Indonesia merupakan Negara yang kaya keanekaragaman hayati, berbagai tanaman dapat tumbuh
dengan subur ini dikarenakan keadaan geografis Indonesia yang beriklim tropis dengan curah hujan
rata-rata tinggi sepanjang tahun. Keanekaragaman hayati tersebut banyak digunakan sebagai sumber
untuk memperoleh senyawa metabolit sekunder. Senyawa yang dimaksud adalah senyawa metabolit
sekunder yang meliputi golongan alkaloid, flavanoid, steroid dan terpenoid, yang tersebar pada
jaringan tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan mampu merekayasa beraneka ragam senyawa kimia yang
mempunyai berbagai bioaktivitas yang menarik, dan kemampuan ini pula diartikan sebagai
mekanisme pertahanan diri terhadap ancaman lingkungan. Dalam hubungan ini tumbuh-tumbuhan
dapat menghasilkan senyawa –senyawa kimia yang bersifat pestisida, insektisida, antifungal, atau
sitotoksik (Ahmad, 2001).
PENDAHULUAN
Tumbuhan maja dikenal dengan berbagai sebutan seperti, maja, bila gedang, bila-bila, bilak dan bila peak. Tumbuhan maja
tersebar luas di Indonesia karena tumbuh baik di iklim seluruh wilayah Indonesia. Maja yang dalam bahasa latinnya Aegle
marmelos Linn adalah tumbuhan tingkat tinggi yang tahan di musim kemarau tetapi mudah gugur daunnya dan berasal dari
daerah Asia tropika dan subtropika, yang merupakan suku jeruk-jerukan atau Rutaceae. Tumbuhan A. marmelos Linn
merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang terdapat di hutan tropis Indonesia (Sastroamidjojo, 1997).
Widyaningrum (2011) mengungkapkan bahwa, secara tradisional maja dijadikan obat untuk mengobati luka, gatal, demam,
diare, dan hipokondria. Maja telah lama digunakan oleh masyarakat pedesaan sebagai obat tradisional seperti merebus daunnya
dan meminum air hasil rebusannya dan dipercaya dapat menurunkan tekanan darah tinggi atau hipertensi.
Buah dari tanaman ini mengandung minyak atsiri, vitamin C, gula, pati, pectin, dan tannin sedangkan daunnya mengandung
rutasin, aegelin, minyak atsiri dan alkaloid (Hasrah, 1994).
Selain itu daun tumbuhan A. marmelos menghasilkan essensial oil yang mempunyai aktivitas antifungal. Ekstrak methanol dari
daun A. marmelos menunjukkan aktivitas antiviral dengan mortalitas 75% pada dosis 150 mg/kg BB, menunjukkan aktivitas
toksit, menunjukkan aktivitas analgesik (Shankarananth, dkk dalam Saleh, 2008).
METODE PENELITIAN
Maserat metanol yang diperoleh berwarna hijau pekat disaring menggunakan corong
Buchner dan selanjutnya dievaporasi dan diperoleh ekstrak metanol sebanyak 40,20
gram. Ekstrak kental metanol dipartisi dengan n- heksana, diperoleh ektrak kental n-
heksan 9,30 gram, selanjutnya dilakukan uji golongan yang menunjukkan adanya
perubahan warna setelah reaksi
Sebanyak 9,3 gram ekstrak n-heksan difraksinasi dengan kolom kromatografi
(KKV) dan dimonitor dengan meningkatkan kepolaran eluen dan setelah di KLT
menghasilkan 31 fraksi kemudian dilakukakan penggabungan fraksi yang sama
menjadi 11 fraksi utama. Isolat diperoleh dari fraksi 7, yang selanjutnya dilakukan
proses rekristalisasi dengan menggunakan pelarut n-heksan- kloroform, diperoleh
kristal jarum berwarna putih dengan titik leleh 149 -142oC dan uji kemurnian
dengan KLT sistem tiga eluen yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa isolat
(senyawa) sudah murni.
HASIL DAN PEMBAHASAN
WARNA SESUDAH
PEREAKSI KETERANGAN
BEREAKSI
Lieberman-Burchard Hijau Kebiruan Positif Steroid
Dragendorff Orange Negatif Alkaloid
FeCl3 Kuning kehijauan Negatif Flavanoid
Wagner Hijau bening Negatif Alkaloid
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spektrum IR (KBr): senyawa hasil isolasi memperlihatkan pita serapan pada bilangan
gelombang 3442 cm-1 yang mengindikasikan adanya serapan gugus O- H bebas dan
didukung dengan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 1058 cm-1 yang
menunjukkan tekukan gugus OH. Adanya pita tajam dengan itensitas kuat pada bilangan
gelombang 2935 cm-1 dan 2893 cm-1 merupakan ulur C-H yang diperkuat dengan adanya
serapan bilangan gelombang 1462 cm-1 dan 1377 cm-1 yang menunjukkan tekukan C-H
serta pita serapan pada daerah bilangan gelombang 1641 cm-1 ditimbulkan dari gugus
C=C. Beberapa studi literatur menunujukkan bahwa spektrum-spektrum seperti uraian
diatas merupakan senyawa golongan steroid. Senyawa steroid tersebut yaitu β-sitosterol
yang berhasil diidentifikasi dalam kulit batang tumbuhan Cryptocarya fusco-pilosa
Techner Muharram, 1993), kayu akar tumbuhan Pterospermum subpeltatum C.B.Rob
(Pince, 2010) dan tumbuhan K.hospita Linn (Dini, 2006). Berdasarkan data-data di atas
juga dibandingkan dengan beberapa literatur spectrum β-sitosterol dapat disimpulkan
bahwa senyawa yang diperoleh merupakan golongan senyawa steroid.
KESIMPULAN