Anda di halaman 1dari 26

Referat

MANUVER TERAPI BENIGN PAROXYSMAL


POSITIONAL VERTIGO

Oleh:
Ririn Tri Sabrina

04084821517080

Rofifah Dwi Putri

04084821618228

Pembimbing:
dr. Yunni Dian Sari, Sp.S

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN
1

Referat

MANUVER TERAPI BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

Oleh
Ririn Tri Sabrina

04084821517080

Rofifah Dwi Putri

04084821618228

Telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 sebagai salah satu persyaratan guna
mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Neurologi FK Unsri/RSMH
Palembang.

Palembang, Agustus 2016


Pembimbing,

dr. Yunni Dian Sari, Sp.S

KATA PENGANTAR
2

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul Manuver Terapi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo untuk memenuhi tugas laporan Referat
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya
dalam Departemen Neurologi. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada dr.Yunni Dian Sari, Sp.S selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan pengajaran dan masukan sehingga referat ini dapat selesai tepat pada
waktunya.Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan
laporan ini, semoga bermanfaat.

Palembang, Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I

PENDAHULUAN .................................................................................1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................5

2.1

Definisi BPPV......................................................................................2

2.2

Epidemiologi BPPV...........................................................................2

2.3

Etiologi BPPV....................................................................................3

2.4

Patofisiologi BPPV.............................................................................3

2.5

Gejala Klinik BPPV............................................................................5

2.6

Diagnosis BPPV.................................................................................5

2.7

Klasifikasi BPPV................................................................................10

2.8

Diferensial Diagnosis.........................................................................12

2.9

Tatalaksana BPPV..............................................................................14

2.10 Komplikasi BPPV...............................................................................20


2.11 Prognosis............................................................................................20
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................22

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vertigo merupakan keluhan yang sangat mengganggu aktivitas kehidupan
sehari-hari. Sampai saat ini sangat banyak hal yang dapat menimbulkan keluhan
vertigo. Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat masih terus disempurnakan.1
Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan gangguan vestibular
dimana 17%-20% pasien mengeluh vertigo. Gangguan vestibular dikarakteristikan
dengan serangan vertigo yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala dan
berhubungan dengan karakteristik nistagmus paroksimal. Penyakit ini merupakan
penyakit degeneratif idiopatik yang sering ditemukan, kebanyakan diderita oleh
wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 2:1.2
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika material berupa
kalsium karbonat dari makula dalam dinding utrikulus masuk kedalam salah satu
kanalis semisirkularis yang akan merespon ke saraf. Berdasarkan teori dapat
mengenai ketiga kanalis semisirkularis, walaupun terkenanya kanal superior
(anterior) sangat jarang. Bentuk yang paling sering adalah bentuk kanal posterior,
diikuti bentuk lateral.1,2
Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi
dan menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Tindakan provokasi
tersebut dapat berupa Dix-Hallpike maneuver, atau side lying maneuver.3
Secara umum penatalaksanaan BPPV adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup serta mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi pada pasien.
Penatalaksanaan

BPPV

secara

garis

besar

dibagi

menjadi

dua

yaitu

penatalaksanaan non-farmakologi yang termasuk berbagai manuver didalamnya


dan penatalaksanaan farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver secara baik
dan benar menurut beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas.2, 4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi BPPV


Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) atau Vertigo Posisi
Paroksimal Jinak (VPPJ) merupakan bentuk dari vertigo posisional. Definisi
vertigo posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh perubahan posisi
kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di telinga
dalam dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan
tipikal nistagmus paroksimal.2
Benign dan paroksimal biasa digunakan sebagai karakteristik dari vertigo
posisional. Benign pada BPPV secara historikal merupakan bentuk dari vertigo
posisional yang seharusnya tidak menyebabkan gangguan susunan saraf pusat
yang serius dan secara umum memiliki prognosis yang baik. Sedangkan
paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. Benign Paroxysmal
Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut dengan
benign positional vertigo, vertigo paroksimal posisional, vertigo posisional,
benign paroxymal nystagmus, dan dapat disebut juga paroxymal positional
nystagmus.2
2.2 Epidemiologi BPPV
Pada populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per 100.000
penduduk. Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik di Amerika
Serikat dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42% pasien di
diagnosis BPPV. Di Indonesia, BPPV merupakan vertigo perifer yang paling
sering ditemui, yaitu sekitar 30%. Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan
dengan pria yaitu 2,2:1,5. Usia penderita BPPV biasanya pada usia 50-70 tahun,
paling banyak adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan pada orang berusia
kurang dari 35 tahun bila tidak didahului riwayat trauma kepala.2
2.3 Etiologi BPPV
BPPV merupakan penyakit degeneratif idiopatik yang sering ditemukan,
kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut. Trauma kepala
merupakan penyebab kedua terbanyak pada BPPV bilateral.1

Penyebab lain yang lebih jarang adalah labirinitis virus, neuritis vestibuler,
pasca stapedoctomi, fistula perilimfa dan penyakit meniere. BPPV merupakan
penyakit pada semua usia dewasa. Pada anak belum pernah dilaporkan.1
2.4 Patofisiologi BPPV
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang terdiri
dari kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan
bergerak dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat dua
kali lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon
terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika Kristal kalsium karbonat
bergerak dalam kanal semisirkular (kanalitiasis), partikel tersebut menyebabkan
pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena,
sehingga menyebabkan vertigo.2,5

Gambar 1. Labirin dari telinga dalam sisi kiri


Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis
semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain.
Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni
ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan
cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila
seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam kanalis
semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke
arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak
sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris
3

dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi


kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini
menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga
timbul sensasi berupa vertigo.12,13
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori
kupulolitiasis dan kanalolitiasis.
Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk
menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang
melekat pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik
yang melekat pada kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya
partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi.
Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada
puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang menjadi sulit
untuk tetap dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah
ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu kupula sulit untuk kembali ke posisi
netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening (dizziness).12,13
Teori Kanalitiasis
Teori ini dikemukakan oleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala BPPV
disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis
semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis posterior.
Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi terendah
dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga posisi
supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90. Setelah beberapa saat, gravitasi
menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa dalam
kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi
kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala dikembalikan ke
awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah yang
berlawanan.12,13
Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi
kepala dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991
memperkuat teori ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis
semisirkularisposter. Saat melakukan operasi kanalis tersebut.Bila terjadi trauma

pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras, otokonia yang terdapat pda
utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini kemudian memasuki
kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam kanalis
semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada BPPV.
Hal inilah yang mendasari BPPV pasca trauma kepala.12,13
2.5 Gejala Klinik BPPV
Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang dating tiba-tiba pada perubahan
posisi kepala, beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang
menimbulkan keluhan vertigonya. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat,
berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya
lebih lama.4
2.6 Diagnosis BPPV
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan Anamnesis, gejala klinis yang
ditemukan serta berbagai manuver diagnosis.2
2.6.1

Anamnesis

Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-30 detik
akibat perubahan posisi kepala dan tidak disertai dengan gejala tambahan selain
mual pada beberapa pasien. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur
pad aposisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat keatas dan belakang, dan
membungkuk.2
2.6.2

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike dan maneuver


side lying untuk kss posterior dan anterior. Dan untuk kss horizontal dengan
menggunakan manuver supine roll test.6
Dix-Hallpikes maneuver telah dianggap sebagai gold standard untuk
diagnosis kanal posterior-BPPV. Namun, manuver ini harus dilakukan dengan
hati-hati pada pasien dengan riwayat operasi leher, sindrom radikulopati cervical
dan diseksi pembuluh darah, karena memerlukan posisi rotasi dan ekstensi leher.
The side-lying test dapat digunakan sebagai alternative ketika Dix-Hallpikes

maneuver tidak dapat dilaksanakan; setelah pasien duduk di meja pemerikaan,


pasien segera berbaring dengan kepala berpaling 45 ke arah yang berlawanan.6
Maneuver Dix-Hallpike

Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,


dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa

detik.
Pasien didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika
posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o 40o, penderita diminta

tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.


Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang
terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak,

kalau ia memang sedang berada di KSS posterior.


Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala pasien, pasien

direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.


Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut

dipertahankan selama 10-15 detik.


Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan

ipsilateral.
Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang
yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah

berlawanan.
Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri
45o dan seterusnya.6

Gambar 2. Tes Dix Hallpike


Interpretasi Tes Dix Hallpike.6,7

Normal

: tidak timbul vertigo dan nistagmus dengan mata terbuka.

Kadang-kadang

dengan

mata

tertutup

bisa

terekam

dengan

elektronistagmografi adanya beberapa detak nistagmus.


Abnormal
: timbulnya nistagmus posisional yang pada BPPV
mempunyai 4 ciri, yaitu: ada masa laten, lamanya kurang dari 30 detik,
disertai vertigo yang lamanya sama dengan nistagmus, dan adanya fatigue,
yaitu nistagmus dan vertigo yang makin berkurang setiap kali manuver
diulang.

Maneuver Side Lying

Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,


dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa

detik
Pasien duduk dengan kepala menoleh ke kiri pada meja pemeriksan
dengan kaki yang menggantung di tepi meja, untuk melakukan maneuver

side lying kanan


Pasien dengan cepat dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala tetap menoleh

ke kiri 450 tunggu hingga respon abnormal muncul


Pasien kembali ke posisi duduk untuk kemudian dilakukan maneuver side

lying kiri.
Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi

ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.

Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya


lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu
menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.6

Gambar 3. Maneuver Side Lying


Tes Supine Roll
Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes DixHallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada
tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal
horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang
sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi
kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus
diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.2
Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat
provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama
beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi
supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan
rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata
pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau
jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi
supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/dimiringkan 90
derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa
ada tidaknya nistagmus.2,4

Gambar 4. Supine roll test


Pemeriksaan dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan
mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap
lurus kedepan :
1 Fase cepat ke atas, berputar kekanan menunjukan BPPV pada kanalis
2

posterior kanan
Fase cepat ke atas, berputar kekiri menunjukan BPPV pada kanalis

posterior kiri
Fase cepat ke bawah, berputar kekanan menunjukan BPPV pada kanalis

anterior kanan
Fase cepat ke bawah, berputar kekiri menunjukan BPPV pada kanalis
anterior kanan

2.7 Klasifikasi
Secara teori Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) dapat mengenai
ketiga kanalis semisirkularis, walaupun terkenanya kanal anterior (superior)
sangat jarang. Bentuk yang paling sering adalah bentuk kanal posterior, diikuti
bentuk lateral. Sedangkan bentuk kanal anterior dan bentuk polikanalikular adalah
bentuk yang paling tidak umum.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo Tipe Kanal Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang paling sering terjadi adalah tipe
kanal posterior. Ini tercatat pada 85-90% dari kasus dari BPPV, karena itu, jika
tidak diklasifikasikan, BPPV umumnya mengacu pada BPPV bentuk kanal
posterior.14 Dokter dapat mendiagnosis BPPV tipe kanal posterior ketika
nistagmus posisional paroksismal dapat diprovokasi dengan manuver DixHallpike.
Kriteria Diagnosis untuk BPPV Tipe Kanal Posterior

Riwayat

Pasien melaporkan episode berulang dari vertigo yang terjadi

Pemeriksaan Fisik

karena perubahan posisi kepala


Setiap kriteria berikut terpenuhi:
Vertigo berkaitan dengan nistagmus diprovokasi oleh tes

Dix-Hallpike
Ada periode laten antara selesainya tes Dix-Hallpike
dengan onset vertigo dan nistagmus

Vertigo dan nistagmus yang diprovokasi meningkat dan


kemudian hilang dalam periode waktu 60 detik sejak

Penyebab

paling

kanalitiasis. Hal

onset nistagmus
sering terjadinya

BPPV

kanal

ini dikarenakan debris endolimfe yang

posterior

adalah

terapung bebas

cenderung jatuh ke kanal posterior disebabkan karena kanal ini adalah bagian
vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat kepala pada
posisi berdiri ataupun berbaring.15

Benign Paroxysmal Positional Vertigo Tipe Kanal Lateral (Horizontal)

BPPV tipe kanal lateral adalah tipe BPPV yang paling banyak kedua. 14,15
BPPV tipe kanal lateral sembuh jauh lebih cepat dibandingkan dengan BPPV tipe
kanal posterior. Hal ini dikarenakan kanal posterior tergantung di bagian inferior
dan barier kupulanya terdapat pada ujung yang lebih pendek dan lebih rendah.
Debris yang masuk dalam kanal posterior akan terperangkap di dalamnya.
Sedangkan kanal lateral memiliki barier kupula yang terletak di ujung atas. Karena
itu, debris bebas yang terapung di kanal lateral akan cenderung untuk mengapung
kembali ke utrikulus sebagai akibat dari pergerakan kepala.15
Kupulolitiasis memiliki peranan yang lebih besar pada BPPV tipe kanal lateral
dibandingkan tipe kanal posterior. Karena partikel melekat pada kupula, vertigo
sering kali berat dan menetap saat kepala berada dalam posisi provokatif. BPPV
tipe kanal lateral (horisontal) terkadang dapat ditimbulkan oleh Dix-Hallpike
manuver.15 Namun cara yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis BPPV
horisontal adalah dengan supine roll test atau supine head turn manuver.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo Tipe Kanal Anterior dan Tipe

10

Polikanalikular
BPPV tipe kanal anterior berkaitan dengan paroxysmal downbeating
nystagmus, kadang-kadang dengan komponen torsi minor mengikuti posisi DixHallpike. Bentuk ini mungkin ditemui saat mengobati bentuk lain dari BPPV.
BPPV kanal anterior kronis atau persisten jarang. Dari semua tipe BPPV, BPPV
kanal anterior tampaknya tipe yang paling sering sembuh secara spontan.
Diagnosisnya harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena downbeating
positional nystagmus yang berhubungan dengan lesi batang otak atau cerebellar
dapat menghasilkan pola yang sama.14
BPPV tipe polikanalikular jarang, tetapi menunjukkan bahwa dua atau lebih
kanal secara bersamaan terkena pada waktu yang sama. Keadaan yang paling
umum adalah BPPV kanal posterior dikombinasikan dengan BPPV kanal
horisontal. Nistagmus ini bagaimanapun juga tetap akan terus mengikuti pola
BPPV kanal tunggal, meskipun pengobatan mungkin harus dilakukan secara
bertahap dalam beberapa kasus.14
2.8 Diferensial Diagnosis
Diferensial diagnosis untuk BPPV dapat dibagi menjadi 3 bidang utama
patologi: Labirin, saraf vestibular, dan situs pusat luka. Ini dibagi lebih lanjut
sebagai berikut:13
a. Penyakit Meniere
Paling sering didiagnosis pada BPPV kronis karena pasien mungkin gagal
untuk mengenali posisi provikasi. Hal ini juga membingungkan karena BPPV
dapat terjadi bersamaan. Gejala-gejala dari penyakit Meniere secara khas
temasuk paling sedikit beberapa dari yang berikut.16
-

Episodic rotational vertigo: serangan-serangan dari perasaan memutar


yang disertai oleh disequilibrium (perasaan ketakseimbangan), mual,
dan adakalanya muntah. Ini biasanya adalah gejala yang paling
menyusahkan. Vertigo biasanya berlangsung 20 menit sampai dua jam
atau bahkan lebih lama. Selama serangan-serangan, pasien-pasien

11

adalah sangat dilumpuhkan, dan ketiduran mungkin mengikutinya.


-

Perasaan ketakseimbangan mungkin berlangsung untuk beberapa hari.


Tinnitus : suara meraung, berdengung, seperti mesin, atau bordering
dalam telinga. Ia mungkin episodic dengan serangan vertigo atau ia
mungkin tetap. Biasanya tinnitus memburuk atau tampak tepat

sebelum timbulnya vertigo.


Kehilangan pendengaran: ia mungkin sebentar-sebentar pada awal
timbulnya penyakit, namun melalui waktu ia mungkin menjadi
kehilangan pendengaran yang tetap. Ia mungkin melibatkan semua
frekuensi, namun paling umum terjadi pada frekuensi yang lebih
rendah. Suara yang keras mungkin menjadi tidak nyaman dan tampak

menyimpang pada telinga yang terpengaruh.


Kepenuhan telinga: biasanya perasaan penuh ini terjadi tepat sebelum
timbulnya vertigo.

b. Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya
merupakan suatu kelainan klinis dimana pasien mengeluh pusing berat
dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan.
Gejala-gejala ini menghilangkan dalam tiga hingga empat hari. Sebagian
pasien perlu dirawat di rumah sakit untuk mengatasi gejala dan dehidrasi.
Serangan

menyebabkan

pasien

mengalami

ketidakstabilan

dan

ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodic dapat berulang.


Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.17
c. Labirintis
Labirinitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme
telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang
berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirinitis
toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada
telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya. Labirinitis toksik
biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini
diduga disebabkan oleh produk toksik dari suatu infeksi dan bukan
disebabkan oleh organisme hidup. Labirinitis supuratif akut terjadi pada

12

infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam sturktur telinga dalam.


Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular yang cukup
tinggi. Labirinitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat
menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan patologik yang
akhirnya menyebabkan skeloris labirin.13
2.9 Tatalaksana BPPV
BPPV dengan mudah diobati. Prinsip dari terapi ini adalah partikel dengan
sederhana perlu dikeluarkan dari kanal semisirkularis menuju utrikulus, tempat
dimana partikel tersebut tidak akan lagi menimbulkan gejala.8
1. Nonfarmakologi
Beberapa manuver yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Canalith Reposisi Prosedur (CRP)/Epley manuver
CRP adalah pengobatan non-invasif untuk penyebab paling umum dari
vertigo. CRP membimbing pasien melalui serangkaian posisi yang menyebabkan
pergerakan canalit dari daerah di mana dapat menyebabkan gejala (yaitu, saluran
setengah lingkaran dalam ruang cairan telinga dalam) ke daerah telinga bagian
dalam dimana canalit tidak menyebabkan gejala (yaitu, ruang depan).9
Dalam kebanyakan kasus BPPV canalit bergerak di kanal ketika posisi kepala
berubah sehubungan dengan gravitasi, dan gerakan dalam kanal menyebabkan
defleksi dari saraf berakhir dalam kanal (cupula itu). Ketika saraf berhenti
dirangsang, pasien mengalami serangan tiba-tiba vertigo.9

13

Gambar 6. Manuver CRT/Epley


Tahap manuver CRT/Epley:
1. Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri (pada gangguan
keseimbangan / vertigo telinga kiri )
2. Kemudian langsung tidur sampai kepala menggantung di pinggir tempat
tidur, tunggu jika terasa berputar/vertigo sampai hilang, kemudian
putar kepala

ke

arah

kanan

(sebaliknya)

perlahan sampai

muka

menghadap ke lantai, tunggu sampai hilang rasa vertigo.


3. Kemudian duduk dengan kepala tetap pada posisi menoleh ke kanan dan
kemudian ke arah lantai, masing-masing gerakan ditunggu lebih kurang
3060 detik.
4. Dapat dilakukan juga untuk sisi yang lain berulang kali sampai terasa
vertigo hilang.
Indikasi Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver

Episode berulang pusing dipicu BPPV.


Positif menemukan gejala dan nistagmus dengan pengujian posisi (misalnya,
uji Dix-Hallpike).
Keterbatasan Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver

Penggunaan CRP pada pasien tidak memiliki BBPV


Salah kinerja masing-masing komponen CRP.
Komplikasi CRT/Epley Maneuver

Kanalith pindah ke kanal yang lain


Kekakuan pada leher, spasme otot
2. Manuver Semont Liberatory

Tahap manuver Semont Liberatory :


Pertama posisi duduk, untuk gangguan vertigo telinga kanan, kepala menoleh

ke kiri.
Kemudian langsung bergerak ke kanan sampai menyentuh tempat tidur
dengan posisi kepala tetap, tunggu sampai vertigo hilang (30-60 detik)

14

Kemudian tanpa merubah posisi kepala berbalik arah ke sisi kiri,tunggu 30-60
detik, baru kembali ke posisi semula.

Hal ini dapat dilakukan dari arah

sebaliknya, berulang kali.

Latihan ini dikontraindikasikan pada pasien ortopedi dengan kasus fraktur


tulang panggul ataupun replacement panggul.

Gambar 7. Manuver Semont Liberatory


3. Brandt-Daroff Excerise
Latihan Brand Daroff merupakan suatu metode untuk mengobati BPPV,
biasanya digunakan jika penanganan di praktek dokter gagal. Latihan ini 95%
lebih berhasil dari pada penatalaksanaan di tempat praktek. Latihan ini dilakukan
dalam 3 set perhari selama 2 minggu. Pada tiap-tiap set, sekali melakukan
manuver dibuat dalam 5 kali. Satu pengulangan yaitu manuver dilakukan pada
masing-masing sisi berbeda (membutuhkan waktu 2 menit).18
Mulai dengan posisi duduk kemudian berubah menjadi posisi baring miring
pada satu sisi, dengan sudut kepala maju sekitar setengah. Tetap pada posisi
baring miring selama 30 detik, atau sampai pusing di sisi kepala, kemudian
kembali ke posisi duduk. Tetap pada keadaan ini selama 30 detik, dan kemudian
dilanjutkan ke posisi berlawanan dan ikuti rute yang sama. Latihan ini harus
dilakukan selama 2 minggu, tiga kali sehari atau selama tiga minggu, dua kali
sehari. Sekitar 30% pasien, BPPV dapat muncul kembali dalam 1 tahun.18

15

Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRP atau
Semont Liberatory, jika masih terasa ada sisa baru dilakukan Brand-Darroff
exercise. Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa dalam setelah pelaksanaan
maneuver-manuver terapi BPPV tidak perlu dilakukan pembatasan terhadap gerak
tubuh maupun kepala. Epley maneuver sangat sederhana, mudah dilakukan, hasil
yang diharapkan untuk mengurangi gejala cepat muncul, efektif, tidak ada
komplikasi, dan dapat diulang beberapa kali setelah mencoba pertama kali
sehingga sangat dianjurkan kepada orang yang menderita BPPV.

Gambar 7. Latihan Brand-Darrof


4. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien
berguling 3600,yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala
900 ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral
dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral
dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90 0 dan tubuh kembali ke posisi lateral
dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan
selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon
terhadap gravitasi.18

16

Gambar 8. Manuver Lempert


5. Forced Prolonged Position
Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit
dan dipertahankan selama 12 jam.18
6. Log Roll manuver
Pasien berputar 2700 dalam posisi tidur miring ke sisi telinga yang sakit,
berputar 900 tiap satu menit menuju ke telinga yang sehat dengan total putaran
2700. 19

Gambar 9. Manuver Log-Roll

7. Gufoni Manuver

17

Pasien duduk dengan kepala menghadap lurus ke depan dan direbahkan


dengan cepat ke arah sisi lesi, posisi ini dipertahankan selama satu menit setelah
nistagmus apogeotropik berakhir. Dalam posisi rebah, kepala pasien diputar 450ke
depan (hidung ke atas), posisi ini dipertahankan selam dua menit. Pasien kembali
ke posisi semula. Terapi ini diharapkan mampu mengkonversi nistagmus
apogeotropik menjadi nistagmus geotropik.19

Gambar 10. Gufoni Manuver


2. Farmakologi
Sebagai terapi tambahan dapat diberikan medikamentosa yang dapat
membantu

mengatasi

gejala

BPPV,

berupa

antihistamin

(meclizine,

Dimenhydrinate), antiemetic, dan benzodiazepine (diazepam). Tetapi terapi


medikamentosa ini tidak terlalu banyak membantu. Terapi utama dan paling
disarankan dalam mengatasi BPPV adalah dengan beberapa maneuver yang telah
dijelaskan diatas.
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat.
Pasien ini gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat
kelainan patologi intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV
disebabkan oleh respon stimulasi kanalis semisirkuler posterior, nervus
ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama nervus vestibuler. Oleh
karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung nervus

18

vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi
pendengaran.8
2.10
Meskipun

Komplikasi BPPV
BPPV

menyebabkan

rasa

tidak

nyaman,

jarang

sekali

menyebabkan komplikasi pada penderitanya. Dalam kasus yang jarang terjadi,


BPPV persisten yang berat dapat menyebabkan muntah, penderita mungkin
beresiko mengalami dehidrasi.10
2.11

Prognosis
Prognosis setelah dilakukan CRP (Canalith Repositioning Procedure)

biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa
kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%.
CRP/Epley maneuver terbukti efektif dalam mengontrol gejala BPPV dalam
waktu lama.
Pada beberapa kasus dapat terjadi adanya remisi dan rekurensi yang tidak
dapat diprediksi dan rata-rata rekurensi 10-15% per tahun. Jika terdapat
rekurensi, maka dilakukan maneuver reposisi ulang.11

BAB III
KESIMPULAN
BPPV adalah jenis vertigo perifer yang paling sering ditemukan yang dapat
disebabkan karena adanya trauma kepala, proses degeneratif, pasca operasi,
pengobatan ototoksik, ataupun idiopatik. Manifestasi klinis yang terdapat dalam
BPPV adalah adanya rasa pusing berputar yang timbul akibat perubahan posisi
kepala. Keluhan ini kadang disertasi dengan adanya rasa mual dan muntah.
Penderita dengan BPPV memiliki pendengaran yang normal dan tidak ditemukan
19

kelainan pada pemeriksaan neurologis. Diagnosis dapat ditegakan melalui


anamnesa dan pemeriksaan fisik yang berupa manuver Dix-hallpike ataupun
maneuver side lying, untuk menemukan adanya respon abnormal berupa
nistagmus lambat yang berlangsung 40 detik. Penatalaksanaan utama pada
BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang terdapat pada utrikulus. Yang
paling banyak digunakan adalah manuver Brandt Daroff dan manuver Epley.
Terapi dengan medikamentosa dapat diberikan sebagai tambahan untuk
meringankan gejala yang timbul, tetapi terapi ini tidak dapat banyak membantu.
Tatalaksana BPPV berdasarkan letak lesi
Manuver
Manuver CRP/Epley
Manuver Semont
Brandt Daroff exercise
Manuver Lempert
Forced Prolonged Position
Manufer Log Roll
Manufer Gufoni

Kanal Posterior
V
V
V

Kanal Lateral
V

Kanal Anterior
V

V
V
V
V
V

DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala&Leher, edisi 6. FKUI, Jakarta 2011.
2. Purnamasari Prida P, Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). FK Universitas Udayana, Denpasar 2013. [online]
[download.portalgaruda.org/article.php?article=82555&val=970]

diakses:

16 Agustus 2016.
3. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam:
Arsyad E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala&Leher.
Edisi Keenam. Jakarta :Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
4. Nagel P &Gurkov R, Dasar-dasar Ilmu THT, edisi 2. EGC, Jakarta 2009.

20

5. Bashir K, Irfan F & Cameron P, Management of Benign Paroxysmal


Positional Vertigo (BPPV) in the emergency department, Journal of
Emergency Medicine, Trauma & Acute Care (JEMTAC), Qatar 2014.
6. Johnson J & Lalwani AK. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. In: Lalwani
AK, editor. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology- Head&Neck
Surgery. New York : Mc Graw Hill Companies. 2006.
7. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor.
Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery.
New York : Mc Graw Hill Companies. 2007.
8. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam:
Arsyad E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 106-109
9. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online]
http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview diakses: 16 Agustus
2016.
10. BMJ Best Practice Benign Paroxymal Positional Vertigo. [online]
[http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/73/followup/prognosis.html] diakses: 16 Agustus 2016.
11. Bintoro, A.C. Benign Paroxymal Positional Vertigo. Semarang: Badan
Penerbit FK UNDIP, 2006
12. Riyanto B. 2004. Vertigo: Aspek Neurologi. Jakarta: Cermin dunia
Kedokteran.
13. Li JC, Epley J. 2016. Vertigo & Dizziness: Benign Paroxysmal Positional
Vertigo. http:// emedicine.medscape.com/article/884261-overview
14. Fife D.T. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Semin Neurol Journal.
2009;29:500-508.
15. Parnes et al. Diagnosis and Management of Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV). CMAJ. 2003;169 (7): 681-93.
16. Hadjar E, Bashiruddin J. Penyakit Meniere. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2010.h.102-3

21

17. Mansjoer A, Suprohaita, wardhani WI, Setiowulan W. Vertigo posisional


Benigna. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II edisi ke-3. Jakarta: Media
Aesculapius; 2009. h 51-53
18. Bittar et al. 2011. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and
Treatment. International Tinnitus Journal. 16(2). http://www. tinnitusjournal.
com/detalhe_artigo.asp?id=483
19. Edward, Y., Roza, Y. 2014. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll Test. Jurnal
Andalas.

(1).

http://download.portalgaruda.org/

article.php?

article=300068& val=7288

22

Anda mungkin juga menyukai