TUGAS 5
Disusun Oleh :
1.1 Judul
Identifikasi senyawa golongan antrakinon (ekstrak Rheum officinale L).
1.2 Tujuan
Mahasiwa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan antrakinon dalam
tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Antrakuinon
Antrakuinon merupakan golongan dari senyawa glikosida termasuk turunan.
Antrakuinon merupakan senyawa kristal bertitik leleh tinggi, dan larut dalam pelarut
organik dan basa. Antrakuinon mudah terhidrolisis. Senyawa antrakuinon dan
turunannya seringkali berwarna kuning sampai merah sindur (oranye). Untuk
identifikasi senyawa antrakuinon digunakan reaksi Borntraeger. Semua antrakuinon
memberikan warna reaksi yang khas dengan reaksi Borntraeger. Jika larutan ditambah
dengan ammonia maka larutan tersebut akan berubah warna menjadi merah untuk
antrakuinon dan kuning untuk antron dan diantron. Antron adalah bentuk antrakuinon
yang kurang teroksigenasi dari antrakuinon, sedangkan diantron terbentuk dari dua unit
antron kuinon (Sirait, 2007).
a) Antron
Antron (9,10-dihidro-9-oxsanthracene) merupakan hasil reduksi antrakuinon.
Antron bereaksi secara spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat
menghasilkan warna biru kehijauan yang khas.
Mekanisme pembentukan warna antron dengan gula telah diteliti. Hird dan
Isenhour (1932) dan Wolform et al (1948) menpostulasikan bahwa karbohidrat dan
turunannya mengalami pembentukan cincin dalam keberadaan asam kuat dari
mineral, seperti yang ditunjukkan untuk glukosa. Karbohidrat dalam asam sulfat
akan dihidrolisis menjadi monosakarida dan selanjutnya monosakarida mengalami
sehidrasi oleh asam sulfat menjadi furfural atau hidroksil metil furfural.
b) Antranol
Antranol bewarna kuning kecoklatan dan dengan alkali membentuk larutan
berpendar (berfluoresensi) kuat. Larut dalam air panas dan alkohol encer.
Berkhasiat memperkuat peristaltic usus besar.
c) Diantron
Senyawa dimer tunggal atau campuran dari molekul antron. Hasil oksidasi
antron (misalnya larutan dalam aseton yang diaerasi dengan udara). Diantron
merupakan aglikon penting dalam Cassia, Rheum,dan Rhamnus.
d) Oksantron
Oksantron merupakan zat antara antara antrakinon dan antranol. Senyawa ini
terdapat dalam Frangulae cortex.
Nilai Rf sangat karakteristik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut
dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel.
Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah,
begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang
polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf
KLT yang bagus berkisar antara 0,2-0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah
mengurangi kepolaran eluen. Sebaliknya jika Rf terlalu rendah, maka kepolaran eluen harus
ditambah.
Faktor yang mempengaruhi harga Rf adalah : (Stahl,1985)
a. Ukuran partikel pada adsorben
b. Derajat keaktifan dari lapisan penjerap
c. Ketetapan perbandingan dari eluen
d. Konsentrasi zat yang dipanaskan
e. Kejenuhan chamber
f. Diameter penotol
g. Tehnik percobaan
h. Suhu
i. Keseimbangan
j. Jumlah cuplikan yang digunakan
k. Tebal dan kerataan dari lapisan penjerap
l. Pelarut
m. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
n. Dan lain-lain
Cara menggunakan KLT :
1. Potong plat sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan plat selebar 1 cm.
berarti jika menguji 3 sampel (3 spot) berarti menggunakan plat selebar 3 cm.
2. Buat garis dasar (base line) dibagian bawah, sekitar 0,5 cm dari ujung bawah plat, dan
garis akhir di bagian atas.
3. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan sejajar, tepat
di atas base line. Jika sampel padat, larutkan pada pelarut tertentu. Keringkan totolan.
4. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke dalam chamber dan
campurkan.
5. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh
eluen. Tutuplah chamber.
6. Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, di sana pemisahan akan
terlihat
7. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset keringkan dan ukur jarak spot.
Jika spot tidah kelihatan, amati pada lampu UV. Jika masih tak terlihat, semprot
dengan pewarna tertentu seperti kalium kromat, asam sulfat pekat dalam alcohol 96%
atau ninhidrin. Berikut ini adalah gambarnya :
1. Uji Borntrager
1) Ekstrak sebanyak 0,3 gram diekstraksi dengan 10 ml aquadest, saring, lalu filtrat
diekstraksi dengan 5 ml toluena dalam corong pisah.
1) Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah dengan 5 ml KOH 0,5 N dan 1 ml H 2O2
encer.
2) Dipanaskan selama 5 menit dan disaring, filtrat ditambah asam asetat glasial,
kemudian diekstraksi dengan 5 ml toluena.
3) Fase toluena diambil dan dibagi menjadi dua sebagai larutan VIA dan VIB
4) Larutaan VIA sebagai blanko, larutan VIB ditambah amonia pekat 1 ml.
Timbulnya warna merah atau merah muda pada lapisan alkalis menunjukkan
adanya antrakinon.
b. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
1. Sampel ditotolkan pada fase diam. Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan :
2. Timbulnya noda berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu atau hijau ungu
menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
3.3 SKEMA KERJA
A. Uji Borntraeger
VA sebagai VB ditambah 1 ml
blanko Ammonia pekat dan
dikocok
Backer, C.A. & Bakhuizen van den Brink, Jr., R.C. 1965. Flora of Java Volume II. . N.V.P
Noordhoff – Groningen, the Netherlands.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I,
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta.
Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, 3-17, ITB: Bandung.