Anda di halaman 1dari 19

BENIGN PAROKSISMAL POSITION VERTIGO (BVVP)

A. Pengertian Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)


Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada
sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan.1

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering
dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada
perubahan posisi kepala. Beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi
tertentu yang menimbulkan keluhan vertigo. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat,
berlangsung singkat hanya beberapa detik saja. Keluhan dapat disertai mual bahkan
sampai muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan lagi. Hal
ini yang menyebabkan penderita sangat berhati-hati dalam posisi tidurnya. Vertigo
jenis ini sering berulang kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya.1

B. Anatomi dan Fisiologi Alat Keseimbangan

Gambar 1 : Anatomi Organ Keseimbangan

1
Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang yang
paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam,
tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas
labirin tulang dan labirin membrane. Labirin membrane terletak dalam labirin tulang
dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membrane dan
labirin tulang terdapat perilimf, sedang endolimf terdapat didalam labirin membrane.
Berat jenis endolimf lebih tinggi daripada cairan perilimf. Ujung saraf vestibuler
berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimf, yang berada pada
labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis semisirkularis, yaitu horizontal
(lateral), anterior (superior), posterior (inferior). Selain ke tiga kanalis ini terdapat
pula utrikulus dan sakulus.1

Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan, yaitu:

1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam pendengaran.
2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis, sakulus dan
utrikulus. Berperan dalam mengatur keseimbangan. (di utrikulus dan sakulus
sel sensoriknya berada di makula, sedangkan di kanalis sel sensoriknya berada
di krista ampulanya).1
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan
disekitarnya tergantung kepada inputbsensorik dari reseptor vestibuler di labirin,
organ visial dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut
akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.1

Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis
semisirkularis dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua jenis sel.
Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap
percepatan sudut, sedangkan sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linier,
khususnya percepatan inier dan terhadap perubahan posisi kepala relatif terhadap
gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan percepatan linier ini

2
disebabkan oleh geometridari kanalis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari struktur-
struktur yang menutupi sel rambut.1

Sel rambut

Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut
pada organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang
dijelaskan oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan
menyebabkan stereosilia membengkok kearah kinosilium, maka sel-sel rambut akan
tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang berlawanan sehingga stereosilia menjauh
dari kinosilium maka sel-sel rambut akan terinhibisi.2

Kanalis semisirkularis

Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada
rotasi sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak lurus
satu dengan yang lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak
hampir satu bidang yang sama dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu rotasi,
salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi sementara yang satunya akan
terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi lurus normal dan terdapat percepatan
dalam bidang horizontal yang menimbulkan rotasi ke kanan, maka serabut-serabut
aferen dari kanalis hirizontalis kanan akan tereksitasi, sementara serabut-serabut yang
kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal misalnya rotasi kedepan, maka
kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan tereksitasi, sementara kanalis posterior
akan terinhibisi.2

Organ otolit

Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang hampir
horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda dengan
sel rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak
semuanya sama. Pada makula utrikulus, kinosilium terletak di bagian samping sel

3
rambut yang terdekat dengan daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala
miring atau mengalami percepatan linier, sebagian serabut aferen akan tereksitasi
sementara yang lainnya terinhibisi. Dengan adanya polarisasi yang berbeda dari tiap
makula, maka SSP mendapat informasi tentang gerak linier dalam tiga dimensi,
walaupun sesungguhnya hanya ada dua makula.2

Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron


ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan mata dan
refleks vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu
komponen lambat berlawanan arah dengan putaran kepala dan suatu komponen cepat
yang searah dengan putaran kepala. Komponen lambat mengkompensasi gerakan
kepal dan berfungsi menstabilkan suatu bayangan pada retina. Komponen cepat
berfungsi untuk kembali mengarahkan tatapan ke bagian lain dari lapangan pandang.
Perubahan arah gerakan mata selama rangsangan vestibularis merupakan suatu
contoh dari nistagmus normal.2

C. Epidemiologi

merupakan penyakit degenerative yang sering ditemukan, kebanyakan diderita


pada usia dewasa muda dan usia lanjut. Pada anak belum pernah dilaporkan. Menurut
Chang usia awitan (onset) serangan BVVP adalah antara 50-70 tahun. Berdasarkan
jenis kelamin didapatkan bahwa perempuan lebih banyak dari pada laki-laki sebanyak
65 % pada perempuan dan 35 % pada laki-laki.1,3

D. Etiologi

Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa


kasus BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi
telinga tengah atau operasi stapedektomi dan proses degenerasi pada telinga dalam
juga merupakan penyebab BPPV sehingga insiden BPPV meningkat dengan
bertambahnya usia. 1,4

4
Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial
berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit ini
menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai
keadaan posisi kepala yang berubah.1

E. Patofisiologi

Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis


semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain.
Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni
ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan
cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila
seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam kanalis
semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke
arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak
sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris dalam
kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi kupula ke
arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan
sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga timbul sensasi berupa
vertigo.1,5

Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori


kupulolitiasis dan kanalolitiasis.

Teori Kupulolitiasis

Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk


menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat
pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik yang
melekat pada kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya partikel ini
maka kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi. Teori ini dapat

5
dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada puncak sebuah
tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang menjadi sulit untuk tetap
dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah ke sisi benda
yang melekat. Oleh karena itu kupula sulit untuk kembali ke posisi netral. Akibatnya
timbul nistagmus dan pening (dizziness).6

Teori Kanalitiasis

Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala
BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam
kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis
posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi
terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga
posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90. Setelah beberapa saat, gravitasi
menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa dalam
kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi
kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala dikembalikan ke
awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah yang
berlawanan.3,5

Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi kepala
dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat teori
ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis poster.
Saat melakukan operasi kanalis tersebut.5

Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras,
otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini
kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam
kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada
BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca trauma kepala. 5

6
Gambar 2: Patofisiologi

F. Diagnosis
1. Gejala Klinis

Pasien dengan BPPV khasnya mengeluhkan serangan singkat vertigo berputar


yang hebat yang muncul tidak lama setelah pergerakan kepala dengan cepat biasanya
ketika kepala mendongak keatas atau menoleh ke salah satu sisi, dengan telinga yang
terkena berada disisi atas (misalnya pasien berubah posisi di tempat tidur). Vertigo
menghilang dalam waktu 10-60 detik. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat,
berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya
lebih lama. Keluhan dapat disertai mual dan muntah .1,7

2. Pemeriksaan Fisik

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan cara
memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo
dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-

7
Hallpike atau Sidelying. Perasat Dix-hallpike lebih sering digunakan karena pada
perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning treatment.
Pada pasien BPPV parasat Dix-Hallpike akan mencetuskan vertigo (perasaan pusing
berputar) dan nistagmus.1

Gambar 3. Perasat Dix-Hallpike

1. Pemeriksaan perasat Dix-Hallpike


Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat Dix-Hallpike
secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat Dix-Hallpike kanan pada
bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat Dix- Hallpike kiri
pada bidang posterior kiri. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien
duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan
cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala
pasien menggantung 20-300 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai
respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama 1 menit
atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini dapat langsung
dilanjutkan dengan canalith repositioning treatment (CRT). Bila tidak ditemukan
respon yang abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien
secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat
Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40

8
detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon abnormal, dapat
dilanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila tidak
dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan
kembali.1

2. Perasat Sidelying
Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang menempatkan
kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan pada bidang
tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah, dan
perasat sidelying kiri yang menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior
kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal
posterior pada posisi paling bawah.1,3,4

Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja
, kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.
Pasien kembali ke posisi duduk untuk untuk dilakukan perasat sidelying kiri, pasien
secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu
40 detik sampai timbul respon abnormal. 1

Gambar 4. Perasat Sidelying

9
RESPON ABNORMAL

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, nmun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada
pasien VPPJ setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbul lambat, 40 detik,
kemudian nistagmus menghilang kurang dari 1 menit jika penyebabnya kanalitiasis,
pada kupololitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari 1 menit, biasanya serangan
vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus. 1

Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat


arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke
depan.

Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior
kanan
Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior kiri
Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis anterior
kanan.
Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis anterior
kiri
Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying pada
bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. 1

. 3. Tes kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30oC, sedangkan suhu air panas
adalah 44oC. volume air yang dialirkan kedalam liang telinga masing-masing 250 ml,
dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul.
Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air
dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada tiap-

10
tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien
diistirahatkan selama 5 menit ( untuk menghilangkan pusingnya).1
Table 1. perbedaan vertigo vestibuler dan vertigo non vestibuler4
Vertigo vestibuler Vertigo non vestibuler
Sifat vertigo Rasa berputar (true Rasa melayang, sempoyongan
vertigo)
Sifat serangan Episodic Kontinyu
Mual muntah + -
Gangguan +/- -
pendengaran
Gerakan Gerakan kepala Gerakan obyek visual
pencetus
Situasi pencetus - Banyak orang, lalu lintas macet,
sibuk, pasar swalayan
Letak lesi Sistem vestibuler System visual, somatosensorik
(proprioseptif)

Table 2. perbedaan vertigo vestibuler perifer dan vertigo vestibuler sentral4


vertigo vestibuler perifer vertigo vestibuler sentral
Bangkitan vertigo mendadak Lebih lambat
Intensitas berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala + -
Gerakan otonom +/+ +/-
Gangguan pendengaran + -
Tanda fokal otak - +

11
G. Diagnosis Banding
1. Vestibular Neuritis

Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan


suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah
yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang
dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di rumah sakit untuk
mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami
ketidakstabilan dan ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik
dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.1,2,7
2. Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga
dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat
akut atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu
infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak
banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran
dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu
infeksi dan bukan disebabkan oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi
pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam.
Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang
terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan
suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik yang akhirnya
menyebabkan sklerosi labirin.1 ,2,7
3. Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui,
dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus, dan
serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.1,2,7

12
H. Penatalaksanaan
Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT
(Canalith repositioning Treatment ) , perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff.

1. Canalith Repositioning Treathment (CRT)

Reposisi kanalit dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur


sederhana dan tidak invasif. Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan
setelah pasien menjalani 1-2 sesi terapi. CRT sebaiknya dilakukan setelah perasat
Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi
adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang
terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun kepala pasien dirotasikan
tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke
utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi menimbulka gejala. Bila kanalis posterior
kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan.perasat ini dimulai
pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala
ditahan pada posisi tersebut selama 1-2menit, kemudian kepala direndahkan dan
diputar secara perlahan kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu
badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap
kekiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat lantai .
akhirnya pasien kembali keposisi duduk dengan menghadap kedepan. Setelah terapi
ini pasien dilengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak merunduk,
berbaring, membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi
duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari. 1,3

Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalithiasis pada
kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri dan kanal
posterior, CRT kiri merupakan metode yang dapat di gunakan yaitu dimulai dengan
kepala menggantung kiri dan membalikan tubuh kekanan sebelum duduk. 1

13
Gambar 5. CRT kanan

Gambar 6. Epley maneuver

14
2. Perasat liberatory

Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat untuk


memindahkan otolit ( debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang
dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat. Apakah kanal anterior atau
posterior. 1

Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat liberatory


kanan perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada
meja pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap kekiri 450. pasien yang duduk
dengan kepala menghadap kekiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan
kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit pasien digerakkan secara cepat
ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan kepala menoleh 450
kekiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan
kembali keposisi duduk. Penopang leher kemudian dikenakan dan diberi instruksi
yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT. 1

Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama , namun
kepala diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat, perasat
liberatory kiri harus dilakukan (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri
kemudian posisi sidelying kanan) dengan kepala menghadap ke kanan. Bila kanal
anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar
menghadap ke kiri. 1

15
Gambar 7 : Liberatory kanan

Gambar 8 : Manuver Semont Liberatory


3. Latihan Brandt Daroff

Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh pasien
sendiri tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi duduk
dengan kepala menoleh 450 , lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan. Posisi
ini dipertahankan selama 30 detik. Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk 30
detik. Setelah itu pasien menolehkan kepalanya 450 ke sisi yang lain, lalu badan
dibaringkan ke sisi yang berlawanan selama 30 detik. Latihan ini dilakukan secara
rutin 10-20 kali. 3 seri dalam sehari. 1,3

16
Gambar 9: Latihan Brandt-Daroff
Menurut Rully Ferdiansyah dkk dari hasil penelitian proporsi kesembuhan
pasien BPPV yang menjalani terapi CRT pada evaluasi satu minggu adalah sebesar50
%, sedangkan proporsi kesembuhan pasien BPPV yang menjalani terapi kombinasi
CRT dengan latihan Brand Daroff adalah sebesar 65%.3
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien
ini gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan
patologi intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh

17
respon stimulasi kanalis semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler
superior, atau cabang utama nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah
tradisional dilakukan dengan transeksi langsung nervus vestibuler dari fossa posterior
atau fossa medialis dengan menjaga fungsi pendengaran.6

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Bashiruddin J, Soepardi EA, Iskandar N. vertigo posisi paroksisimal jinak dalam:

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam.

Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.2007. hal 104-109

2. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Sistem Vestibularis dalam: Buku Ajar Penyakit

THT. Edisi Keenam. Jakarta : EGC.1997.hal 39-40

3. Ferdiansyah Rully, Bramantyo Brastho, Alviandi Widayat, Bashiruddin Jenny.

Evaluasi pasien vertigo posisi paroksismal jinak dengan terapi reposisi kanalit dan

latihan Brandt Daaroff dalam: Laporan Penelitian, Jakarta: FKUI

4. Sektiawan TA. Benign paroksismal Position Vertigo (BPPV) pada lelaki usia 67

tahun dalam: Laporan Kasus.2011 available from URL: www.sribd.com

5. Sherwood L. Pendengaran dan Keseimbangan dalam : Fisiologi manusia. Edisi dua.

Jakarta:EGC.1996.hal 186-188

6. Sahat Hollerik. Vertigo yang disebabkan oleh perubahan posisi. Available from URL:

www.scribd.com

7. Baehr Mathias, Frotscher Michael.Lesi vestibular Posisi dalam: Diagnosis Topik

Neurologi DUUS. Edisi empat. Jakarta: EGC.2007 . hal 170-171

19

Anda mungkin juga menyukai