Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teh adalah bahan minuman yang secara universal dikonsumsi di banyak
negara serta berbagai lapisan masyarakat (Tuminah, 2004). Teh juga
mengandung banyak bahan-bahan aktif yang bisa berfungsi sebagai
antioksidan maupun antimikroba (Gramza et al., 2005).
Di masyarakat Indonesia, teh merupakan minuman yang sangat terkenal
dan hampir dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Diperkirakan tak
kurang dari sejumlah 120 ml setiap harinya teh dikonsumsi oleh sebagian
besar orang dewasa. Teh juga merupakan salah satu produk minuman
terpopuler yang banyak dikomsumsi oleh masyarakat Indonesia maupun
masyarakat dunia dikarenakan teh mempunyai rasa dan aroma yang khas
(Ervina, 2009).
Berdasarkan proses pengolahannya, produk teh dibedakan menjadi 3 jenis
yaitu teh hijau, teh oolong dan teh hitam. Persentase dari jenis teh yang
dikonsumsi di dunia adalah 78% teh hitam, 20% teh hijau, dan 2% teh
oolong. Teh hitam banyak dikonsumsi oleh penduduk Eropa, Amerika Utara,
dan Afrika Utara (kecuali Moroko), sementara teh hijau banyak dikonsumsi
oleh penduduk Asia, termasuk Indonesia, sedangkan teh oolong banyak
dikonsumsi oleh penduduk China dan Taiwan (Wardiyah, Alioes dan Pertiwi,
2014).
Indonesia memiliki perkebunan teh yang cukup luas. Tanaman teh yang
tumbuh di Indonesia sebagian besar merupakan varietas Assamica yang
berasal dari India. Tanaman teh yang tumbuh di Jepang dan China merupakan
varietas Sinensis. Pada zaman dahulu, genus Camellia dibedakan menjadi
beberapa spesies teh yaitu sinensis, assamica, dan irrawadiensis. Namun,
pada tahun 1958, semua jenis teh secara universal dikenal sebagai suatu

1
spesies tunggal yaitu Camellia sinensis dengan nama varietas yang berbeda
berdasarkan cara pengolahannya (Tuminah, 2004 dan Mahmood et al., 2010).
Teh sebenarnya memiliki banyak manfaat bagi tubuh karena mengandung
polifenol yang berpotensi sebagai antioksidan yang mampu melindungi tubuh
dari radikal bebas. Potensi antioksidan teh lebih kuat dibandingkan dengan
antioksidan yang terdapat pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Beberapa
manfaat teh yang telah diketahui antara lain menurunkan kolesterol,
menurunkan risiko osteoporosis, sebagai antivirus, penghilang bau, menjaga
kesehatan gigi dan mulut, meningkatkan kondisi kognitif dan psikomotor
pada orang dewasa, mencegah penggumpalan darah, mencegah penyakit
jantung koroner, mencegah penyakit liver, serta mencegah pertumbuhan dan
perkembangan kanker, terutama kanker lambung, esofagus, dan kulit
(Wardiyah, Alioes dan Pertiwi, 2014).
Berdasarkan banyaknya manfaat yang didapat dari teh hijau (camellia
sinensis var. sinensis) penulis mendapatkan ide untuk menyusun makalah ini
agar dapat memberikan informasi lebih mendalam mengenai tanaman teh
hijau (camellia sinensis) dan sebagai tugas akhir blok elekif obat tradisional
Fakulas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

1.2 Tujuan Makalah


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui informasi tentang tanaman teh hijau (camellia
sinensis)
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui taksonomi tentang tanaman teh hijau (camellia
sinensis)

2
2. Untuk mengetahui kandungan utama tentang tanaman teh hijau
(camellia sinensis)
3. Untuk mengetahui khasiat tentang tanaman teh hijau (camellia
sinensis)

1.3 Manfaat Penelitian


1.3.1 Manfaat teoritis
Untuk mengetahui informasi mengenai tanaman teh hijau (camellia
sinensis)
1.3.2 Manfaat Praktisi
Dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang khasiat
tanaman teh hijau (camellia sinensis)

BAB II

ISI

2.1 Taksonomi Teh Hijau (camellia sinensis)

Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies
dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia

3
sinensis var. Sinensis (Adisewojo, 1982). Sistematika tanaman teh yang
dikutip dari Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (2006) adalah sebagai
berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Guttiferales

Famili : Theaceae

Genus : Camellia

Spesies : Camellia sinensis L.

Varietas : Sinensis dan Assamica

4
Varietas Sinensis mempunyai batang yang lebih pendek dan berdaun lebih
kecil daripada varietas Assamica. Camellia sinensis, suatu tanaman yang
berasal dari famili theaceae, merupakan pohon berdaun hijau yang memiliki
tinggi 10 - 15 meter di alam bebas dan tinggi 0,6 - 1,5 meter jika dibudayakan
sendiri. Daun dari tanaman ini berwarna hijau muda dengan panjang 5 - 30
cm dan lebar sekitar 4 cm. Tanaman ini memiliki bunga yang berwarna putih
dengan diameter 2,5 - 4 cm dan biasanya berdiri sendiri atau saling
berpasangan dua-dua. Buahnya berbentuk pipih, bulat, dan terdapat satu biji
dalam masing-masing buah dengan ukuran sebesar kacang.

5
2.2 Kandungan teh hijau (camellia ainensis)

Menurut Pujar (2011) dan Archana (2011) teh hijau terdiri atas kandungan
kimia yang kompleks. Teh mengandung alkaloid, saponin, tanin, katekin
polifenol, 15-20% protein dan 1-4% asam amino seperti tanin, asam glutamat,
triptopan, glycine, serin, tirosin, valin, leucine, threonin dan arginin. Selain
itu, terdapat unsur karbohidrat seperti selulose, glukosa, pektin dan fruktosa.
(Amelia, 2012 dan Cabrera, 2006). Teh hijau juga mengandung berbagai
macam mineral dan vitamin (B, C dan E), lipid, pigmen berupa klorofil dan
enzim-enzim yang berperan sebagai katalisator contohnya enzim amilase,
protease, peroksidase dan polifenol oksidase. Daun teh mengandung zat-zat
yang larut dalam air, seperti katekin, kafein, asam amino, dan berbagai gula.
Setiap 100 gram daun teh mempunyai kalori 17 kj dan mengandung 75-80%
air, 16-30% katekin, 20% protein, 4% karbohidrat, 2,5-4,5% kafein, 27%
serat, dan 6% pektin (Widyaningrum, 2013). Persentase kandungan kimia
yang ada pada teh hijau dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel. 1 Komposisi Teh Hijau

Komposisi Teh Hijau Persentase %


Protein 15
Asam Amino 4
Fiber 26
Karbohidrat 7
Lipid 7
Pigmen 2
Mineral 5
Substansi Fenol 30
Senyawa fenol oksida 0
Sumber: (Cabrera C, Artacho R and Gimnez R., 2006)

Bahan-bahan kimia dalam daun teh dapat digolongkan menjadi 4


kelompok besar, yaitu substansi fenol, substansi bukan fenol, substansi
penyebab aroma dan enzim (Syah, 2006) :

6
1. Substansi Fenol
a. Katein
Katekin adalah senyawa metabolit sekunder yang secara alami
dihasilkan oleh tumbuhan dan termasuk dalam golongan flavonoid.
Senyawa ini memiliku aktivitas antioksidan berkat gugus fenol yang
dimilikinya. Struktur molekul katekin memiliki dua gugus fenol (cincin
C), dikarenakan memiliki lebih dari satu gugus fenol, makan senyawa
katekin lebih sering disebut senyawa polifenol (litbang, 2013).
Katekin pada daun teh merupakan senyawa yang sangat kompleks,
tersusun sebagai komponen senyawa katekin (C), epikatekin (EC),
epikatekin (ECG), epigalokatekin galat (EGCG), dan galokatekin (GC).
Kandungan total katekin pada daun teh segar sekitar 13,5- 31% dari
seluruh berat kering daun (Tabel 2), dan kandungan katekin C. Sinensis
varietas assamica selali lebih besar daripada C. Sinensis varietas sinensis.

Gambar. 3 Struktur molekul Katekin (Janciro, 2004)

7
Tabel. 2 Kandungan komponen senyawa katekin dalam daun teh segar
Komponen Kandungan (% berat kering)
(+)-Katekin 0,5-1
(+)-Epikatekin 1-3
(+)-Epikatekin galat 2-4
(+)-Galokatein 1-2
(+)-Epigalokatekin 4-7
(+)-Epigalokatekin galat 5-14
Total 13,5-31
Sumber : (Zhon et al. 2002)

Senyawa katekin merupakan senyawa paling penting pada daun teh,


yang berfungsi sebagai antioksidan yang menyehatkan tubuh. Hasil
penelitian University of Kansas (2007) yang dipresentasikan di American
Chemical Society, menyatakan bahwa katekin pada daun teh
berkemampuan 100 kali lebih efektif untuk menetralisir radikal bebas dari
pada vitamin C dan 25 kali lebih ampuh dari vitamin E (litbang, 2013).
Selain itu senyawa katekin juga berperan dalam menentukan sifat
produk teh seperti rasa, warna dan aroma. Senyawa katekin dalam
reaksinya dengan senyawa kafein, protein peptida, ion tembaga dan
siklodekstrin membentuk beberapa senyawa kompleks yang sangat
berhubungan degan rasa dan aroma. Katein menentukan warna seduhan
terutama pada teh hitam, pada proses oksidasi enzimatis (fermentasi)
sebagain katekin terurai menjadi senyawa theaflavin yang berperan
memberi warna kuning dan senyawa thearubugin yang berperan memberi
warna merah kecoklatan (litbang, 2013).
Selama proses pengolahan kandungan katekin akan mengalami
penurunan akaibat proses pelayuan. Hasil penelitian Karori et al. (2007)
dari pengolahan daun teh yang mengandung katekin 13,76% mendapatkan
bahwa kandungan katein yang terdegradasi pada pengolahan teh olong,
teh hijau dan teh hitam adalah seperti yang tertera pada Tabel 3.

8
Tabel. 3 Senyawa Katekin yang terdegrasi pada pengolahan teh

b. Flavanol
Struktur molekul senyawa flavanol hampir sama dengan katekin tetapi
berbeda pada tingkat oksidasi dari inti difenilpropan primernya. Flavanol
merupakan satu diantara sekian banyak antioksidan alami yang terdapat
pada tanaman pangan dan mempunyai kemampuan mengikat logam.
Senyawa flavanol dalam teh kurang disebut sebagai kualitas teh, tetapi
mempunyai aktivitas yang dapat menguatkan dinding pembuluh darah
kapiler dan memacu pengumpulan vitamin C. Flavanol pada daun teh
meliputi senyawa kaemferol, kuarsetin dan mirisetin dengan kandungan
3-4% dari berat kering (litbang, 2013).

Gambar. 4 Struktur molekul flavanol

9
2. Golongan bukan fenol
a. Karbohidrat

Daun teh mengandung karbohidrat meliputi sukrosa, glukosa dan


fruktosa. Keseluruhan karbohidrat yang terkandung sekitar 3-5 % dari
berat kering daun. Peranan karbohidrat dalam pegolahan teh yaitu dapat
bereaksi dengan asam-asam amino dan katekin yang pada suhu tinggi
membentuk senyawa ladehid yang menimbulkan aroma seperti aroma
karamel, bunga, buah, madu, dan sebagainya (litbang, 2013).
b. Pektin
Kandungan substansi pektin sebesar 4,9-7,6 % berat kering yang
terdiri atas pektin dan asam pektat. Substansi ini dianggap menentukan
sifat baik dari teh hitam karena pektin akan terurai menjadi asam pektat
dan metil alkohol akibat adanya enzim pektin metil esterase. Metil
alkohol ini akan menguap ke udara, tetapi sebagian yang kembali akan
berubah menjadi ester-ester dengan asam organik yang ada. Seperti pada
bahan makanan lain ester menyusun aroma (litbang, 2013).
c. Alkaloid
Alkaloid Alkaloid merupakan senyawa kimia dalam daun teh yang
dapat memberikan rasa segar. Komposisi alkaloid dalam daun teh sebesar
3-4% berat kering. Alkaloid yang utama dalam daun teh adalah kafein,
theobromin, dan theofilin. Kafein tidak mengalami perubahan, selama
pengolahan teh hitam tetapi akan bereaksi dengan katekin membentuk
senyawa yang menentukan briskness dari seduhan teh. Kadar kafein yang
tinggi merupakan petunjuk pucuk teh dapat menghasilkan kualitas teh
yang baik. Berikut ini adalah gambar struktur kimia kafein.

10
Gambar. 5 Struktur molekul kafein

d. Protein dan asam-asam amino


Protein (1,4-5% dari berat kering daun) memiliki peranan dalam
pembentukan aroma pada teh hitam. Selama proses pelayuan, terjadi
pembongkaran protein menjadi asam-asam amino. Asam amino bersama
karbohidrat dan katekin akan membentuk senyawa aromatis asam amino.
Kandungan asam amino bebas pada daun teh sebanyak 50%
didominasi oleh asam amino L-theanin, sisanya berupa asam glutamat,
asam aspartat dan arginin. L-theanin merupakan asam amino yang sangat
khas karena banyak ditemukan di dalam daun teh . Asam amino L-
theanan tealah terbukti mendorong terbentuknya gelombang didalma
otak yang dapat memberikan rasa tenang (litbang, 2013).

e. Klorofil dan zat warna lain

Selama proses pengolahan, klorofil akan mengalami pembongkaran


menjadi foefitin yang berwarna hitam dan feoforbida (coklat).
Karotenoid (zat warna jingga) dalam daun teh juga menentukan aroma
teh karena oksidasinya menghasilkan substansi yang mudah menguap
yang terdiri atas aldehid dan keton tidak jenuh (litbang, 2013).

f. Asam organik

Dalam proses metabolise terutama respirasi, asam organik berperanan


penting sebagai pengatur proses oksidasi dan reduksi. Selain itu asam
organik juga merupakan bahan untuk membentuk karbohidrat, asam
amino dan lemak untuk tanaman. Asam organik dengan metil alkohol

11
akan bereaksi membentuk ester yang memberi aroma sedap (litbang,
2013).

g. Vitamin
Daun teh mengandung vitamin C, K, A, B1 dan B2. Kandungan
vitamin C pada teh hijau sebesar 100-250 mg dan vitamin K sebanyak
300 - 500 IU/g (Alamsyah,2006).
h. Substansi Mineral
Kandungan mineral dalam teh cukup banyak diantaranya yaitu
magnesium, flour, natrium, kalsium dan seng. Mineral berfungsi
dalam pembentukan enzim di dalam tubuh (Alamsyah,2006).
i. Substansi Penyebab Aroma
Aroma teh berasal dari glikosida yang terurai menjadi gula sederhana
dan senyawa yang beraroma. Aroma teh digolongkan menjadi 4
kelompok yaitu fraksi karboksilat, fenolat, karbonil dan fraksi netral
bebas karbonil (Alamsyah,2006).
j. Enzim
Peranan enzim adalah sebagai biokatalisator pada setiap reaksi kimia
di dalam tanaman. Enzim yang terkandung dalam daun teh diantaranya
invertase, amilase, b-glukosidase, oximetilase, protease dan peroksidase
(Alamsyah, 2006).

2.3 Khasiat tanaman teh hijau (camellia sinensis)


1. Kandungan Flavonoid dalam Teh Hijau untuk Menurunkan Kadar
Kolesterol
Antioksidan memiliki peran yang vital untuk mencegah beberapa
penyakit seperti jantung, stroke dan kanker dan kandungan flavonoid
dalam teh hijau kaya akan antioksidan. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan kandungan flavonoid dalam teh hijau dapat menurunkan kadar
LDL dan menaikkan HDL dalam darah (Radhika, 2011). Mekanisme
flavonoid menurunkan kadar kolesterol adalah dengan menurunkan
aktivitas HMG-KoA reduktase, menurunkan aktivitas enzim acyl-CoA
cholesterol acyltransferase (ACAT), dan menurunkan absorbsi kolesterol
di saluran pencernaan. Flavonoid merupakan salah satu kelompok
fitokimia yang memiliki 7 struktur polifenol. Banyak penelitian yang

12
menyatakan bahwa flavonoid ini dapat menurunkan kadar kolesterol
dalam darah karena flavonoid berperan dalam metabolisme lipid.
(Rumanti, 2011).
Berdasarkan penelitian lain menyebutkan bahwa kandungan flavonoid
pada dauh teh hijau dapat memperbaiki profil lipid, karena dapat
menurunkan trigliserid dan total kolesterol serta menaikkan HDL (High
Density Lipoprotein) dalam darah. Flavonoid dapat menurukan kadar
kolesterol dalam darah karena flavonoid merupakan kofaktor dari enzim
kolesterol esterase selain itu flavonoid juga dapat mengaktifkan enzim P-
450 sehingga membuat peningkatan ekskresi getah empedu. Jika terjadi
peningkatan maka secara otomatis akan membuat kadar kolesterol dalam
darah akan menurun. (Merindasari, 2013).

Pada teh hijau mengandung flavonoid yang berperan dalam meredam


radikal bebas. Pertama terjadi pemberian gugus hidrogen atau elektron
pada radikal bebas (R) yang akan menghasilkan molekul radikal
flavonoid (FlO) dan molekul stabil (RH) setelah itu radikal flavonoid
(FlO) akan berikatan dengan radikal lainnya menjadi senyawa non reaktif.
(Anindita, Soeprobowati dan Suprapti, 2012)

2. Kandungan Katekin dalam Teh Hijau untuk Menurunkan Kadar


Kolesterol.

Katekin juga dapat menurunkan kadar kolesterol dengan mekanisme


penurunan tersebut adalah dengan cara meningkatkan PKMI-1-07-6
aktivitas lipoprotein lipase, sehingga katabolisme lipoprotein kaya
trigliserida seperti VLDL dan LDL meningkat. Kadar kolesterol HDL
meningkat secara tidak langsung akibat menurunnya kadar trigliserida
VLDL atau karena meningkatnya produksi apo AI dan apo AII. Efek
penurunan kolesterol LDL berhubungan dengan meningkatnya bersihan

13
VLDL dan LDL dalam hati sehingga produksi LDL menurun (Suyatna
F.D, S.K. dan Tony Handoko. 1995).
Senyawa EGCG secara in vitro terbukti dapat mencegah percepatan
oksidasi kolesterol LDL sehingga resiko terkena penyakit jantung koroner
dapat dikurangi. Timbulnya peyumbatan darah atau ateroskerosis yang
disebabkan oleh tingginya kadar kolesterol dalam diminimalisir dengan
minum teh hijau, karena teh hijau 6 dapat mengurangi pengentalan darah
dan agregasi platelet, menurunkan kadar kolesterol darah dan menghambat
pertumbuhan sel otot halus disekitar urat nadi (Syah 2006).
Katekin dalam daun teh berfungsi sebagai antioksidan primer dengan
mendonorkan atom hidrogennya sehingga pembentukan radikal bebas
dapat dikurangi selain itu katekin juga dapat menjaga dan meregenerasi
antioksidan lainnya dan katekin juga dapat berfungsi untuk menahan
terbentuknya radikal bebas (Astuti 2002). Katekin bertindak sebagai
antioksidan dengan cara menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi
berantai pada radikal bebas dengan melakukan pelepasan hidrogen dan
elektron dari antioksidan setelah itu dilakukan pemutusan ikatan rangkap
(adisi) lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan dan pembentukan
senyawa kompleks antara lemak dan antioksidan. (Sandra, A. et al. 2010)

3. Ekstrak Teh Hijau Terhadap Penurunan Berat badan, Persentase Lemak


Tubuh, dan Lingkar Perut
Hasil penelitiannya Nagao et.al (2005) yang menyatakan bahwa teh
hijau memiliki peranan yang dapat membantu menurunkan berat badan
Hal itu disebabkan karena Teh hijau memiliki kandungan polifenol yang
cukup besar, yaitu catechin. Kandungan catechin pada Teh hijau adalah
30-42% dari ekstrak padat Teh hijau, konsentrasinya tergantung pada cara
pengolahan daun teh, letak geografis, cara pengambilan ekstrak, dan jenis
daun teh (Cabrera et.al, 2006).

Sedangkan daun teh hijau kering memiliki kandungan 15-30% senyawa


catechins yang terdiri dari 59,04% Epigallocatechin gallate (EGCG),
19,28% Epigallocatechin (EGC), 13,69% Epicatechingallate (ECG),

14
6,39% Epicatechin (EC), dan 1,60% Gallocatechin (GC) (Cabrera et.al,
2006). EGCG merupakan catechin utama yang terkandung pada teh hijau
dan merupakan bentuk yang paling aktif diantara semua jenis catechin,
serta memiliki efek biologi yang paling besar dibandingkan dengan
catechin yang lain. Teh hijau dapat menurunkan berat badan karena ada
tiga komponen atau bahan utamanya yang menjadi peran utama, yaitu
Epigallocatechin gallate (EGCG), Caffeine, dan L-theanine (Beecher et.al,
1999). Telah diketahui juga bahwa EGCG merupakan antioksidan yang
dapat menstimulasi metabolism lemak tubuh (Ukra and Sharyn, 2008).
EGCG ini akan memicu penurunan berat badan dengan cara meningkatkan
oksidasi lemak tubuh (Nagao et.al, 2005).
Caffein yang ada dalam teh hijau merupakan stimulan yang dapat
membantu dalam menurunkan berat badan. Perlu juga diketahui bahwa
dosis caffein harus tepat, hal ini sesuai dengan pernyataan Lee and Nagao
(2009) bahwa penggunaan caffein dalam teh hijau yang terlalu banyak
(300 mg/hr) maupun terlalu sedikit tidak akan memberikan pengaruh
apaapa terhadap penurunan berat badan (Lee and Nagao, 2009). Pengaruh
catechin diduga akan lebih jelas bila asupan caffein rendah sampai sedang
(Maron et.al 2003, Kovacs et.al 2004, Diepvens et.al 2005).
Selain caffein, terdapat juga L-theanine yang merupakan asam amino
yang bekerja untuk menghilangkan efek berbahaya pada caffein (Lee and
Nagao, 2009). Catechin (EGCG) dari teh hijau ini, pada beberapa
penelitian diketahui memiliki efek dapat menurunkan berat badan dan
kadar lemak tubuh setelah dikonsumsi dalam jangka panjang sekitar 12
minggu (waktu 12 minggu dilakukan agar dapat diketahui secara pasti
penurunan berat badan yang terjadi) mengkonsumsi teh hijau yang
mengandung 400-900 mg catechin, baik dalam bentuk ekstrak teh hijau
maupun dalam bentuk teh hijau celup (Hase et.al 2001, Tsuchida 2001,
Nagao et.al 2001, Chantre et.al 2002, Kataoka et.al 2004, Nagao et.al
2005, Kajimoto et.al 2005). Selain menurunkan berat badan, teh hijau juga
diyakini dapat memperkecil lingkar perut dan mengurangi persentase
lemak dalam tubuh.

15
4. Ekstrak Teh Hijau dalam Anti Aging Medicine
Teh hijau mengandung zat aktif berupa antioksidan alami. Kandungan
antioksidan di dalam teh hijau adalah catechin. Catechin ini dapat
membantu kelancaran proses pencernaan makanan melalui stimulasi
peristalsis dan produksi cairan pencernaan, serta memperlancar
metabolisme tubuh yang dapat membantu dalam proses penurunan berat
badan. Selain dapat membantu dalam proses penurunan berat badan, teh
hijau juga berperan dalam hal kecantikan, yaitu menghambat proses
penuaan dengan antiokasidan yang terkandung di dalamnya (Brannon,
2007).
Teh hijau yang mengandung antioksidan alami, bekerja menangkap
radikal bebas yang ada dalam kulit. Molekul antioksidan berfungsi sebagai
sumber hidrogen labil yang akan berikatan dengan radikal bebas. Dalam
proses tersebut, antioksidan mengikat energi yang akan digunakan untuk
pembentukan radikal bebas baru sehingga reaksi oksidasi berhenti.
Antioksidan mengorbankan dirinya untuk teroksidasi oleh radikal bebas
sehingga melindungi protein atau asam amino penyusun kolagen dan
elastin. Oleh karena itu, antioksidan yang terkandung di dalam teh hijau
dapat menghambat proses penuaan.

5. Ekstrak Daun Teh (Camellia Sinensis) Terhadap Pertumbuhan


Streptococcus Sp. Pada Plak Gigi
Ekstrak daun teh (Camellia sinensis) terbukti menghambat pertumbuhan
Streptococcus sp pada plak gigi secara invitro (p < 0,05). Daya antibakteri
ekstrak daun teh (Camellia sinensis) {75% (9,69mm), 100% (11,38mm),
dan 125% (8,75mm)} lebih lemah dibandingkan kontrol positif antibiotik
penicillin (30,81mm) (Yuwono, 2009).

6. Efek Pemberian Katekin Teh Hijau Pada Pertumbuhan Tumor Kelenjar


Susu Mencit Strain Gr.
Katekin teh hijau pada penelitian ini tampak efektif mempunyai
aktifitas menghambat pertumbuhan tumor mamma dengan dosis 400
mg/kgBB/ hari melalui pemberian oral yaitu rasio penghambatan sebesar

16
34,29%. Sedang rasio penghambatan menjadi lebih besar yaitu 57,14%
pada pemberian katekin teh hijau dengan dosis 800 mg/kg BB/ hari (p <
0,05) (Tabel 3). Dengan demikian ternyata katekin teh mempunyai efek
penghambatan pada tahap promosi terbentuknya tumor kelenjar mamma.
Hara (1991) melaporkan efek penghambatan pada pertumbuhan implantasi
tumor sarkoma 180 pada mencit dengan epigalocatechin-gallate (EGCG),
yang merupakan salah satu unsur utama teh hijau. Menurut Oguni katekin
teh hijau dapat menghambat terbentuknya kanker baik pada tahap inisiasi
maupun tahap promosi (Gunawijaya, Gandasentana, dan Wahyudi, 1999).

7. Teh Hijau (Camelia Sinensis L.) Dalam Perbaikan Fungsi Hepar


Singh et al. (2010) melaporkan bahwa teh hijau merupakan tanaman
herbal yang mengandung polifenol seperti katekin, epikatekin,
epigallokatekin. Adanya komponen antioksidan polifenol diduga dapat
menghambat nekrosis dan apoptosis melalui mekanisme inaktivasi protein
caspase di dalam sitoplasma, selain itu teh hijau juga mampu
menghasilkan peningkatan kadar antioksidan endogen, kandungan protein
anti-apoptosis, penurunan kadar SGPT, sitokinin, dan produksi ROS pada
hepar (Godwin et al. 2010; Akbar et al. 2012).
Ibrahim et al. (2011) melaporkan, pemberian teh hijau dosis 200
mg/bb/hr pada tikus dapat mencegah terjadinya degenerasi atau kerusakan
hepatosit pada hepar. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pemberian
seduhan daun teh hijau dosis 0,015 gr/bb/hr pada mencit yang diinduksi
MSG maupun tanpa induksi MSG mampu memperbaiki fungsi hepar yang
ditandai dengan penurunan diameter hepatosit. Hal ini disebabkan teh
hijau mengandung flavonoid yang berperan dalam scavenging radikal
bebas. Aktivitas scavenging flavonoid diawali dengan pemberian gugus
hidrogen atau elektron pada radikal bebas (R). Pemberian gugus hidrogen
pada radikal bebas akan menghasilkan molekul radikal flavonoid (FlO)
dan molekul stabil (RH). Radikal flavonoid (FlO) memiliki reaktivitas
yang lebih rendah dibandingkan radikal bebas (R). Adapun radikal

17
flavonoid (FlO) akan berikatan dengan radikal lainnya menjadi senyawa
non reaktif (Sandhar et al. 2011).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Taksonomi dari tanaman teh hijau (camellia sinensis) yaitu kingdom
Plantae, divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, class
Dicotyledoneae, ordo Guttiferales, famili Theaceae, genus Camellia,
spesies Camellia sinensis L. , varietas Sinensis dan Assamica.
2. Kandungan kimia pada tanaman teh hijau (camellia sinensis) substansi
fenol, substansi bukan fenol, substansi penyebab aroma dan enzim.
3. Khasiat dari tanaman teh hijau (camellia sinensis) sesuai dengan Evidance
base Medicine yaitu kandungan flavonoid dalam teh hijau untuk
menurunkan kadar kolesterol, kandungan katekin dalam teh hijau untuk
menurunkan kadar kolesterol, ekstrak teh hijau terhadap penurunan berat
badan, persentase lemak tubuh, dan lingkar perut, ekstrak teh hijau dalam
anti aging medicine, ekstrak daun teh (camellia sinensis) terhadap

18
pertumbuhan streptococcus sp. pada plak gigi, dan teh hijau (camelia
sinensis l.) dalam perbaikan fungsi hepar.

DAFTAR PUSTAKA

Adisewojo, S. 1982. Bercocok tanam teh (Camelia theifera). Bandung: Sumur


Bandung.

Akbar, A.A. Daryoush, M. Ali, R. and Mehrdad, R. 2012. Green Tea Attenuates
Hepatic Tissue Injury in STZ-Streptozotocin-Induced Diabetic Rats.
Journal of Animal and Veterinary Advances 11 (12) : 2081- 2090

Archana, S. Abraham, J.2011.Comparative analysis of antimicrobial activity of


leaf extracts from fresh green tea, commercial green tea and black tea on
pathogens. Journal Of Appied Pharmaceutical Scienc; 1(8):149-52

Astuti, Hartoyo, D. dan Marry. 2002.Aktivitas antioksidatif dan


hiperkolesterolemik ekstrak teh hijau dan teh wangi pada tikus yang diberi
ransum kaya asam lemak tidak jenuh ganda.teknologi dan industri pangan.

19
Amelia, R. Sudomo, Widasari, L.2012. Perbandingan uji efektivitas ekstrak teh
hijau(Camellia sinensis) sebagai anti bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli secara in vitro. Jurnal; 23(4): 177-182

Brannon.2007.Green Tea: New Benefit from an Old Favorite?.Nutrition


Dimension Inc, p.1-6.

Cabrera, C. Artacho, R. Gimnez, R.2006. Beneficial effects of green tea. Journal


of The American College of Nutrition; 25(2): 79-99.

Ervina, S. 2006. Interaksi senyawa polifenol pada teh hitam dengan protein saliva.
Jurnal Kedokteran Gigi Mahasaraswati; 4: 24-7

Gunawijaya, F.A, Gandasentana, K. dan Wahyudi, R.1999. Efek Pemberian


Katekin Teh Hijau Pada Pertumbuhan Tumor Kelenjar Susu Mencit Strain
Gr. Jurnal Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999-Vol.18, No.2

Gramza A, J Korczak and R Amarowicz. 2005. Tea polyphenol their antioxidant


properties and biological activity A Review. Pol. J. Food Nutr.Sci. 14,
219235

Godwin A. Sina I., Benjamin A. 2010. Histological and biochemical markers of


the liver of Wistar rats on subchronic oral administration of green tea.
North American Journal of Medical Sciences : Volume 2. No. 8

Hara, Y. 1991.Prophylactic functions of tea polyphenols. Proceeding International


Symposium on Tea Science: 22-26, in Shizuoka, Japan.

Lee.2009.Green Tea.Journal of Lipton Institute of Tea, p.2-3.

litbang, perkebunan. warna penelitian dan pengambangan tanaman industri. 2013.


http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/ (diakses juni 4, 2017)

Nagao. 2009.Green Tea Catechins and Body Shape. Journal of Lipton Institute of
Tea, p.1-2.

20
Nagao, Yumiko Komine, and Satoko Soga. 2005.Ingestion of a Tea Rich in
Catechins Leads to a Reduction in Body Fat and Malondialdehyde-
modified LDL in Men.The Am Journal of Clinic Nutrition, Vol.81, p.122-
129.

Oguni, I., Nasu, K., Kanaya, S., Ota, Y., Yamamoto, S. and Nomura, T.
Epidemiological and experimental studies on the antitumor activity by
green tea extracts. Jpn.J.Nutr. 47: 93- 102.

Puja, M. Patil, C. Kaam, A.2011.Comparison of antimicrobial efficacy of


triphala, (GTP) Green Tea Polyphenols and 3% of sodium hypochlorite on
Enterococcus faecalisbiofilms formed on tooth substrate in vitro.Int Oral
Health J.

Rustanti, Elly.2009.uji efektivitas antibakteri dan identifikasi senyawa katekin


hasil isolasi dari daun teh (camellia sinensis l. var. assamica).

Sandhar, K.H. Bimlesh, K., Prasher, S., Prashant, T., Salhan, M. and Sharma, P.
2011. A Review of Phytochemistry and Pharmacology of Flavonoids.
International Pharmaceutica Sciencia. Vol 1. Issue 1.

Sandra, A. Novia, D. Nuridinar, A. Kasim, A.2010.pengaruh penambahan katekin


gambir sebagai antioksidan terhdap kualitas dan nilai organolepetik
rendang telur .

Singh, R. Akhtar,N. and Haqqi, M.T. 2010. Green Tea Polyphenol


Epigallocatechin-3-Gallate: Inflammation and Arthritis. Life Sci. 86 (25-
26): 907918

Tuminah, S., 2004. Teh sebagai Salah Satu Antioksidan. Jakarta: Depkes RI

Syah A. N. A, 2006.Taklukan Penyakit dengan Teh Hijau. Jakarta:Agro Media


Pustaka.

21
Ukra and Sharyn K. 2008. The Ultimate Tea Diet. Harper Collins e-books
(www.gigapedia.com). No.1, p.6

Wardiyah H, Alioes Y, Pertiwi D. Perbandingan reaksi zat besi terhadap teh hitam
dan teh hijau secara in vitro dengan menggunakan spektrofotometer uv-
vis. Jurnal Kesehatan Andalas; 2014; 3(1): 50

Widyaningrum N.2013.Epigallocatechin-3-gallate (EGCG) pada daun teh hijau


sebagai anti jerawat. Majalah Farmasi dan Farmakolog; 17(3): 95

Yuwono, F.2009. Daya Antibakteri Ekstrak Daun Teh (Camellia Sinensis)


Terhadap Pertumbuhan Streptococcus Sp. Pada Plak Gigi Invitro.Surakarta
: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai