Anda di halaman 1dari 9

Stetoskop Tua

medical weblog which tries to share with colleagues as well as ordinary people who need
medical information

Beranda

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO ( BPPV )


I. PENDAHULUAN
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, yang sering digambarkan
sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing
(dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan
nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing
dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.1

Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada sensasi
berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh
gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai macam defenisi vertigo dikemukakan oleh
banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai sekarang nampaknya banyak dipakai
adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa
(berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan
kelainan keseimbangan.1,2

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang
dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada
BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada
sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921.
Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa
kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.3,4,5

II. EPIDEMIOLOGI
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang
sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada
perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35
tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala. 6,7

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT KESEIMBANGAN


Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang
yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam,
tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin
tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya
hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat
perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan
endolimfa lebih tinggi daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin
membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin
terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior
(superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula utrikulus dan
sakulus. 8,9,10

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya


tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan
proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP,
sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu. 8

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran
labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya
terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin
kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran
yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista
ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan se-luruhnya tertutup oleh
suatu substansi gelatin yang disebut kupula. 8,9,10

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke
dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan merangsang
pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris
melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah
berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi. 8,10

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat
rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-
cepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai
semua gerak tubuh yang sedang berlangsung.8

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat
menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa
vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit
reaksinya berkeringat dingin.8

IV. ETIOLOGI
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera kepala. Pada
orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem vestibuler pada telinga
tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya usia. 13

V. PATOFISIOLOGI
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan BPPV.
Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari fragmen
otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menernpel
pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi
sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan
keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit
untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang
ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita
dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior
berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan
demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith
tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum
timbulnya pusing dan nistagmus. 4,6,14,15

Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di
dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang
sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang
partikel ini berotasi ke atas sarnpai 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan
cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok
(deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala
ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus
yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil
yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali
karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan
pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan
keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk
mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin
kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat
menerangkan konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing. 4,6,14,15
VI. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat
perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi
lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo
bisa diikuti dengan mual. 6
B. Pemeriksaan fisis
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada evaluasi
neurologis normal.6 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike. Cara
melakukannya sebagai berikut :3,5

- Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo


mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
- Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o 40o, penderita diminta tetap membuka mata
untuk melihat nistagmus yang muncul.
- Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini akan
menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di
KSS posterior.
- Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan sampai
kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
- Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan
selama 10-15 detik.
- Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan ipsilateral.
- Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang berlawanan
dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
- Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan
seterusnya

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang,
namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV
setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian
nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada
kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat
dan timbul bersamaan dengan nistagmus.3
VII. DIAGNOSIS BANDING
Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan suatu
kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah yang hebat,
serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga
empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit wrtuk mengatasi gejala dan
dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan
ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada
fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.9

Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga dalam.
Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau
kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada
struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya.
Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular.
Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan
disebabkan oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri
akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan
pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat
timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau
perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin. 9

Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan
mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan
vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.
Patofisiologi : pembengkakan endolimfe akibat penyerapan endolimfe dalam skala media
oleh stria vaskularis terhambat.
Manifestasi klinis : vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai
beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai pengurnngan pendengaran, tinitus yang
kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali, dapat
disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuansinya bertambah.
16

VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang terdapat
pada utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah manuver seperti yang diperlihatkan
pada gambar di bawah. Manuver mungkin diulangi jika pasien masih menunjukkan gejala-
gejala. Bone vibrator bisa ditempatkan pada tulang mastoid selama manuver dilakukan
untuk menghilangkan debris. 6
Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk dengan kepala
dimiringkan 45o pada sisi yang memicu. (1) pasien diposisikan sama dengan posisi Hall-
pike sampai vertigo dan nistagmus mereda. (2) kepala pasien kemudian diposisikan
sebaliknya, hingga telinga yang terkena berada di atas dan telinga yang tidak terkena
berada di bawah. (3) seluruh badan dan kepala kemudian dibalikkan menjauhi sisi telinga
yang terkena pada posisi lateral dekubitus, dengan posisi wajah menghadap ke bawah. (4)
langkah terakhir adalah mendudukkan kembali pasien dengan kepala ke arah yang
berlawanan pada langkah 1.6

Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini gagal
berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi intrakranial
pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi kanalis
semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama
nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi
langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi
pendengaran.6

IX. PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus. Remisi
dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan
sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%. 4

DAFTAR PUSTAKA

1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2009 May 30th].
Available from : URL:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia kedokteran .html
2. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press; 2000. p.341-59
3. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor.
Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2008. Hal. 104-9
4. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May
20th]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
5. Furman JM, Cass SP. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. NEJM [online] 2009 [cited
2009 May 30th]. Available from : http://content.nejm.org/cgi/reprint/341/21/1590.pdf
6. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current Diagnosis &
treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill Companies.
2004. p 761-5
7. Anonim. Si Penyebab Kepala Berputar. [online] 2009 [cited 2009 May 20th]. Available
from : http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/category_news.asp?IDCategory=23.
8. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad E,
Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
9. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H, Santoso R, Editor :
Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta : EGC. 1997. h 39-45
10. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi Manusia dari
Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189
11. Balasubramanian. BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo). [online] 2009 [cited
2009 May 30th]. Available from :http://www.drtbalu.com/BPPV.html
12. Anonym. The Membranous Labyrinth Of The Vestibular. [online] 2009 [cited 2009 May
30th]. Available from : http://cache-media.britannica.com/eb-media/86/4086-004-
EA855487.gif
13. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May 20th].
Available from : http://www .dizziness-and-balance.com/bppv.htm
14. Bojrab DI, Bhansali SA, Battista RA. Peripheral Vestibular Disorders. In: Jackler RK &
Brackmann DE, Editor: Textbook of Neurotology. St. Louis, Missouri : Mosby. 1994. p 629-33
15. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May 20th].
Available from : http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_paroxysmal_positional_vertigo
16. Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Penyakit Menierre. Dalam :
KApita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 2001. Hal 93-94

di 05.56

Berbagi

7 komentar:

Anonim 28 November 2012 13.33


thanks ya atas info nya
Balas

kembang_kertas 10 Oktober 2013 05.16


makasih info nya oom
Balas

bodong doang 24 Februari 2014 17.45


terima kasih infonya sangat bermanfaat dan mudah di fahami...
Balas
Anonim 29 Agustus 2014 18.23
Sangat membantu penderita untuk memahami vertigo
Balas

Anonim 29 Agustus 2014 18.24


Thanx infonya sangat membantu penderita untuk memahami..
Balas

Anna 21 Oktober 2014 17.13


thank you for the info :D
Balas

Ardine Valovewise 18 Desember 2016 16.24


Thank you buat Infonya, blessed.
Balas

Masukkan komentar Anda...

Beri komentar sebagai: Unknown (Google)

Logout

Publikasikan Pratinjau Beri tahu saya

Budayakan tinggalkan komentar setelah membaca


apalagi mencopy abis... Plis Deh...

Beranda
Lihat versi web

Mengenai Saya
kkyazid
kkyazid adalah nama cyber saya. Nama asli saya adalah Muh.Hidayat. Seorang blogger yang kebetulan
nyantol jadi dokter umum. Melalui blog ini saya ingin berbagi kepada teman2, khususnya
seputar dunia medis. Mengutip pepatah, "happiness only real if shared" Kontak via : email :
kkyazid@yahoo.co.uk fb: hidayat muhammad (yazidannabhani@gmail.com) twitter: @kkyazid
Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai