Oleh:
dr. Patricia Selina
Pembimbing:
dr. M. Reza Fathoni, Sp.N
Pendamping:
dr. Prava Giesma Erdalia Sugianto
LAPORAN KASUS
Disusun oleh :
dr. Patricia Selina
Pembimbing Pendamping
2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering
digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness,
unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting
diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama
karena dikalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala)
sering digunakan secara bergantian.4
Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yang artinya memutar-merujuk
pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang,
umumnya disebabkan gangguan sistim keseimbangan.4
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) didefinisikan sebagai
vertigo dengan nistagmus vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan
oleh perubahan posisi kepala. Terdapat masa laten sebelum timbulnya
nistagmus, reversibilitas, kresendo, dan fenomena kelelahan (fatigue). Lama
nistagmus terbatas, umumnya kurang dari 30 detik. BPPV dikenal juga
dengan nama vertigo postural atau kupulolitiasis, merupakan gangguan
keseimbangan perifer yang sering dijumpai. 4,5
kanalis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari struktur-struktur yang
menutupi sel rambut.
Sel rambut
Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut
pada organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural
yang dijelaskan oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika
suatu gerakan menyebabkan stereosilia membengkok kearah kinosilium,
maka sel-sel rambut akan tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang
berlawanan sehingga stereosilia menjauh dari kinosilium maka sel-sel
rambut akan terinhibisi.
Kanalis semisirkularis
Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada
rotasi sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir
tegak lurus satu dengan yang lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu
telinga terletak hampir satu bidang yang sama dengan kanalis telinga
satunya. Pada waktu rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi
sementara yang satunya akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi
lurus normal dan terdapat percepatan dalam bidang horizontal yang
menimbulkan rotasi ke kanan, maka serabut-serabut aferen dari kanalis
hirizontalis kanan akan tereksitasi, sementara serabut-serabut yang kiri akan
terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal misalnya rotasi kedepan, maka
kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan tereksitasi, sementara kanalis
posterior akan terinhibisi.
Organ otolit
Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang
hampir horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal.
Berbeda dengan sel rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel
rambut pada organ otolit tidak semuanya sama. Pada makula utrikulus,
kinosilium terletak di bagian samping sel rambut yang terdekat dengan
6
daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala miring atau mengalami
percepatan linier, sebagian serabut aferen akan tereksitasi sementara yang
lainnya terinhibisi. Dengan adanya polarisasi yang berbeda dari tiap makula,
maka SSP mendapat informasi tentang gerak linier dalam tiga dimensi,
walaupun sesungguhnya hanya ada dua makula.
Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron
ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan
mata dan refleks vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang
mempunyai suatu komponen lambat berlawanan arah dengan putaran kepala
dan suatu komponen cepat yang searah dengan putaran kepala. Komponen
lambat mengkompensasi gerakan kepal dan berfungsi menstabilkan suatu
bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi untuk kembali
mengarahkan tatapan ke bagian lain dari lapangan pandang. Perubahan arah
gerakan mata selama rangsangan vestibularis merupakan suatu contoh dari
nistagmus normal.
2.3. Etiologi
Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).
Beberapa kasus BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala
atau leher, infeksi telinga tengah atau operasi stapedektomi dan proses
degenerasi pada telinga dalam juga merupakan penyebab BPPV sehingga
insiden BPPV meningkat dengan bertambahnya usia. 1,2,4,7
Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial
berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit
ini menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang
menyertai keadaan posisi kepala yang berubah.4
2.5. Patofisiologi
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis
semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama
lain. Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar
yakni ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi
gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai
contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan
dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan
mengalami defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal
yang diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan.
Adanya partikel atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi
atau bahkan menimbulkan defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah
gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak
sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga timbul sensasi berupa vertigo.2,4
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori
kupulolitiasis dan kanalolitiasis.
Teori Kupulolitiasis
8
Teori Kanalitiasis
Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala
BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di
dalam kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis
semisirkularis posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit
terletak pada posisi terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika
kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90°.
Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal
ini menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula
sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya
nistagmus. Bila posisi kepala dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan
sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah yang berlawanan. 2,4
Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi
kepala dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991
memperkuat teori ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam
kanalis semisirkularis poster. Saat melakukan operasi kanalis tersebut. 2,4,6
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras,
otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang
terlepas ini kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit.
Adanya kanalit didalam kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan
9
timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV
pasca trauma kepala. 2,4,6
Gambar 2: Patofisiologi 6
2.6. Diagnosis
1. Gejala Klinis
BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat
bangun tidur, ketika berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien
merasakan pusing berputar yang lama kelamaan berkurang dan hilang.
Terdapat jeda waktu antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya
perasaan pusing berputar. Pada umumnya perasaan pusing berputar
timbul sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30 detik
sedangkan serangan berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini
dirasakan berhari-hari hingga berbulan-bulan.2,4,6
Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di
kemudian hari. Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien
dapat mengalami mual dan muntah. Sensasi ini dapat timbul lagi bila
kepala dikembalikan ke posisi semula, namun arah nistagmus yang
timbul adalah sebaliknya. 2-4,6
Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat
ditegakkan dengan memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang
10
kanan dan perasat Dix- Hallpike kiri pada bidang posterior kiri. Untuk
melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja
pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien
dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala
pasien menggantung 20-300 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40
detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor
dilakukan selama ±1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah
tindakan pemeriksaan ini dapat langsung dilanjutkan dengan canalith
repositioning treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon yang
abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien
secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan
dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450
ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila
ditemukan adanya respon abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT,
bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila tidak dilanjutkan
dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan
kembali.1,3,4
2. Perasat Sidelying
Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang
menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis
posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal
posterior pada posisi paling bawah, dan perasat sidelying kiri yang
12
RESPON ABNORMAL
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan
provokasi ke belakang, nmun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak
lagi nistagmus. Pada pasien VPPJ setelah provokasi ditemukan nistagmus
yang timbul lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang
dari 1 menit jika penyebabnya kanalitiasis, pada kupololitiasis nistagmus
dapat terjadi lebih dari 1 menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul
bersamaan dengan nistagmus. 1,3,4
Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan
mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien
menatap lurus ke depan.
Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis
posterior kanan
Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis
posterior kiri
Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada
kanalis anterior kanan.
Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis
anterior kiri
Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying pada
bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. 1,3,4
13
2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk
menekan fungsi vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan
pembedahan. Dasar pemilihan tata laksana berupa observasi adalah karena
BPPV dapat mengalami resolusi sendiri dalam waktu mingguan atau
bulanan. Oleh karena itu sebagian ahli hanya menyarankan observasi.
Akan tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap menderita
vertigo. Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila
vertigo tercetus pada saat ia sedang beraktivitas.1,2,6
Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak
menghilangkan vertigo. Istilah “vestibulosuppresant” digunakan untuk
obat-obatan yang dapat mengurangi timbulnya nistagmus akibat
ketidakseimbangan sistem vestibuler. Pada sebagian pasien pemberian
obat-obat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun tidak
menyelesaian masalahnya. Obat-obat ini hanya menutupi gejala vertigo.
Pemberian obat-obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa rasa
mengantuk. Obat-obat yang diberikan diantaranya diazepam dan
amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin
adalah golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah
ditelinga dalam dan mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor H3.
2,3,4
14
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. SB
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 06 November 1978
Umur : 42 tahun
Alamat : Kp. Paowan RT 03/ RW 01 Paowan Panarukan
Status : Menikah
Pekerjaan : PNS
Etnis/suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal MRS : 05 September 2021
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesan : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital
Nadi : 77 x/menit, reguler, kuat angkat
Tekanan darah : 131/97 mmHg (lengan kanan, berbaring)
Pernafasan : 22 x/menit, regular
Saturasi Oksigen : 95% udara ruang
Suhu : 36,6
20
Status General
Kepala/Leher : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).
Thorax : Cor S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : BU (+) normal, Hepar tidak teraba, Lien tak
teraba
Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Hangat +/+, edema -/-, CRT < 2 detik.
Status Neurologis
GCS : 456
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata baik ke segala arah, pupil
isokor. Ø ± 3 / 3 mm, Reflek Cahaya +/+.
N. VII : Lateralisasi (-)
N. XII : Lateralisasi (-)
Refleks Meningeal : Refleks Fisiologis (+2) pada keempat ekstremitas.
Refleks Patologis (-) pada keempat ekstremitas.
Tanda Kernig -/-, Brudzinski I,II : -/-, Kaku kuduk
(-).
Motorik : 5/5
5/5
EKG (05/09/2021)
4. Diagnosis Awal
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
22
5. Planning
Planning diagnosis: DL, GDA, SE, EKG
Infus RL 500 cc / 24 jam
Injeksi Diphenhidramine 3 x 1 amp.
Injeksi Ondansentron 3x4 mg
Injeksi Ranitidine 2 x 1 amp.
Planning monitoring: vital sign, keluhan pasien
3.3 Follow Up
Tanggal 06/09/2021 pukul 10.00
S: Pasien mengatakan pusing berputar sudah berkurang. Mual (-), muntah (-).
Makan dan minum (+). Tidur malam nyenyak.
O:
Keadaan Umum
Kesan : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/96 mmHg (lengan kanan, berbaring)
Nadi : 80 x/menit, reguler, kuat angkat
Pernafasan : 20 x/menit, regular
Saturasi Oksigen : 98% udara ruang
Suhu : 36,5
Status General
Kepala/Leher : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).
Thorax : Cor S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : BU (+) normal, Hepar tidak teraba, Lien tak
teraba
Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Hangat +/+, edema -/-, CRT < 2 detik,
23
Status Neurologis
GCS : 456
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata baik ke segala arah, pupil
isokor. Ø ± 3 / 3 mm, Reflek Cahaya +/+.
N. VII : Lateralisasi (-)
N. XII : Lateralisasi (-)
Refleks Meningeal : Refleks Fisiologis (+2) pada keempat ekstremitas.
Refleks Patologis (-) pada keempat ekstremitas.
Tanda Kernig -/-, Brudzinski I,II : -/-, Kaku kuduk
(-).
Motorik : 5/5
5/5
A: BPPV
P:
Planning terapi:
Bed rest head trunk up
Infus PZ 14 tpm
Injeksi Diphenhidramine 3 x 1 amp.
Betahistin 2 x 24 mg PO
Flunarizine 0-0-10 mg PO
Diit TKTP RG 2100 kkal / 1 hari
KRS
Betahistin 2 x 24 mg PO
Flunarizine 0-0-10 mg PO
Planning monitoring: vital sign, keluhan pasien
24
DAFTAR PUSTAKA