Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

Oleh:
dr. Patricia Selina

Pembimbing:
dr. M. Reza Fathoni, Sp.N

Pendamping:
dr. Prava Giesma Erdalia Sugianto

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT PTPN XI ELIZABETH
SITUBONDO JAWA TIMUR
2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

Untuk memenuhi sebagian syarat Laporan UKP Program


Internsip Dokter Indonesia

Disusun oleh :
dr. Patricia Selina

Telah disetujui pada tanggal ___________

Pembimbing Pendamping

dr. M. Reza Fathoni, Sp.N dr. Prava Giesma Erdalia Sugianto


1
BAB I
PENDAHULUAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) atau Vertigo Posisi


Paroksismal Jinak (VPPJ) adalah gangguan keseimbangan yang sering
dijumpai. Penyakit ini merupakan penyakit degeneratif yang idiopatik yang
sering ditemukan, kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut.
BPPV ini juga lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan pria dengan
perbandingan 2:1.1,2
BPPV merupakan penyebab vertigo yang paling sering di Amerika
Serikat, prevalensinya adalah 64 dari 100.000 penduduk. Diperkirakan hampir
20% yang datang berobat ke dokter merupakan BPPV.1 Di Indonesia, BPPV
merupakan vertigo perifer yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 30%. Usia
penderita BPPV yang paling banyak adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan
pada orang yang berusia kurang dari 35 tahun bila tidak didahului riwayat
trauma kepala. 3
Pengobatan BPPV telah berubah pada beberapa tahun terakhir. Pengertian
baru tentang patofisiologi mempengaruhi perubahan penanggulangannya.
Dengan demikian identifikasi dan penatalaksanaan dapat dilakukan dengan
tepat. 1
Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan mengenai
BPPV terus berkembang, disamping itu kasus ini sering dijumpai pada usia
produktif dan menganggu aktivitas, serta perlunya kita mengetahui diagnosis
dini dan penatalaksanaan penyakit ini.

2
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering
digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness,
unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting
diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama
karena dikalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala)
sering digunakan secara bergantian.4
Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yang artinya memutar-merujuk
pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang,
umumnya disebabkan gangguan sistim keseimbangan.4
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) didefinisikan sebagai
vertigo dengan nistagmus vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan
oleh perubahan posisi kepala. Terdapat masa laten sebelum timbulnya
nistagmus, reversibilitas, kresendo, dan fenomena kelelahan (fatigue). Lama
nistagmus terbatas, umumnya kurang dari 30 detik. BPPV dikenal juga
dengan nama vertigo postural atau kupulolitiasis, merupakan gangguan
keseimbangan perifer yang sering dijumpai. 4,5

2.2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer 1,5

Gambar 1. Right membranous labyrinth 6


4

Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang


yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah
telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat
keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membrane.
Labirin membrane terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir
menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membrane dan labirin tulang
terdapat perilimf, sedang endolimf terdapat didalam labirin membrane.
Berat jenis endolimf lebih tinggi daripada cairan perilimf. Ujung saraf
vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimf,
yang berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis
semisirkularis, yaitu horizontal (lateral), anterior (superior), posterior
(inferior). Selain ke tiga kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus.
Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan,
yaitu:
1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam
pendengaran.
2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis, sakulus
dan utrikulus. Berperan dalam mengatur keseimbangan. (di utrikulus dan
sakulus sel sensoriknya berada di makula, sedangkan di kanalis sel
sensoriknya berada di krista ampulanya).
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan
disekitarnya tergantung kepada inputbsensorik dari reseptor vestibuler di
labirin, organ visial dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor
sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan
posisi tubuh pada saat itu.1,5
Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis
semisirkularis dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua
jenis sel. Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya
terhadap percepatan sudut, sedangkan sel-sel pada organ otolit peka
terhadap gerak linier, khususnya percepatan inier dan terhadap perubahan
posisi kepala relatif terhadap gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap
percepatan sudut dan percepatan linier ini disebabkan oleh geometridari
5

kanalis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari struktur-struktur yang
menutupi sel rambut.

Sel rambut
Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut
pada organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural
yang dijelaskan oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika
suatu gerakan menyebabkan stereosilia membengkok kearah kinosilium,
maka sel-sel rambut akan tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang
berlawanan sehingga stereosilia menjauh dari kinosilium maka sel-sel
rambut akan terinhibisi.

Kanalis semisirkularis
Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada
rotasi sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir
tegak lurus satu dengan yang lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu
telinga terletak hampir satu bidang yang sama dengan kanalis telinga
satunya. Pada waktu rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi
sementara yang satunya akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi
lurus normal dan terdapat percepatan dalam bidang horizontal yang
menimbulkan rotasi ke kanan, maka serabut-serabut aferen dari kanalis
hirizontalis kanan akan tereksitasi, sementara serabut-serabut yang kiri akan
terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal misalnya rotasi kedepan, maka
kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan tereksitasi, sementara kanalis
posterior akan terinhibisi.

Organ otolit
Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang
hampir horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal.
Berbeda dengan sel rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel
rambut pada organ otolit tidak semuanya sama. Pada makula utrikulus,
kinosilium terletak di bagian samping sel rambut yang terdekat dengan
6

daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala miring atau mengalami
percepatan linier, sebagian serabut aferen akan tereksitasi sementara yang
lainnya terinhibisi. Dengan adanya polarisasi yang berbeda dari tiap makula,
maka SSP mendapat informasi tentang gerak linier dalam tiga dimensi,
walaupun sesungguhnya hanya ada dua makula.
Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron
ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan
mata dan refleks vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang
mempunyai suatu komponen lambat berlawanan arah dengan putaran kepala
dan suatu komponen cepat yang searah dengan putaran kepala. Komponen
lambat mengkompensasi gerakan kepal dan berfungsi menstabilkan suatu
bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi untuk kembali
mengarahkan tatapan ke bagian lain dari lapangan pandang. Perubahan arah
gerakan mata selama rangsangan vestibularis merupakan suatu contoh dari
nistagmus normal.

2.3. Etiologi
Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).
Beberapa kasus BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala
atau leher, infeksi telinga tengah atau operasi stapedektomi dan proses
degenerasi pada telinga dalam juga merupakan penyebab BPPV sehingga
insiden BPPV meningkat dengan bertambahnya usia. 1,2,4,7
Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial
berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit
ini menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang
menyertai keadaan posisi kepala yang berubah.4

2.4. Perjalanan penyakit


Perjalanan penyakit dari BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar
kasus gangguan menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa
minggu, namun dapat kambuh setelah beberapa waktu, bulan atau tahun
kemudian. Ada pula penderita yang hanya satu kali mengalaminya. Sesekali
7

dijumpai penderita yang kepekaannya terhadap vertigo posisional


berlangsung lama.2,4

Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit.


Namun, bila ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama
sampai beberapa menit. Bila serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini
mengakibatkan penderitanya merasakan kepalanya menjadi terasa ringan,
merarsa tidak stabil, atau rasa mengambang yang menetap selama beberapa
jam atau hari.2,6,7
BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia 40-
an dan 50-an tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV jarang
dijumpai pada anak atau orang yang sangat tua. Nistagmus kadang dapat
disaksikan waktu terjadinya BPPV dan biasanya bersifat torsional (rotatoar). 2

2.5. Patofisiologi
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis
semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama
lain. Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar
yakni ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi
gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai
contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan
dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan
mengalami defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal
yang diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan.
Adanya partikel atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi
atau bahkan menimbulkan defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah
gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak
sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga timbul sensasi berupa vertigo.2,4
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori
kupulolitiasis dan kanalolitiasis.

Teori Kupulolitiasis
8

Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk men-


jelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang
melekat pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel
basofilik yang melekat pada kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi.
Dengan adanya partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif
terhadap gravitasi. Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda
berat yang melekat pada puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut,
maka posisi tiang menjadi sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral.
Tiang tersebut akan lebih mengarah ke sisi benda yang melekat. Oleh karena
itu kupula sulit untuk kembali ke posisi netral. Akibatnya timbul nistagmus
dan pening (dizziness).2,4

Teori Kanalitiasis
Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala
BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di
dalam kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis
semisirkularis posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit
terletak pada posisi terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika
kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90°.
Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal
ini menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula
sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya
nistagmus. Bila posisi kepala dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan
sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah yang berlawanan. 2,4
Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi
kepala dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991
memperkuat teori ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam
kanalis semisirkularis poster. Saat melakukan operasi kanalis tersebut. 2,4,6
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras,
otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang
terlepas ini kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit.
Adanya kanalit didalam kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan
9

timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV
pasca trauma kepala. 2,4,6

Gambar 2: Patofisiologi 6

2.6. Diagnosis
1. Gejala Klinis
BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat
bangun tidur, ketika berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien
merasakan pusing berputar yang lama kelamaan berkurang dan hilang.
Terdapat jeda waktu antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya
perasaan pusing berputar. Pada umumnya perasaan pusing berputar
timbul sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30 detik
sedangkan serangan berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini
dirasakan berhari-hari hingga berbulan-bulan.2,4,6
Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di
kemudian hari. Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien
dapat mengalami mual dan muntah. Sensasi ini dapat timbul lagi bila
kepala dikembalikan ke posisi semula, namun arah nistagmus yang
timbul adalah sebaliknya. 2-4,6
Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat
ditegakkan dengan memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang
10

abnormal dan respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat.


Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau perasat Sidelying.1
Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai
berikut: 1) terdapat posisi kepala yang mencetuskan serangan;2)
nistagmus yang khas; 3) adanya masa laten; 4) lamanya serangan
terbatas; 5) arah nistagmus berubah bila posisi kepala dikembalikan ke
posisi awal; 6) adanya fenomena kelelahan/fatique nistagmus bila
stimulus diulang 2-4,6

2. Pemeriksaan fisik dan penunjang.


Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat
ditegakkan dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus
yang abnormal dan respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang
terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau Sidelying.
Perasat Dix-hallpike lebih sering digunakan karena pada perasat tersebut
posisi kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning treatment.
Pada pasien BPPV parasat Dix-Hallpike akan mencetuskan vertigo
(perasaan pusing berputar) dan nistagmus.1-4,6,7

Gambar 3. Perasat Dix-Hallpike

1. Pemeriksaan perasat Dix-Hallpike


Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat
Dix-Hallpike secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat
Dix-Hallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior
11

kanan dan perasat Dix- Hallpike kiri pada bidang posterior kiri. Untuk
melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja
pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien
dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala
pasien menggantung 20-300 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40
detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor
dilakukan selama ±1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah
tindakan pemeriksaan ini dapat langsung dilanjutkan dengan canalith
repositioning treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon yang
abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien
secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan
dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450
ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila
ditemukan adanya respon abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT,
bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila tidak dilanjutkan
dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan
kembali.1,3,4

Gambar 4. Perasat Sidelying

2. Perasat Sidelying
Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang
menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis
posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal
posterior pada posisi paling bawah, dan perasat sidelying kiri yang
12

menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan


kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan
kanal posterior pada posisi paling bawah.1,3,4

Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung


di tepi meja , kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai
timbul respon abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk untuk
dilakukan perasat sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi
kiri dengan kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40 detik sampai
timbul respon abnormal. 1,3,4

RESPON ABNORMAL
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan
provokasi ke belakang, nmun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak
lagi nistagmus. Pada pasien VPPJ setelah provokasi ditemukan nistagmus
yang timbul lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang
dari 1 menit jika penyebabnya kanalitiasis, pada kupololitiasis nistagmus
dapat terjadi lebih dari 1 menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul
bersamaan dengan nistagmus. 1,3,4
Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan
mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien
menatap lurus ke depan.
 Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis
posterior kanan
 Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis
posterior kiri
 Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada
kanalis anterior kanan.
 Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis
anterior kiri
Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying pada
bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. 1,3,4
13

Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) tidak dapat memperlihatkan


nistagmus jenis rotatoar yang dapat ditemukan pada penderita BPPV. ENG
berguna dalam deteksi adanya nistagmus dan waktu timbulnya pada
nistagmus jenis lain. Tes kalori akan menunjukkan hasil yang normal.
BPPV dapat dijumpai pada telinga yang tidak menunjukkan adanya respon
terhadap tes kalori. Hal ini disebabkan tes kalori menguji kanalis
semisirkularis (KSS) horizontal. KSS Horizontal dan posterior memiliki
persarafan dan suplai pembuluh darah yang berbeda. Dengan demikian
BPPV yang timbul pada pasien yang tidak memberikan respon pada tes
kalori disebabkan oleh kanalit pada KSS posterior atau anterior.3,4,7

2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk
menekan fungsi vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan
pembedahan. Dasar pemilihan tata laksana berupa observasi adalah karena
BPPV dapat mengalami resolusi sendiri dalam waktu mingguan atau
bulanan. Oleh karena itu sebagian ahli hanya menyarankan observasi.
Akan tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap menderita
vertigo. Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila
vertigo tercetus pada saat ia sedang beraktivitas.1,2,6
Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak
menghilangkan vertigo. Istilah “vestibulosuppresant” digunakan untuk
obat-obatan yang dapat mengurangi timbulnya nistagmus akibat
ketidakseimbangan sistem vestibuler. Pada sebagian pasien pemberian
obat-obat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun tidak
menyelesaian masalahnya. Obat-obat ini hanya menutupi gejala vertigo.
Pemberian obat-obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa rasa
mengantuk. Obat-obat yang diberikan diantaranya diazepam dan
amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin
adalah golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah
ditelinga dalam dan mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor H3.
2,3,4
14

Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV


adalah CRT (Canalith repositioning Treatment ) , perasat liberatory dan
latihan Brandt-Daroff. Reposisi kanalit dikemukakan oleh Epley.
Prosedur CRT merupakan prosedur sederhana dan tidak invasif. Dengan
terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan setelah pasien menjalani
1-2 sesi terapi. CRT sebaiknya dilakukan setelah perasat Dix-Hallpike
menimbulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya
kanalithiasis pada kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang
terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun kepala pasien
dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis
semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi
menimbulka gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus
dilakukan tindakan CRT kanan.perasat ini dimulai pada posisi Dix-
Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan
pada posisi tersebut selama 1-2menit, kemudian kepala direndahkan dan
diputar secara perlahan kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat.
Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan
pada posisi menghadap kekiri dengan sudut 450 sehingga kepala
menghadap kebawah melihat lantai . akhirnya pasien kembali keposisi
duduk dengan menghadap kedepan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi
dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak merunduk, berbaring,
membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi
duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari. 1,3,4
Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan
kanalithiasis pada kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada
kanal anterior kiri dan kanal posterior, CRT kiri merupakan metode yang
dapat di gunakan yaitu dimulai dengan kepala menggantung kiri dan
membalikan tubuh kekanan sebelum duduk. 2,3,4
15

Gambar 5. CRT kanan

Gambar 6. Epley maneuver

Gambar 7. Liberatory kanan

Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat


untuk memindahkan otolit ( debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe
perasat yang dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat.
Apakah kanal anterior atau posterior. 1,3,4
16

Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat


liberatory kanan perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita
diminta untuk duduk pada meja pemeriksaan dengan kepala diputar
menghadap kekiri 450. pasien yang duduk dengan kepala menghadap
kekiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung
ke bahu kanan. Setelah 1 menit pasien digerakkan secara cepat ke posisi
duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan kepala menoleh 45 0
kekiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan
perlahan-lahan kembali keposisi duduk. Penopang leher kemudian
dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi
dengan CRT. 1,3,4
Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan
sama, namun kepala diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri
yang terlibat, perasat liberatory kiri harus dilakukan (pertama pasien
bergerak ke posisi sidelying kiri kemudian posisi sidelying kanan) dengan
kepala menghadap ke kanan. Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat
liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri. 1,3,4
Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah
oleh pasien sendiri tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-
gerakan posisi duduk dengan kepala menoleh 450 , lalu badan dibaringkan
ke sisi yang berlawanan. Posisi ini dipertahankan selama 30 detik.
Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk 30 detik. Setelah itu pasien
menolehkan kepalanya 450 ke sisi yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi
yang berlawanan selama 30 detik. Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20
kali. 3 seri dalam sehari. 1,3,4
17

Gambar 8. Latihan Brandt-Daroff

Tindakan bedah hanya dilakukan bila prosedur reposisi kanalit


gagal dilakukan. Terapi ini bukan terapi utama karena terdapat risiko besar
terjadinya komplikasi berupa gangguan pendengaran dan kerusakan
nervus fasialis. Tindakan yang dapat dilakukan berupa oklusi kanalis
semisirkularis posterior, pemotongan nervus vestibuler dan pemberian
aminoglikosida transtimpanik.2,6
18

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. SB
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 06 November 1978
Umur : 42 tahun
Alamat : Kp. Paowan RT 03/ RW 01 Paowan Panarukan
Status : Menikah
Pekerjaan : PNS
Etnis/suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal MRS : 05 September 2021

3.2 Laporan Kasus


1. Anamnesis
Keluhan Utama: Pusing berputar sejak pagi hari
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSE dengan keluhan pusing berputar (+) sejak
pagi hari ini, pasien merasa lingkungan sekitarnya berputar-putar.
19

Sehingga pasien mengatakan lebih nyaman untuk menutup mata. Keluhan


pusing berputar dirasakan setelah pasien duduk sambil tiba-tiba
menolehkan kepalanya diikuti dengan mual (+), muntah (+) 1x, makanan
yang tadi pagi dimakan. Setelah muntah tersebut pasien merasa enakan.
Pasien sarapan mie instan dan nasi putih. Telinga berdenging (+). Keringat
dingin (+) saat pusing. BAB (+) terakhir tadi pagi, dalma batas normal.
BAK (+) dalam batas normal. Tidak ada kelemahan tubuh dan ekstremitas.
Nyeri kepala disangkal. Nyeri dada kiri disangkal. Tidak ada keluhan
berbicara tidak jelas / pelo, riwayat makan tersedak disangkal. Sesak
disangkal. Riwayat trauma disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu:


HT (+), stroke ringan (+) 4 tahun yang lalu (bagian tubuh sebelah
kanan). DM (-). Jantung (-). Vertigo (-).
Riwayat Pengobatan:
Pasien mengkonsumsi Amlodipin 10 mg tapi tidak teratur.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Pasien dan keluarga menyangkal adanya penyakit stroke, vertigo
dalam keluarga. Alergi disangkal.

2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesan : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital
Nadi : 77 x/menit, reguler, kuat angkat
Tekanan darah : 131/97 mmHg (lengan kanan, berbaring)
Pernafasan : 22 x/menit, regular
Saturasi Oksigen : 95% udara ruang
Suhu : 36,6
20

Status General
Kepala/Leher : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).
Thorax : Cor S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : BU (+) normal, Hepar tidak teraba, Lien tak
teraba
Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Hangat +/+, edema -/-, CRT < 2 detik.
Status Neurologis
GCS : 456
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata baik ke segala arah, pupil
isokor. Ø ± 3 / 3 mm, Reflek Cahaya +/+.
N. VII : Lateralisasi (-)
N. XII : Lateralisasi (-)
Refleks Meningeal : Refleks Fisiologis (+2) pada keempat ekstremitas.
Refleks Patologis (-) pada keempat ekstremitas.
Tanda Kernig -/-, Brudzinski I,II : -/-, Kaku kuduk
(-).
Motorik : 5/5
5/5

3. Pemeriksaan Penunjang (05/09/2021)


Parameter Nilai Satuan Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hb 15.2 g/dL 13.2 – 17.3
Eritrosit 4.93 106/uL 4.40 – 5.90
Hematokrit 45.7 % <20
LED 10/40 mm/jam 80.0 – 100.0
MCV 92.7 fL 26.0 – 34.0
MCH 30.8 pg 32.0 – 36.0
Leukosit 12.8 103/uL 3.80 – 10.60
Eosinofil 1.6 % 2.0 – 4.0
Basofil 0.2 % 0–1
Neutrofil 80.3 % 50.0 – 70.0
Limfosit 12.5 % 25.0 – 40.0
21

Monosit 5.4 % 2.0 – 8.0


Trombosit 254 103/uL 136 – 380
NLR 6.4 < 3.13
Kimia Darah
GDA 181 mg/dL <200
Na 141 mmol/L 135 – 145
K 3.6 mmol/L 3.5 – 5.5
Cl 100 mmol/L 96 – 106

EKG (05/09/2021)

4. Diagnosis Awal
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
22

5. Planning
Planning diagnosis: DL, GDA, SE, EKG
 Infus RL 500 cc / 24 jam
 Injeksi Diphenhidramine 3 x 1 amp.
 Injeksi Ondansentron 3x4 mg
 Injeksi Ranitidine 2 x 1 amp.
Planning monitoring: vital sign, keluhan pasien

3.3 Follow Up
Tanggal 06/09/2021 pukul 10.00
S: Pasien mengatakan pusing berputar sudah berkurang. Mual (-), muntah (-).
Makan dan minum (+). Tidur malam nyenyak.

O:
Keadaan Umum
Kesan : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/96 mmHg (lengan kanan, berbaring)
Nadi : 80 x/menit, reguler, kuat angkat
Pernafasan : 20 x/menit, regular
Saturasi Oksigen : 98% udara ruang
Suhu : 36,5
Status General
Kepala/Leher : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).
Thorax : Cor S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : BU (+) normal, Hepar tidak teraba, Lien tak
teraba
Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Hangat +/+, edema -/-, CRT < 2 detik,
23

Status Neurologis
GCS : 456
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata baik ke segala arah, pupil
isokor. Ø ± 3 / 3 mm, Reflek Cahaya +/+.
N. VII : Lateralisasi (-)
N. XII : Lateralisasi (-)
Refleks Meningeal : Refleks Fisiologis (+2) pada keempat ekstremitas.
Refleks Patologis (-) pada keempat ekstremitas.
Tanda Kernig -/-, Brudzinski I,II : -/-, Kaku kuduk
(-).
Motorik : 5/5
5/5

A: BPPV
P:
Planning terapi:
 Bed rest head trunk up
 Infus PZ 14 tpm
 Injeksi Diphenhidramine 3 x 1 amp.
 Betahistin 2 x 24 mg PO
 Flunarizine 0-0-10 mg PO
 Diit TKTP RG 2100 kkal / 1 hari
 KRS
Betahistin 2 x 24 mg PO
Flunarizine 0-0-10 mg PO
Planning monitoring: vital sign, keluhan pasien
24

DAFTAR PUSTAKA

1. Bashiruddin J, vertigo posisi paroksisimal jinak. dalam : Soepardi EA, Iskandar


N editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.2007. hal 104-109
2. Li J, Benign paroxysmal positioning vertigo. Diakses dari : www.emedicine.com.
Pada tanggal 5 Mei 2009.
3. Lumbantobing SM. Vertigo Tujuh Keliling. Edisi pertama. Jakarta:Balai Penerbit
FK-UI.1996
4. Riyanto B. Vertigo: Aspek Neurologi Jakarta: Cermin dunia Kedokteran
no.144.2004. hal 41-46
5. Anderson JH, Levine SC, sistem vestibulari. Dalam: Adams GL, Boies LR,
Higler PA, editor. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi keenam. Jakarta:
EGC.1997.Hal 39-44
6. Hain, Timothy C. Benign Paroxismal Positioning Vertigo. Diakses dari :
www.entgr.com/bppv.htm. pada tanggal 5 Mei 2009
7. Nurimaba N, Patofisiologi. Dalam : PERDOSSI editor. Vertigo Patofisiologi,
Diagnosis, dan Terapi. Jakarta:Jansen Pharmaceutica.1999 Hal 29-31

Anda mungkin juga menyukai