PROGRAM SARJANA FARMASI LABORATORIUM FITOKIMIA SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG 2014 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Botani a. Klasifikasi Daun Mangga Kingdom: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub Kelas: Rosidae Ordo: Sapindales Famili: Anacardiaceae Genus: Mangifera Spesies: Mangifera indica L. b. Morfologi
Dilihat dari unsur botani dan habitatnya, tumbuhan mangga memiliki pohon yang tinggi mencapai 10 meter - 30 meter atau lebih dan umumnya dapat mencapai puluhan tahun. Batang mangga tegak, bercabang agak kuat; dengan daun-daun lebat membentuk tajuk yang indah berbentuk kubah, oval atau memanjang, dengan diameter sampai 10 m. Kulit batangnya tebal dan kasar. Warna pepagan (kulit batang) yang sudah tua biasanya coklat kelabu tua sampai hampir hitam. batang berbentuk silindris, percabangan simpodial, arah tumbuh batang tegak lurus dan arah tumbuh cabang ada yang condong ke atas dan ada pula yang mendatar. Daun tunggal, dengan letak tersebar, tanpa daun penumpu. Panjang tangkai daun bervariasi dari 1,25-12,5 cm, bagian pangkalnya menebal. Daun berbentuk memanjang, ujung daun dan pangkal daun runcing, daging daun coriaceus, tepi daun rata.
c. Ekologi Tumbuhan mangga (Mangifera indica L.) menurut perkiraan para ahli berasal dari daerah sekitar Bombay dan daerah di sekitar kaki gunung Himalaya, kemudian menyebar keluar daerah, diantaranya Amerika Latin, benua Afrika, juga negara - negara di kawasan Asia Tenggara, seperti Vietnam, Philipina, dan Indonesia. Untuk kondisi alam di Indonesia, mangga dapat tumbuh baik pada tempat yang musim panasnya kuat, di dataran rendah dengan volume curah hujan rendah sampai sedang. Sebagai contoh : di pesisir utara pulau jawa, sebagaian besar daerah jawa timur, sampai pesisir sebelah timur antara Pasuruan, Situbondo dan Probolinggo, Kepulauan Sunda Kecil, daerah propinsi Riau, tenggara pulau Sulawesi sampai pulau Buton dan sekitarnya. Tumbuhan mangga dapat tumbuh dan diproduksi di daerah tropik maupun sub tropik. Di daerah tropik Indonesia, mangga tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian maksimal 500 meter diatas permukan laut, meskipun dapat hidup sampai pada ketinggian lebih kurang 1300 meter, namun produksinya tidak begitu banyak dan kualitasnya pun tidak baik. Unsur iklim yang penting bagi tumbuhan mangga adalah curah hujan, suhu (temperatur) dan angin, suhu yang ideal adalah antara 270 C - 340 C dan tidak ada angin kencang atau panas, serta membutuhkan penyinaran antara 50 % - 80 %.
B. Tinjauan Kimia a. Tinjauan Kimia dalam tanaman mangga Pada daun megandung antosianin, mangiferin, kuarsetin, galloyl, hydroxy benzoyl esters, dan epicatechin. Daun dan bunga menghasilkan minyak esensial yang mengandung humulene, elemene, ocimene, linalool, nerol dan banyak lainnya. (K. A. Shah, M. B. Patel, dan P. K. Parmar. Review farmakognosi : Magnifera Indica. 2010. Gujarat; India) Kandungan kimia tumbuhan mangga antara lain : 2 - Octane, Alanine, Alpha-phellandrene, Alpha - pinene, Ambolic - acid, Cembonic - acid, Arginie, Ascorbic-acid, Beta - carotene beta pinene, Carotenoids, Fulfural, Gaba, Gallic - acid, Mangiferic - acid, Mangiferine, Mangiferol, Mangiferlic - acid, Myristic - acid, Neo-beta- carotene-b, Neo-beta- carotene-u, Neoxantophyll, Nerol, Neryl - acetate, Oloic -acid, Oxalic- acid, P-coumaric-acid, Palmitic-acid, Palmitoleic-acid, Pantothenic-acid, Peroxidase, Phenylalanine, Phytin, Proline, Quercetin, Xanthophll. Kandungan xanton jenis mangiferin pada mangga sebanyak 7 % - 15 %. b. Tinjauan kimia Khusus Kandungan terbesar dari ekstrak daun mangga adalah mangiferin yang telah diteliti oleh beberapa peneliti memiliki fungsi antara lain sebagai antioksidan, analgesik, antidiabetes, anti inflammatory, antitumor, antimikrobia, dan peningkat stamina atau daya tahan tubuh (Jutiviboonsuk and Sardsaengjun, 2010) Di dalam daun mangga mengandung kristal kuning (xanton). Xanton adalah senyawa sejenis flavonoid yang telah digunakan sebagai zat warna selama beratus - ratus tahun. Xanton dari mangifera indica ini adalah glukosida - C mangiferin. Mangiferin yang terdapat pada daun batang mangga ini mempunyai gugus - gugus penting dalam standar identifikasi senyawa tersebut antara lain : Zat organik tak jenuh : Hidrokarbon Aromatik Gugus kromofor : = C =O (karbonil) dan = C = C (etenil) Gugus auksokrom : OH (golongan anion)
Gambar 2.4 Struktur Mangiferin
C. Sifat-sifat kestabilan kimia Kurkuminoid dikenal sebagai zat warna kuning yang terkandung dalam rimpang. Kenyataan menunjukkan bahwa kurkumin yang diperoleh dari rimpang kunyit selalu tercampur dengan dengan senyawa analognya yaitu demetoksi kurkumin dan BIS demetoksi kurkumin. Campuran ketiga senyawa tersebut dikenal dengan kurkuminoid. Kurkumin mempunyai rumus molekul C 23 H 20 0 6 dengan BM 368,37 serta titik lebur 183C, tidak larut dalam air dan eter, larut dalam etil asetat, metanol, etanol, benzena, asam asetat glasial, aseton dan alkali hidroksida (Kiko, 1983) Kurkumin merupakan senyawa yang peka terhadap lingkungan terutama karena pengaruh ph dan suhu, cahaya serta radikal-radikal.
D. Ph dan suhu Sifat kurkumin yang menarik adalah perubahan warna akibat perubahan ph lingkungan. Dalam suasana asam kurkumin berwarna kuning atau kuning jingga sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Hal terrsebut dapat terjadi karena adanya sistem tautomeri pada molekulnya. Untuk mendapatkan stabilitas yang optimum dari sediaan kurkumin maka pH nya dipertahankan kurang dari 7. Pada pH lebih dari 7 kurkumin sangat tidak stabil dan mudah mengalami disosiasi (Tonnesen dan Karlsen, 1985)
E. Cahaya Sifat kurkumin yang penting adalan sensitivitasnya pada cahaya. Kurkumin akan mengalami dekomposisi jika terkena cahaya. Produk degradasinya yang utama adalah asam ferulat, aldehid ferulat, dehidroksinaftalen, vinilquaikol, vanilin dan asam vanilat.
F. Radikal hidroksil Kurkumin memperlihatkan kepekaan terhadap radikal bebas sebagai contoh kurkumin dapat bereaksi selama atom H dilepas atom radikal hidroksil ditambahkan pada molekul kurkumin. Pengurangan sebuah atom H menghasilkan pembentukan radikal kurkumin yang terdekomposisi atau menjadi stabil dengan sendirinya (Van der Good, 1995)
G. Tinjauan Farmakologi Mangiferin bisa digunakan sebagai agen pencegah kanker, karena mampu menghambat Benzo(a)Pyrene yang menginduksi timbulnya kanker paru dengan memberikan perlindungan terhadap kerusakan protein dan juga menekan proliferasi sel kanker. Menurut penelitian Prabhu et al (2006) dari Department of Biochemistry, University of Madras, India, mangiferin dapat melindungi terhadap kerusakan jantung pada tikus dengan berpotensi sebagai antioksidan yang dapat meregulasi sistem pertahanan jaringan (enzim jaringan jantung) seperti superoxide dismutase, katalase, glutathione peroxidase, aktivitas glutathione transferase dan glutathione reductase activities, antioksidan bukan enzim, seperti cerruloplasmin, vitamin C, vitamin E, dan kadar glutathion. Mangiferin menunjukkan aktivitas analgesik dan antioksidan (karena ada gugus hidroksil bebas dan catechol) sebagaimana dilaporkan Dar et al, 2005 dari University of Karachi, Pakistan.
II. METODELOGI a. Penapisan Fitokimia Analisis fitokimia merupakan uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan golongan senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam daun mangga muda. Analisis fitokimia dilakukan berdasarkan metode Harbone (1987). Identifikasi yang dilakukan adalah uji alkaloid, uji tanin, uji flavonoid, uji saponin, uji steroid, dan uji triterpenoid. Uji alkaloid dilakukan dengan cara menggerus satu gram sampel dan ditambahkan 1,5 mL kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 5 tetes H2SO4 2M. Fraksi asam dibagi menjadi 3 tabung kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner. Uji flavonoid dilakukan dengan cara menambahkan 0,5 gram sampel dengan metanol sampai terendam lalu dipanaskan. Filtrat ditambahkan dengan 5 tetes H2SO4 terbentuknya warna merah karena penambahan H2SO4 menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Uji saponin dilakukan dengan cara mencampurkan 0,5 gram sampel dengan air secukupnya dan dipanaskan selama lima menit. Larutan tersebut didinginkan kemudian selama dikocok timbulnya busa selama 10 menit menunjukkan adanya saponin. Uji triterpenoid dan steroid dilakukan dengan cara menambahkan satu gram sampel dengan 2 mL etanol lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambahkan dengan eter. Lapisan eter ditambahkan dengan pereaksi Liebermen Burchard (3 tetes asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna merah atau ungu yang terbentuk menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid. Uji tanin dilakukan dengan cara menambahkan lima gram sampel ditambahkan air kemudian dididihkan selama beberapa menit. Disaring dan filtrat ditambahkan dengan 3 tetes FeCl3. Warna biru tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menunjukkan adanya tanin.
b. Ekstraksi (Metode 1) dan alasan Metode : Maserasi Pelarut : Etanol 96% Waktu : 24 jam sebanyak 3x pengulangan Proses ekstraksi digunakan metode maserasi dengan bantuan pelarut etanol 96%, alasannya selain etanol 96% sebagai pelarut yang cocok untuk melarutkan senyawa senyawa bahan alam termasuk kurkumin, etanol juga merupakan pelarut universal yang banyak digunakan pada proses ekstraksi, etanol 96% juga digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri selama proses maserasi, dan kenapa digunakan yang 96% agar kandungan air nya sedikit, karena air merupakan media pertumbuhan bakteri. Setelah didapat ekstrak etanol kemudian di saring dan diuapkan dengan menggunakan evaporator sampai pekat, untuk menghilangkan pelarut etanolnya.
c. Pemantauan Ekstrak Metode : Kromatografi Lapis Tipis Fase diam : Silika Gel Fase Gerak : kloroform:heksan (4:6) Pemantauan Ekstrak dilakukan dengan membandingkan nilai Rf kurkumin dari ekstrak dengan pembandingnya yang berasal dari literatur hasil penelitian. Metode pemantauannya dengan menggunakan KLT yang menggunakan fase diam silica gel dan fase geraknya kloroform:heksan (4:6).
d. Fraksinasi (Metode 1) dan alasan Metode : ECC (Corong pisah) Pelarut : Methanol : Etil asetat (1:1) Waktu : 3x pengulangan Pada fraksinasi pertama ini digunakan metode Ekstraksi Cair-cair dengan bantuan pelarut campur methanol:etil asetat (1:1), sehingga terbentuk 2 fase, fase pertama yang diatas adalah methanol kerana Bj nya (0,791 g/ml) lebih kecil dari pada etil asetat (0.894 g/ml). dari proses ini kurkumin berada pada fase etil asetat.
e. Pemantauan Fraksi Metode : Kromatografi Lapis Tipis Fase diam : Silika Gel Fase Gerak : kloroform:heksan (4:6) Pemantauan Ekstrak dilakukan dengan membandingkan nilai Rf kurkumin dari ekstrak dengan pembandingnya yang berasal dari literatur hasil penelitian. Metode pemantauannya dengan menggunakan KLT yang menggunakan fase diam silica gel dan fase geraknya kloroform:heksan (4:6).
f. Fraksinasi (Metode 2) dan alasan Metode : Kromatografi Kolom Fase diam : Silika Gel Fase Gerak : kloroform:heksan (4:6) Pada fraksinasi kedua ini digunakan metode kromatografi kolom bertujuan untuk mengisolasi komponen kurkumin dari campurannya. Pada kromatografi kolom digunakan kolom dengan adsorben silika gel karna kolom yang dibentuk dengan silika gel memiliki tekstur dan struktur yang lebih kompak dan teratur. Silika gel memadat dalam bentuk tetrahedral raksasa, sehingga ikatannya kuat dan rapat. Dengan demikian, adsorben silika gel mampu menghasilkan proses pemisahan yang lebih optimal. Silika gel ada 2 macam : GF245, dengan G melambangkan gypsum (CaSO4), F melambangkan floroscene, dan angka 245 menunjukan besarnya panjang gelombang yaitu 245 nm. Silika jenis ini sering digunakan pada kromatografi lapis tipis (TLC). Dengan tanpa adanya gypsum dan floroscene. Silika jenis ini biasa figunakan pada kromatografi kolom. Silika gel dapat membentuk ikatan hidrogen di permukaannya, karna pada permukaannya terikat gugus hidroksil. Oleh karnanya, silika gel sifatnya sangat polar. Sementara itu, fasa gerak yang digunakan (dalam percobaan ini, kloroform:heksan 4:6) sifatnya non polar. Maka pada saat campuran dimasukan, senyawa-senyawa yang semakin polar akan semakin lama tertahan difasa stasioner, dan senyawa-senyawa yang semakin tidak kurang polar akan terbawa keluar kolom lebih cepat Kromatografi kolom dilihat dari jenis fasa diam dan fasa geraknya dapat dibedakan : a. Kromatografi fase normal Kromatografi dengan kolom konvesional dimana fase diamnya normal bersifat polar, misalnya silica gel, sedangkan fasa geraknya bersifat non polar. b. Kromatografi fase terbalik Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat non polar, sedangkan fase geraknya bersifat polar, kebalikannya dari fase normal. Dalam proses pemisahan dengan kromatografi kolom, adsorben silika gel harus senantiasa basah karna, jika dibiarkan kering kolom yang terbentuk dari silika gel bisa reta, sehinga proses pemisahan zat tidak tidak berjalan optimal. Selain itu, kondisi yang senantiasa basah berperan untuk memudahkan proses elusi (larutan melewati kolom) dalam kolom. Senyawa kurkumin dapat mengalami penurunan dengan lepasnya gugus OCH3 dalam setiap penurunan. Kurkumin akan mengalami 2 kali penurunan, dimana turunan pertamanya adalah demetoksi kurkumin dan turunan keduannya adalah bis-dimetoksi kurkumin. Kurkumin akan terelusi paling akhir (berada paling bawah) karna sifatnya yang polar. Perlu diingat bahwa penurunan ini tak mungkin terjadi dengan hanya melakukan kromatografi, tapi ada perlakuan khususnya. Ketika senyawa kurkumin telah mengalami degradasi, akan menjadi senyawa demetoksi kurkumin (terdapat pada bagian tengah) yang lebih polar dari kurkumin. Karna telah kehilangan sebuah gugus OCH3. Senyawa inimerupakan turunan kedua dari senyawa kurkumin. Karna tidak lagi mengandung gugus OCH3, maka senyawa ini merupakan senyawa yang bersifat paling polar dari antara ketiga jenis senyawa kurkumin. Dengan begitu, senyawa ini akan terelusi terlebih dahulu (berada pada lapisan yang paling atas) karna fasa diam yang digunakan (silika gel) bersifat polar.
g. Pemantauan Subfraksi Metode : Kromatografi Lapis Tipis Fase diam : Silika Gel Fase Gerak : kloroform:heksan (4:6) Pemantauan Ekstrak dilakukan dengan membandingkan nilai Rf kurkumin dari ekstrak dengan pembandingnya yang berasal dari literatur hasil penelitian. Metode pemantauannya dengan menggunakan KLT yang menggunakan fase diam silica gel dan fase geraknya kloroform:heksan (4:6).
h. Pemurnian dan Uji Kemurnian Metode : Kromatografi Lapis Tipis Fase diam : Silika Gel Fase Gerak : kloroform:etanol:asam asetat (94:5:1) Uji pemurnian dilakukan dengan cara KLT preparatif .Berdasarkan Chearwae dkk.(2004),analisa KLT ekstrak kasar kurkumonid dengan menggunakan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat dengan perbandingan 94: 5 : 1 (v/v/v) juga menghasilkan 3 spot utama berwarna orange . Spot yang pertama kali terelusi ( paling non polar ) yaitu kurkumin,kemudian demetoksikurkumin dan yang terakhir bisdemetoksikurkumin. Setelah itu dilanjutkan dengan di pantau dengan menggunakan alat spektofotometer UV-Vis (400-700nm).
i. Karakterisasi dan Identifikasi Kurkumin bersifat tidak stabil terhadap pH pada suasana asam pH 1-7,maka kurkumin akan berwarna kuning cerah akibat gugus diferuloylmethanes berada dalam bentuk netral.pada pH basa (>7,5) warnanya berubah menjadi warna orens hingga kemerahan. BM 368,37 serta titik lebur 183C.
III. DAFTAR PUSTAKA Wahyuni.Hardjono,A.Yamrewav PH.2004. Ekstraksi Kurkumin dari Kunyit .Prosiding Seminar Rekayasa Kimia dan Proses..1411- 4216.
Kusmiyati, dkk. 2011. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI ZAT AKTIF EKSTRAK METANOL RIMPANG KUNYIT PUTIH (Curcuma mangga Val) FRAKSI ETIL ASETAT. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol. 1, No. 2, 2011 : 1 10
Elly Natalina, dkk. 2009. Fotoproteksi Kurkumin terhadap -Karoten pada Berbagai Nisbah Molar serta Aktivitas Antioksidannya. Jurnal Natur Indonesia 12(1), Oktober 2009: 1-8 ISSN 1410-9379,
Shishodia S, Sethi S, Aggarwal BB. 2005. Curcumin: Getting Back to the Roots. Annals New York Academy of Sciences. 1056: 206-217.
Stankovic I. 2004. CURCUMIN. Chemical and Technical Assesment 61st JECFA. FAO
Sirait, Midian, Prof. DR. Apt. 2007, Penuntun fitokimia dalam farmasi, penerbit ITB : Bandung