Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kanker merupakan suatu penyakit yang dianggap sebagai masalah

besar didunia. Organisasi kesehatan dunia menyatakan, pada tahun 2015

diperkirakan ada 9 juta orang yang meninggal karena kanker dan pada

tahun 2030 diperkirakan meningkat sebesar 11,4 juta orang yang

meninggal karena kanker. Jumlah kematian akibat kanker lebih besar dari

pada total jumlah kematian akibat TBC, HIV dan malaria. World Health

Organization (WHO) mengungkapkan terjadi peningkatan jumlah

penderita kanker setiap tahunnya hingga mencapai 6,25 juta orang dan

dua pertiganya berasal dari Negara berkembang termasuk Indonesia

(Depkes RI, 2010).

Beberapa usaha pengobatan kanker telah dilakukan dengan cara

seperti pembedahan, radiasi, pemberian obat anti kanker atau kemoterapi

(Sukardja, 2000). Namun usaha ini belum memperoleh hasil memuaskan,

bahkan efek dari kegagalan pembedahan dapat menyebabkan kanker

menyebar ke bagian tubuh lain dengan kondisi yang parah (Nafrialdi dan

Gunawan, 2007). Salah satu metode pengobatan antikanker yang telah

ada dan masih terus dikembangkan adalah penggunaan agen antikanker

dari bahan alam. Penggunaan bahan alam relative lebih aman karena efek

samping yang relative kecil. Apabila digunakan dengan tepat agen

antikanker dari bahan alam mampu mengobati pada sumber penyakit


2

dengan memperbaiki sel-sel, jaringan dan organ tubuh yang rusak dengan

meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Kamubabwa et al, 2000). Salah

satu bahan alam yang diduga sebagai antikanker adalah teh hitam

(Camelia sinensis L).

Teh hitam berdasarkan proses pengolahannya, merupakan teh

fermentasi penuh atau oksidasi enzimatis. Ada beberapa tahap

pembuatan dari daun teh menjadi teh hitam yaitu daun teh yang telah

dipetik dibiarkan layu sebentar, kemudian daun teh tersebut digiling

hingga kandungan cairan dalam teh keluar. Daun teh dibiarkan teroksidasi

enzimatis seluruhnya, kemudian teh tersebut dikeringkan (Port, 2007).

Teh hitam atau black tea secara kimia banyak mengandung senyawa-

senyawa unggul yang sangat berperan dalam kesehatan. Teh hitam

memiliki dua kandungan yang paling signifikan salah satunya yaitu

theaflavin, dimana diketahui bahwa theaflavin hanya terdapat pada teh

hitam atau teh yang mengalami oksimatis, kekuatan theaflavin dianggap

setara dengan katekin sebagai antioksidan alami yang sangat potensial

sebagai penangkal radikal bebas (Winarsi, 2007). Daya antioksidan teh

hitam (Camelia sinensis L) asal Malino yakni ekstrak etanol teh hitam

mempunyai nilai IC50 (Inhibitor Concentration 50%) sebesar 14,0993

g/ml, dengan kekuatan 3 kali lebih kuat dibanding dengan vitamin C yang

memiliki IC50 sebesar 52,8986 g/ml (Susanti., S, 2009).


3

Lazimnya setiap bahan alam yang diduga berpotensi sebagai obat

maupun secara empiris telah digunakan masyarakat sebagai obat, diawali

dengan uji pre-klinis toksisitas untuk memprediksi tingkat keamanannya,

kemudian dilanjutkan dengan uji farmakologi lainnya. Salah satu metode

toksisitas in vitro yang sering digunakan adalah metode Brine Shrimp

Letality Test (BSLT) (Meyer, et al., 1982 cit. Frengki, 2014).

Metode BSLT merupakan salah uji pendahuluan yang sederhana

untuk skrining toksisitas dari ekstrak tanaman dengan menggunakan larva

udang Artemia salina Leach (Meyer et al., 1982). Uji toksisitas dengan

metode BSLT ini memiliki spektrum aktivitas farmakologi yang luas,

prosedurnya sederhana (tanpa tehnik aseptik), cepat dan tidak

membutuhkan biaya yang besar (tidak perlu serum hewan), serta hasilnya

representatif dan dapat dipercaya (Meyer, et al., 1982; Alam, 2002).

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu untuk dilakukan skrining awal

kemampuan sitotoksik dari ekstrak teh hitam asal Malino menggunakan

metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) sebelum diuji cobakan pada

sel kanker.

I.2 Perumusan Masalah

Apakah ekstrak teh hitam (Camelia sinensis L) asal Malino memiliki

aktivitas sitotoksik dengan mengunakan metode Brine Shrimp Lethality

Test (BSLT) ?
4

I.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas sitotoksik dari

ekstrak etanol teh hitam (Camelia sinensis L) asal Malino menggunakan

metode Brine Shrimp Letality Test (BSLT) sehingga dapat digunakan

sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut pada sel kanker.

I.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai skrining awal aktivitas

sitotoksik dari teh hitam (Camelia sinensis L) asal Malino dan menunjukan

bahwa teh hitam asal Malino merupakan tanaman yang potensial untuk

dikembangkan dalam terapi antikanker.


5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tumbuhan Teh (Camelia sinensis L)

Gambar 1. Tumbuhan Teh

II.1.1 Klasifikassi (Agoes, A 2010)

Regnum : Plantae

Divisi : Spermathophyta

Sub divisi : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Sub Class : Dialypetalae

Ordo : Gutticefales

Family : Theaceae

Genus : Camaelia

Spesies : Camelia sinensis L

II.1.2. Morfologi Tanaman

Tanaman teh berbentuk pohon yang tinggi bias mencapai belasan

meter, namun tanaman teh diperlukan selalu dipangkas untuk

memudahkan pemetikan, sehingga tingginya mencapai 90-120 cm.


6

Mahkota teh berbentuk kerucut, daunnya berbentuk jorong atau agak

bulat telur, tepi daun bergerigi, daun tunggal dan letaknya hampir

berseling, tulang dan menyerip, permukaan atas daun muda berbulu

halus, sedangkan permukaannya bawahnya memiliki bulu hanya sedikit.

Permukaan daun tua halus dan tidak berbulu lagi.

Bunga tunggal dan tersusun dari rangkaian kecil, bunga muncul dari

ketiak daun, warnanya putih bersih dan berbau wangi lembut. Namun ada

bunga yang berwarna semu merah jambu mahkota bunga berjumlah 5-6

helai putik dengan tangkai yang panjang atau pendek dan dari kepalanya

terdapat tiga buah sirip, jumlah benang sari 100-200

Buah teh berupa buah kotak berwarna hijau kecoklatan dalam satu

buah berisi 1-6 biji, rata-rata terdapat tiga biji. Buah yang masak dan

kering akan pecah dengan sendirinya serta bijinya ikut keluar. Biji

berbentuk bulat atau gepeng pada satu sisinya, berwarna putih sewaktu

masi mudah dan berwarna coklat setelah tua.

Teh berakar tunggal, akar-akar cabang akan menggantikan

fungsinya dengan arah tumbuh yang semula meliintang menjadi ke

bawah. Akar bisa tumbuh besar dan dalam (Djoehana, S 2000).

II.1.3 Tempat Tumbuh

Tanaman teh berasal dari daerah subtropis, oleh karena itu di

Indonesia teh lebih cocok ditanam di daerah dataran tinggi. Lingkungan

fisik yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan teh ialah iklim dan

tanah. Faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh


7

adalah curah hujan, suhu udara, tinggi tempat, sinar matahari, dan angin.

Di Indonesia tanaman teh hanya ditanam di dataran tinggi.

Di Indonesia tanaman teh ditanam sebagai tanaman perkebunan

pada ketinggian 7002.000 m dari permukaan laut. Di negara tropis

seperti Indonesia, teh diperoleh sepanjang tahun dengan gilir petik 6 - 12

hari. Tanaman teh bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai 15 m, tetapi di

perkebunan tingginya dipertahankan sekitar 70 150 cm. Iklim yang

sesuai untuk tanaman teh adalah curah hujan minimum 2000 mm dan

merata sepanjang tahun dengan suhu 11C 25C disamping tingkat

kesuburan tanah yang baik (Djoehana, S 2000).

II.2 Jenis-Jenis Teh

Dalam pembagian teh dapat dibedakan 3 kategori utama

berdasarkan pengolahannya:

a. Black Tea (Teh Hitam)

Teh hitam adalah jenis teh yang dalam pengolahannya, melalui

proses fermentasi secara penuh.

b. Oolong Tea (Teh Oolong)

Teh oolong adalah jenis teh yang dalam pengolahanya hanya

melalui setengah proses fermentasi.

c. Green Tea (Teh Hijau)

Teh hijau adalah jenis teh yang dalam pengolahanya tidak melalui

prosses fermentasi (Hartoyo, A, 2003).


8

II.3. Kandungan Kimia

Kandungan senyawa kimia teh, zat bioaktif yang ada dalam teh,

terutama merupakan golongan flavonoid. Berdasarkan strukturnya

flavonoid digolongkan menjadi 6 kelas, yaitu flavone, flavaonone,

isoflavone, flavonol, flavanol, dan antosianin. Adapun flavonoid yang

ditemukan di dalam teh berupa flavanol dan flavonol. Selain flavonoid di

dalam teh juga terdapat asam amino bebas yang disebut sebagai

L-theanin (Hartoyo, 2003).

Senyawa kimia dalam teh yang merupakan salah satu kelas flavanol

adalah katekin. Jumlah atau kandungan katekin bervariasi untuk masing-

masing jenis teh. Katekin teh memiliki sifat tidak berwarna, larut dalam air

serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh.

Flavonol terdapat dalam bentuk glikosida (berikatan dengan molekul

gula) dan sedikit dalam bentuk aglikonnya. Jumlah flavonol teh bervariasi

tergantung suhu dan cara ekstraksi yang digunakan. Menurut Hartoyo

(2003), jumlah flavonol teh dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Flavonol Teh Hitam dan Teh Hijau


Jumlah (g)
Jenis Flavonol Teh Hijau Teh Hitam
Mrycetin 0,83-1,59 0,24-0,52
Quarcetin 1,79-4,05 0,04-3,03
Kaempferol 1,56-3.31 1,72-2,31
Sumber : Hartoyo, 2003

Quercetin mempunyai rumus kimia 3,3,4,5,7-Pentahydroxyflavone.

Quercetin tidak larut dalam air dan eter, tetapi larut dalam alkohol dan

aseton. Quercetin merupakan antioksidan yang paling kuat di antara


9

senyawa polifenol. Quercetin berpotensi sebagai antivirus, antibakteri,

anti kanker dan anti-inflamasi (Lide, 1997). Sebagai senyawa antibakteri,

quercetin mampu berikatan dengan dengan DNA girase bakteri yang

berperan dalam replikasi DNA. Quercetin mengganggu kerja enzim girase

sehingga proses replikasi DNA terhenti. (Plaper et al., 2003).

Struktur Quercetin

II.4 Uraian Teh Hitam

Tanaman teh hitam dengan nama latin Camelia sinensis L, yang

masih termaksud keluarga Camelia, bersamaan dengan berlangsungnya

proses dehidrasi, di dalam daun teh terjadi proses oksidasi enzimatis yang

akan menentukan arah karakteristik teh, hingga dapat dikatakan bahwa

pada dasarnya pengolahan teh hitam juga merupakan proses kimia. Arah

proses oksidasi enzimatik pertama-tama ditentukan oleh sifat senyawa

kimia yang terkandung dalam daun teh, yang dipengaruhi oleh berbagai

faktor, antara lain sifat tanaman genetik, lingkungan tempat tumbuh dan

tehnik budidaya. Hanya dengan penanganan pucuk yang baik sejak

dipetik sampai ditebar ditempat pelayuan dan penerapan teknologi

pengolahan yang tepat, potensi daun akan dapat ditransformasikan

menjadi teh hitam (Soeria, 2006).


10

Kandungan kimia teh hitam secara umum adalah :

a. Polifenol

Secara keseluruhan jumlah senyawa golongan polifenol adalah

sekitar 20 sampai 30% dari bahan kering pucuk teh, lebih dari tiga

perempatnya termaksud dalam golonganyang dikenal sebagai

flavonol atau katekin yang merupakan pigmen tanaman tak berwarna

yang segera berubah menjadi coklat.

b. Polifenol oksidase

Dalam sel daun teh, enzim polifenol oksidase dan polifenol

peroksidase terdapat dalam plastisida

c. Asam amino

Asam amino tannin merupakan bagian terbesar (50%) dari asam

amino total yang kadarnya adalah 1 % dari berat kering teh

d. Klorofil

Selama proses pengolahan teh hitam akan terjadi penurunan

kadar klorofil yang disebabkan berubahnya klorofil menjadi feofitin dan

feoforbida.

e. Kafein

Kafein tidak berperan aktif dalam perubahan yang terjadi selama

proses pengolahan (Seoeria, 2006).


11

II.5 Metode Ekstraksi

II.5.1 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat.

Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut

organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel,

maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan

berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat

aktif di dalam dan di luar sel. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik

semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini

didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam

pelarut. Perpindahan mulai terjadi pada lapisan antarmuka, kemudian

berdifusi masuk ke dalam pelarut.

II.5.2 Metode Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari

pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi

digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komonen kimia

yang mudah larut dalam dengan cairan penyari, tidak mengandung

benzoin, tiraks dan lilin. Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya

sederhana. Sedangkan kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan

untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan


12

lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai

tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin (Harborne, 1987).

Macam-macam maserasi yaitu :

a. Maserasi digesti

Maserasi yang dilakukan dengan menggunakan pemanasan lemah

suhu 40- 50C, untuk komponen kimia yang tahan terhadap

pemanasan.

b. Maserasi dengan mesin pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang dapat berputar terus-menerus

dapat mempercepat proses ekstraksi sehingga dalam waktu 6-24 jam

maserasi dapat selesai

c. Maserasi remaserasi

Maserasi remaserasi adalah penyarian yang dilakukan dengan

membagi dua cairan penyari yang digunakan kemudian seluruh serbuk

simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama kemudian disaring

lalu ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari kedua

(Depkes, 1986).

d. Maserasi melingkar

Maserasi melingkar adalah penyarian yang dilakukan dengan

menggunakan cairan penyari yang selalu bergerak dan menyebar

(berkesinambungan) sehingga kejenuhan cairan penyari merata

(Depkes, 1986).
13

e. Maserasi melingkar bertingkat

Maserasi melingkar bertingkat adalah sama dengan maserasi

melingkar tetapi pada maserasi melingkar bertingkat dilengkapi dengan

beberapa bejana penampungan sehingga tingkat kejenuhan cairan

penyari setiap bejana berbeda-beda (Depkes, 1986).

II.5.3 Metode Soxhletasi

Soxhletasi merupakan metode penyarian serbuk simplisia secara

berkesinambungan dengan alat soxhlet. Proses penyarian diawali dengan

pemanasan cairan penyari hingga menguap. Uap cairan penyari tersebut

kemudian terkondensasi oleh pendingin balik menjadi molekul-molekul air

lalu turun menyari simplisia dalam slongsong kemudian masuk ke dalam

labu alas bulat setelah melewati pipa sifon.

Keuntungan metode ini adalah dapat digunakan untuk mengekstraksi

sampel yang memiliki tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap

pemanasan. Selain itu suhu pemanasan dapat diatur dan pelarut yang

digunakan juga sedikit. Sedangkan kerugian dari metode ini adalah

penggunaan pelarut yang sama secara terus menerus sehingga ekstrak

yang terkumpul terus menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan

reaksi penguraian oleh panas (Depkes, 1986 ;Harborne,1987).

II.5.4 Metode Perkolasi

Metode perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan

mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.


14

Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan

karena sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya

adalah kontak antara sampel padat dan cairan penyari tidak merata atau

terbatas dibandingkan dengan metode refluks. Selain itu pelarut menjadi

dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen dari

simplisia secara efisien (Depkes, 1986 ;Harborne,1987).

II.5.5 Metode Refluks

Metode refluks merupakan penarikan komponen kimia yang

dilakukan dengan cara sampel dimasukan ke dalam labu alas bulat

bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan. Uap-uap cairan

penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul

cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat dan akan

menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat. Proses ini

berlangsung secara berkesinambungan hingga penyarian sempurna.

Penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang

diperoleh kemudian dikumpulkan dan dipekatkan (Melani, 2008).

Keuntungan dari metode ini adalah dapat digunakan untuk

mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan

terhadap pemanasan langsung. Kerugian dari metode ini adalah

membutuhkan volume total pelarut dan sejumlah manipulasi dari operator

(Melani, 2008).
15

II.5.6 Metode Destilasi Uap

Metode ini merupakan metode yang sering digunakan untuk

mengekstraksi simplisia yang mengandung minyak-minyak menguap

(esensial) atau komponen-komponen kimia yang mempunyai titik didih

tinggi pada tekanan udara normal (Melani, 2008).

II. 6 Defenisi Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi

zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa

atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku

yang ditetapkan (Depkes RI,1995)

II.7 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia adalah pemeriksaan kimia secara kualitatif

terhadap senyawa-senyawa aktif biologis yang terdapat dalam simplisia

tumbuhan. Senyawa-senyawa tersebut adalah senyawa organik, oleh

Karena itu skrining terutama ditujukan terhadap golongan senyawa

organik seperti alkaloida, saponin, tanin, flavonoid dan lain-lain

(Farnsworth, 1996).

Pada penelitian tumbuhan, untuk aktivitas biologi atau senyawa yang

bermanfaat dalam pengobatan, satu atau lebih konstituen yang

mempunyai respon farmakologi yang perlu diisolasi. Oleh Karena itu

pemeriksaan fitokimia, teknik skrining dapat membantu langkah-langkah

fitofarmakologi yaitu melalui seleksi awal dari pemeriksaan tumbuhan


16

tersebut utnuk membuktikan ada tidaknya senyawa kimia tertentu dalam

tumbuhan tersebut yang dapat dikaitkan dengan aktivitas biologinya

(Farnsworth, 1996). Pemeriksaan metabolit sekunder sebagai berikut:

a. Alkaloida

Alkaloid merupakan metabolit sekunder terbesar yang banyak

ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi dan mempunyai susunan

basa nitrogen, yaitu satu atau dua atom nitrogen (Harborne, 1987;

Bhat et al., 2009). Alkaloid sering beracun bagi manusia dan

mempunyai efek fisiologis yang menonjol, sehingga sering digunakan

untuk pengobatan (Harborne,1987). Fungsi alkaloid dalam tumbuhan

belum diketahui secara pasti. Namun alkaloid berfungsi sebagai

pengatur tumbuh atau penghalau dan penarik serangga (Harborne,

1987).

b. Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah

terdeteksi dalam lebih dari 90 genus pada tumbuhan. Glikosida adalah

suatu kompleks antara gula pereduksi (glikon) dan bukan gula

(aglikon). Adanya saponin dalam tumbuhan ditunjukkan dengan

pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan

atau memekatkan ekstrak (Harborne, 1987).

c. Tanin

Tanin adalah senyawa organik yang sangat kompleks dan

banyak terdapat pada bermacam-macam tumbuhan. Istilah tanin


17

diperkenal oleh Seguil tahun 1796. Pada masa itu, belum diketahui

bahwa tanin tersusun dari campuran bermacam senyawa, bukan

hanya satu golongan senyawa saja.

Gambar 2. Struktur Inti Tanin

Tanin bersifat amorf dan mempunyai daya untuk menyamak kulit

hewan. Struktur tanin belum dapat ditentukan secara pasti, namun

diartikan sebagai senyawa-senyawa alami dengan bobot molekul

antara 500-3000, serta mempunyai gugus hidroksi fenolik (1-2 tiap

satuan bobot molekul) dan dapat membentuk ikatan silang yang stabil

dengan protein dan bipolimer lain (Yudha, 2007).

Selain itu juga tanin juga memiliki sifat kimia, yaitu tanin

merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang

sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal. Senyawa fenol dari

tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik, dan pemberi warna

(Yudha, 2007).

d. Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar, sering ditemukan

diberbagai macam tumbuhan dalam bentuk glikosida atau gugus gula

2007; Bhat et.al., 2009). Flavonoid merupakan golongan metabolit

sekunder yang disintesis dari asam piruvat melalui metabolisme


18

asam amino (Bhatetal., 2009). Flavonoid adalah senyawa fenol,

sehingga warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak.

Terdapat sekitar 10 jenis flavonoid yaitu antosianin, proanto sianidin,

flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan

isoflavon (Harborne,1987).

Flavonoid adalah golongan pigmen organik yang tidak

mengandung molekul nitrogen. Kombinasi dari berbagai macam

pigmen ini membentuk pigmentasi pada daun, bunga, buah dan biji

tanaman. Pigmen ini juga bermanfaat bagi manusia dan salah satu

manfaat yang penting adalah sebagai antioksidan (Bhat et al., 2009).

Bagi manusia, flavon dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulan pada

jantung dan pembuluh darah kapiler, sebagai diuretik dan

antioksidan pada lemak (Sirait, 2007).

II.8 Uji toksisitas

Terdapat empat pengujian tentang toksistas yang digunakan dalam

produk alam. Metode pengujian tersebut yaitu Simple Brench-Top

Bioassay (terdiri dari Brine Shrimp Lethality Test, Lemna minor Bioassay

dan Crown Gall Potato Disc Bioassay ) dan Metode Ames (Susithra, et.

al., 2011).

a. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Metode BSLT digunakan secara luas untuk bioassay bioaktivitas

ekstrak kasar suatu tanaman. Metode ini bersifat sederhana, mudah


19

dilakukan, murah, cepat dan membutuhkan ekstrak dalam jumah

sedikit (Pisutthananet et al., 2004).

Uji toksisitas terhadap larva udang Artemia salina Leach dapat

digunakan sebagia uji pendahuluan pada penelitian yang mengarah

pada uji sitotoksik. Korelasi antara uji toksisitas akut ini dengan uji

toksisitas adalah jika mortilitas terhadap Artemia salina Leach yang

ditimbulkan memiliki nilai LC50 < 1000 g/ml. Parameter yang

ditunjukan untuk menunjukan adanya aktivitas biologi pada suatu

senyawa adalah kematian Artemia salina Leach (Meyer et, al., 1982

cit. franki 2014).

Pengujian terhadap aktivitas dan toksisitas ekstrak tanaman

dapat dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)..

Metode BSLT ini sering dilakukan dalam uji pendahuluan untuk

skrining atau penapisan aktivitas farmakologis pada tanaman obat

untuk mendukung penggunaan tanaman obat dalam pengobatan

tradisional dan modern, mendeteksi efek racun dari fungi, toksisitas

ekstrak tanaman, logam berat, pestisida dan sitotoksisitas

(Krishnaraju et al., 2005 cit. Tamat et al., 2007).

Uji BSLT dilakukan untuk melihat efek toksisitas terhadap sel dan

sering digunakan untuk skrining senyawa bioaktif antikanker (Tamat

et. al., 2007). Metode BSLT dilakukan dengan mengamati tingkat

kematian (mortalitas) yang ditimbulkan oleh ekstrak terhadap larva

udang jenis Artemia salina Leach setelah dilakukan pengujian


20

selama 24 jam. Suatu fraksi atau ekstrak dikatakan aktif bila

mempunyai nilai LC50 1000 g/ml. Untuk senyawa murni dikatakan

aktif bila mempunyai nilai LC50 200 g/ml (Alam, 2002).

b. Lemna minor Bioassay

Lemna minor digunakan sebagai uji pendahuluan terhadap

bahan yang dapat menghambat atau meningkatkan pertumbuhan

tanaman, pengujian ini lebih diarahkan untuk mencari herbisida dan

stimulantpertumbuhan tanaman baru (Susithra, et. al., 2011)

c. Crown Gall Potato Disc Bioassay

Crown Gall Potato Disc Bioassay merupakan suatu penyakit

neoplastik pada tumbuhan yang disebabkan bakteri gram negative

Agrobacterium tumefaciens yang selanjutnya menyebabkan

pertumbuhan tumor secara otonom. Pengujian ini digunakan untuk

mengukur kemampuan suatu senyawa menghambat perumbuhan

tumor Crown-Gall pada umbi kentang yang diinfeksikan bakteri

Agrobacterium tumefaciens (Mclaughin, 1991).

d. Metode Ames

Metode ini meupakan metode biologis yang sensitif untuk mengukur

potensi mutagenik bahan kimia. Walaupun metode ini tidak menunjukan

resiko kanker, namum potensi mutagenik disini akan berkorelasi dengan

potensi karsinogenik pada berbagai bahan kimia dalam tikus (Susithra, et.

al., 2011).
21

II.9 Artemia salina Leach

Gambar 2. Artemia salina Leach

II.9.1 Klasifikasi

Artemia salina Leach memiliki klasifikasi sebagai berikut (Bougis,

1979 cit. Sriwahyuni 2010):

Kingdom : Animalia

Divisi : Arthopoda

Sub divisi : Crustacea

Kelas : Branchiopoda

Ordo : Anostraca

Famili : Artemiidae

Genus : Artemia L

Spesies : Artemia salina Laech

II.9.2 Morfologi

Artemia salina Leach adalah sejenis udang kecil dari kelas

Crustaceae. Pada kondisi alamiah, artemia hidup di danau-danau dan

perairan bersalinitas tinggi diseluruh dunia, tetapi tidak ditemukan di

samudra. Oleh karena itu, Artemia disebut juga udang renik asin (brine
22

shrimp). Pertama ditemukan Lymington, England pada tahun 1755.

Secara fisik, Artemia tidak mempunyai pertahanan tubuh, oleh karena itu

kemampuan hidup didanau dengan salinitas tinggi merupakan system

pertahanan alamiah Artemia terhadap musuh-musuh pemangsanya.

Tubuh Artemia salina Leach yang terdiri dari tiga bagian yaitu

kepala, dada dan perut. Artemia salina Leach jantan dewasa memiliki

panjang 8-10 mm, dan betina 10-12 mm, Artemia salina Leach dewasa

memiliki tiga mata dan 11 pasang kaki (Mioara, 2011).

Larva yang baru menetas (nauplius instar I) panjangnya sekitar 0,6

mm, sedangkan nauplius instar II panjangnya 0,7 mm. Telur yang masi

bercangkang bergaris tengah sekitar 300 mikron dengan berat sekitar

3,65 mikrogram, sedangkan telur yang telah didekaptulasi garis

tengahnya sekitar 210 mikron. Pada Artemia salina Leach dewasa,

biasanya ditandai dengan adannya tangkai mata yang jelas (Mudjiman,

1998).

Warna tubuh dewasa bervariasi bergantung pada konnsentrasi

garam dalam air (konsentrasi tinggi berwarna merah), darahnya

mengandung pigmen hemoglobin (Mioara, 2001).

Artemia yang baru menetas disebut dengan nauplius. Nauplius

berwarna orange, berbentuk bulat lonjong dangan panjang sekitar 400

mikron, lebar sekitar 70 mikron, dan berat 0,002 mg.


23

II.9.3 Siklus Hidup Artemia salina Laech

Artemia salina Leach mempunyai dua organ reproduksi uterus dari

Artemia salina Leach betina dapat mengandung sampai 200 telur (Mioara,

2001).

Artemia salina Leach hidup diperairan berkadar garam tinggi, suhu

yang dikehendaki berkisar antara 250-300C. Oksigen terlarut sekitar 3

mg/L dan pH antara 7,3-8,4. Artemia salina Leach tidak dapat

mempertahankan diri dari pemangsa musuh-musuhnya karena tidak

mempunyai alat atau cara membela diri, salah satu cara untuk

menghindarkan diri dari pemangsa hewan lain dengan berpindah ke

kondisi alam berupa lingkungan hidup berkadar garam tinggi. Pada

umumnya pemangsa tidak dapat hidup lagi pada kondisi itu ( Mudjiman,

1998).

II.9.4 Tahap Penetasan Artemia salina Laech

Penetasan Artemia Salina Leach melalui beberapa tahap yaitu tahap

hidrasi, tahap pecah cangkang dan tahap paying atau tahap pengeluaran.

Tahap hidrasi terjadi penyerapan air sehingga kista yang diawetkan dalam

bentuk kering tersebut akan menjadi bulat dan aktif bermetabolisme.

Tahap selanjutnya adalah tahap pecah cangkang dan disusul dengan

tahap payung yang terjadi beberapa saat sebelum nauplius keluar dari

cangkang. Tahap penetasan Artemia salina Leach seperti pada gambar

berikut: (Baraja, 2008).


24

Gambar 3. Siklus hidup Artemia Salina Leach (Mudjiman, 1998)

Pembiakan Artemia salina Leach dapat dilakukan melalui perkawinan

antara Artemia salina jantan dan betina, tetapi Artemia salina Leach juga

dapat berkembangbiak tanpa perkawinan. Artemia salina betina dapat

mempunyai keturunan sekitar 300 setiap hari.

Dalam pemeliharaan Artemia salina Leach makanan yang diberikan

adalah kantul, padi, tepung beras, tepung terigu, tepung kedelai dan ragi.

Artemia hanya hanya dapat menelan makanan yang berukuran kecil yaitu

kurang dari 50 mikron. Apabila makanan lebih besar dari ukuran itu,

makanan tidak akan tertelan karena artemia mengambil makanan dengan

jalan menelannya bulat-bulat. Makanan yang ditelan itu dikumpulkan dulu

ke depan mulut dengan menggerak-gerakkan kakinya. Gerakan kaki

dilakukan terus-menerus hingga makanan akan terus bergerak masuk ke

dalam mulutnya. Selain untuk mengambil makanan, kakinya berfungsi

sebagai alat untuk terus bergerak dan bernapas.


25

II.9.5. Penggunaan Artemia Salina Leach dalam Penelitian

Artemia Salina Leach secara luas digunakan untuk pengujian ativitas

farmaologi ekstrak suatu tumbuhan. Artemia Salina Leach juga

merupakan hewan uji yang digunakan untuk praskrining aktivitas

antikanker di National Cancer Institude (NCI), Amerika Serikat. Uji BSLT

dengan hewan uji Artemia Salina Leach dapat digunakan untuk skrining

awal terhadap senyawa-senyawa yang diduga sebagai antitumor karena

uji ini mempunyai korelasi yang positif dengan potensinya sebagai

antitumor (Panjaitan, 2011).

Suatu metode uji hayati yang tepat dan murah untuk skrining dalam

menentukan toksisitas suatu ekstrak tumbuhan aktif dengan

menggunakan hewan uji Artemia Salina Leach. Uji dengan organisme ini

sesuai untuk aktivitas farmakologi dalam ekstrak tanaman yang bersifat

toksik. Penelitian mengguankan Artemia Salina Leach memiliki beberapa

keuntungan antara lain cepat, mudah, murah dan sederhana. Penelitian

dengan larva Artemia Salina Leach telah digunakan oleh Pusat Kanker

Purdue, Universitas Purdue di Lafayette untuk senyawa aktif tanaman

secara umum, Hubungan yang signifikan dari sampel yang bersifat toksik

terhadap larva Artemia Salina Leach ternyata juga mempunyai aktifitas

toksisitas, berdasarkan hal tersebut maka larva Artemia Salina Leach

dapat digunakan untuk uji toksisitas (Baraja, 2008).


26

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental berskala

laboratorium.

III.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Ekstraksi teh hitam dilakukan di Laboraratorium Biologi Sekolah

Tinggi Ilmu Farmasi (STIFA) Makassar dan pengujian dengan metode

Brine Shrimp Latality Test (BSLT) dilakukan di Laboratorium farmakologi

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFA) Makassar. Waktu pelaksanaan

penelitian adalah pada bulan Mei sampai Agustus 2015.

III.3 Defenisi Operasional

a. Toksisitas merupakan suatu efek berbahaya atas jaringan biologi

tertentu.

b. Ekstrak etanol teh hitam merupakan ekstrak yang diperoleh dari

hasil maserasi teh hitam menggunakan pelarut etanol 70%.

c. Teh hitam (Camelia sinensis L) merupakan teh hasil olahan pucuk

daun teh yang melalui proses fementasi total

d. Brine Shrimp Letality Test (BSLT) merupakan suatu metode uji

guna menentukan toksisitas suatu senyawa bahan alam untuk

penapisan ekstrak bahan aktif dengan menggunakan hewan uji

Artemia salina Leach yang berumur 48 jam.


27

III.4 Pelaksanaan Penelitian

III.4.1 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah daun teh yang dibudidayakan di Malino.

sampel dalam penelitian ini adalah teh hitam (blac tea Malino High Land).

III.4.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peralatan

ekstraksi, wadah untuk penetasan larva Artemia salina Leach, aerator,

alat-alat gelas, lampu, deksikator, alumunium foil dan timbangan analitik.

Adapun bahan-bahan yang digunakan antara teh hitam (Black tea),

etanol 70%, FeCl3, HCL 2 N, NaCl, telur Artemia salina Leach, air laut,

ragi, pereaksi Meyer, pereaksi Wegner, pereaksi Dragendrof serta

aquadest.

III.4.3 Cara Kerja

III.4.3.1 Pengambilan sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah daun teh hitam (Camelia sinensis

L) yang sudah diolah dalam bentuk produk teh hitam (Black tea Malino

higt land).

III.4.3.2 Pengolahan sampel

Daun teh yang telah dikumpulkan sebanyak 7 kg dijemur selama 18

jam hingga kadar air 50% kemudian dilakukan penggulungan dan

selanjutnya difermentasi selama 18 jam selanjutnya dilakukan

pengeringan di peroleh % rendamen 21% yakni 1,54 kg.


28

III.4.3.3 Pembuatan Ekstrak

Sampel teh hitam (Camelia sinensis L) yang telah diserbukkan

ditimbang 400 gram, dimasukkan kedalam wadah maserasi, ditambahkan

3000 ml etanol 70% sehingga simplisia terendam, dimaserasi selama

3x24 jam dalam bejana tertutup dan terlindung dari cahaya matahari

langsung sambil sekali-kali diaduk, kemudian disaring. Ampas dari hasil

ekstraksi dimaserasi kembali setelah itu filtrate yang diperoleh diuapkan

pelarutnya untuk memperoleh ekstrak kental.

III.4.3.4 Identifikasi Senyawa

a. Uji flavonoid

Ekstrak dilarutkan dengan pelarut etanol 70%. Setelah itu

ditambahkan serbuk Mg dan 0,5 ml HCl pekat. Warna merah

sampai jingga menunjukan adanya senyawa flavon, warna merah

tua menunjukan adanya senyawa flavonol dan flavonon.

b. Uji saponin

Identifikasi saponin dilakukan dengan metode Forth, yaitu dengan

cara memasukkan 2 ml larutan ekstrak kedalam tabung reaksi

kemudian ditambahkan 10 ml aquadest lalu dikocok selama 30

detik. Apabila terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30

detik), maka identifikasi menunjukkan adanya saponin

c. Uji Alkaloid

Uji alkaloid dilakukan dengan peraksi Dragendorff, Mayer, dan

Wagner. Ekstrak dilarutkan dengan pelarut etanol 70%,


29

ditambahkan 5 tetes HCl 2N, kemudian dipanaskan. Setelah dingin,

dibagi menjadi 3 bagian. Bagian yang pertama ditambahkan 3 tetes

reagen Dragendorff, jika terbentuk endapan dan berwarna jingga,

maka sampel dinyatakan positif mengandung alkaloid. Bagian

kedua ditambahkan 3 tetes reagen Mayer, jika terbentuk endapan

berwarna putih maka positif mengandung alkaloid. Selanjutnya

untuk bagian yang ketiga ditambahkan 3 tetes pereaksi Wagner,

jika terbentuk endapan dan berwarna cokelat maka sampel

dinyatakan positif mengandung alkaloid

d. Uji Tanin

Ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian dikocok

dengan air panas hingga homogen, setelah itu ditambahkan FeCl 3

jika berwarna hijau biru (hijau hitam), berarti positif mengandung

tanin pirogalol.

III.4.3.5. Pengujian Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

III.4.3.5.1 Pemilihan dan pemeliharaan hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva udang

Artemia saliina Leach yang dipelihara dalam wadah yang berisi air laut

bersih dengan pH yang dikondisikan 7-8 dibawah cahaya lampu dan suhu

250C dibiarkan selama 48 jam.

III.4.3.5.2 Penyiapan larva

Sebanyak 50 mg telur Artemia salina Leach direndam dalam 200

mL air laut pada wadah yang diberi sinar lampu, setelah 24 jam telur akan
30

menetas menjadi larva dan larva yang telah berumur 48 jam akan

digunakan sebagai hewan untuk uji aktivitas toksisitas.

III.4.3.5.3 Pelaksanaan uji toksisitas

Ekstrak etanol kental ditimbang sebanyak 100 mg dilarutkan dengan

etanol 70% 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 10.000 g /mL sebagai

persediaan (stok). Dari sedian tersebut dipipet 1, 10, 100, 1000, g/ mL

kedalam vial lalu diuapkan. Untuk kontrol yaitu 5 ml air laut kedalam

masing-masing vial dan ditambahkan 10 ekor larva Artemia salina Leach,

dan dicukupkan volumenya hingga 10 mL. tiap vial ditambahkan 1 tetes

suspensi ragi (3 mg dalam 5 ml air laut) sebagai sumber makanan. Vial-

vial uji kemudian disimpan ditempat yang cukup mendapatkan sinar

lampu. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan terhadap jumlah larva yang

mati. Untuk tiap sampel dan kontrol dilakukan pengulangannya sebanyak

tiga kali.

III.5 Variabel Penelitian

III.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol teh Hitam

(Camelia sinensis L)

III.5.2 Variabel Tergantung

Variabel tergatung dalam penelitian ini adalah efek sitotoksik

terhadap larva udang Artemia salina Leach.


31

II.6 Jenis Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapatkan dari

jumlah larva udang yang mati setelah 24 jam setelah perlakuan pada tiap-

tiap konsentrasi ekstrak etanol teh hitam (Camelia sinensis L)

III.7 Analisis Data

Data dikumpulkan dari hasil pengamatan jumlah larva yang mati

setelah 24 jam dari tiap konsentrasi sampel dan kontrol. Data tersebut

selanjutnya dianalisis secara probit untuk memperoleh nilai LC50, larutan

ekstrak yang diuji dikatakan mempunyai efek toksik apabila harga LC50

<1000 g/mL (Alam, 2002).


32

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan uji toksisitas ekstrak etanol teh hitam

(Camelia sinensis L) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

terhadap Artemia salina Leach. Metode ini merupakan salah satu cara

untuk mengetahui potensi batas keamanan dari sampel. Keuntungan dari

metode ini yaitu mudah, cepat dan dapat dipercaya.

Pengujian toksistas dimaksudkan untuk mengamati potensi tingkat

keamanan pada ekstrak etanol teh hitam (Camelia sinensis L) dengan

melihat jumlah kematian Artemia salina Leach dan menentukan nilai LC50

(Lethal Consentration 50).

Hasil penelitian yang dilakukan pada ekstrak etanol teh hitam

(Camelia sinensis L) dengan konsentrasi 1, 10, 100, 1000 dan 10.000

g/mL dan air laut sebagai control negatif yang diujikan terhadap larva

Artemia salina Leach dengan parameter kematian larva setelah 24 jam

perlakuan sebagai respon toksisitas. Jumlah kematian larva udang pada

tiap konsentrasi dan perhitungan LC50 dapat diliihat pada tabel berikut:

Tabel 1: Data Hasil Pengamatan Kematian Larva Udang Artemia salina Leach
selama 24 jam perlakuan
Sampel Uji Replikasi Jumlah Larva Udang yang Mati Tiap Kontrol
Konsentrasi g/mL (10 ekor) (-)
1 10 100 1000 10.000
Ekstrak Etanol Teh I 0 0 8 10 10 0
Hitam (Camelia II 0 2 8 10 10 0
sinensis L) III 0 10 10 0
1 7
Total Kematian 0 3 23 30 30 0

% Kematian 0 10% 76.66% 99,99% 99,99% 0


33

Simplisia teh hitam sebanyak 400 gram diekstraksi dengan metode

maserasi selama 5 hari menggunakan pelarut etanol 70%. Ekstrak etanol

yang diperoleh diuapkan sampai semua pelarut menguap dan diperoleh

ekstrak kental etanol sebanyak 73,61 gram dengan persen rendamen

yang diperoleh adalah 18,4 %.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Rendamen Ekstrak Etanol Teh Hitam

Sampel Simplisia (g) Bobot Ekstrak (g) Rendamen (%)

Ekstrak etanol teh hitam 400 73,61 18,4

Metode maserasi dipilih karena dianggap aman, dengan resiko

kehilangan zat aktif selama proses ekstraksi karena pengaruh panas tidak

ada pada metode ini. Selain itu, metode maserasi juga merupakan metode

yang paling sederhana dan paling mudah dilakukan jika dibandingan

dengan metode ekstraksi lainnya.

Sebelum dilakukan uji toksisitas, terlebih dahulu ekstrak etanol teh

hitam diuji kandungan senyawa metabolit sakunder. Dari hasil pengujian

diperoleh sampel ekstrak etanol teh hitam dinyatakan positif mengandung

flavanoid, alkaloid, tanin, saponin.

Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak teh hitam


No Jenis Pengujian Hasil Perubahan warna Literatur
1 Flavonoid + Jingga Jingga sampai merah
2 Tanin + Biru kehitaman Biru kehitaman
3 Saponin + Terdapat busa Busa yang mantap
4 Alkaloid: Mayer - Endapan putih Endapan putih
Dragendrof + Endapan jingga Endapan jingga
Wagner + Coklat Endapan coklat
Keterangan : (+) positif , (-) tidak terdeteksi

Pada uji flavonoid ekstrak dilarutkan dengan etanol dalam tabung

reaksi kemudian ditambahkan serbuk Mg 0,1 gr dan HCl pekat 4-5 tetes.
34

Penambahan HCl pekat dimaksudkan untuk menghidrolisis flavonoid

menjadi aglikonnya, yaitu dengan menghidrolisis O-glikosil. Glikosil akan

tergantikan oleh H+. reduksi dengan Mg dan HCl pekat menghasilkan

senyawa kompleks yang berwarna merah atau jingga pada flavonol,

flavanon, flavanonol dan xanton. Sehingga, perubahan warna

mengindikasikan bahwa dalam sampel tersebut mengandung senyawa

golongan flavonoid.

Penetasan telur dilakukan dengan memasukkan telur Artemia

salina Leach sebanyak 100 mg ke dalam wadah yang berisi 400 mL air

laut bersih sambil diaerasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen dengan

udara selama 48 jam dengan pH yang dikondisika 7-8 dibawah cahaya

lampu suhu 250C.

Pengujian efek toksik dari ekstrak teh hitam dibuat dengan 5 seri

konsentrasi yaitu 1, 10, 100, 1000 dan 10.000 g/mL. 10 ekor larva udang

Artemia salina Leach digunakan sebagai hewan uji toksisitas dalam setiap

konsentrasi pada masing-masing ekstrak. Perlakuan uji toksisitas

dilakukan sebanyak tiga kali untuk mendapatkan data yang akurat.

Larutan uji dipipet dan dimasukkan dalam wadah uji, Selanjutnya

masukkan 10 ekor larva Artemia salina Leach pada masing-masing wadah

Kemudian tiap vial diberikan 1 tetes ekstrak ragi untuk mengoptimalkan

hasil yang diperoleh dimana dalam ragi terdapat mikroorganisme

Sacharomyces cereviseae yang merupakan makanan bagi Artemia salina

Leach. Kontrol berupa air laut (tanpa penambahan ekstrak) bertujuan


35

untuk melihat apakah respon kematian hewan uji benar-benar berasal dari

sampel dan bukan disebabkan oleh teknis perlakuan.

Total kematian diperoleh dengan menjumlahkan larva yang mati

pada setiap konsentrasi, sedangkan rata-rata kematian larva diperoleh

dengan membagi total kematian larva pada tiap konsentrasi dengan

jumlah replikasi yang dilakukan yaitu tiga kali. Kemudian dihitung

persentase kematian larva dari rata-rata kematian pada tiap konsentrasi.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, kematian larva udang

setelah 24 jam dapat dilihat dari table 1. Pada tabel 1 terlihat diperoleh

jumlah larva udang mati pada konsentrasi 1 g/mL untuk replikasi 1-3

sebanyak 0 (tidak ada larva udang yang mati) dan persen kematian

sebanyak 0%. Pada konsentrasi 10 g/mL untuk replikasi 1-3 sebanyak 3

dan persen kematian sebanyak 10%, pada konsentrasi 100 g/mL untuk

replikasi 1-3 sebanyak 23 dan persen kematian 76,66%. Pada konsentrasi

1000 dan 10.000 g/mL untuk replikasi 1-3 sebanyak 30 dan persen

kematian 99,99. Sedangkan untuk kontrol air laut tidak ada larva udang

yang mati.

Analisis data yang digunakan untuk menentukan nilai LC 50 adalah

Analisis Probit yaitu hubungan nilai logaritma konsentrasi bahan toksik uji

dan nilai probit dari persentase mortalitas hewan uji.

Toksisitas suatu ekstrak dinilai berdasarkan tingkat mortalitas larva

udang yang digunakan sebagai bahan uji. Data dianalisis untuk

memperoleh nilai LC50. LC50(Lethal Concentration 50%) adalah tingkat


36

konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk mematikan 50% dari hewan

yang diuji. Sehingga, apabila jumlah mortalitas lebih dari 50% dapat

dipastikan nilai LC501000 g/mL atau 1000 ppm.

Tingkat toksisitas suatu ekstrak mengikuti pedoman nilai berikut:

LC50 30 ppm : sangat toksik

31 LC50 1000 ppm : toksik

LC50 1000 ppm : tidak toksik

Tabel 4.Hasil Pehitungan LC50 ekstrak etanol biji randu (CeibapentandraL.Gaertn).


No Sampel Uji LC50 g/mL Rata-rata Kematian
Larva Udang
1 Ekstrak Etanol teh hitam 86,49 +18,73 g/mL 14,40
(Camelia sinensis L)

2 Kontrol (Air Laut) 0 0

Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode analisa probit

diperoleh nilai LC50 ekstrak etanol teh hitam 86,49 +18,73 g/mL. Dari

hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol teh hitam (Camelia

sinensis L) bersifat toksik terhadap Artemia salina Leach.


37

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan anlisis data dapat disimpulkan

bahwa ekstrak etanol teh hitam (Camelia sinensis L) asal Malino bersifat

toksik terhadap larva udang Artemia salina Leach dengan nilai LC50 86,49

+ 18,73 g/mL

V.2 Saran

Disarankan kepada para peneliti selanjutnya, perlu diadakan

penelitian lebih lanjut terhadap ekstrak etanol teh hitam (Camelia sinensis

L) mengenai antimitosis dengan menggunakan konsentrasi LD50.


38

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A., 2010, Tanaman Obat Indonesia, Selemba Medika: Jakarta

Alam, G., 2002, Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) sebagai bioassay
dalam isolasi senyawa bioaktif dari bahan alam, Majalah Farmasi dan
Farmakologi. 6(2):432-435.

Alam, A.N., 2006, Taklukan Penyakit Dengan Teh Hijau, Agromedia


pustaka: Jakarta.
Baraja, M., 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Ficus Elastica Nois Exblume
terhadap Artemia salina Leach dan Profil Kromatografi Lapis Tipis.
Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.
Bhat, S.V., Nagasampagi B.A. and S. Meenakshi, 2009, NaturalProducts :
Chemistry and Application, Narosa Publishing House, New Delhi,
India.
Depkes RI., 1995, Farmakope Indonesia, Edisi VI, Cetakan Keenam,
Departemen Kesehatan Repoblik Indonesia: Jakarta.
Depkes RI., Laporan PTM berdasarkan rumah sakit dan puskesmas
Kabupaten sukuharjo, Depkes.
Ditjen POM., 1989, Materia Medika Indonesia, Departemen Kesehatan
Repoblik Indonesia: Jakarta.
Ditjen POM., 1995, Materia Medika Indonesia, Departemen Kesehatan
Repoblik Indonesia: Jakarta.
Djoehana, S., 2000. Teh Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen.
Kanisus: Jakarta. 16-24
Farnsworth, N.R., 1986, Biological and Phitochemicaql Sreening of Plants,
Journal of pharmaceutical Science, 55(3): 262-263.
Frenki, dkk., 2014, Uji Toksisitas ekstrak Etanol Sarang Semuy Lokal
Aceh (Mymercodia sp.) dengan Metode BSLT Terhadap Larva
Udang Artemia Salina Leach, 8:60-62
Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Terjemahan oleh K. Padmawinata
dan I. Soediso, Institut Teknologi Bandung, Bandung
Hartoyo, A. 2003. Teh dan Khasiatnya Bagi Kesehatan. Tinjauan Ilmiah
Kanisius: Yogyakarta.
39

Kamuhabwa, A., Nshimo, C. 2000, Cytotoxicity of somo Medical Plant


Ekstracts Used In Tarzanian 12 Tradisional medicine. J.
Ethnopharmacol. 70: 143-149.
Mc Laughlin, J. E., 1998. A Blind Copasion of Simple Bench-top Bioassay
and human Tumour Citotoxities as Antitumor Prescreaans. Natural
Produck Chemistry. Elsiver: Amsterdam.
Melani, F., (2008), Skripsi. Elusidasi dan karakterisasi senyawa penanda
ekstrak methanol daun pegagan (Centellaasiatica L). Sekolah Tinggi
Ilmu Farmasi

Meyer, U.N., N.R. Ferigni, J.E. Putnam, L.B. Ja Cobsen, D.E. Nichols, and
J.L. Melaughlin. 1982. Brine shrimp: A Covenient General Bioassay
for Active Plant Constituents, Planta Medika. 45:31-34
Mioara, D., 2001. Artemia salina. Balneo-Reseach Journal Vol 2.
Mudjiman, A., 1998. Udang Renik Air Asin. Bhrata Karya Aksara: Jakarta.
Musyidi, A., 1984, Statistik Farmasi dan Biologi, Ghalia Indonesia Cetakan
1: Jakarta
Nafrialdi dan Gunawan, S.G., 2007, Antikanker, Farmakologi dan Terapi,
Edisi ke-5, Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ningrat, S.D., 2006, Teknologi Pengolahan Teh Hitam, ITB, Jakarta, 33-
39.
Panjaitan, B. R., 2011. Uji Toksisitas Ekstrak Kulit Batang Pulasari
(Alyxiae Cortex) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST).
(Skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
Plaper, A., Golob, M., Hafner, I., Obak, M., Solmajer, T., Jerala, R., 2003:
Characterization of quercetin binding site on DNA gyrase.
Biochemical and Biophysical Research Communications 306, 530
536.

Pisutthanan, S.P., Plianbang chang, N. Pisutthanan, S. Ruanruay and O.


Muanrit, 2004, Brine Shrimp Lethality Activity of Thai Medicinal
Plants in the Family Meliaceae, Naresuan University Journal, 12
(2):13-18.

Ribinson, T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Penerjemah:


kosasih Polmawinta. ITB: Bandung,
Sirait, M., 2007, Fitokimia dalam Farmasi, Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
40

Srisadono Arya, 2008, Skrining Awal Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper
betle Linn) Sebagai Antikanker Dengan Metode Brine Shrimp
Letahality Test (BLT), Fakultas Kedokteran Universitas Ponegoro,
Semarang.

Sriwahyuni, Ika., 2010. Uji Fitokimia Ekstrak Tanaman Anting-Anting


(Acalypha Indica Linn). Dengan Variasi Pelarut dan Uji Toksisitas
menggunakan Brine Shrimp (Artemia salina Leach). Skripsi
Diterbitkan. Malamg: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negri (UIN).

Susanti, S., 2009, Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Teh Hitam
(Camelia sinensis) asal Malino dengan Metode DPPH (2,2 Dipheny
1 Picrylhydrazyl) Karya Tulis Ilmiah. hal. 1-38.
Tamat, S.R., Wikanta dan Maulina L.S., 2007, Aktivitas Antioksidan dan
Toksisitas Senyawa Bioaktif dari Ekstrak Rumput Laut Hijau Ulva
reticulata Forsskal, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 5(1) :31-36.
Winarsi, H., 2007, Antioksidant Alami dan Radikal Bebas, Sebuah tinjauan
ilmiah, Kanisus, Yogyakarta. 11-139.
Yudha, dan Dino, Z., 2007, Pengaruh Pelapisan Tanin Dari Ekstrak Daun
Jambu Biji Terhadap Laju Korosi pada Logam Besi. Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Indralaya.
41

Lampiran 1. Skema Kerja Ekstrak Etanol Teh Hitam (Camelia sinensis)


asal Malino

500 g Teh hitam

Dimaserasi dengan etano 70% (3x24 jam )

Filtrat Residu

Remaserasi

Filtrat Residu

Ekstrak kental

Ekstrak Kering
42

Lampiran 2. Skema Kerja Brine Shrimp Lethality Test (Bslt) Ekstrak

Etanol Teh Hitam

Ekstrak teh hitam Hewan uji


(Camelia sinensis L)
Telut udang Artemia salina L

Larva Artemia salina L


nerumur 48 jam

Ekstrak etanol dalam air laut KONTROL NEGATIF


konsentrasi
(Air Laut)
1, 10, 100, 1000, 10000 g/ml

Pengumpulan data dan analisis

Pembahasan

Kesimpulan
43

Lampiran 3. Data Hasil Pengamatan


Tabel 1.Uji Kandungan Kimia
No Jenis Pengujian Hasil Perubahan warna Literatur
1 Flavonoid + Jingga Jingga sampai merah
2 Tanin + Biru kehitaman Biru kehitaman
3 Saponin + Terdapat busa Busa yang mantap
4 Alkaloid: Mayer - Endapan putih Endapan putih
Dragendrof + Endapan jingga Endapan jingga
Wagner + Coklat Endapan coklat
Keterangan : (+) positif , (-) Negatif

Tabel 2.Data Hasil Pengamatan Kematian Larva Udang Artemia salina Leach
setelah 24 jam perlakuan.
Sampel Uji Replikasi Jumlah Larva Udang yang Mati Tiap Kontrol
Konsentrasi g/mL (10 ekor) (-)
1 10 100 1000 10.000
Ekstrak Etanol Teh I 0 0 8 10 10 0
Hitam (Camelia II 0 2 8 10 10 0
sinensis L) III 0 10 10 0
1 7
Total Kematian 0 3 23 30 30 0

% Kematian 0 10% 76.66% 99,99% 99,99% 0

Tabel 3.Hasil Pehitungan LC50 ekstrak etanol biji randu (CeibapentandraL.Gaertn).


No Sampel Uji LC50 g/mL Rata-rata Kematian
Larva Udang
1 Ekstrak Etanol teh hitam 86,49 +18,73 g/mL 14,40
(Camelia sinensis L)

2 Kontrol (Air Laut) 0 0


44

Lampiran 4. Tabel Probit

Tabel 4.Harga probit sesuai presentasenya


Persentase Probit
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 - 2,67 2,95 3,12 3,25 3,36 3,45 3,52 3,59 3,66
10 3,72 3,77 3,82 3,87 3,93 3,95 4,01 4,05 4,08 4,12
20 4,17 4,19 4,32 4,26 4,29 4,33 4,36 4,39 4,42 4,45
30 4,48 4,50 4,53 4,56 4,59 4,61 4,64 4,67 4,69 4,72
40 4,75 4,77 4,80 4,82 4,85 4,87 4,90 4,92 4,95 4,97
50 5,00 5,03 5,05 5,08 5,10 5,13 5,15 5,18 5,20 5,23
60 5,25 5,28 5,31 5,33 5,36 5,39 5,41 5,44 5,47 5,50
70 5,25 5,55 5,58 5,61 5,64 5,67 5,71 5,74 5,77 5,81
80 5,84 5,88 5,92 5,95 5,99 6,04 6,08 6,13 6,18 6,23
90 6,28 6,34 6,41 6,48 6,55 6,64 6,75 6,88 7,05 7,33
99 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
7,33 7,37 7,41 7,46 7,51 7,58 7,66 7,75 7,88 8,09

Sumber : Musyidi, A., (1984) Statistik farmasi dan Biologi, Ghalia Indonesia
Cetakan 1, Jakarta, 157

Tabel 5.Nilai bobot perprobit


PROBIT W
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
1 0,001 0,001 0,001 0,002 0,002 0,003 0,005 0,006 0,008 0,011
2 0,015 0,019 0,025 0,031 0,040 0,050 0,062 0,076 0,092 0,110
3 0,131 0,154 0,180 0,208 0,238 0,269 0,302 0,336 0,370 0,405
4 0,439 0,471 0,503 0,532 0,558 0,581 0,601 0,616 0,627 0,634
5 0,637 0,634 0,627 0,616 0,601 0,581 0,558 0,532 0,503 0,471
6 0,439 0,405 0,370 0,336 0,302 0,269 0,238 0,208 0,180 0,154
7 0,131 0,110 0,092 0,076 0,062 0,050 0,040 0,030 0,025 0,019
8 0,015 0,011 0,008 0,006 0,005 0,003 0,002 0,002 0,001 0,001

Sumber : Musyidi, A., (1984) Statistik farmasi dan Biologi, Ghalia Indonesia
Cetakan 1, Jakarta, 157

Lampiran 5. Perhitungan LC50 dengan ekstrak etanol biji randu


(CeibapentandraL.Gaertn)Menurut Metode Grafik Probit
Log Konsentrasi.
Log Konsentrasi Probit XY
x X2 y y2
0 0 0 0 0
1 1 3,72 13,838 3,72
2 4 5,74 32,947 11,48
3 9 8,09 65,448 24,27
4 16 8,09 65,448 32,36
Jumlah 10 30 25,64 177,68 71,83
45

Persamaan Regresi y = a + bx

2 . . (30.25,64)(10.71,83)
= =
. 2 ( 2 ) (5.30)(10)2

769,2718,3
=
50

= 1,018

. . (5.71,83)(10.25,64)
= =
. 2 ( 2 ) (5.30)(10)2

359,15256,4
=
50

= 2,055

Jadi persamaan garisnya : Y = 1,018 + 2,055x


Jika Y = 5, maka :
x = 5 1,018
2,055
X= 1,937

LC50 = x

Log LC50 = x

Log LC50 = 1,937

LC50 = Antilog 1,937

= 86,49 g/mL

Keterangan :
X = Log Konsentrasi Ekstrak Etanol Biji Randu (CeibapentandraL.Gaertn)
Y = Persentase respon kematian dalam satu probit
a = Panjang sumbu tegak antara titik asal dan titik potong garis regresi
dengan sumbu tegak (intersip)
b = Slope atau gradient (kemiringan)
46

Lampiran 6. Perhitungan Standar Deviasi LC50 Ekstrak Etanol Biji Randu


(CeibapentandraL.Gaertn)
X N Y W NW
0 30 1,018 0,001 0,03
1 30 3,073 0,154 4,62
2 30 5,128 0,634 19,02
3 30 7,183 0,092 2,76
4 30 9,238 0,001 0,03

Persamaan regresi y= 1,018 + 2,055 x


1 1
= = 2,055 = 0,486

0,486
SE Log LC50 = =
26,46

0,486
= 5,144

= 0,0944

SE LC50 = LC50 X Log e10 x Log LC50

= 86,49 x 2,303 x0,094

=18,73

LC50 = 86,49 + 18,72 /

Keterangan :
X = Log Konsentrasi
n = Jumlah hewan coba
Y = Persentase respon kematian dalam suatu probit hasil regresi
W = Faktor bobot dari masing-masing bobotnya
= 1/ slope regresi
SE = Standar error, standar deviasi, simpangan baku
47

Lampiran 7. Grafik Hubungan Log Konsentrasi LC50 Ekstrak Etanol teh hitam
(Camalia sinensis L) Terhadap Harga Probit Sesuai Persentase
Kematian.

9
8
7
6 y = 2.41x + 0.88
PROBIT

5 R = 0.9998
4
3
2
1
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
LOG KONSENTRASI

Gambar 4. Grafik Hubungan Log Konsentrasi LC50 Ekstrak Etanol teh hitam
(Camalia sinensis L) Terhadap Harga Probit Sesuai Persentase
Kematian.
48

Lampiran 8. Lampiran Gambar Sampel dan Proses Maserasi

Sampel Teh Hitam PT. Teh hitam


Malino High Lands

Ekstraksi teh hitam secara maserasi ekstrak kental


49

Lampiran 9. Identifikasi Kandungan Senyawa Kimia Pada Ekstrak

a. Uji flavonoid ( jingga) b. Uji alkaloid denga pereaksi


meyer (Endapan putih)
b.

c. Uji alkaloid dengan pereaksi d. Uji alkaloid dengan


Dragendroff (Endapan jingga) pereaksi wagner

e. Uji tanin(endapan biru kehitaman)


f. Uji saponin

nin(endapan biru kehita


e. Uji tanin(biru kehitaman) f. Uji saponin
50

Lampiran 10. Uji toksisitas ekstrak etanol teh hitam (BSLT)

a. Penyiapan larva
51

b. konsentrasi ekstrak

b. Pengujian larva yang berumur 48 jam

Anda mungkin juga menyukai