairan dan kemudahan dalam pemberian dosis, aman,
mudah diberikan untuk anak-anak, juga mudah diatur penyesuaian dosisnya
untuk anak (Ansel, 1989).

Suatu suspensi dari mulai diolah sampai menjadi suatu bentuk produk
yang pada akhirnya sampai ke pasien membutuhkan waktu yang cukup
lama. Oleh karena itu, sediaan tersebut harus tetap stabil, baik dalam
penyimpanan maupun dalam penggunaan. Hal ini dimaksudkan agar obat
dalam bentuk, bau, dan rasanya dapat diterima pasien dalam keadaan yang
baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas fisik suspensi adalah
volume sedimentasi, sifat alir, dan ukuran partikel (Ansel, 1989).
BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1 Definisi Antasida


Antasida adalah senyawa yang mempuyai kemampuan menetralkan asam lambung
atau mengikatnya (Anonim, 2008). Semua obat antasida mempunyai fungsi untuk
mengurangi gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, tukak lambung,
gastritis, tukak usus dua belas jari, dengan gejala seperti mual, nyeri lambung, nyeri ulu
hati dan perasaan penuh pada lambung (Anonim, 2006).
Kebanyakan kerja antasida bersifat lokal karena hanya sebagian kecil dari zat
aktifnya yang diabsorpsi. Karena merupakan basa maka jika berikatan dengan asam yang
ada di lambung menyebabkan keasaman lambung berkurang (Priyanto, 2008). Penggunaan
antasida bersama-sama dengan obat lain sebaiknya dihindari karena mungkin dapat
mengganggu absorpsi obat lain. Selain itu antasida mungkin dapat merusak salut enterik
yang dirancang untuk mencegah pelarutan obat dalam lambung (Anonim, 2009).
Antasida yang mengandung magnesium tidak boleh digunakan pada pasien dengan
klirens kreatinin kurang dari 30 ml/ menit karena ekskresi magnesium dapat menyebabkan
toksisitas. Hiperkalemia dapat terjadi pada pasien dengan fungsi renal normal dengan
intake kalsium karbonat lebih dari 20 gram/hari dan pasien gagal ginjal dengan intake lebih
dari 4 gram/hari (Dipiro, 2008).
Antasida paling baik diberikan saat muncul atau diperkirakan akan muncul gejala,
lazimnya diantara waktu makan dan sebelum tidur, 4 kali sehari atau lebih (Anonim, 2008).
Sediaan antasida dapat digolongkan menjadi:
Antasida paling baik diberikan saat muncul atau diperkirakan akan muncul gejala,
lazimnya diantara waktu makan dan sebelum tidur, 4 kali sehari atau lebih (Anonim, 2008).
Sediaan antasida dapat digolongkan menjadi:
1. Antasida dengan kandungan alumunium dan atau magnesium Antasida
yang mengandung alumunium atau magnesium yangrelatif tidak larut
dalam air seperti magnesium karbonat, hidroksida, dan trisilikat serta
alumunium glisinat dan hidroksida, bekerja lama bila berada dalam
lambung sehingga sebagian besar tujuan pemberian antasida tercapai
(Anonim, 2008). Sediaan yang mengandung magnesium mungkin dapat
menyebabkan diare, sedangkan yang mengandung aluminium mungkin
menyebabkan konstipasi (Anonim, 2009). Antasida yang mengandung
magnesium dan alumunium dapat mengurangi efek samping pada usus
besar ini (Anonim, 2008).
a) Alumunium hidroksida
Zat koloidal ini sebagian terdiri dari alumunium hidroksida dan
sebagian lagi sebagai alumunium oksida terikat pada molekul air. Zat
ini berkhasiat adstringens, yakni menciutkan selaput lendir berdasarkan
sifat ion alumunium yang membentuk kompleks dengan protein. Juga
dapat menutupi tukak lambung dengan suatu lapisan pelindung (Tjay
dan Rahardja, 2007).
Dosis yang digunakan adalah 1-2 tablet dikunyah 4 kali sehari
dan sebelum tidur atau bila diperlukan dan sediaan suspensi 1-2
sachet (7-14 mL), 3-4 kali sehari, anak dibawah 8 tahun 1/2-1 sachet,
3-4 kali sehari. Contoh obat yang mengandung alumunium hidroksida
antara lain: Alumunium hidroksida, Alumunium hidroksida dan
Magnesium trisilikat, Antasida DOEN, Decamag, Hufamag,
Magasida, Mylanta, Promag, Stopmag, Waisan.
b) Magnesium hidroksida
Magnesium hidroksida memiliki daya netralisasi kuat, cepat
dan banyak digunakan dalam sediaan terhadap gangguan
lambung bersama alumunium hidroksida, karbonat, dimetikon,
dan alginat (Tjay dan Rahardja, 2007). Dosis yang digunakan 1-2
tablet dikunyah 4 kali sehari dan sebelum tidur atau bila
diperlukan dan sediaan suspensi 5 mL, 3-4 kali sehari. Contoh
obatnya adalah Alumunium hidroksida dan Magnesium trisilikat,
Antasida DOEN, Decamag, Hufamag, Magasida, Mylanta,
Promag, Stopmag, Waisan.
c) Kombinasi Mg(OH)2, CaCO3, Famotidin
Dalam dosis yang sama (1 g), MgO lebih efektif untuk
mengikat asam daripada natrium bikarbonat, tetapi memiliki sifat
pencahar sebagai efek sampingnya (lebih ringan dari Mg sulfat).
Untuk mengatasi hal ini, maka zat ini diberikan dalam kombinasi
dengan alumunium hidroksida atau kalsium karbonat (perbandingan
MgCO3:CaCO3 = 1:5) yang memiliki sifat sembelit. Mg oksida tidak
diserap usus sehingga tidak menyebabkan alkalosis (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Dosis dewasa dan anak diatas 12 tahun yaitu sehari 2 x 1
tablet kunyah, diminum jika timbul gejala atau 1 jam sebelum
makan. Maksimum 2 tablet/hari (2 tablet dalam 24 jam). Sebaiknya
tidak diminum bersama makanan. Tablet dikunyah sebelum
ditelan. Untuk anak dibawah 12 tahun digunakan sesuai petunjuk
dokter. Contoh obatnya adalah Neosanmag fast dan Promag
double action (Anonim, 2008).
d) Kompleks magnesium hidrotalsit
Hidrotalsit adalah MgAl hidroksikarbonat dengan daya
netralisasi pesat tetapi agak lemah. pH tidak meningkat diatas 5.
Zat ini juga bekerja sebagai antipepsin dan dapat mengikat dan
menginaktivasi empedu yang mengalir naik kedalam lambung akibat
refluks. Setelah kembali disuasana basa dari usus, garam- garam
empedu dibebaskan lagi (Tjay dan Rahardja, 2007).
Dosis dewasa 3-4 kali sehari, 1-2 tablet. Dosis untuk anak-
anak 6-12 tahun yaitu sehari 3-4 kali ½-1 tablet. Dianjurkan untuk
minum obat ini segera pada saat timbul gejala dan dilanjutkan 1-2
jam sebelum makan atau setelah makan dan sebelum tidur malam.
Dapat diminum dengan air atau dikunyah langsung (Anonim, 2008).
Contoh obat golongan ini adalah Promag, Talcit, Ultacit (Tjay dan
Rahardja, 2007).
e) Magnesium karbonat
Dosis yang digunakan 1-2 tablet dikunyah 4 kali sehari dan
sebelum tidur atau bila diperlukan dengan dosis suspensi 5 mL, 3- 4
kali sehari. Contoh obat yang beredar antara lain: Alumunium
hidroksida dan Magnesium trisilikat, Antasida DOEN, Decamag,
Hufamag, Magasida, Mylanta, Promag, Stopmag, Waisan (Anonim,
2008).
f) Magnesium trisilikat
Magnesium trisilikat bekerja lebih lambat dan lebih lama
daripada natrium bikarbonat. Daya netralisasinya cukup baik, juga
berkhasiat adsorben (menyerap zat-zat lain pada permukaannya).
Obat ini bereaksi dengan asam lambung dan membentuk selesium
hidroksida yang menutupi tukak lambung dengan suatu lapisan
pelindung yang berbentuk gel. Efek samping pada penggunaan
jangka panjang zat ini adalah pembentukan batu ginjal (batu
silikat) (Tjay dan Rahardja, 2007).
2) Antasida dengan kandungan natrium bikarbonat
Natrium bikarbonat merupakan antasida yang larut dalam air dan
bekerja cepat. Namun dalam dosis berlebih dapat menyebabkan alkalosis.
Seperti antasida lainnya yang mengandung karbonat, terlepasnya
karbondoksida dapat menyebabkan sendawa (Anonim, 2008).
Natrium bikarbonat merupakan antasida sistemik yang sekarang sudah
sangat jarang digunakan. Penggunaan obat ini sebaiknya dihindari pada
pasien yang menjalani diet garam (Anonim, 2009). Kelebihan natrium
menyebabkan retensi cairan yang berakibat udem dan tekanan darah naik
(Priyanto, 2008).
3) Antasida dengan kandungan bismuth dan kalsium
Antasida yang mengandung bismuth (kecuali kelat) sebaiknya dihindari
karena bismuth yang terabsorpsi bersifat neurotoksik dan cenderung
menyebabkan konstipasi (Anonim, 2009). Antasida yang mengandung
kalsium dapat menginduksi sekresi asam lambung. Pada dosis rendah
manfaat klinisnya diragukan, sedangkan penggunaan dosis besar jangka
panjang dapat menyebabkan hiperkalsemia, dan alkalosis (Anonim, 2008).
4) Antasida dengan kandungan simetikon
Senyawa antasida lain seringkali ditemukan dalam sediaan tunggal
maupun kombinasi. Simetikon diberikan sendiri atau ditambahkan pada
antasida sebagai antibuih untuk meringankan kembung (flatulen) (Anonim,
2009). Pada perawatan paliatif dapat mengatasi cegukan (Anonim, 2008).
a. Antagonis reseptor histamin 2
Semua antagonis reseptor H2 mengatasi tukak lambung dan
duodenum dengan cara mengurangi sekresi asam lambung sebagai
akibat penghambatan reseptor histamin (H2). Antagonis H2
sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
gangguan ginjal, kehamilan dan pada pasien menyusui (Anonim,
2008).
Efek samping antagonis reseptor H2 adalah diare dan
gangguan saluran cerna lainnya, pengaruh terhadap pemeriksaan
fungsi hati, sakit kepala, pusing, ruam, dan rasa letih (Anonim,
2009). Contoh obat-obatan yang termasuk golongan antagonis
reseptor H2 antara lain yaitu famotidin, ranitidin, ranitidin
bismuth nitrat dan simetidin (Anonim, 2008).
b. Kelator dan senyawa kompleks
Trikalium disitratobismutat adalah suatu kelat bismuth
yang efektif dalam mengatasi tukak lambung dan duodenum.
Peran Trikalium disitratobismutat pada regimen eradikasi H.
pylori pada pasien yang tidak respons terhadap regimen lini
pertama.
Sukralfat melidungi mukosa dari asam-pepsin pada tukak
lambung dan duodenum. Sukralfat merupakan kompleks
aluminuium hidroksida dan sukrosa sulfat yang efeknya sebagai
antasida minimal. Contoh obat yang termasuk jenis golongan
sukralfat antara lain: benofat, crafal, inpepsa, propepsa, dan
ulsidex (Anonim, 2008).
c. Analog prostaglandin
Misoprostol merupakan suatu analog prostaglandin sintetik,
memiliki sifat antisekresi dan proteksi, mempercepat penyembuhan
tukak lambung dan duodenum. Senyawa ini dapat mencegah
terjadinya tukak karena NSAID. Penggunaannya paling cocok bagi
pasien yang lemah atau sangat lansia dimana penggunaan NSAID tidak
mungkin dihentikan. Contoh obat yang termasuk analog prostaglandin
antara lain: arthrotec, cytotec, gastrul, dan invitec (Anonim, 2008).
d. .Penghambat pompa proton (Proton pump inhibitor)
Penghambat pompa proton yaitu omeprazol, lansoprazol,
pantoprazol dan rabeprazol menghambat sekresi asam lambung
dengan cara menghambat sistem adenosin trifosfatase hidrogen-
kalium (pompa proton) dari sel parietal lambung. Penghambat
pompa proton efektif untuk pengobatan jangka pendek tukak
lambung dan duodenum. Selain itu, juga digunakan secara
kombinasi dengan antibiotika untuk eradikasi H. Pylori (Anonim,
2008).
Terapi awal jangka pendek dengan penghambat pompa
proton merupakan terapi pilihan pada penyakit refluks
gastroesofagal dengan
gejala yang berat. Pasien dengan esofagitis kronis, ulseratif atau striktur
yang ditegakkan melalui pemeriksaan endoskopi juga biasanya
memerlukan terapi pemeliharaan dengan penghambat pompa proton.
Selain itu juga, penghambat pompa proton juga digunakan untuk
mencegah dan mengobati tukak yang menyertai penggunaan NSAID
(Anonim, 2009).

2.2 Suspensi
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu
suspensi yang siap digunakan atau suspensi yang direkonstitusikan dengan
sejumlah air atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Jenis produk ini
umumnya campuran serbuk yang mengandung obat dan bahan pensuspensi yang
dengan melarutkan dan pengocokan dalam sejumlah cairan pembawa (biasanya air
murni) menghasilkan bentuk suspensi yang cocok untuk diberikan.
1. Macam-macam Bentuk Sediaan Suspensi :
Suspensi dalam dunia farmasi terdapat dalam berbagai macam bentuk, hal
ini terkait dengan cara dan tujuan penggunaan sediaaan suspensi tersebut.
Beberapa bentuk sediaan suspensi antara lain:
a. Suspensi injeksi intramuskuler (mis: suspensi penisilin)

b. Suspensi sub kutan

c. Per oral

d. Rektal

e. Sebagai reservoir obat

f. Patch transdermal
2. Stabilitas suspensi

Suspensi yang mengendap harus dapat menghasilkan endapan yang


dapat terbagi rata kembali bila dikocok, karena hal ini merupakan suatu
persyaratan dari suatu suspensi. Pengendapan itu sendiri disebabkan adanya
tegangan antar permukaan zat padat dengan zat cairnya, bila tegangan
antar pemukaan zat padat ini lebih besar dari tegangan permukaan zat
cairnya, maka zat padat tersebut akan mengendap dan sebaliknya bila
tegangan antar permukaan zat padat lebih kecil maka zat padat tersebut akan
ditekan ke atas sehingga pengendapan tidak akan terjadi. Untuk memperkecil
tegangan antar permukaan maka diperlukan zat pensuspensi yang bekerja
menurunkan tegangan permukaan. Selain tegangan permukaan zat yang
memiliki energi bebas yang besar tidak stabil dalam bentuk suspensi. Untuk
mendapatkan suspensi yang stabil maka energi bebas tersebut harus
diturunkan. Hubungan energi bebas, tegangan permukaan dan luas
permukaan dalam suatu suspensi dijelaskan dalam rumus sebagai berikut:

W = γ . ∆A

Dimana harga : W = kenaikan energi bebas permukaan (erg), γ = tegangan


antar muka (dyne/cm), ∆A = penambahan luas permukaan (cm2). Persamaan
di atas menunjukkan bahwa untuk menstabilkan suatu suspensi maka ukuran
partikel harus diperkecil sehingga energi bebasnya juga menjadi kecil. Selain
dari persamaan di atas Hukum Stokes juga perlu dipertimbangkan yaitu:
V = d2 (ρ1 – ρ 2) g

18η

Dimana V = kecepatan sedimentasi, d = jari-jari partikel terdispersi, ρ 1 = massa


jenis fase dalam, ρ 2 = massa jenis fase luar, g = percepatan gravitasi, η = viskositas
fase luar. Dari rumus diatas terlihat bahwa:
a. Semakin kecil ukuran partikel laju pengendapan suspensi akan semakin
lambat.
b. Semakin tinggi viskositas maka kecepatan pengendapan akan semakin
berkurang.
c. Selisih massa jenis yang semakin kecil menyebabkan kecepatan
pengendapan juga semakin lambat.
3. Pembasahan Partikel
Seringkali sulit untuk mendispersikan serbuk yang mengandung udara yang
teradsorpsi atau yang mengandung sedikit lemak atau kontaminan lain. Serbuk
tersebut tidak dapat dibasahi dengan segera, dan walaupun memiliki kerapatan
yang tinggi, ia akan mengambang di permukaan cairan tersebut. Daya membasahi
dari suatu serbuk ditentukan dengan mengamati sudut kontak yang dibuat oleh
serbuk dengan permukaan cairan. Sudut kontak ini mendekati 90º jika partikel
mengambang di permukaan cairan. Serbuk yang tidak mudah dibasahi dengan air
menunjukkan sudut kontak yang besar. Serbuk yang dapat dibasahi dengan
segera oleh air bila bebas dari kontaminan yang teradsorpsi disebut hidrofilik.
Surfaktan sangat berguna dalam mengurangi tegangan antarmuka antarpartikel-
partikel zat padat dan suatu pembawa dalam pembuatan suatu suspensi. Sebagai akibat
dari tegangan pemukaan yang menjadi rendah, perpanjangan sudut kontak diperendah ,
udara digantikan permukaan partikel, dan akan terjadi pembasahan. Surfaktan sangat
berguna dalam mengurangi tegangan antarmuka antarpartikel-partikel zat padat dan
suatu pembawa dalam pembuatan suatu suspensi. Sebagai akibat dari tegangan
pemukaan yang menjadi rendah, perpanjangan sudut kontak diperendah , udara
digantikan permukaan partikel, dan akan terjadi pembasahan.
4. Koloid Pelindung
Dengan memberikan lapisan mekanik pada suatu zat terdispersi maka agregasi
dari suatu partikel dapat dicegah. Formulator cenderung membuat suspensi yang
terflokulasi karena partikel terflokulasi terikat lemah, mengendap dengan cepat, tidak
membentuk suatu lempengan dan dengan mudah dapat disuspensikan kembali
sedangkan pada suspensi yang mengalami deflokulasi pengendapan terjadi perlahan-
lahan dan membentuk endapan yang partikelnya beragregasi membentuk suatu
lempengan yang keras dan sulit disuspensikan kembali.
5. Bahan Pensuspensi dan Bahan Tambahan Lainnya
Dalam formulasi suatu sediaan suspensi perlu adanya bahan tertentu untuk
menunjang terbentuknya suatu sediaan suspensi yang diinginkan. Bahan–bahan
pensuspensi tersebut berfungsi memperlambat pengendapan, mencegah
penggumpalan resin dan bahan berlemak. Bahan pensuspensi bekerja dengan cara
meningkatkan viskositas. Bahan pensuspensi dapat dibagi menjadi beberapa golongan
yaitu :
a. Golongan polisakarida
1) Gom arab, tragakan dan akasia.
2) Dari sumber alam seperti agar-agar, alginate dan pektin.
3) Selulosa sintetik seperti CMC dan tilosa
b. Golongan silikat seperti bentonit, veegum dan alumunium magnesium
silikat.
c. Golongan protein seperti gelatin
d. Polimer-polimer organik seperti karbopol 934
Dalam membuat suatu sediaan suspensi kering diperlukan bahan-bahan
tambahan lainnya, bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan suspensi
kering yang mengandung ekstrak akar kucing ini adalah:
a. Bahan Pensuspensi

Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC)


CH,OR H OR

HH OR HH

OR HH H H

H OR CH,OR n

R = ‐H‐CH2‐CH2‐CHOH‐CH3
Gambar 1. Struktur HPMC

Merupakan derivat selulosa yang banyak digunakan dalam formulasi


farmasetik pada penggunan oral dan topikal. Umum digunakan sebagai bahan
penyalut, pembentuk lapisan film, bahan penstabil, bahan pensuspensi, pengikat
tablet dan bahan penambah viskositas. Berbentuk serbuk putih, tidak berbau dan
tidak berasa. HPMC bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air dari
lingkungannya, kemampuan menyerap air bergantung pada kelembaban dan
temperatur lingkungan. HPMC larut dalam air dingin membentuk larutan koloid
kental, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol dan eter. HPMC inkompatibel
dengan bahan pengoksidasi.
b. Pemanis
Aspartam

COOCH3 H2N CHCONHCHCH2


CH2COOH

Gambar 2. Struktur aspartam


Merupakan pemanis yang banyak digunakan dalam poduk makanan dan
obat, lebih manis 180-200 kali dari gula. Stabil dalam kondisi kering, berbentuk
serbuk kristal putih, dengan rasa yang manis. Aspartam larut dalam air.

a. Pengisi

Laktosa
CH,OH

CH,OH
HH OH

HO
OH HH

HOH HH
H OH

H OH

Gambar 3. Struktur laktosa


Adalah gula yang diperoleh dari susu dalam bentuk anhidrat atau
mengandung satu molekul air hidrat. Berbentuk serbuk atau massa hablur,
berwarna putih atau putih krem, tidak berbau dengan rasa sedikit manis. Laktosa
stabil di udara tetapi mudah menyerap bau. Laktosa mudah larut dalam air dan
lebih mudah larut dalam air mendidih. Laktosa umum di gunakan sebagai pengisi
tablet dan kapsul.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Formulasi Suspensi Antasida

No. Bahan Fungsi Formulasi


1. Aluminium Hidroksida Bahan aktif 31.5
2. Magnesium hidroksida Bahan aktif 15.75
3. Dimenthicone oil Bahan aktif 4.2
4. Natrium metil paraben Pengawet 1.00
5. Natrium propil paraben Pengawet 0.10
6. Sorbitol Basis 30.00
7. Xanthan Gum Suspending agent 2.00
8. Natrium CMC Suspending agent 4.00
9. Aerosil Suspending agent 2.00
10. Polisorbat 80 Suspending agent 0.50
11. Natrium sakarin Bahan pemanis 1.50
12. Aspartam Bahan pemanis 1.00
13. Potasium sitrat Flocculating agent 4.00
14. Mentol Soothing effect 0.20
15. Propylene Glycol Stabilisator 10.00
16. Pewarna Ponceau 4 R Zat pewarna 0.03
17. Rasa pappermint Perasa 3.00

3.2 Pembuatan Sediaan Suspensi Antasida


1. Larutkan Natrium Metil Paraben dan Natrium Propil Paraben didalam air murni
dengan pengadukan terus menerus hingga mendapatkan larutan bening.
2. Masukkan Aluminium Hidroksida melalui mess No. 40 dan rendam ke dalam
setengah jumlah pada langkah No.1 selama satu jam dengan pengadukan terus
menerus.
3. Masukkan Magnesium Hidroksida melalui mess No.40 dan rendam ke dalam
setengah jumlah langkah No.1 selama satu jam dengan pengadukan terus
menerus.
4. Rendam Xantan Gom ke dalam air murni yang panas dengan melakukan
pengadukan terus menerus hingga halus.
5. Rendam Natrium CMC ke dalam air panas dengan pengadukan terus menerus
hingga halus.
6. Kemudian tambahkan langkah No.5 ke dalam langkah No.4 sambil terus diaduk.
7. Tambahkan Polisorbat 80 ke dalam air murni panas (30-35 C), kemudian
pindahkan aerosol ke dalamnya dan Simenthicone secara terpisah satu per satu
dengan sambil dilakukan pengadukan terus menerus.
8. Tambahkan langkah No. 7 ke dalan langkah No. 4 sambil terus dilakukan
pengadukan.
9. Tambahkan setengah dari jumlah langkah No. 4 ke dalam langkah No.1 dengan
pengadukan terus menerus.
10. Tambahkan setengah jumlah langkah No. 4 ke dalam langkah No. 2 sambil terus
diaduk.
11. Tambahkan langkah No. 2 ke dalam langkah No.1 sambil terus diaduk.
12. Larutkan Aspartam, Natrium Sakarin dan Kalium Sitrat ke dalam air panas
murni satu persatu sambil terus dilakukan pengadukan hingga menjadi larutan
bening, jika sudah bening tambahkan ke dalam langkah No.1
13. Larutkan Mentol ke dalam Propilen Glikol sambil terus diaduk hingga
mendapatkan larutan bening.
14. Tambahkan Sorbitol ke dalam langkah No. 1 dengan pengadukan terus menerus.
15. Kemudian tambahkan penyedap rasa pada langkah No. 1 sambil terus diaduk
16. Larutkan bahan pewarna ke dalam air murni, kemudian tambahkan ke langkah
No. 1 sambil terus diaduk hingga homogen.
17. Kemudian periksa kadar pH (7,5 – 8,5)

3.3 Evaluasi Sediaan Suspensi Antasida


Evaluasi Suspensi Antasida
1. Warna, Bau dan Rasa
Suspensi yang dibuat tadi hasilnya dievaluasi untuk sifat organoleptiknya seperti
warna, bau dan rasa.
2. pH
pH suspensi ditentukan dengan menggunakan pH meter.
3. Viskositas
Viskositas suspensi ditentukan pada kondisi sekitar menggunakan DV III+,
Brookfield Rheometer yang dapat diprogram. Dalam adaptor diambil 15 ml
suspensi dan adaptor dipasang diatas viskometer dengan dudukan sedemikian
rupa sehingga spindel benar-benar terendam dalam suspensi. Spindle No.S0
digunakan untuk mengukur viskositas suspensi tersebut.
4. Volume Sedimentasi
Ambil 50 ml suspensi dan masukkan ke dalam gelas ukur tertutup. Suspensi
dibubarkan secara menyeluruh dengan gerakan terbaluk sebanyak 3 kali.
Kemudian, suspensi dibiarkan sampai mengendap selama 3 menit dan dicatat
volume sedimennya. Ini merupakan volume asli sedimen (Ho). Silinder dibiarkan
tidak terganggu selama 7 hari. Volume sedimen yang dibaca pada 7 jam dan
setiap 24 jam selama 7 hari dianggap sebagai volume akhir sedimen (Hu).
5. Volume Sendimentasi (F) = Hu/Ho
Ketinggian akhir fase padat setelah pengendapan bergantung pada konsentrasi
padatan.
6. Redispersibilitas
50 ml suspensi disimpan dalam silinder tersumbat yang disimpan pada suhu
kamar selama 7 hari. Secara berkala, satu silinder sumbat dilepas dan
dipindahkan terbalik sampai tidak ada endapan didasar silinder.
7. Uji Suspensi Bertopeng Rasa Oral
Ambil 5 ml suspensi dan masukkan ke dalam labu vometrik 100 ml, tambahkan
0,1 M HCl kemudian disonikasi selama 10 menit. Volume dibuat hingga 100 ml
dengan 0,1 M HCl dan disaring. Sampel disiapkan dalam ukuran partikel. Untuk
mendapatkan suspensi yang dapat diterima, nilai F harus setidaknya 0,9 untuk 1
jam.

Hasil
Evaluasi antasida dilakukan untuk berbagai parameter seperti konfirmasi pembentukan
kompleks, pH, bau, rasa, viskositas, volume sedimentasi dan redispersibilitas.

Evaluasi dari Suspensi Antasida


No Parameter Hasil
.
1. Warna Merah muda terang
2. Bau Pappermint
3. Rasa Manis
4. pH 7.6
5. Viskositas 8231
6. Sedimentasi pada volume 0.70
7. Redispersibilitas +++
Studi Stabilitas Dipercepat
No. Parameter Hasil Periode Waktu
1 bulan 2 bulan 3 bulan
1. Warna Merah muda Merah muda Merah muda Merah muda
2. Bau Pappermint Pappermint Pappermint Pappermint
3. Rasa Manis Manis Manis Manis
4. pH 7.6 7.8 7.8 8.0
5. Viskositas 8231 8200 8180 8169
6. Sedimentasi pada volume 0.70 0.77 0.80 0.81
7. Redispersibilitas +++ +++ +++ +++

Pembahasan
a. Kandungan Aluminium Hidroksida, dan Magnesium Hidroksida
Rata-rata setara kandungan aluminium oksida dan magnesium hidroksida dari
berbagai produk antasida ditentukan. Dalam banyak kasus, metode yang digunakan
untuk memberi label pada isi suspensi antasida membuatnya tidak mungkin untuk
membandingkan hasil pengujian dengan klaim label. Variasi yang luas dalam basis
dan unit yang digunakan untuk menyatakan konsentrasi menyebabkan kebingungan
tentang konten sebenarnya dari beberapa produk. Survei produk antasida cair
menunjukkan bahwa luas kisaran ada dalam rasio persentase aluminium oksida
setara dengan persentase magnesium hidroksida. Ketersediaan produk antasida
dengan berbagai rasio aluminuin hidroksida terhadap magnesium hidroksida
memungkinkan seleksi individual dalam hal efek sembelit-pencahar.

b. Kandungan Natrium
Faktor penting lain yang terkait dengan komposisi suspensi antasida adalah
kandungan natrium. Kandungan natrium rata-rata berkisar antara 0,68 hingga 11,3
mg/5 ml. Namun, kapasitas penetral asam rata-rata berkisar antara 28,3 hingga 9,6
meq/5 ml dan, oleh karena itu, volume suspensi antasida yang diperlukan untuk
menetralkan 40 meq asam berkisar antara 7,1 hingga 20,9 ml, tergantung pada
produknya. Dengan demikian, variabel yang lebih baik untuk mengevaluasi
kandungan natrium suspensi antasida adalah jumlah natrium yang terkandung
dalam volume suspensi antasida yang diperlukan untuk menetralkan 40 meq asam,
berdasarkan kapasitas penetral asam yang sebenarnya.

c. Sifat Antasida
Sifat antasida dari suspensi antasida agak lebih sulit, untuk dinilai, sebagian besar
karena banyaknya tes in vitro dan terbatasnya data tentang korelasi in vitro dan in
vivo. Sampai saat ini, kapasitas konsumsi asam adalah tes resmi untuk antasida. Tes
antasida awal pada dasarnya adalah tes skrining untuk produk antasida dan
menjamin kapasitas penetralan minimal. Tes kedua adalah uji kapasitas penetral
asam. Tes ini juga menunjukkan korelasi yang relatif tinggi dengan jumlah teoritis
asam yang harus dinetralkan berdasarkan pengujian. Karena kondisi pengujian, uji
kapasitas pengasaman, seperti uji kapasitas konsumsi asam, tampaknya berfungsi
sebagai uji tidak langsung daripada sebagai uji sifat antasida.

d. Kualitas Produk
Variabel kualitas suspensi antasida meliputi keseragaman konten, tingkat netralisasi
asam yang konsisten, dan kandungan mikrobiologis yang dapat diterima. Sebagian
besar suspensi antasida memiliki koefisien variasi untuk kandungan aluminium
hidroksida atau magnesium hidroksida setara kurang dari 10%. Namun, hanya
setengah dari suspensi antasida yang memiliki koefisien variasi gabungan (untuk
kedua komponen) kurang dari 10% (kisaran 2, 6 hingga 65, 3%). Koefisien variasi
yang tinggi untuk beberapa suspensi antasida mungkin disebabkan oleh perubahan
yang dilakukan dalam komposisi produk oleh pabrikan tanpa pernyataan yang
sesuai pada label.

e. Pemilihan Produk
Volume antasida yang diperlukan untuk menetralkan 40 meq asam harus kurang
dari 15 ml. Antasida harus berkontribusi kurang dari 10% (50 mg) dari
Natrium harian diizinkan dalam diet ketat yang dibatasi natrium bila digunakan
dalam rejimen tujuh dosis per hari masing-masing mampu menetralkan 40 meq
asam. Setidaknya 90% antasida harus bereaksi dalam 15 menit pada pH 3 dan 37
°C. Keseragaman kandungan, diukur sebagai koefisien gabungan variasi untuk
aluminium oksida dan magnesium hidroksida yang setara, harus kurang dari 10%.
BAB IV
KESIMPULAN

Antasida yang telah disiapkan dengan Aluminium Hidroksida dan Magnesium Hidroksida
menunjukkan hasil yang memuaskan dalam setiap aspek parameter evaluasi dan kriteria
stabilitas dibandingkan dengan formulasi lain.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Stanley L. Hem. et al, Evaluation of Antacid Suspensions Containing Aluminium


Hydroxide and Magnesium Hydroxide, American Journal of Hospital Pharmacy Vol.
39, November 1982.
2. Pawan Jalwal, Balvinder Singh, Sneh Lata, Priti Mehndiratta, Formulation and
Stabilization of Antacid Formulation, International Journal of Pharma Professional’s
Research Vol. 6 Issue. 2, April 2015.

Anda mungkin juga menyukai