Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, yang sering

digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa
pusing (dizziness). Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk
pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan.
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.
Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala.
Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam,
yaitu pada sistem vestibularis.
II.

EPIDEMIOLOGI
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan

perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak
pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah
35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala.
III.

ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT KESEIMBANGAN


Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh

tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga
dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas
labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan
bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang
terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan
endolimfa lebih tinggi daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin
membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin
terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior (superior)
dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus. 8,9,10

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya


tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan
proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP,
sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu. 8
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan
pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap
pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor
keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis
terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya
terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan se-luruhnya
tertutup

oleh

suatu

substansi

gelatin

yang

disebut

kupula.

8,9,10

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke
dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan merangsang pelepasan
neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf
aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan,
maka terjadi hiperpolarisasi. 8,10
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat
rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai
semua gerak tubuh yang sedang berlangsung.8
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya
dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa
vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit
reaksinya berkeringat dingin.8
IV.

ETIOLOGI
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera kepala.

Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem vestibuler pada
telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya usia. 13
V.

PATOFISIOLOGI
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
1. Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan

BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari fragmen
otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menernpel
pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi
sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan

keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit
untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke
posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita
dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior
berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan
demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith
tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum
timbulnya pusing dan nistagmus. 4,6,14,15
2. Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas
di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang
sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang
partikel ini berotasi ke atas sarnpai 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan
cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected),
hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan
kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang
bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang
berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena
gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing.
Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan
"delay" (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak.
Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif
dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan konsep
kelelahan "fatigability" dari gejala pusing. 4,6,14,15
VI.

GEJALA KLINIS
BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat bangun tidur, ketika

berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan pusing berputar yang lama
kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda waktu antara perubahan posisi kepala dengan
timbulnya perasaan pusing berputar. Pada umumnya perasaan pusing berputar timbul sangat

kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30 detik sedangkan serangan berulang sifatnya
menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari hingga berbulan-bulan.3,5,7
Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian hari.
Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat mengalami mual, muntah dan
keringat dingin. Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala dikembalikan ke posisi semula,
namun arah nistagmus yang timbul adalah sebaliknya.Keluhan ini membuat pasien akan
memodifikasi atau membatasi gerakan untuk menghindari episode vertigo. 2-5,7
VII.

DIAGNOSIS

A. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat
perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi
lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo
bisa diikuti dengan mual.6
B. Pemeriksaan fisis
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada
evaluasi neurologis normal.6 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike.
Cara melakukannya sebagai berikut :3,5
-Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo
mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
-Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o 40o, penderita diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
- Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini akan
menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang
berada di KSS posterior.

- Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
- Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan
selama 10-15 detik.
- Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan ipsilateral.
- Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang berlawanan
dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
- Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan
seterusnya

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang,
namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah
provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian nistagmus
menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus

dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan
dengan nistagmus.3

VII.

DIAGNOSIS BANDING

Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan suatu
kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah yang hebat,
serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga
empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit wrtuk mengatasi gejala dan
dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan
selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak
ada perubahan pendengaran.9
Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga
dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat akut
atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada
struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya.
Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal
ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan
oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas
ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi
vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber
dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik
yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin. 9
Penyakit Meniere

Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan
mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan
vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.
Patofisiologi : pembengkakan endolimfe akibat penyerapan endolimfe dalam skala
media oleh stria vaskularis terhambat.
Manifestasi klinis : vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai
beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai pengurnngan pendengaran, tinitus yang
kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali, dapat
disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuansinya bertambah. 16
VIII.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang
terdapat pada utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah manuver seperti yang
diperlihatkan pada gambar di bawah. Manuver mungkin diulangi jika pasien masih
menunjukkan gejala-gejala. Bone vibrator bisa ditempatkan pada tulang mastoid selama
manuver dilakukan untuk menghilangkan debris. 6

Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk dengan kepala
dimiringkan 45o pada sisi yang memicu. (1) pasien diposisikan sama dengan posisi Hall-pike
sampai vertigo dan nistagmus mereda. (2) kepala pasien kemudian diposisikan sebaliknya,

hingga telinga yang terkena berada di atas dan telinga yang tidak terkena berada di bawah. (3)
seluruh badan dan kepala kemudian dibalikkan menjauhi sisi telinga yang terkena pada posisi
lateral dekubitus, dengan posisi wajah menghadap ke bawah. (4) langkah terakhir adalah
mendudukkan kembali pasien dengan kepala ke arah yang berlawanan pada langkah 1.6
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini
gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi
intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi
kanalis semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang
utama nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi
langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi
pendengaran.6
IX. PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus.
Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan
sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%. 4

DAFTAR PUSTAKA
1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2009 May 30th].
Available from : URL:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia kedokteran .html
2. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah
Mada

University

Press;

2000.

p.341-59

3. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor.


Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2008.

Hal.

104-9

4. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May
20th].

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview

5. Furman JM, Cass SP. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. NEJM [online] 2009 [cited
2009 May 30th]. Available from : http://content.nejm.org/cgi/reprint/341/21/1590.pdf
6. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current Diagnosis
& treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill
Companies.

2004.

761-5

7. Anonim. Si Penyebab Kepala Berputar. [online] 2009 [cited 2009 May 20th]. Available
from

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/category_news.asp?IDCategory=23.

8. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad E,


Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta :
Balai

Penerbit

FKUI.

2008.

Hal.

94-101

9. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H, Santoso R, Editor :
Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta : EGC. 1997. h 39-45
10. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi Manusia dari
Sel

ke

Sistem.

Edisi

2.

Jakarta:

EGC.

1996.

176-189

11. Balasubramanian. BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo). [online] 2009 [cited
2009

May

30th].

Available

from

:http://www.drtbalu.com/BPPV.html

12. Anonym. The Membranous Labyrinth Of The Vestibular. [online] 2009 [cited 2009 May
30th].

Available

from

http://cache-media.britannica.com/eb-media/86/4086-004-

EA855487.gif
13. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May 20th].
Available from : http://www .dizziness-and-balance.com/bppv.htm

Anda mungkin juga menyukai