Anda di halaman 1dari 32

Project Metode Fitokimia

Grup Pagi A
(Review Jurnal Isolasi dan Identifikasi Senyawa Steroid pada
Tanaman)

Dosen Pengampu: Purwati, M. Farm, Apt.


Kelompok : 3
Nama Anggota:
1. Inggrya Aliyy Fatma Pradevi (1843050018)
2. Marthius Putra Yehezkiel (1843050029)
3. Alrifat Imanuel Zebua (1843050037)
4. Azzahrotul Qona'ah Ibnatus S. (1843050044)
5. Indah Syafelia Putri (1843050059)
6. Nuril Islami (1843050090)
7. Manuel Vesselaldo (1843050020)

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA


FAKULTAS FARMASI
2020
Review Jurnal ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GLIKOSIDA STEROID
DARI DAUN ANDONG (Cordyline terminalis Kunth)

Judul Jurnal : ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GLIKOSIDA STEROID DARI DAUN


ANDONG (Cordyline terminalis Kunth)
Penulis : N. W. Bogoriani (Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran)
Publikasi : JURNAL KIMIA 2 (1), JANUARI 2008 : 40-44
ISSN : 1907-9850

Pendahuluan:
Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya akan flora dan fauna yang merupakan
sumber daya alam hayati. Oleh karena setiap spesies tumbuhan, hewan dan mikroorganisme
yang terdapat di darat maupun di laut mempunyai nilai-nilai kimiawi dalam arti
menghasilkan bahan-bahan kimia yang banyak jumlahnya, maka keanekaragaman hayati
yang tersedia di Indonesia dapat diartikan sebagai sumber bagi beaneka ragam bahan kimia
(Blunden, et al., 1981). Telah dilakukan isolasi dan identifikasi glikosida steroid yang kedua
dari daun Andong (Cordyline terminalis Kunth). Dari penelitian yang dilakukan diperoleh
isolat murni sebanyak 4,0 mg. Isolat yang diperoleh berupa padatan amorf berwarna putih
melalui beberapa tahap pemisahan secara kromatografi. Identifikasi isolat menggunakan
spektrometri massa dengan “electrospray positive” .Pola fragmentasinya menunjukkan bahwa
senyawa isolat mempunyai berat molekul 868 dari hasil perhitungan puncak-puncak ion pada
m/z 891[M + Na] + dan 869[M + H] + . Puncak-puncak ion isolat pada m/z 727 [(M + Na) -
164] + , 733 [(M + H) - 146] + , 705 [(M + H) - 164] + , dan 413 [(M + H) -456] + , dari
penggalan fragmen-fragmennya menunjukkan bahwa molekul isolat mengikat tiga gula (dua
gula terminal dan satu gula sentral) yang berasal dari bagian metilpentosa dengan berat
molekul masing-masing adalah 164 yang terikat pada aglikon. Spektrum resonansi magnet
proton dari isolat dalam piridin-d5 menunjukkan adanya sinyal-sinyal proton yang
karakteristik dari tiga gugus metil steroid (dua metil angular dan satu metil sekunder) pada δ
1,37 ppm (s), 0,85 ppm (s) dan 1,06 ppm (d, J = 6 Hz) , sebuah gugus metil pada atom karbon
nomor 25 dengan δ 0,66 ppm ( d, J = 6 Hz ), sebuah gugus etilen pada δ 5,51 ppm (br d, J
=5,7 Hz) dan muncul sinyal-sinyal proton yang terikat pada atom karbon nomor 26a-H dan
26b-H pada δ 4,13 dan 3,49 ppm (masingmasing br d, J = 9,3 Hz dan 9 Hz ) serta ada tiga
sinyal dari proton anomerik pada δ 6,43 ppm (br s), 5,56 ppm (br s) dan 4,57 ppm (d, J = 7,0
Hz). Semua data di atas memperkuat dugaan bahwa senyawa isolat merupakan senyawa
glikosida steroid spirostan.

Tinjauan Pustaka:
Tumbuhan andong (Cordyline terminalis Kunth) merupakan salah satu tumbuhan perdu
familia Liliaceae, yang secara tradisional daunnya digunakan sebagai obat diare dan disentri.
Pendekatan etnobotani ini memberikan suatu asumsi bahwa pada daun andong terdapat
senyawa aktif terhadap diare dan disentri, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
(Heftmann, 1974; Lajis, 1985; Mahato, et al., 1982; Hostettmann and Marston, 1995;
Silverstein, et al., 1991).Cordyline terminalis Kunth adalah tanaman berbunga hijau di
keluarga Asparagaceae . Tumbuhan ini memiliki nilai budaya yang penting bagi
agama animistik tradisional masyarakat Austronesia dan Papua di Kepulauan
Pasifik, Selandia Baru, Pulau Asia Tenggara, dan Papua Nugini. Selain itu juga
dibudidayakan untuk makanan, obat tradisional, dan sebagai penghias daunnya yang
beraneka warna. Ini diidentifikasi dengan berbagai macam nama umum, termasuk tanaman
ti, lili palem, palem kubis, dan tanaman keberuntungan .

Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang didapat dari hasil reaksi


penurunan dari terpena atau skualena. Steroid merupakan kelompok senyawa yang penting
dengan struktur dasar sterana jenuh[1] (bahasa Inggris: saturated tetracyclic hydrocarbon :
1,2-cyclopentanoperhydrophenanthrene) dengan 17 atom karbon dan 4 cincin.[2] Senyawa
yang termasuk turunan steroid, misalnya kolesterol, ergosterol, progesteron, dan estrogen.
Pada umunya steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur dasar yang
terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu
cincin siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak
pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan tahap oksidasi tiap-tiap
cincin.

Metode/Prosedur:
Serbuk kering daun andong kira-kira 0,5 kg diekstraksi dengan cara maserasi selama 24 jam
menggunakan pelarut n-heksana untuk mengekstraksi lipid. Selanjutnya resedu dikeringkan
pada suhu kamar sampai bebas nheksana, ditimbang, kemudian dimaserasi dengan metanol
dengan cara berulang-ulang sampai terekstraksi sempurna, kemudian diuapkan. Ekstrak
kental metanol yang diperoleh dipartisi antara air dan n-butanol, kemudian fraksi n-butanol
diuapkan, dicuci dengan dietileter, dilarutkan dalam methanol, dan disaring. Filtrat metanol
kemudian ditambahkan dietileter berlebih. Endapan yang terbentuk disaring (Heftmann,
1974). Endapan saponin selanjutnya dipisahkan dan dimurnikan. Proses pemisahan dan
pemurnian dilakukan dengan kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom dan kromatografi
cair kinerja tinggi. Metode penapisan saponin dan steroid mengikuti metode yang
dikembangkan oleh Webb (Lajis, 1985). Setelah proses pemisahan dan pemurnian, isolat
murni, selanjutnya dilakukan elusidasi struktur dengan teknik spektrometri

Pembahasan:

Ekstraksi:
Sebanyak 0,5 kg serbuk kering daun Andong diekstraksi dengan teknik maserasi, berturut-
turut menggunakan pelarut n-heksana dan metanol. Proses ekstraksi dengan dua pelarut ini
dilakukan untuk memisahkan semua komponen baik polar maupun non polar dari cuplikan,
sehingga mempermudah pemisahan selanjutnya. Ekstrak kental dari metanol adalah 85 g .
Hasil penapisan fitokimia terhadap ekstrak metanol kental diperoleh bahwa daun Andong
mengandung saponin dan steroid.

Fraksionasi:
Ekstrak metanol kental seberat 60 g kemudian dipartisi antara air dan n-butanol (1:1),
kemudian masing-masing fraksi dipisahkan dan dipekatkan sehingga diperoleh fraksi air, dan
nbutanol. Masing-masing fraksi kental diperoleh n-butanol seberat 40,1 g dan air 16,0 g.
Fraksi nbutanol kental lebih banyak mengandung saponin setelah uji fitokimia. Fraksi n-
butanol kemudian dicuci dengan eter, setelah itu dilarutkan dalam methanol, disaring dan
kemudian filtrat methanol ditambah eter berlebih dan endapan disaring. Endapan saponin
yang diperoleh seberat 11,0 g.

Pemisahan dan Pemurnian:


Fraksi n-butanol yang paling aktif kemudian dipisahkan dengan cara kromatografi kolom
gravitasi dan kromatografi cair kinerja tinggi. Fraksi n-butanol total (tiga gram) dipisahkan
pada kolom dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 (70-230 mesh) dan fase gerak
kloroform-metanol-air (3:1:0,1) dan penampak noda asam sulfat 10%) . Hasil kromatografi
kolom gravitasi adalah 50 fraksi (tiap fraksi tiga meliliter). Setelah diperlakukan kromatografi
lapis tipis dengan kloroformmetanol-air (3:1:0,1) eluat ini menghasilkan tiga kelompok fraksi
.
Fraksi fraksi B telah menunjukkan satu noda melalui uji kemurnian dengan KLT
menggunakan berbagai eluen. Dari hasil uji busa dan steroid menunjukkan bahwa fraksi B
adalah positif saponin steroid.

Analisis fraksi B dilanjutkan dengan KCKT yaitu dengan kolom YMC ODS-AQ 5 µm 120 A
o 250 x 4,6 mm, fasa gerak campuran asetonitril-air-asam asetat (50:50:0,05), menunjukkan
ada lima puncak kemudian dilakukan pemisahan dan pemurnian. Keempat komponen yang
dipisahkan diperoleh berat berturut-turut (4,8 mg; 1,4 mg; 4,0; 7,5 mg dan 4,8 mg). Isolat
mayor (7,5 mg) berupa serbuk putih yang diteruskan untuk analisis dengan spektrometri
massa (SM) dan resonansi magnet proton (RMI1H).

Data Spektrometri Massa (MS) :


Dari perhitungan ion puncak pada m/z 891 [M + Na] + dan 869[ M + H] + pada spektrum
massa terlihat bahwa isolat CT-4 mempunyai berat molekul 868. Berdasarkan data spektrum
spektrometri massa dari isolat yang mempunyai harga m/z 891 [M + Na] + , 869[ M + H] +
dan data hasil penggalan fragmen-fragmennya pada harga m/z 727[(M + Na) – 164] + ,
723[(M + H) – 146] + , 705[(M + H) – 164] + , dan 413[(M + H) – 456] + menunjukkan
bahwa molekul isolat mengikat tiga gula (kemungkinan dua gula terminal dan satu gula
sentral) yang berasal dari metilpentosa dengan berat molekul masing-masing gula adalah 164
yang terikat pada aglikon.

Data Spektrometri Resonansi Magnet Proton (RMI1H):


Spektrum resonansi magnet proton dalam pelarut C5D5N (300 MHz) menunjukkan adanya
sinyalsinyal proton dari empat gugus metil steroid pada: δ 1,37 ppm (3H, s, 19-H), 1,06
ppm(3H, d, J = 6 Hz, 21-H) dan δ 0,85 ppm (3H, s, 18-H), dan sebuah gugus metil yang
terikat pada C25 dengan δ 0,66 ppm (doublet, J=6 Hz ), sebuah gugus etilen pada δ 5,51 ppm
(1H, br d, J = 5,7 Hz, 6-H) dan muncul sinyal-sinyal proton yang terikat pada atom C26 pada
δ 4,13 dan 3,49 ppm (masing-masing 1H, brd, J = 9,3 Hz, dan 9Hz 26a-H dan 26b-H) serta
tiga sinyal dari proton anomerik pada δ 6,43 ppm (1H, br s, 1-H), 5,56 ppm (1H, br s,1-H)
dan 4,57 ppm (1H, d, J = 7,0 Hz, 1-H)
memperkuat dugaan bahwa senyawa isolat merupakan saponin steroid turunan spirostan
dengan mengikat tiga gula (diduga dua gula ramnosa dan satu gula fukosa) dan mempunyai
tiga orientasi ikatan glikosidik (dua orientasi ikatan dua α-L-ramnopiranosida dan satu β-D-
fukopiranosida yang terjadi baik secara antar glikon maupun antar glikon dan Penelitian
sebelumnya dihasilkan senyawa saponin steroid spirostananol dengan struktur senyawa
saponin pada atom C25 dan C27 merupakan suatu ikatan rangkap dua (gugus elesometilin)
yang mempunyai berat molekul 866 sedangkan saponin steroid pada penelitian ini
mempunyai berat molekul 868 dan pada atom C25 mengikat gugus metil yang berasal dari
C27.

Kesimpulan:
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Telah dilakukan isolasi dan identifikasi glikosida steroid spirostan dari daun Andong
(Cordyline terminalis Kunth) berupa padatan amorf berwarna putih.
2. Bagian gula saponin menunjukkan adanya tiga gula yang terikat pada aglikonnya. Dari
pelepasan fragmen 146, 164 dan 456 berasal dari metilpentosa. Dari harga tetapan
gandengan proton anomerik ketiga gula mempunyai tiga orientasi ikatan yaitu dua αL-
ramnopiranosida dan satu β-Dfukopiranosida yang terjadi baik secara antar glikon
maupun antar glikon dan sapogenin.
3. Struktur dari sapogenin steroid spirostan dan tiga gula yang menyusun glikonnya (dua α-
L-ramnopiranosidadan satu β-Dfukopiranosida).
Review Jurnal ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA STEROID
FRAKSI n-HEKSANA DAUN BUAS-BUAS (Premna serratifolia L.)

Judul Jurnal : Jurnal ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA STEROID FRAKSI


n-HEKSANA DAUN BUAS-BUAS (Premna serratifolia L.)
Penulis : Joly Tonius, Muhamad Agus Wibowo, Nora Idiawati Progam Studi Kimia,
Fakultas MIPA, UniversitasTanjungpura.
ISSN : ISSN 2303-1077

Pendahuluan:
Tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki peranan
penting dalam pemanfaatannya sebagai obat untuk penyakit tertentu dan merupakan warisan
turun temurun. Indonesia kaya akan sumber daya alam yang melimpah terutama sumber daya
alam hayati. Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity country dikenal sebagai sumber
berbagai tumbuhan obat. Sekitar 30.000 jenis flora yang ada di hutan tropika Indonesia,
kurang lebih 9.600 spesies telah dikaji memiliki khasiat sebagai obat (Timumu et. al., 2010).
WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan
kesehatan masyarakat, pencegahan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit
degeneratif dan kanker (WHO, 2003).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Muthukumaran et al. (2013), ekstrak kayu
dari tanaman buas-buas menunjukkan adanya aktivitas antioksidan terhadap 1,1-Difenil-2-
Pikrilhidrazil (DPPH), Asam 2,2-Azinobis-3-etilbenzatiazolin-6- sulfonat (ABTS), H2O2
dengan nilai IC50 berturut-turut 155 μg/mL, 211 μg/mL, dan 619 μg/mL. Akar tanaman
buas-buas memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi karena adanya suatu senyawa acteoside
yang memiliki nilai IC50 empat kali lebih tinggi dibandingan ekstrak kasar kayu buas-buas.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan senyawa acteoside memilki bioaktivitas berupa
aktivitas antiinflamasi, hepatoprotektif, dan dapat menghambat pembelahan sel leukimia pada
manusia (Bose et al., 2013). Selain itu, ekstrak akar tanaman buas-buas memiliki aktivitas
antimikrobial, serta daunnya memiliki aktivitas biologis yang khas (Rajendran dan Basha,
2010).
Menurut hasil penelitian Selvam et al. (2012), yang menguji ekstrak alkohol daun buas-buas
terhadap beberapa sel kanker yaitu sel MCF7, HepG2, dan A549 diperoleh bahwa daun
tanaman buas-buas memiliki aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas yang tinggi sehingga
berpotensi sebagai antikanker. Hasil penelitiannya juga dilaporkan bahwa ekstrak metanol
daun buas-buas memiliki aktivitas antioksidan sebesar 101,20 μg/mL dengan menggunakan
metode DPPH. Vavidu et al. (2009) dan Sing (2011) melaporkan bahwa ekstrak alkohol daun
buas-buas memiliki aktivitas hepatoprotektif, antitumor, dan antimikroba. Beberapa senyawa
metabolit sekunder yang diketahui bersifat aktif pada ekstrak alkohol daun buas-buas adalah
senyawa golongan alkaloid, flavonoid, dan triterpenoid dengan uji fitokimia. Salah satu
komponen utama yang terdapat pada daun buas-buas adalah senyawa fitosterol. Oleh karena
itu, pada penelitian ini akan dilakukan isolasi dan karakterisasi terhadap senyawa steroid dari
daun buas-buas tersebut. Karakterisasi senyawa tersebut akan dilakukan menggunakan
spektrofotometer inframerah untuk menentukan struktur senyawa steroid fraksi n-heksana
daun buas-buas.
Tinjauan Pustaka:
Tumbuhan buas-buas merupakan tanaman yang banyak terdapat di Kalimantan Barat dengan
berbagai spesies dan daunnya sering dimanfaatkan oleh masyarakat Melayu Kalimantan
Barat sebagai sayuran/lalapan. Daun buas–buas dipercaya memiliki khasiat sebagai obat dan
telah digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai obat cacingan, masuk angin,
membantu pembekuan darah, meningkatkan selera makan pada anak, memperlancar ASI, dan
sebagai pengawet makanan (Kurniati, 2013). Salah satu spesies daun buas-buas adalah
Premna cordifolia ROXB.. Berdasarkan taksonomi, buas–buas termasuk ke dalam famili
Verbenaceae dan genus Premna (Vavidu et al., 2009).
Buas-buas merupakan tanaman semak yang memiliki tinggi hingga 9 meter dan termasuk ke
dalam famili verbenaceae. Batang buas-buas tidak terlalu besar dan memiliki banyak cabang
(Vavidu et al., 2009). Tanaman jenis ini biasanya tumbuh di daerah pekarangan rumah
ataupun perkebunan. Masyarakat pada umumnya memanfaatkan daunnya seperti pada
gambar 1 untuk dikonsumsi. Menurut Warrier et al. (1995), beberapa bagian tanaman buas-
buas sering digunakan sebagai tanaman obat, di antaranya sebagai antitumor, kanker,
kelainan jantung, hepatoprotektif, batuk, asma, bronkitis, perut kembung, dan wasir.
Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang didapat dari hasil reaksi
penurunan dari terpena atau skualena. Steroid merupakan kelompok senyawa yang penting
dengan struktur dasar sterana jenuh dengan 17 atom karbon dan 4 cincin.Senyawa yang
termasuk turunan steroid, misalnya kolesterol, ergosterol, progesteron, dan estrogen. Pada
umunya steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur dasar yang terdiri dari
17 atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana.
Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak pada gugus
fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan tahap oksidasi tiap-tiap cincin.

Metode/Prosedur:
Daun buas-buas dibersihkan, dan dipotong tipistipis serta dikering-anginkan. Sampel yang
telah kering dihaluskan sampai menjadi serbuk. Sebelum preparasi sampel dideterminasi di
Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Tanjungpura. Seberat 1000 g serbuk kering daun buas-buas disokletasi dengan 5 L pelarut
nheksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan menggunakan rotary evaporator.(Gunawan, dkk.,
2008). Proses isolasi senyawa steroid dari fraksi n-heksana daun buas-buas dilakukan
menggunakan metode sokletasi.
Penentuan Terpenoid-steroid :
- Uji Lieberman–Burchard. 15 mg sampel ditambahkan asam asetat glasial sebanyak 10
tetes dan asam sulfat pekat 2 tetes. Larutan dikocok perlahan, dibiarkan selama beberapa
menit. Steroid memberikan warna biru atau hijau, dan triterpenoid memberikan warna
merah atau ungu (Harborne, 1987).
- Uji Salkowski. 15 mg sampel dari masing-masing ekstrak dilarutkan dalam 2 mL
kloroform dan 3 mL asam sulfat pekat. Kemudian akan terbentuk dua lapisan. Lapisan
warna merah atau orange menunjukkan adanya senyawa terpenoidsteroid (Egwaikhide
dan Gimba, 2007)
Hasil Dan Pembahasan:
Berdasarkan hasil uji fitokimia isolat merupakan suatu steroid karena terbentuk warna hiaju
pada uji Liberman-Buchard. Isolat yang dihasilkan berupa kristal putih berbentuk kristal yang
diduga sebagai senyawa cholestane. Hipotesis bahwa senyawa dominan pada daun buas-buas
berupa fitosterol karena adanya hasil penelitian dari peneliti lain yang menyatakan fitosterol
merupakan senyawa yang paling dominan dalam isolasi tanaman berbiji termasuk berbiji
terbuka dan berbiji tertutup (Grunwald, 1980; Gordon and Miller, 1997; Dutta and Normen,
1998; Piironen et al., 2000). Oleh karena itu, fitosterol diduga sebagai kandungan senyawa
yang paling dominan pada tanaman buas-buas baik pada akar, batang dan daun. Senyawa
fitosterol merupakan salah satu senyawa yang memiliki peran penting dalam dunia medis
(Gul and Amar, 2006).
Salah satu pelarut yang sering digunakan dalam proses isolasi fitosterol adalah n-heksana,
sehingga proses ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut n-heksana. (Gunawan, dkk., 2008).
Ekstraksi daun buasbuas menggunakan metode sokletasi memanfaatkan sirkulasi pelarut
dalam sistem secara berulang sehingga penggunaan pelarut lebih efektif.. Oleh karena itu,
pada penelitian proses ekstraksi dilakukan menggunakan metode sokletasi. Dalam proses
sokletasi pelarut diuapkan ke dalam labu soxhlet dan turun secara berkala sesuai dengan titik
didih pelarut sehingga terjadi pergantian pelarut secara berkala.
Sebelum diekstrak, daun buas-buas dikering anginkan untuk mengurangi kadar air pada daun
dan digiling untuk memperbesar luas permukaan sehingga ekstraksi dapat berlangsung secara
lebih efektif. Sokletasi dilakukan menggunakan 1 kg serbuk kering daun buas-buas dengan 5
liter n-heksana. Proses sokletasi dapat dilakukan 50 gram dalam 250 mL n-heksana sebanyak
10 kali dan per 25 gram dalam 125 mL n-heksana sebanyak 20 kali. Ekstrak merupakan
ekstrak non polar berwarna hijau pekat.
Uji Fitokimia
Ekstrak hasil sokletasi dipekatkan secara evaporasi menggunakan evaporator untuk
mendapatkan ekstrak kental dengan massa ekstrak sebesar 19,312 gram. Ekstrak diuji secara
fitokimia untuk mengetahui golongan senyawa yang ada pada ekstrak dengan uji golongan
alkaloid, flavonoid dan terpenoid-steroid. Berdasarkan hasil uji fitokimia ekstrak positif
mengandung alkaloid, flavonoid dan terpenoid-steroid. Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada
table dibawah ini.
Tabel Uji Fitokimia
No Uji Pengamatan Keterangan
1 Alkaloid Terbentuk 2 lapisan -
a. Wagner Terbentuk endapan coklat Alkaloid
b. Meyer Terbentuk endapan merah Flavonoid
2 Flavonoid
3 Tepenoid-steroid Lapisan hijau dan kuning Steroid
a. Liberman Buchard Lapisan merah dan hijau Tepenoid-steroid
b. Salkowsky Terbentuk 2 lapisan

Data Analisis Spektrum IR


Berdasarkan spektrum IR pada isolat fraksi n-heksan daun buas-buas tidak menunjukkan
adanya senyawa karbonil ataupun ikatan rangkap. Hal ini berarti isolat berupa suatu
hidrokarbon yang memiliki spektrum yang cukup sederhana. Kromatogram suatu
hidrokarbon ditunjukkan pada serapan utama medium kuat di dekat 3000 cm-1 dengan
rentang 3000 cm-1 sampai dengan 2800 cm-1 merupakan ikatan C-H dan vibrasi regang.
Selain itu, serapan kuat sekitar 1450 cm-1 dan 1375 cm-1 sebagai serapan pendukung
menunjukkan ikatan C-H dan vibrasi lentur. Spektrum medium kuat sampel yang terdapat
pada 2918,30 cm-1 dan 2850,79 cm-1 yang menunjukkan adanya ikatan C-H dan vibrasi
regang. Vibrasi regang C-H simetris dari gugusan -CH3 dan-CH2- memberikan serapan
puncak yang berdekatan (2872 cm-1 dan 2853 cm-1 ). Vibrasi lainnya terdapat pada vibrasi
regang C-H tak simetris dengan menunjukkan puncak yang berdekatan (2962 cm-1 dan 2926
cm-1 ). Selain itu, serapan medium pada 1460,11 cm-1 dan 1375,25 cm-1 yang menunjukkan
adanya ikatan C-H dan vibrasi lentur. Spektrum 1460,11 cm-1 dan 1375,25 cm-1
menunjukkan gugus metil dengan vibrasi deformasi, simetris (±1380 cm-1 ) dan tak simetris
(±1465 cm-1 ). Adapun spektrum pendukung berupa spektrum antara 1200 cm1 sampai
dengan 800 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C-C stretching dengan serapan pada 968,27
cm-1 .
Serapan-serapan spektrum inframerah pada sampel menunjukkan adanya kemiripan yang
sangat signifikan dengan senyawa cholestane. Hal ini ditunjukkan dengan adanya serapan
pada 2964 cm-1 dan 2867 cm-1 serta 1467 cm-1 dan 1379 cm-1 . Selain itu, adanya spektrum
960 cm-1 dan 723 cm-1 yang sangat mendekati spektrum sampel dimana 5-alpha cholestane
memiliki rumus molekul C27H48.
Tabel Penentuan Gugus Berdasarkan Spekrum IR
No Gugus Spektra Sampel Spektra Standar (SDBS, 2015)
1 -CH3 2918,30 cm-1 2964 cm-1
2 -CH2 2850,79 cm-1 2867 cm-1
3 -CH3 1460,11 cm-1 1467 cm-1
4 -CH2 1375,25 cm-1 1379 cm-1
5 -CH 1301,95 cm-1 1305 cm-1
6 C-C 1168,86 cm-1 1161 cm-1
7 C-C 1070,49 cm-1 1024 cm-1
8 C-C 968,27 cm-1 960 cm-1
9 C-H 908,47 cm-1 930 cm-1
10 -CH2 723,31 cm-1 723 cm-1

Gambar Struktur Cholestane

Kesimpulan:
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan senyawa steroid fraksi n-
heksana daun buas-buas diduga merupakan suatu cholestane yang termasuk dalam salah satu
golongon steroid.
Review Jurnal ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA STEROID
FRAKSI KLOROFORM DARI FRAKSINASI EKSTRAK METANOL
DAUN KEREHAU (Callicarpa longifolia Lam.)

Judul Jurnal : ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA STEROID FRAKSI


KLOROFORM DARI FRAKSINASI EKSTRAK METANOL DAUN KEREHAU
(Callicarpa longifolia Lam.)
Penulis : Arie Novadiana, Erwin, Subur P. Pasaribu (Program Studi Kimia FMIPA
Universitas Mulawarman)
Publikasi : Jurnal Kimia Mulawarman Volume 12 Nomor 1 November 2014
ISSN : 1693-5616

Pendahuluan :
Indonesia merupakan negara yang sangat berpotensi dalam keanekaragaman hayatinya, salah
satunya adalah hutan. Keanekaragaman sumber daya alam hayati Indonesia ini merupakan
sumber senyawa kimia, baik berupa senyawa metabolit sekunder maupun senyawa metabolit
primer (Darwis, 2000; Sutisna, 2000). Hampir setiap daerah di Indonesia mengenal ramuan
obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan tertentu secara
tradisional. Penggunaan tumbuh tumbuhan tertentu sebagai obat merupakan warisan turun
temurun dari nenek moyang kita sejak dahulu hingga sekarang ini untuk penyakit tertentu.
Bahan obat yang digunakan dapat berasal dari daun, batang, akar, bunga dan biji-bijian
(Siregar, P, 2005). Salah satu keanekaragaman hayati yang dimanfaatkan sebagai obat
tradisional oleh salah satu suku asli Kalimantan yaitu suku Dayak Tunjung adalah Kerehau.
Penelitian lebih lanjut oleh Setyowati, F.M 2010 melaporkan bahwa tumbuhan Kerehau
(Callicarpa Longifolia Lam.) dimanfaatkan oleh suku Dayak Tunjung sebagai obat masuk
angin dan bengkak pada bagian akar sedangkan pada bagian daun digunakan sebagai bedak
basah.
Tumbuhan dari genus Callicarpa telah banyak digunakan sebagai obat-obatan. Kurang lebih
14 spesies dari genus ini telah dilaporkan aktivitas biologisnya sebagai anti bakteri, anti
jamur dan anti serangga (Jones, 2008). Seperti Callicarpa macrophylla Vahl. dilaporkan
memiliki aktivitas yang baik sebagai anti inflamasi (Virendra dkk, 2011) dan Callicarpa
japonica Thumb. dilaporkan memiliki aktivitas anti bakteri yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Bacillus Circus (Yong-suk Kim dkk, 2004). Di Cina, Callicarpa
macrophylla Vahl. dan 2 spesies lainnya telah digunakan untuk menghentikan pendarahan
internal dan eksternal serta mengobati luka bakar (Jones. 2008). Adanya efek farmakologi
pada suatu tumbuhan dipengaruhi oleh adanya senyawa metabolit sekunder yang terkandung
pada tumbuhan tersebut. Senyawa golongan diterpen, flavonoid, fenilpropanoid, fitosterol,
seskuiterpendan triterpen dilaporkan telah diisolasi dari tumbuhan genus Callicarpa (Jones.
2008). Pada daun tumbuhan kerehau (Callicarpa longifolia Lam.) terdapat senyawa metabolit
sekunder golongan Steroid, Fenolik dan Flavonoid dari hasil uji skrining fitokimia yang telah
dilakukan sebagai uji pendahuluan.
Berdasarkan hal di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengisolasi senyawa Steroid
yang terdapat pada daun tumbuhan Kerehau (Callicarpa Longifolia Lam.) asal Kalimantan
dengan metode ekstraksi menggunakan Metanol lalu dilakukan proses fraksinasi
menggunakan nheksana. Kemudian metanol hasil fraksinasi dengan nheksan di fraksinasi
kembali dengan kloroform. Selanjutnya hasil fraksinasi Kloroform dianalisis kromatografi
lapis tipis (KLT) lalu dilanjutkan dengan kromatografi kolom vakum dan kromatografi kolom
tekan. Senyawa hasil isolasi dikarakterisasi secara Spektrofotometri Infra Merah (IR) dan
diuji toksisitasnya dengan menggunakan uji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) serta
dilakukan juga uji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) terhadap Ekstrak Metanol dan Ekstrak
fraksi Kloroform.
Tinjauan Pustaka:
Daun kerehau merupakan salah satu tanaman berkhasiat yang tumbuh di kalimantan Timur.
Berbentuk semak cemara atau pohon kecil, batang dan cabang padat seperti bintang berbulu,
daun berkelenjar, mahkota seperti mawar putih atau berwarna gelap, buah berkelenjar merah
muda, spesies yang sangat variabel dan polimorfik(1) . Berdasarkan pengalaman empiris
masyarakat, daun kerehau memiliki khasiat sebagai obat masuk angin, malaria, ulkus, diare,
pengobatan setelah persalinan, demam dengan cara direbus daun dan air secukupnya sampai
mendidih kemudian didinginkan dan diminum sebanyak 3 kali sehari, dan sebagai obat
bengkak dengan cara ditumbuk dan ditempelkan pada bengkak kemudian dibalut dan ditutup
kain penutup agar tumbukan daun dapat menempel pada bengkak. Pengobatan tanpa takaran
kemungkinan besar menimbulkan kesalahan dosis karena dosis berada pada sub terapi atau
toksik. Tumbuhan kerehau memiliki metabolit sekunder (tanin, saponin, flavonoid dan
alkaloid) yang memiliki aktivitas mengobati atau mengurangi inflamasi.
Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang didapat dari hasil reaksi
penurunan dari terpena atau skualena. Steroid merupakan kelompok senyawa yang penting
dengan struktur dasar sterana jenuh[1] (bahasa Inggris: saturated tetracyclic hydrocarbon :
1,2-cyclopentanoperhydrophenanthrene) dengan 17 atom karbon dan 4 cincin.[2] Senyawa
yang termasuk turunan steroid, misalnya kolesterol, ergosterol, progesteron, dan estrogen.
Pada umunya steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur dasar yang
terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu cincin
siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak pada gugus
fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan tahap oksidasi tiap-tiap cincin.
Metode atau Prosedur
Pengambilan Sampel Callicarpa longifolia Lamk. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan
mengambil bagian daun Kerehau (Callicarpa longifolia Lamk.). Sampel yang telah terkumpul
kemudian dikeringanginkan dan dihaluskan.
Ekstraksi dan Fraksinasi
Serbuk kering daun Kerehau (Callicarpa longifolia Lam.) dimaserasi dengan menggunakan
pelarut metanol dan disimpan di tempat terlindung dari cahaya matahari sambil sesekali
dikocok. Maserasi dilakukan berkali – kali hingga diperoleh filtrat jernih.
Hasil maserasi disaring dan dipekatkan dengan rotary evaporator. Selanjutnya dilakukan
proses fraksinasi terhadap ekstrak kasar metanol tersebut. Fraksinasi untuk masing – masing
fraksi dilakukan berulang kali hingga warna pelarut pada fraksi yang diinginkan bening.
Fraksinasi dilakukan dengan corong pisah, dilakukan menggunakan pelarut n – Heksan
terlebih dahulu, Kloroform, kemudian Etil Asetat (Lopes et al, 2004). Hasil fraksinasi dari
fraksi – fraksi yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator, kemudian dilakukan uji
fitokimia pada masing – masing fraksi. Dalam penelitian ini terhadap fraksi kloroform
dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa metabolit sekunder daun Kerehau (Callicarpa
longifolia Lam.). dan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas
Mulawarman.
Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui jenis metabolit sekunder yang terkandung pada
ekstrak methanol daun Kerehau (Callicarpa longifolia Lam.) serta fraksi Kloroform dan Isolat
Fraksi Kloroform. Masing – masing dilarutkan sesuai dengan pelarutnya.
Uji Steroid (Uji Lieberman Buchard)
Ekstrak kasar metanol daun Kerehau (Callicarpa longifolia Lam.) dan fraksi – fraksinya
ditambahkan 3 tetes pereaksi Lieberman – Burchard (asam asetat glasial + H2SO4 pekat). Uji
positif triterpenoid memberikan warna merah atau ungu dan uji positif steroid memberikan
warna hijau atau biru (Harborne, 1987).
Pemisahan dan Pemurnian Senyawa Metabolit Sekunder
Pada fraksi kloroform dilakukan uji Kromatograsi Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan
penyinaran dari lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 365 nm untuk mengetahui
komposisi eluen yang akan digunakan sebagai kontrol hasil dari kromatografi kolom vakum
dengan melihat hasil pemisahan spot / noda yang ada. Pemisahan pertama dilakukan dengan
kromatografi kolom vakum (KVC) menggunakan silika gel GF254 sebagai fasa diamnya
dengan metode elusi gradien. Eluen yang digunakan dimulai dari n-heksana 100% sampai
dengan Etil Asetat 100% seperti tabel di bawah ini :
Tabel 1. Komposisi perbandingan pelarut untuk KVC
No Perbandingan
n-Heksa Etil Asetat
1 100% -
2 9 1
3 8 2
4 7 3
5 6 4
6 5 5
7 4 6
8 3 7
9 2 8
10 1 9
11 - 100%
Sebelum dilakukan kromatografi kolom dilakukan impregnasi terhadap silika gel 50-100
mesh. Kemudian silica gel GF254 dimasukkan ke dalam corong vakum sebanyak ¼ dari
ukuran corong vakum, dialirkan pelarut n-heksana 100% sambil pompa vakum dijalankan
hingga silika menjadi kering, kemudian diberi kertas saring sebagai pembatas antara silika
GF254 dengan silika impregnan lalu silika yang telah di impregnan dimasukkan ke dalam
corong vakum dan di atas silika diberi kertas saring kembali, vakum dijalankan dan
dimasukkan eluen perbandingan yang telah ditentukan hingga selesai.
Fraksi A yang positif mengandung senyawa metabolit sekunder kemudian di uji KLT
kembali dengan berbagaiperbandingan pelarut untuk mencari perbandingan pelarut yang
terbaik untuk digunakan pada kromatografi kolom tekan. Pemisahan kedua dilakukan
kromatografi kolom tekan dengan menggunakan silika gel 60 (70-230 mesh) sebagai fasa
diamnya. Silika gel disuspensikan terlebih dahulu dengan eluen perbandingan pelarut terbaik
yang diperoleh dari uji KLT setelah didapat fraksi gabungan, kemudian dimasukkan ke dalam
kolom tekan yang dasarnya telah disumbat kapas. Lalu dilakukan penekanan secara manual
dari atas kolom dengan menggunakan pompa dan diatur tetesan yang keluar dari kolom
tersebut. Fraksi A yang positif mengandung senyawa metabolit sekunder dimasukan ke dalam
kolom dan dielusi. Kemudian dilakukan pemisahan dengan menggunakan perbandingan
pelarut seperti tabel di bawah ini:
Tabel 2. Pemisahan Perbandingan Pelarut
No. Perbandingan
n – Heksan Kloroform Etil Asetat
1 4 6
2 3 7
3 2 8
4 1 9
5 - 100%
6 9 1
7 8 2
8 7 3
9 6 4
10 5 5
11 4 6
12 3 7
13 2 8
14 1 9
15 - 100%

Hasil dari kromatografi kolom tekan yang didapatkan kemudian ditampung tiap 5 mL di
dalam botol vial, selanjutnya dimonitoring dengan uji KLT menggunakan eluen yang sama
seperti eluen yang ada pada kolom tekan dan diamati di bawah lampu UV pada panjang
gelombang 254 dan 365 nm untuk melihat hasil pemisahan spot/noda yang dapat terlihat di
bawah penyinaran lampu UV tersebut. Hasil yang memberikan nilai Rf sama digabung.
Fraksi gabungan didiamkan selama beberapa hari sampai pekat agar terdeteksi saat dilakukan
uji KLT. Fraksi yang positif mengandung senyawa metabolit sekunder ditunjukkan dengan
noda tunggal yang dapat dilihat saat uji KLT, kemudian dimurnikan dengan rekristalisasi.
Hasil rekristalisasi diamati kembali dengan uji KLT menggunakan berbagai eluen, yaitu n-
heksana, kloroform dan etil asetat.
Identifikasi Senyawa Steroid
Senyawa steroid hasil isolasi yang diperoleh dikarakterisasi dengan spektrofotometer IR
untuk mengetahui bilangan gelombang yang dapat menunjukkan gugus fungsi yang dimiliki
senyawa steroid hasil isolasi.
Pembahasan
Uji Fitokimia Pemisahan dan Pemurnian
Tabel 3. Identifikasi jenis ekstrak
Jenis Ekstrak
Jenis Senyawa Ekstrak Kasar Frasksi Kloroform Ekstrak Kasar
Metanol Metanol
Steroid + + +

Proses pemisahan dan pemurnian dilakukan dengan metode kromatografi kolom. Sebelum
pemisahan dan pemurnian dilakukan, terlebih dahulu dianalisis dengan menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT), analisis ini bertujuan untuk menentukan pelarut yang akan
digunakan pada saat pemisahan dengan kromatografi kolom. Pola kromatogram pada KLT
menunjukkan pola pemisahan yang terjadi pada kromatografi kolom. Pemisahan pertama
dilakukan dengan menggunakan KVC, pelarut yang digunakan merupakan pelarut organic
yang ditingkatkan kepolarannya secara gradien, pada pemisahan ini digunakan pelarut n-
heksan dan etil asetat. Fraksi n-heksan dengan eluen n-heksan dan etil asetat dengan
perbandingan yang dilakukan pada KVC yaitu 100% n-heksan sebanyak 2 kali; 9:1
sebanyak1 kali; 8:2 sebanyak 3 kali; 7:3 sebanyak 5 kali; 6:4 sebanyak 6 kali; 5:5 sebanyak 7
kali; 4:6 sebanyak 3 kali; 3:7 sebanyak 2 kali; 2:8 sebanyak 2 kali; 1:9 sebanyak 2 kali dan
etil asetat 100% sebanyak 4 kali. Hasil KVC Fraksi Kloroform dengan menggunakan 10.07
gram ekstrak Fraksi Kloroform didapatkan 37 fraksi.
Dari hasil KVC maka dilakukan uji KLT pada 37 fraksi untuk penentuan gabungan fraksi,
berdasarkan dari hasil uji KLT maka fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama
digabungkan sehingga didapatkan 9 fraksi gabungan. Penggabungan dari masing-masing
fraksi tersebut adalah fraksi A (1-7), fraksi B (8-11), fraksi C (12-19), fraksi D (20-22), fraksi
E (23), fraksi F (24-25), fraksi G (26-28), fraksi H (29-31), fraksi I (32-37). Kemudian dari 9
fraksi di atas di KLT kembali dengan menggunakan eluen n-heksan : etil asetat dengan
perbandingan 6:4. Dari hasil uji. Dihitung nilai LC50 senyawa ditentukan dengan
menggunakan program Analisis Probit.
KLT dapat dilihat pola kromatogram seperti gambar di bawah :

Gambar 1. Pola Kromatogram


Berdasarkan pola kromatogram di atas maka untuk fraksi D, E dan F dapat digabungkan
menjadi satu fraksi menjadi fraksi D serta dilakukan penggabungan untuk fraksi G, H, dan I
menjadi fraksi E. Kelima fraksi ini kemudian dianalisa kembali dengan menggunakan KLT
sebagai bahan pertimbangan untuk fraksi yang akan, massa dari tiap fraksi yang didapat
adalah Fraksi A sebesar 0.21 gram, fraksi B sebesar 0.48 gram, fraksi C sebesar 1.2 gram,
fraksi D sebesar 0.71 gram dan fraksi E sebesar 1.65 gram. Massa dan pola kromtogram
dijadikan pertimbangan untuk rekolom selanjutnya dari hasil analisa KLT tersebut maka
digabungkan antara fraksi A dan Fraksi B menjadi satu fraksi yaitu Fraksi A sehingga didapat
massa sebesar 0.69 gram dan kemudian terhadap fraksi A ini dilakukan pemurnian lebih
lanjut dengan menggunakan Kolom flash. Sebelum dilakukan proses kolom kedua ini,
dilakukan analisa KLT terlebih dahulu untuk menentukan penggunaan pelarut dan eluen yang
tepat untuk digunakan pada kolom Flash. Berdasarkan pada analisa KLT yang telah
dilakukan maka didapatkan hasil eluen untuk kolom flash ini yaitu n-heksan : kloroform dan
kloroform : etil asetat dengan berbagai komposisi perbandingan yaitu dimulai dari n-heksan :
kloroform dengan perbandingan 4 : 6 diteruskan sampai dengan pada 100% pelarut kloroform
kemudian dilanjutkan dengan perbandingan eluen kloroform : etil asetat dari 100% kloroform
sampai pada 100% etil asetat. Proses pengerjaan kolom ini dilakukan dengan menggunakan
masing-masing 100 mL pada setiap perbandingan pelarut, perbandingan pelarut akan
dilanjutkan dengan perbandingan berikutnya jika tidak terjadi perubahan pola pita pada
sampel dalamkolom tersebut. Hasil kolom ditampung masing-masing ±10mL dalam setiap
botol vial.
Dari hasil penggabungan fraksi, pada fraksi A.e dan A.f terbentuk kristal amorf.
Rekristalisasi dilakukan dengan melarutkan fraksi yang membentuk kristal dengan kloroform
lalu diteteskan sedikit kloroform panas agar larut sempurna kemudian diteteskan sedikit demi
sedikit nheksan hingga berwarna keruh. Setelah diteteskan dengan n-heksan sampel yang
telah direkristalisasi didinginkan dalam kulkas selama satu hari. Setelah didinginkan dalam
kulkas dilihat endapan yang terbentuk lalu dipisahkan dengan menggunakan kertas saring,
kemudian dilakukan kembali uji KLT untuk menetukan kemurnian kristal yang didapat,
dilakukan rekristalisasi berulang hingga Kristal yang didapat menunjukkan noda tunggal pada
plat KLT.
Hasil rekristalisasi fraksi A.f kemudian dianalisis karakterisasi senyawa dengan
menggunakan FT-IR. Dari hasil kristal amorf yang telah direkristalisasi dan didapatkan noda
tunggal, kemudian dilakukan pengukuran spektrum FT-IR yang dikirim ke Laboratorium
Kimia Organik FMIPA-UGM Yogyakarta hingga didapatkan hasil seperti pada gambar di
bawah ini :

Gaambar 2. Spektrum FI-IR Kristal


Berdasarkan hasil dari spektrum Infra Merah dapat dilihat terjadi serapan pada daerah
bilangan gelombang ν3248.13 cm-1 yang merupakan rentangan (streching) dari gugus OH
yaitu pada kisaran antara 3230-3550 cm-1, dugaan ini diperkuat dengan adanya rentangan
serapan COH sekunder pada daerah bilangan ν1002.98 cm-1 dan ν941.26 cm-1 yang
memiliki kisaran bilangan spektra pada 990-1060 cm-1 (Cole, 1963). Dari hasil analisa ini
juga terdapat serapan C-H alifatik pada kisaran spektrum 2850-2950 cm-1 yang berada pada
serapan bilangan gelombang ν2862.36 cm-1 dan ν2939.52 cm-1 yang merupakan rentangan
C-H dari CH2 dan CH3, dugaan ini dapat diperkuat dengan adanya serapan bilangan
gelombang pada  1458.18 cm-1 yang

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa karakteristik fisik dari isolat senyawa
steroid berupa Kristal amorf. Berdasarkan hasil dari interpretasi spektrum Infra Merah di atas,
maka didapatkan bahwa senyawa isolate mengandung gugus hidroksil (OH), alkil, alkohol
sekunder (C-OH) dan alkena (C=C) tak terkonjugasi. Diduga senyawa steroid yang diisolasi
adalah senyawa steroid golongan sterol (steroid alkohol) hal ini disebabkan karena terdapat
gugus –OH (alkohol sekunder) yang menunjukkan bahwa isolat merupakan senyawa steroid
yang mengandung gugus –OH.
Review Jurnal Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Steroid Dari Ekstrak
Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)

Judul Jurnal: Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Steroid Dari Ekstrak Biji Mahoni
(Swietenia mahagoni Jacq.)
Penulis: Fadillah Maryam, Subehan, Lilis Musthainah. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
Makassar dan Universitas Hasanuddin.
Publikasi: Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 2020; 7(2) 6-11
ISSN: 2356–0396.

Pendahuluan:
Indonesia kaya dengan aneka ragam flora dan fauna, keanekaragaman flora tersebut
menjadikan negara kita sebagai salah satu negara di dunia yang ikut bangkit mengembangkan
pengobatan herbal untuk penyembuhan berbagai penyakit dan kosmetika serta produk-produk
suplemen untuk kesehatan. Data menyebutkan Sekitar 30.000 jenis flora yang ada di hutan
tropika Indonesia, kurang lebih 9.600 spesies telah diketahui berkhasiat sebagai obat
(Timumu, 2010). Biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) memiliki banyak manfaat sebagai
obat diantaranya sebagai obat penurun panas, obat kencing manis (Diabetes Mellitus),
tekanan darah tinggi, peluruhan lemak, masuk angin, radang usus, diare, luka, dan bisul.
Sebagian obat alamiah ini berasal dari alam atau tumbuh-tumbuhan, inilah taraf permulaan
dari obat yang dikenal dengan obat tradisional (Dalimartha, 2006). Secara empirik biji
mahoni telah digunakan masyarakat dengan cara menumbuk biji mahoni sampai halus,
ditambah dengan air hangat dan diminum secara langsung sehingga komponen biji mahoni
bisa masuk kedalam tubuh. Namun jika tahan pahit, biji mahoni bisa dimakan mentahmentah
(Hamzari, 2008). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa biji mahoni memiliki banyak sekali
aktivitas farmakologik seperti antibakteri, antimikroba, sitotoksik, antiulcer, antifungi, anti
HIV, antiinflamasi, analgesik, antipiretik, hipoglikemik dan penghambatan aggregasi platelet
(Bhurat et al, 2011). Biji mahoni mempunyai kandungan kimia alkaloid, saponin, flavonoid,
steroid, dan terpenoid. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh (Mursiti, 2009)
berhasil meneliti senyawa aktif flavonoid 7-hidroksi-2-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-kroman-4-
one dari biji mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq.) (Rasyad, 2012) telah berhasil mengisolasi
ekstrak kasar triterpenoid sebanyak 21% dari ekstrak etanol biji mahoni. (Mursiti, 2004)
berhasil meneliti senyawa aktif alkaloid 3,6,7-trimetoksi-4-metil1,2,3,4-tetrahido-isoquinolin.
(Anggrahini, 2010) berhasil mengisolasi senyawa aktif saponin 3-Otigloyl-6-0-
asetilswietenolide sebanyak 14% dari biji mahoni. (Aliyan, 2012) berhasil mengisolasi
senyawa kimia aktif terpen dari fraksi aktif ekstrak biji mahoni. Steroid berperan penting bagi
tubuh dalam menjaga keseimbangan garam, mengendalikan metabolism dan meningkatkan
fungsi organ seksual serta perbedaan fungsi biologis lainnya antara jenis kelamin. Steroid
pada tumbuhan menunjukan efek menurunkan kolesterol dan antikarsinogenik (Nasruddin,
2017). Melihat banyaknya penelitian tentang biji mahoni dan manfaatnya, maka perlu
dilakukan penelitian tentang isolasi senyawa steroid dari biji mahoni (Swietenia mahagoni
Jacq.). Hasil yang didapat akan dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan
FTIR. penelitian tentang isolasi senyawa steroid dari biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.).
Hasil yang didapat akan dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.
Tinjauan Pustaka:
Tanaman mahoni (Swietenia mahagoni) merupakan salah satu tanaman yang dianjurkan
dalam pengembangan HTI (Hutan Tanaman Industri). Mahoni dalam klasifikasinya termasuk
famili Meliaceae. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain
yang dekat dengan pantai atau ditanam ditepi jalan sebagai pohon pelindung (Qodri et al.,
2014). Biji mahoni memiliki efek farmakologis antipiretik, antijamur, menurunkan tekanan
darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus), kurang nafsu makan, demam,
masuk angin, dan rematik. Hasil penelitian yang sering dipublikasi adalah ekstrak biji mahoni
untuk menurunkan kadar glukosa darah pada tikus Wistar. Kabar yang terbaru bahwa ekstrak
biji mahoni termasuk salah satu obat tradisional yang dapat menghambat pertumbuhan HIV
AIDS dalam laboratorium. Penelitian ekstrak mahoni sebagai antibiotik juga telah dilaporkan,
bahkan penelitinya menganjurkan agar diteliti lebih jauh, karena potensial untuk digunakan
sebagai antibiotik baru terutama untuk bakteri yang resistan terhadap antibiotik yang ada
(Rasyad, 2012).

Steroid adalah molekul bioaktif penting dengan kerangka dasar 17 atom C yang tersusun dari
4 buah gabungan cincin, 3 diantaranya yaitu sikloheksana dan siklopentana (Gambar 2.2)
(Dang et al., 2018). Senyawa steroid berupa kristal berbentuk jarum dengan karakteristik
mengandung gugus OH, gugus metil, dan memiliki ikatan rangkap yang tidak terkonjugasi
(Suryelita et al., 2017). Steroid memiliki peran pentingdalam dunia medis, salah satunya yaitu
androgen yang merupakan hormon steroid yang berfungsi sebagai agen yang menstimulasi
organ seksual pada wanita (Nogrady, 1992). Tugas utama steroid endogen atau yang secara
alami terdapat dalam tubuh yaitu berperan dalam proses regulasi metabolisme seperti
metabolisme energi, air dan keseimbangan natrium, fungsi reproduksi dan fungsi perilaku
dan kognitif. Selain itu, senyawa steroid sintetis dalam jumlah besar secara struktural yang
memiliki target spesifik telah menunjukkan aktifitasnya terhadap beberapa penyakit seperti
kanker, gangguan hati, kardiovaskular, inflamasi, dan penyakit lainnya yang berhubungan
dengan hormon sterid (Bhawani et al., 2011).
Metode/Prosedur:
A. Pengolahan Sampel
Biji mahoni yang telah diperoleh dibersihkan terlebih dahulu (dipisahkan antara kulit dan
bijinya). Sampel kemudian dirajang dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
kemudian dilakukan sortasi kering.
B. Proses Ekstraksi
Sampel diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan cara dimasukkan sampel ke
dalam bejana maserasi, ditambahkan pelarut n-Heksan selama 3 x 24 jam sambil sesekali
diaduk. Setelah itu disaring hasil maserasi diambil ampas dan diulangi proses maserasi
dengan cairan penyari yang baru sampai jernih. Diulangi proses menggunakan pelarut etil
asetat dan etanol. Masing-masing ekstrak cair yang diperoleh diuapkan menggunakan
rotavapor hingga diperoleh ekstrak kental.
C. Identifikasi Fitokimia
Steroid Sebanyak 0,5 g ekstrak kering dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan pereaksi Lieberman-Burchard (0,5 ml kloroform, ditambahkan 0,5 ml asam
asetat anhidrat dan 2 ml asam sulfat P). Apabila terbentuk cincin merah kecoklatan atau
ungu pada lapisan kedua sedangkan larutan pada bagian atas menjadi hijau atau ungu, hal
ini menunjukkan bahwa ekstrak positif mengandung steroid (Depkes RI, 1987).
D. Proses Pemisahan
1. Kromatografi Lapis Tipis
Pemisahan dengan kromatografi lapis tipis dari ekstrak biji mahoni dilakukan untuk
menentukan eluen yang digunakan untuk fraksinasi kromatografi kolom konvensional.
Ditandai lempeng dengan batas atas dan batas bawah kemudian diaktifkan dalam oven
pada suhu 115○C dalam waktu 15 menit. Kedalam vial dilarutkan masing-masing
ekstrak kental etanol, etil asetat dan n-Heksan menggunakan pelarut awal dan
selanjutnya ditotolkan pada lempeng yang telah diaktifkan. Selanjutkan dilakukan
orientasi. Dimasukkan eluen ke dalam chamber, setelah itu dijenuhkan kemudian
lempeng dielusi. Dilakukan pengamatan penampakan noda dengan menggunakan sinar
UV 254 nm dan 366 nm. Hasil elusi terbaik diperoleh eluen n-hexan : etil asetat (6:4)
dipilih untuk proses fraksinasi selanjutnya.
2. Fraksinasi dengan Kromatografi
Kolom Ekstrak sebanyak 5gram dilarutkan dengan 1 ml n-Heksan, kemudian
dimasukkan ke dalam kolom dibagian atas penjerap. Setelah itu dielusi dengan eluen
campuran n-Heksan dan etil asetat dengan perbandingan (6:4) dalam 100 ml. Hasil
yang keluar ditampung dalam vial masing-masing 10 ml berupa fraksi. Fraksi tersebut
kemudian digabungkan berdasarkan kesamaan profil KLT dan nilai Rf. Setelah itu
fraksi-fraksi tersebut diuapkan kemudian ditimbang bobot fraksinya.
3. Identifikasi Senyawa
Steroid pada Fraksi Semua fraksi ditotolkan pada lempeng, dimasukkan dalam chamber
yang telah dijenuhkan, kemudian dielusi menggunakan eluen. Keringkan dan dan
disemprot menggunakan pereaksi penampak bercak Lieberman-Burchard (asam asetat
anhidrat sebanyak 2 ml, 2 ml asam sulfat P dan 16 ml etanol p.a). Lempeng yang telah
disemprot dipanaskan menggunakan hot plate.
4. Isolasi dan Pemurnian
Fraksi terpilih dari kromatografi kolom konvensional dilanjutkan pada Kromatografi
Lapis Tipis Preparatif (KLTP). Ditotolkan fraksi pada plat silica gel 60 GF254
kemudian dielusi menggunakan fase gerak eluen n-Heksan : etil asetat (6:4).
Selanjutnya pita pada plat KLTP ditandai dan dikerok kemudian dilarutkan
menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 2 ml, kemudian disentrifus pada kecepatan 6
(6.000 rpm) selama 15 menit. Dipisahkan supernatan dan pelet. Ulangi proses sentrifus
pada pelet seperti proses sebelumnya sebanyak 2 kali. Supernatan digabungkan, lalu
diuapkan. Uji kemurnian dilakukan dengan menggunakan KLT Dua Dimensi dan multi
eluen nHeksan : etil asetat (6:4) dan kloroform : aseton (9:1). Jika isolat menunjukkan
noda tunggal pada plat kromatografi maka isolat tersebut relatif murni secara KLT.
5. Karakterisasi Isolat
Karakterisasi isolat murni dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-
Vis dan FTIR.
Pembahasan:
A. Uji Skrining Fitokimia
Hasil identifikasi kandungan senyawa steroid berdasarkan uji skrining fitokimia pada
beberapa ekstrak biji mahoni menunjukkan adanya senyawa steroid pada ekstrak etil
asetat. Hal ini didukung oleh penelitian Meydia, dkk 2016 bahwa penggunaan pelarut etil
asetat dalam ekstraksi senyawa steroid menghasilkan rendamen paling banyak dibanding
pelarut n-heksan dan metanol dan dapat menarik senyawa steroid secara efektif.
Selanjutnya ekstrak biji mahoni sebanyak 5 gram dipisahkan dengan metode kromatografi
kolom dengan fase diam silica gel G-60 dan fase gerak n-Heksan : etil asetat yang
sebelumnya telah diuji kelarutannya, dilakukan secara kontinyu dari kepolaran yang
rendah hingga kepolaran yang tinggi. Kromatografi kolom merupakan metode yang bagus
untuk memisahkan komponen kimia yang jumlahnya sedikit dan hasilnya cepat diperoleh.
Sebanyak 6 fraksi gabungan diperoleh dari 70 vial yang didasarkan atas profil nilai Rf dan
pola pemisahan pada hasil kromatogram KLT.
B. Perhitungan Rf pada Fraksi
Dari data hasil perhitungan Rf pada fraksi 1-6, fraksi 6 yang dilanjutkan pada tahap
pemurnian karena memiliki pola pemisahan yang paling baik, dan nilai Rf yaitu 0,32
positif mengandung steroid setelah disemprot menggunakan pereaksi penampak bercak
Lieberman-Burchard yang ditandai dengan muncul bercak noda berwarna hijau pada
lempeng setelah penyemprotan. Pemurnian pada teknik kromatografi lapis tipis preparatif
dilakukan pada fraksi 6 menggunakan eluen n-Heksan : etil asetat (6:4). Hasil
kromatografi lapis tipis preparatif, diperoleh 2 pita. Pita 1 dan 2 dikerok dan dilarutkan
dengan etil asetat lalu dilakukan pemisahan isolat dari gel silika menggunakan teknik
sentrifugasi. Isolat 1 dan 2 dilakukan pengujian dengan menggunakan pereaksi penampak
bercak Lieberman-Burchard. Isolat pita 2 di KLTP kembali menggunakan eluen n-
Heksan : etil asetat (6:4) diperoleh isolat pita 2a dan pita 2b, selanjutnya dilakukan
pengujian menggunakan pereaksi penampak bercak Lieberman-Burchard. Dari hasil
pengujian, isolat pita 2b positif mengandung steroid yang ditandai dengan penampakan
noda berwarna hijau pada plat KLT dengan nilai Rf 0,50. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Afriza, 2008 yang mengisolasi senyawa triterpenoida/steroid dari
ekstrak n-Heksana daun tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum l.) dengan nilai Rf 0,50.
Isolat yang diperoleh kemudian dilanjutkan uji kemurnian dengan metode kromatografi
lapis tipis dua dimensi dan multi-eluen yaitu n-Heksan : etil asetat (6:4), kloroform :
aseton (9:1). Hasil elusi multi eluen ini dapat dilihat pada Gambar 2 tetap menunjukkan
adanya noda tunggal. Berdasarkan hal tersebut, diduga isolat yang diperoleh telah murni.
Isolat pita 2b yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan instrumen UV-Vis dan
IR.
C. Spektroskopi UV-Vis
Dari hasil spektrum UV-Vis diperoleh panjang gelombang maksimum pada 253,50 nm.
Transisi pada panjang gelombang senyawa isolat menunjukkan pergeseran batokromik
yang disebabkan oleh perubahan pelarut atau adanya suatu ausokrom (Sudjadi, 1983 dan
Mulja, 1995). Hal ini sejalan dengan penelitian uswatun hasanah 2017 yang mengisolasi
senyawa steroid dari teripang batu dengan hasil spektrum UV-Vis diperoleh panjang
gelombang maksimum 252 nm.
D. Spektrofotometri IR
Dari hasil analisis data spektrofotometri Infra Red (IR), diduga isolat pita 2b menunjukkan
bahwa isolat merupakan senyawa siklik (golongan steroid). Vibrasi regang O-H pada
bilangan 3448,72 cm-1 dan regang C-O pada bilangan gelombang 1124,50 cm-1 dan
1273,02 cm-1 juga mendukung bahwa isolat merupakan senyawa steroid karena memiliki
gugus hidroksil dan didukung oleh data spektrofotometri UV-Vis dengan absorbansi
maksimum pada panjang gelombang 253,50 nm yang diduga menunjukkan adanya steroid.
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil penelitian isolasi dan karakterisasi senyawa steroid ekstrak etil asetat biji
mahoni, isolat P2b yang diperoleh diduga merupakan senyawa steroid yang didukung oleh uji
golongan senyawa pada ekstrak yang menunjukkan hasil positif mengandung steroid, dan
hasil identifikasi isolat menggunakan pereaksi spesifik positif mengandung steroid serta
didukung oleh data spektrofotometri UV-Vis yang mempunyai absorbansi maksimal pada
panjang gelombang 253,50 nm dan data spektrofotometri FT-IR yang menunjukkan gugus
fungsi C-H, C-O, C=C, C=O dan O-H.
Review Jurnal ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STEROID DARI FRAKSI
ETIL ASETAT HERBA LAMPASAU (Diplazium esculentum Swartz)

Judul : Isolasi dan Identifikasi Steroid dari Fraksi Etil AsetatHerba Lampasau
(Diplazium esculentum Swartz)
Penulis : Revita Saputri, Maria Dewi Astuti, Evi Mintowati Kuntorini (Sekolah
Tinggi Farmasi Borneo Lestari, Program Studi Kimia Fakultas MIPA
Universitas Lambung Mangkurat, dan Program Studi Biologi Fakultas MIPA
Universitas Lambung Mangkurat.)
Publikasi : Jurnal Pharmascience, Vol .03, No.02, Oktober 2016, hal: 107 - 111
ISSN Print : 2355 – 5386
ISSN Online : 2460-9560

Pendahuluan
Sandi (2011) melaporkan bahwa fraksi etil asetat herba lampasau memiliki
aktivitas analgetik terbesar pada dosis 500mg/kgBB. Irianti (2012) melaporkan bahwa fraksi
etil asetat herba lampasau memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi terbesar pada dosis 500
mg/kgBB. Penelitian tersebut menunjukkan potensi khasiat dari fraksi etil asetat herba
lampasau, namun penelitian mengenai isolasi dan identifikasi senyawa kimia fraksi etil asetat
ekstrak metanol herba lampasau yang berasal dari Kapuas Kalimantan Tengah belum
dilakukan. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk melakukan identifikasi
senyawa kimia hasil isolasi dari fraksi etil asetat ekstrak metanol herba lampasau yang
berasal dari Kapuas Kalimantan Tengah.
Ekstrak metanol diperoleh secara maserasi dan difraksinasi berturut-turut dengan
petroleum eter dilanjutkan dengan etil asetat. Fraksi etil asetat difraksinasi dengan
kromatografi vakum cair dengan fase diam silika gel dan fase gerak n-heksana : kloroform
dengan perbandingan berturut-turut (1:1), (1:2), (1:5) dan (1:8) dihasilkan fraksi A, B, C, D,
E dan F. Fraksi A difraksinasi dengan dengan kromatografi vakum cair dengan fase diam
silika gel dan fase gerak dengan gradien n-heksana tunggal, n-heksana : kloroform (9:1) serta
n-heksana : kloroform (8,5:1,5) dihasilkan fraksi A8. Fraksi A8 dimurnikan dengan
kromatografi lapis tipis preparatif pada silika gel dan dihasilkan isolat A8.3. Isolat A8.3 berupa
padatan tidak berwarna.
Hasil uji kualitatif kimia terhadap isolat A8.3 menunjukkan positif terhadap steroid.
Panjang gelombang maksimum pada spektra UV Isolat A 8.3 adalah 223 nm. Spektra IR isolat
A8.3 menunjukkan adanya gugus O-H, uluran gugus C-H, tekukkan gugus CH 2 dan CH3,
gugus C=C, gugus C-OH dan gugus C=O. Berdasarkan hasil uji kualitatif kimia, spektra UV
dan IR maka diduga bahwa isolat A8.3 merupakan senyawa steroid yang memiliki ikatan
rangkap C=C (ena), ikatan O-H dan ikatan C=O (karbonil).

Tinjauan Pustaka
Diplazium esculentum Swartz atau yang lebih dikenal sebagai lampasau oleh
masyarakat Kapuas, Kalimantan Tengah merupakan kelompok tumbuhan paku
(Pteriodophyta). Lampasau secara tradisional digunakan sebagai obat pereda nyeri. Kaushik
et al. (2011) menyebutkan bahwa Diplazium esculentum mengandung senyawa kimia seperti
flavonoid, steroid, triterpenoid dan flavon. Lampasau (Diplazium esculentum Swartz)
memiliki potensi sebagai tanaman obat tradisional salah satunya sebagai obat analgetika.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa kimia yang diisolasi dari fraksi etil
asetat ekstrak metanol herba lampasau.
Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang didapat dari hasil
reaksi penurunan dari terpena atau skualena. Steroid merupakan kelompok senyawa yang
penting dengan struktur dasar sterana jenuh dengan 17 atom karbon dan 4 cincin. Senyawa
yang termasuk turunan steroid, misalnya kolesterol, ergosterol, progesteron, dan estrogen.
Pada umunya steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur dasar yang
terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu
cincin siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak
pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan tahap oksidasi tiap-tiap
cincin.

Metode/Prosedur
Sampel berupa herba lampasau dicuci hingga bersih dan dirajang. Setelah dirajang,
sampel dikeringanginkan dan dihaluskan sehingga didapatkan serbuk herba lampasau. Serbuk
kering herba lampasau dimaserasi dengan pelarut metanol selama 4 x 24 jam. Setiap 24 jam
campuran disaring kemudian diuapkan dengan rotary evaporator kemudian dikentalkan di
atas waterbath sehingga diperoleh ekstrak methanol sebanyak 245,14 g. Selanjutnya ekstrak
metanol disuspensikan dengan air suling dan difraksinasi berturut-turut dengan dengan
pelarut petroleum eter, dan etil asetat. Lapisan etil asetat dipekatkan rotary evaporator
kemudian dikentalkan di atas waterbath hingga mengental sehingga diperoleh fraksi etil
asetat. Fraksi kemudian dipisahkan menggunakan kromatografi vakum cair (KVC) dengan
fase diam Silika gel GF254 menggunakan eluen n-heksana : klorofom dengan perbandingan
1:1, 1:2, 1:5 dan 1:8.
Hasil isolasi ditampung dalam vial dan sipantau dengan KLT menggunakan eluen
nheksana: kloroform (1:8). Hasil isolasi dengan pola/nilai Rf yang sama digabungkan
sehingga diperoleh 6 fraksi, yaitu fraksi A-F. Fraksi A kemudian dipisahkan lebih lanjut
menggunakan kromatografi vakum cair dengan fase diam Silika gel GF254 menggunakan
eluen nheksana: kloroform dengan perbandingan 1:0, 9:1 dan 8,5:1,5. Hasil isolasi dengan
pola/nilai Rf yang sama digabungkan sehingga diperoleh 8 fraksi yaitu A 1-A8. Fraksi A8
kemudian dipisahkan lebih lanjutm dengan KLT preparatif silika gel GF254 menggunakan
eluen n-heksana : kloroform dengan perbandingan 3:7 menghasilkan 8 fraksi yaitu A 8.1 - A8.8.
Isolat A8.3 dilakukan uji kemurnian dengan 3 macam eluen yaitu, kloroform tunggal, n-
heksana : kloroform (5:5) dan n-heksana : kloroform (7:3). Semua kromatogram KLT
menunjukkan noda tunggal. Isolat A8.3 yang telah dinyatakan murni kemudian diidentifikasi
dengan UV-Vis dan IR.

Hasil
Diperoleh sebanyak 245,14g ekstrak kental methanol dari 1.336,21g serbuk kering
herba lampasau. Uji kualitatif Isolat A8.3 dengan pereaksi Liebermann-Buchard menunjukkan
warna hijau. Hal ini mengindikasikan bahwa Isolat A 8.3 merupakan senyawa steroid. Spectra
UV Isolat A8.3 menunjukkanserapan panjang gelombang maksimum pada 223 nm. Panjang
gelombang tersebut menunjukkan adanya transisi π ke π* yang mengindikasikan adanya
serapan gugus kromofor dari ikatan rangkap ena (-C=C-) (Sastrohamidjojo, 2001), dan ikatan
karbonil (-C=O) (Khopkar, 2002). Penelitian Aeri et al. (2012) menunjukkan bahwa senyawa
steroid lebbeksterone dari akar Albizzia lebbeck memiliki serapan panjang gelombang
maksimum pada 223 nm.
Identifikasi isolat A8.3 dengan spektrofotometri IR menunjukkan adanya serapan pada
υ(maks) 3392,79 cm-1 diduga merupakan serapan dari gugus O-H. Dugaan ini diperkuat
dengan adanya serapan pada daerah υ (maks) 1101,35 cm -1 yang menunjukkan serapan C-
OH. Terdapat pula vibrasi pada υ(maks) 2922,16 cm -1 dan 2854,65 cm-1 diduga merupakan
serapan uluran gugus C-H. Dugaan ini diperkuat dengan adanya vibrasi tekukan pada daerah
υ(maks) 1458,18 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus CH2. Pita serapan pada υ(maks)
1371,39 cm-1 menunjukkan tekukan gugus C-H dari CH3. Pita serapan pada daerah υ(maks)
1622,13 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C (ena) non aromatik. Pita serapan pada
υ(maks) 1716,65cm-1 diduga merupakan serapan untuk gugus C=O, seperti yang dilaporkan
Hiroshi et al.(1976) terdapat ikatan O-H (hidroksil) pada posisi cincin A dan memiliki ikatan
rangkap C=C (ena) serta ikatan C=O (karbonil) pada posisi cincin B pada senyawa senyawa
steroid makisteron A dan makisteron D pada Diplazium donianum.
Adanya ikatan O-H (hidroksil), memiliki ikatan rangkap C=C (ena) serta ikatan C=O
(karbonil) mengindikasikan bahwa isolat A8.3 merupakan senyawa steroid. Berdasarkan data uji
kualitatif, spektra UV dan IR maka diduga isolat A8.3 merupakan senyawa steroid merupakan
senyawa steroid yang memiliki ikatan rangkap C=C, ikatan O-H dan ikatan C=O.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji kualitatif, data analisis spectra UV dan IR serta literature diduga
isolat A8.3 merupakan turunan senyawa steroid yang memiliki ikatan rangkap C=C, ikatan O-H
dan ikatan C=O.
REVIEW JURNAL ISOLASI STEROID DARI DAUN
MENGKUDU (Morinda citrifolia L.)

Judul Jurnal : ISOLASI STEROID DARI DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.)

Penulis : Sri Benti Etika & Suryelita

Publikasi: https://drive.google.com/file/d/1dE2G2gkM_Xt9266QEwd5-LsIB-
lfVL9D/view?usp=sharing

ISSN : 3453-7188

Latar Belakang : Penggunaan tumbuhan sebagai obat sangat berkaitan dengan kandungan
kimia yang terdapat dalam tumbuhan tersebut terutama zat aktif biologisnya, salah satunya
yaitu steroid. Steroid merupakan senyawa metabolit sekunder dengan berbagai fungsi
biologis yang penting dan tersebar luas baik dalam jaringan tumbuhan maupun hewan.
Tumbuhan mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan salah satu tumbuhan yang
berkhasiat sebagai obat. Akar mengkudu dimanfaatkan untuk mengobati kejang-kejang dan
tetanus, menormalkan tekanan darah dan obat demam. Kulit batang digunakan sebagai anti
septik pada luka atau pembengkakan kulit. Daunnya digunakan sebagai obat disentri, kejang
usus, pusing, muntah-muntah dan demam. Buah mengkudu bermanfaat untuk obat peluruh
kencing, pelembut kulit, kejang-kejang, bengek, gangguan pernafasan dan radang selaput
sendi ( Goreti, 2006 ). Hasil uji pendahuluan yang telah dilakukan terhadap kandungan kimia
daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) menunjukkan bahwa positif mengandung steroid dan
alkaloid.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarekterisasi senyawa steroid
dari daun mengkudu (Morinda citrifolia L.).

Sampel : Sampel penelitian ini adalah daun mengkudu (Morinda citrifolia. L) yang diambil
dari daerah Air Tawar Barat, Kec. Padang Utara yang diambil secara acak. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metanol, etil asetat, n-heksana, asam klorida pekat
(MERCK), asam sulfat pekat (MERCK), aquades, kloroform (MERCK), anhidrida asetat,
serbuk magnesium, amoniak peket, silika gel 60, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorf,
pereaksi Wagner, pasir putih dan kapas. Alat-alat yang digunakan antara lain : rotary
evaporator, kolom kromatografi, plat KLT, alat-alat gelas serta alat penentuan titik leleh
Gallenkamp dan Spektroskopi UV-VIS Angilent, Spektroskopi Inframerah Perkin
Elmer,Spektroskopi 1H-RMI Brucker AM 300 dan 13C-RMI Brucker AM 300.

Metode Penelitian :
1) Isolasi
 Sampel daun mengkudu segar yang telah dibersihkan sebanyak 4500 gram dirajang
halus, dimaserasi dengan metanol sebanyak 16 liter selama 6 hari sambil di aduk
sekali-sekali. Maserasi dilakukan sebanyak 3 kali hingga sampel menunjukkan hasil
negativ dengan pereaksi Liberman- Burchard.
 Selanjutnya disaring dan pelarut nya diuapkan dengan rotary evaporator sehingga
diperoleh ekstrak kental metanol berwarna hijau kehitaman sebanyak 286,00 gram.
 Eksrak kental metanol difraksinasi dengan n-heksana sebanyak 8x570 mL sampai
ekstrak metanol menunjukkan uji negativ dengan pereaksi Lieberman – Burchard.
Kemudian fraksi n-heksana dipekatkan dengan rotary evaporator, sampai diperoleh
eksrak pekat n-heksana sebanyak 42,00 gram.
 Pemisahan lebih lanjut dilakukan dengan kromatografi kolom dan sebagai adsorben
digunakan silika gel (70-230 mesh). Selanjutnya silika gel sebanyak 50 gram dibuat
slury dengan n-heksana, dengan hati-hati dimasukkan ke dalam kolom dan diikuti
sampel sebanyak 5 gram, kemudian dielusi secara SGP (Step Gradient Polarity)
dengan eluen n-heksana : etil asetat (10:0, 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9,
0:10).
2) Uji kemurnian
Untuk uji kemurnian senyawa hasil isolasi digunakan kromatografi lapis tipis,
noda pada kromatogram dapat diamati langsung atau dengan menggunakan lampu
uv pada panjang gelombang 245-366 nm, atau pereaksi semprot penimbul warna
yaitu uap NH3 (untuk noda yang tidak tampak). Senyawa yang murni akan terlihat
jika noda yang dihasilkan sudah tunggal, sedangkan noda yang tidak tunggal
menunjukkan senyawa yang diisolasi belum murni (Gritter, 1991).
Titik leleh ditentukan dengan alat Gallenkamp Melting Point , zat padat amorf
yang akan diuji kemurniannya dimasukkan kedalam pipa kapiler yang tertutup salah
satu ujungnya setinggi 1 mm, selanjutnya di masukkan kedalam alat tersebut.
Pengamatan dilakukan saat zat amorf mulai meleleh sampai meleleh seluruhnya.
Suatu zat dikatakan murni apabila range titik lelehnya kecil dari 2 ˚C.
3) Karakterisasi
Karekterisasi senyawa hasil isolasi ditentukan dengan menggunakan pereaksi
kimia yaitu air brom dalam karbon tetraklorida, hilangnya warna air brom me
nandakan adanya ikatan rangkap. kemudian dilanjutkan dengan spektroskopi Uv-
Vis. Untuk mengetahui adanya gugus–gugus fungsi yang terkandung dalam senyawa
tersebut ditentukan dengan alat spektroskopi Inframerah, dari hasil pengukuran
tersebut didapat puncak-puncak serapan spesifik (Harbone, 1987).Terakhir
digunakan alat spektroskopi 1H-RMI dan 13C-RMI untuk mengetahui jumlah atom
hidrogen dan karbon.

Hasil Penelitian :
A. Hasil Isolasi
Dari 4500 gram daun mengkudu yang dimaserasi dengan metanol diperoleh
ekstrak kental metanol sebanyak 286,00 gram. Fraksinasi dengan n-heksana
menghasilkan ekstrak kental n-heksana berwarna hijau kehitaman sebanyak 42,00 gram.
Ekstrak metanol hasil maserasi dari 4500 gram daun mengkudu dipekatkan dengan
rotary evaporator dengan tujuan untuk menurunkan tekanan uap pelarut, sehingga pelarut
akan mendidih pada temperatur yang lebih rendah dari titik didih yang sebenarnya, dan
komponen-komponen yang ada dalam sampel terhindar dari proses termolisis.
B. Hasil Uji Kemurnian
Hasil kromatografi kolom 5,00 gram steroid kasar fraksi n-heksana diperoleh steroid
murni berbentuk Kristal jarum ber warna putih dengan jarak titik leleh 137,60C- 139,40C
dengan range titik leleh 1,80C.
uji kemurnian dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan
beberapa eluen, didapatkan noda tunggal dan Rf yang ber beda :
 n-heksana; etil asetat (9:1) dengan Rf 0,075;
 n-heksana:etil asetat (8:2) dengan Rf 0,200;
 n-heksana : etil asetat (7:3) dengan Rf 0,375;
 n-heksana: etil asetat (6:4) dengan Rf 0,500.
Uji kemurnian senyawa hasil isolasi dengan kromatografi lapis tipis meng gunakan
beberapa perbandingan eluen di peroleh noda tunggal, jarak titik leleh kecil dari 20C
yaitu 1,80C.
C. Hasil Karakterisasi
Hasil pengujian dengan pereaksi brom dalam karbontetraklorida menunjukkan ada
nya ikatan rangkap. Spektrofotometer ultra violet (UV) dengan pelarut metanol mem
berikan serapan maksimum pada panjang gelombang 203 nm. Sedangkan spektrum
Inframerah menunjukan serapan pada bilangan gelombang 3445 cm-1, 2940 cm-1, 1642
cm-1, 1457 cm-1, 1376 cm-1 dan 1057 cm-1.
Spektrum 13C-RMI memperlihatkan adanya puncak karbon pada pergeseran kimia
11,86; 11,97; 18,70; 19,04; 19,80; 21,20; 23,09; 24,30; 21,20; 26,13; 28,24; 28,90;
31,67; 31,92; 33,97; 36,51; 37,27; 39,79; 40,46; 42,31; 45,86; 50,16; 56,08; 56,78;
71,81; 121,71; 129,30; 136,29 dan 140,76 . Sedangkan spektrum 1H-RMI menunjukan
adanya sinyal pada H 0,69 ; H 0,9 ; H 1,01 ; H 1,21 ; H 2,25 ; H 3,3 ; H 3,5 dan H 4,90 –
5,20.
Berdasarkan hasil pengukuran spektro fotometer UV didapat serapan maksimum
pada panjang gelombang 203 nm dengan absorban 0,49854, ini menunjukan adanya
ikatan rangkap tak terkonyugasi. Pita serapan ini lebih rendah dari serapan diena
terkonyugasi pada transisi * di daerah 215 – 230 nm (Silverstein, R.M. 1986). Adanya
ikatan rangkap ini juga didukung oleh hilangnya warna orange dari larutan Br2/CCl4
ketika ditambahkan senyawa steroid.
Karakterisasi dengan spektrofotometer Inframerah menunjukan adanya serapan
vibrasi ulur dari OH pada daerah 3445 cm-1, dugaan ini diperkuat oleh adanya serapan
dari regangan C-O alkohol pada daerah 1057 cm-1. Pita serapan pada daerah panjang
gelombang 1642 cm-1 ditimbulkan dari gugus C=C non konyugasi. Serapan pada daerah
2940 cm-1 menunjukan adanya vibrasi ulur dari C-H dari sistim alkana, sedangkan pita
serapan tekuk CH3 muncul pada daerah 1376 cm-1 dan serapan tekuk CH2 muncul pada
daerah 1457 cm-1, data di atas sesuai dengan literatur (Sastroamidjojo, H. 1992).
Pengukuran spektrum 13C-RMI dilakukan dengan medan magnet berkekuatan 300
MHz dengan pelarut CDCl3 menunjukkan bahwa terdapat 29 atom karbon penyusun
senyawa steroid hasil isolasi. Spektrum13C-RMI menyatakan adanya ikatan rangkap
ditunjukkan oleh puncak karbon olefinik (C5 dan C6) pada C 121,71 dan C 140,76.
Pengukuran spektrum 1H-RMI dilaku kan dengan medan magnet berkekuatan 300
MHz dengan pelarut CDCl3 menunjukan sinyal multiplet pada H 3,5 diduga berasal dari
proton C3 yang berjodohan dengan C2 dan C4, doublet melebar (broad doublet) pada H
3,3 yang diduga dari proton C7 yang terkopling oleh proton pada C6. Suatu multiplet
terjadi pada H 4,90 – 5,20 yang dihasilkan oleh proton olefinik rantai samping C22 dan
C23 senyawa steroid hasil isolasi.

Kesimpulan :
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaku kan maka dapat disimpulkan bahwa :
 Dari isolasi 4500 gram daun mengkudu (Morinda citrifolia. L) diperoleh steroid
murni sebanyak 1,2306 gram (0,027%) berbentuk Kristal jarum berwarna putih
dengan titik leleh 137,60C – 139,40C.
 Karakterisasi struktur dengan pereaksi kimia, spektrofotemeter ultraviolet (UV),
spektrofotometer Inframerah (IR), spektrofotometer Resonansi Magnit Inti proton
(1H-RMI), spektrofotometer Resonansi Magnit Inti karbon (13C-RMI) dan data
literatur menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi merupakan senyawa stigmasterol.
Judul Jurnal: ISOLASI, IDENTIFIKASI SENYAWA STEROID DARI DAUN GETIH-
GETIHAN (Rivina humilis L.) DAN UJI AKTIVITAS SEBAGAI ANTIBAKTERI

Penulis: Wihda Wihdatul Hidayah, Dewi Kusrini, Enny Fachriyah

Publikasi: JURNAL KIMIA SAINS DAN APLIKASI 19 (1) (2016) : 32-37

ISSN: 1410-8917

Pendahuluan
Seiring perkembangan jaman dan adanya slogan back to nature membuat masyarakat
Indonesia cenderung meman-faatkan tumbuhan obat sebagai obat tradisional. Salah satu
tumbuhan yang berpotensi menjadi obat tradisional adalah getih-getihan (Rivina humilis L.)
yang merupakan tumbuhan berfamili phytolaccaceae yang biasa dikenal dengan sebutan
pigeon berry. Tumbuhan ini biasanya tumbuh liar dan belum banyak dimanfaatkan di
Indonesia. Menurut Fathima dan Tilton daun getih-getihan yang berasal dari India
mengandung flavonoid, alkaloid, quinon, terpenoid, steroid, saponin, dan tanin serta pada
ekstrak metanolnya mempunyai aktivitas antioksidan dan aktivitas antibakteri. Buahnya yang
berwarna merah dapat digunakan sebagai sumber pigmen betalain yang memiliki aktivitas
antiinflamasi, anti-karsinogenik, anti-malaria, pelindung saraf.

Tinjauan Pustaka
Berdasarkan kemotaksonominya, tumbuhan yang satu famili (phytolaccaceae) dengan getih-
getihan yaitu Singawalang (Petiveria alliaceae) dan Hilleria latifolia. Singawalang (Petiveria
alliaceae) memiliki kandungan metabolit sekunder yaitu saponin glikosida, isoarborinol-
triterpen, isoarborinol-asetat, steroid, alkaloid, isoarborinolsinnamat, flavonoid, dan tanin
serta mempunyai aktivitas antibakteri, bioinsektisida, antikanker, dan antiinflamasi.
Sedangkan Hilleria latifolia mengandung tanin, glikosida, saponin, alkaloid, flavonoid,
steroid dan terpenoid dan mempunyai aktivitas antinoseptif dan antiinflamasi. Steroid
merupakan salah satu golongan senyawa metabolit sekunder. Golongan senyawa tersebut
diketahui mempunyai aktivitas bioinsektisida, antibakteri, antifungi, dan antidiabetes. Belum
adanya penelitian terkait jenis senyawa steroid yang terdapat pada daun getih-getihan, maka
perlu dilakukan isolasi, identifikasi senyawa steroid dari daun getih-getihan (Rivina humilis
L.) dan uji aktivitas sebagai antibakteri.

Metode Penelitian
Blender, neraca analitik, gelas ukur, gelas beker, pipet tetes, erlenmeyer, botol vial,
pengaduk, rotary evaporator, kertas saring, corong gelas, corong pisah, cawan penguapan,
chamber KLT, pipa kapiler, kromatografi kolom, cawan petri, inkubator, jarum ose, autoklaf,
lampu UV 254 nm dan 365 nm, spektroskopi GC-MS TQ 8030. Daun getih-getihan, etanol
96%, aquades, n-heksana, kloroform, etil asetat, pereaksi Liebermann-Burchard, kloroform
p.a., n-heksana p.a., etanol p.a., benzena p.a., metanol p.a., plat silika gel 60 GF254, silika gel
60 G, bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, tetrasiklin, DMSO, nutrient broth,
nutrient agar.
Sampel daun getih-getihan basah sebanyak 22 kg dicuci, dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan, kemudian dihaluskan menggunakan blender sehingga diperoleh serbuk simplisia.

Uji Saponin
Sebanyak 2 mL ekstrak etanol ditambahkan 2 mL aquades, kemudian dikocok kuat secara
vertikal dan ditambahkan HCl. Adanya saponin ditunjukkan dengan timbulnya busa yang
tetap stabil dalam larutan setelah penambahan HCl.
Uji Flavonoid
Sebanyak 2 mL ekstrak etanol ditambahkan serbuk Mg, 1 mL HCl 2M dan 2 mL
amilalkohol, dilakukan pengocokkan. Adanya perubahan warna larutan menjadi kuning
menunjukkan adanya flavonoid.
Uji Alkaloid
Sebanyak 2 mL ekstrak etanol ditambahkan ammonia 25% dan ditambahkan kloroform.
Kemudian diekstraksi dengan HCl 10%. Selanjutnya ditambahkan pereaksi dragendroff.
Adanya endapan merah menunjukkan adanya alkaloid.
Uji Tritepenoid
Sebanyak 2 mL ekstrak etanol ditambahkan 2 mL nheksana, dikocok. Lapisan n-heksana
ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard. Adanya perubahan warna menjadi merah
menunjukkan adanya triterpenoid.
Uji Steroid
Sebanyak 2 mL ekstrak etanol ditambahkan 2 mL nheksana, dikocok. Lapisan n-heksana
ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard. Adanya perubahan warna menjadi biru
kehijauan menunjukkan adanya steroid.
Uji Tanin
Sebanyak 2 mL ekstrak etanol ditambahkan 2 mL FeCl3 1%, kemudian dilakukan
pengocokkan. Adanya perubahan warna larutan menjadi coklat kehitaman menunjukkan
adanya tanin.

Hasil dan Pembahasan


Penelitian yang berjudul isolasi, identifikasi senyawa steroid dari daun getih-getihan (Rivina
humilis L.) dan uji aktivitas sebagai antibakteri dilakukan di Laboratorium Kimia Organik
dan Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro Semarang.

Preperasi Sampel
Daun getih-getihan yang sudah bersih dilakukan pengeringan untuk dijadikan simplisia
dengan cara diangin-anginkan bertujuan untuk menghilangkan kadar air dan mencegah
terjadinya perusakan senyawa yang terkandung dalam sampel. Kemudian dijadikan serbuk
menggunakan blender bertujuan untuk memperluas permukaan sampel, sehingga pelarut
lebih mudah masuk ke dalam jaringan daun dalam mengekstrak senyawa yang terdapat di
dalamnya dan menghasilkan simplisia sebanyak 2,708 kg (rendemen 12,31%).

Isolasi Senyawa Steroid


Isolasi steroid dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol menghasilkan
ekstrak etanol berwarna hijau tua. Etanol merupakan pelarut universal yang berfungsi untuk
mengambil semua senyawa organik yang terkandung dalam sampel daun getih-getihan
karena pelarut etanol dapat masuk ke dalam jaringan tumbuhan, sehingga banyak senyawa
yang terekstrak di dalamnya. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator,
sehingga menghasilkan ekstrak pekat etanol sebanyak 40,25 g. Ekstrak pekat etanol daun
getih-getihan dilakukan penapisan fitokimia untuk mengetahui kandungan kimianya. Hasil
pengujian menunjukkan daun getihgetihan mengandung senyawa fenolik, flavonoid, saponin,
alkaloid, triterpenoid, steroid, dan tannin.
Selanjutnya ekstrak pekat etanol dihilangkan klorofilnya dengan penambahan aquades (1:1).
Hal ini bertujuan untuk memudahkan isolasi senyawa steroid yang terkandung di dalamnya
karena klorofil merupakan senyawa pengotor. Filtrat etanol-aquades selanjutnya dipartisi
dengan pelarut n-heksana untuk mengambil senyawa non polar, seperti steroid dan
triterpenoid. Ekstrak pekat n-heksana yang diperoleh dilakukan identifikasi dengan pereaksi
Liebermann-Burchard (LB) yang menghasilkan warna biru kehijauan yang menunjukkan
adanya senyawa steroid. Untuk mengetahui jumlah komponen senyawa yang terdapat dalam
fraksi n-heksana dilakukan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Fasa diam yang digunakan
adalah silika gel 60F254 dan eluen n-heksana: kloroform (2:8) diperoleh 7 noda.

Pemisahan Senyawa Steroid


Pemisahan senyawa dengan kromatografi kolom menghasilkan 189 vial. Selanjutnya
dilakukan KLT fraksi-fraksi hasil kolom untuk mengelompokkan pola noda yang sama. Dari
vial-vial hasil kolom diperoleh 5 fraksi besar (A, B, C, D, E).
Dari masing-masing fraksi A, B, C, D, E yang diperoleh selanjutnya dianalisis kembali
menggunakan KLT untuk mengetahui adanya senyawa steroid. Fraksi yang mengandung
steroid ditunjukkan dengan noda berwarna biru kehijauan setelah disemprot pereaksi
Liebermann-Burchard (LB). Fraksi B terlihat ada noda yang berwarna biru kehijauan setelah
disemprot dengan pereaksi Liebermann-Burchard yang menunjukkan fraksi B positif steroid.
Selanjutnya fraksi B dilakukan kromatografi preparatif untuk memisahkan isolat steroid
menggunakan eluen terbaik campuran n-heksana: kloroform (8:2) menggunakan fasa diam
silika gel dengan ketebalan silika gel 2 mm dan panjang lapisan 20 cm serta lebar 20 cm.
Hasil KLT preparatif menunjukkan adanya 4 pita (B1, B2, B3, B4). Pita B4 dengan Rf 0,8
berwarna biru terang mengindikasikan adanya senyawa steroid. Kemudian pita B4 dikerok
dan dilarutkan dalam nheksana pro analis untuk mendapatkan isolat steroid setelah
dipisahkan dengan silika gel dan diuapkan, diperoleh isolat steroid sebanyak 0,3 mg.
Selanjutnya untuk mengetahui kemurnian isolat yang diperoleh dilakukan uji kemurnian
dengan metode KLT berbagai eluen dan KLT dua dimensi.

Uji Aktivitas Antibakteri


Uji antibakteri dari ekstrak n-heksana dilakukan terhadap bakteri Escherichia coli mewakili
gram negatif dan Staphylococcus aureus mewakili gram positif. Pengujian dilakukan
menggunakan metode difusi cakram dengan berbagai variasi konsentrasi (b/v) yaitu 62,5
ppm, 125 ppm, 250 ppm, 500 ppm, dan 1000 ppm. Jumlah koloni bakteri Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus diatur menggunakan standar Mc Farland 0,5. Selanjutnya
dilakukan pengujian ekstrak nheksana terhadap kedua bakteri uji yang telah divariasi
konsentrasinya dan diinkubasi selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pengukuran diameter
zona bening yang menghambat pertumbuhan bakteri.
Hasil pengujian antibakteri pada tabel 3 dapat diketahui bahwa ekstrak n-heksana memiliki
aktivitas antibakteri pada bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Aktivitas
antibakteri ekstrak nheksana terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 1000 ppm.

Kesimpulan
Isolat steroid telah diisolasi dari daun getih-getihan berbentuk kristal kecil-kecil berwarna
putih. Struktur isolat steroid dengan spektroskopi GC-MS belum dapat ditentukan. Ekstrak n-
heksana daun getih-getihan dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 1000 ppm.

Anda mungkin juga menyukai