Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) atau Vertigo Posisi

Paroksismal Jinak (VPPJ) adalah gangguan keseimbangan yang sering

dijumpai. Penyakit ini merupakan penyakit degeneratif yang idiopatik yang

sering ditemukan, kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut.

BPPV ini juga lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan pria dengan

perbandingan 2:1.1,2

BPPV merupakan penyebab vertigo yang paling sering di Amerika

Serikat, prevalensinya adalah 64 dari 100.000 penduduk. Diperkirakan hampir

20% yang datang berobat ke dokter merupakan BPPV.1 Di Indonesia, BPPV

merupakan vertigo perifer yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 30%. Usia

penderita BPPV yang paling banyak adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan

pada orang yang berusia kurang dari 35 tahun bila tidak didahului riwayat

trauma kepala. 3

Pengobatan BPPV telah berubah pada beberapa tahun terakhir.

Pengertian baru tentang patofisiologi mempengaruhi perubahan

penanggulangannya. Dengan demikian identifikasi dan penatalaksanaan dapat

dilakukan dengan tepat. 1

Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan

mengenai BPPV terus berkembang, disamping itu kasus ini sering dijumpai

1
pada usia produktif dan menganggu aktivitas, serta perlunya kita mengetahui

diagnosis dini dan penatalaksanaan mutakhir penyakit ini maka dalam

makalah ini akan dibahas seluruh aspek penting mengenai BPPV.

1.2. Batasan Masalah

Pembahasan tulisan ini dibatasi pada defenisi, patogenesis,

diagnosis dan penatalaksanaan benign paroxysmal positional vertigo

(BPPV).

1.3. Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca

umumnya dan penulis khususnya mengenai benign paroxysmal positional

vertigo (BPPV)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering

digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness)

atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar

tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena dikalangan

awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara

bergantian.4

Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yang artinya memutar-merujuk

pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang,

umumnya disebabkan gangguan sistim keseimbangan 4

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) didefinisikan sebagai

vertigo dengan nistagmus vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan oleh

perubahan posisi kepala. Terdapat masa laten sebelum timbulnya nistagmus,

reversibilitas, kresendo, dan fenomena kelelahan (fatigue). Lama nistagmus

terbatas, umumnya kurang dari 30 detik. BPPV dikenal juga dengan nama vertigo

postural atau kupulolitiasis, merupakan gangguan keseimbangan perifer yang

sering dijumpai. 4,5

3
2.2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer 1,5

Gambar 1. Right membranous labyrinth 6

Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang

yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga

dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin

terdiri atas labirin tulang dan labirin membrane. Labirin membrane terletak dalam

labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin

membrane dan labirin tulang terdapat perilimf, sedang endolimf terdapat didalam

labirin membrane. Berat jenis endolimf lebih tinggi daripada cairan perilimf.

Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam

perilimf, yang berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis

semisirkularis, yaitu horizontal (lateral), anterior (superior), posterior (inferior).

Selain ke tiga kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus.

4
Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan,

yaitu:

1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam

pendengaran.

2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis, sakulus

dan utrikulus. Berperan dalam mengatur keseimbangan. (di utrikulus dan

sakulus sel sensoriknya berada di makula, sedangkan di kanalis sel

sensoriknya berada di krista ampulanya)

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan

disekitarnya tergantung kepada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin,

organ visial dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik

tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada

saat itu.1,5

Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis

semisirkularis dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua jenis

sel. Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap

percepatan sudut, sedangkan sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linier,

khususnya percepatan linier dan terhadap perubahan posisi kepala relatif terhadap

gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan percepatan linier ini

disebabkan oleh geometridari kanalis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari

struktur-struktur yang menutupi sel rambut.

5
Sel rambut

Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut

pada organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang

dijelaskan oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan

menyebabkan stereosilia membengkok kearah kinosilium, maka sel-sel rambut

akan tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang berlawanan sehingga stereosilia

menjauh dari kinosilium maka sel-sel rambut akan terinhibisi.

Kanalis semisirkularis

Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada

rotasi sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak

lurus satu dengan yang lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga

terletak hampir satu bidang yang sama dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu

rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi sementara yang satunya

akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi lurus normal dan terdapat

percepatan dalam bidang horizontal yang menimbulkan rotasi ke kanan, maka

serabut-serabut aferen dari kanalis hirizontalis kanan akan tereksitasi, sementara

serabut-serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal

misalnya rotasi kedepan, maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan

tereksitasi, sementara kanalis posterior akan terinhibisi.

Organ otolit

Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang

hampir horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal.

6
Berbeda dengan sel rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut

pada organ otolit tidak semuanya sama. Pada makula utrikulus, kinosilium terletak

di bagian samping sel rambut yang terdekat dengan daerah sentral yaitu striola.

Maka pada saat kepala miring atau mengalami percepatan linier, sebagian serabut

aferen akan tereksitasi sementara yang lainnya terinhibisi. Dengan adanya

polarisasi yang berbeda dari tiap makula, maka SSP mendapat informasi tentang

gerak linier dalam tiga dimensi, walaupun sesungguhnya hanya ada dua makula.

Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron

ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan mata

dan refleks vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang

mempunyai suatu komponen lambat berlawanan arah dengan putaran kepala dan

suatu komponen cepat yang searah dengan putaran kepala. Komponen lambat

mengkompensasi gerakan kepal dan berfungsi menstabilkan suatu bayangan pada

retina. Komponen cepat berfungsi untuk kembali mengarahkan tatapan ke bagian

lain dari lapangan pandang. Perubahan arah gerakan mata selama rangsangan

vestibularis merupakan suatu contoh dari nistagmus normal.

2.3. Etiologi

Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).

Beberapa kasus BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau

leher, infeksi telinga tengah atau operasi stapedektomi dan proses degenerasi pada

telinga dalam juga merupakan penyebab BPPV sehingga insiden BPPV

meningkat dengan bertambahnya usia. 1,2,4,7

7
Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial

berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit ini

menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang

menyertai keadaan posisi kepala yang berubah.4

2.4. Perjalanan penyakit

Perjalanan penyakit dari BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar

kasus gangguan menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu,

namun dapat kambuh setelah beberapa waktu, bulan atau tahun kemudian. Ada

pula penderita yang hanya satu kali mengalaminya. Sesekali dijumpai penderita

yang kepekaannya terhadap vertigo posisional berlangsung lama.2,4

Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit.

Namun, bila ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama sampai

beberapa menit. Bila serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini mengakibatkan

penderitanya merasakan kepalanya menjadi terasa ringan, merarsa tidak stabil,

atau rasa mengambang yang menetap selama beberapa jam atau hari.2,6,7

BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia 40-

an dan 50-an tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV jarang

dijumpai pada anak atau orang yang sangat tua. Nistagmus kadang dapat

disaksikan waktu terjadinya BPPV dan biasanya bersifat torsional (rotatoar). 2

2.5. Patofisiologi

Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis

semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain.

8
Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni

ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan

cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila

seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam kanalis

semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke

arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak

sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris

dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi

kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini

menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga

timbul sensasi berupa vertigo.2,4

Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori

kupulolitiasis dan kanalolitiasis.

Teori Kupulolitiasis

Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk

menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang

melekat pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik

yang melekat pada kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya

partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi.

Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada

puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang menjadi sulit

untuk tetap dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah

9
ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu kupula sulit untuk kembali ke posisi

netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening (dizziness).2,4

Teori Kanalitiasis

Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala

BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam

kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis

posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi

terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga

posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90°. Setelah beberapa saat,

gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa

dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula.

Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala

dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus

pada arah yang berlawanan. 2,4

Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi

kepala dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991

memperkuat teori ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis

semisirkularis poster. Saat melakukan operasi kanalis tersebut. 2,4,6

Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras,

otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas

ini kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit

didalam kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo

pada BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca trauma kepala. 2,4,6

10
Gambar 2: Patofisiologi 6

2.6. Diagnosis

1. Gejala Klinis

BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat

bangun tidur, ketika berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien

merasakan pusing berputar yang lama kelamaan berkurang dan hilang.

Terdapat jeda waktu antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya

perasaan pusing berputar. Pada umumnya perasaan pusing berputar timbul

sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30 detik sedangkan

serangan berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan

berhari-hari hingga berbulan-bulan.2,4,6

Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang

di kemudian hari. Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien

dapat mengalami mual dan muntah. Sensasi ini dapat timbul lagi bila

11
kepala dikembalikan ke posisi semula, namun arah nistagmus yang timbul

adalah sebaliknya. 2-4,6

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat

ditegakkan dengan memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang

abnormal dan respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat.

Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau perasat Sidelying.1

Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai

berikut : 1) terdapat posisi kepala yang mencetuskan serangan; 2)

nistagmus yang khas; 3) adanya masa laten; 4) lamanya serangan terbatas;

5) arah nistagmus berubah bila posisi kepala dikembalikan ke posisi awal;

6) adanya fenomena kelelahan/fatique nistagmus bila stimulus diulang 2-4,6

2. Pemeriksaan fisik dan penunjang.

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat

ditegakkan dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus

yang abnormal dan respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat.

Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau Sidelying. Perasat

Dix-hallpike lebih sering digunakan karena pada perasat tersebut posisi

kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning treatment. Pada

pasien BPPV parasat Dix-Hallpike akan mencetuskan vertigo (perasaan

pusing berputar) dan nistagmus.1-4,6,7

12
Gambar 3. Perasat Dix-Hallpike

2.1.Pemeriksaan perasat Dix-Hallpike

Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat

Dix-Hallpike secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat Dix-

Hallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan

dan perasat Dix- Hallpike kiri pada bidang posterior kiri. Untuk

melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja

pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien

dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien

menggantung 20-300 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik

sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan

selama ±1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan

pemeriksaan ini dapat langsung dilanjutkan dengan canalith repositioning

treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon yang abnormal atau bila

perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan

didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike

kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40

detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon

abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon

13
abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara

perlahan-lahan didudukkan kembali.1,3,4

Gambar 4. Perasat Sidelying

2.2.Perasat Sidelying

Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang

menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis

posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal

posterior pada posisi paling bawah, dan perasat sidelying kiri yang

menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan

kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan

kanal posterior pada posisi paling bawah.1,3,4

Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung

di tepi meja , kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai

timbul respon abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk untuk

dilakukan perasat sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri

14
dengan kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40 detik sampai timbul

respon abnormal. 1,3,4

RESPON ABNORMAL

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan

provokasi ke belakang, nmun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak

lagi nistagmus. Pada pasien VPPJ setelah provokasi ditemukan nistagmus

yang timbul lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang

dari 1 menit jika penyebabnya kanalitiasis, pada kupololitiasis nistagmus

dapat terjadi lebih dari 1 menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul

bersamaan dengan nistagmus. 1,3,4

Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan

mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien

menatap lurus ke depan.

 Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis

posterior kanan

 Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis

posterior kiri

 Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada

kanalis anterior kanan.

 Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis

anterior kiri

15
Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying

pada bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. 1,3,4

Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) tidak dapat

memperlihatkan nistagmus jenis rotatoar yang dapat ditemukan pada

penderita BPPV. ENG berguna dalam deteksi adanya nistagmus dan waktu

timbulnya pada nistagmus jenis lain. Tes kalori akan menunjukkan hasil

yang normal. BPPV dapat dijumpai pada telinga yang tidak menunjukkan

adanya respon terhadap tes kalori. Hal ini disebabkan tes kalori menguji

kanalis semisirkularis (KSS) horizontal. KSS Horizontal dan posterior

memiliki persarafan dan suplai pembuluh darah yang berbeda. Dengan

demikian BPPV yang timbul pada pasien yang tidak memberikan respon

pada tes kalori disebabkan oleh kanalit pada KSS posterior atau

anterior.3,4,7

2.7. Diagnosis Banding

1. Vestibular Neuritis

Merupakan vertigo rotasional yang berat dan onset akut, disertai

nystagmus spontan, ketidakstabilan postur, dan nausea tanpa diikuti

kelainan auditorik. Pada hakikatnyna merupakan suatu kelainan klinis

dimana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah yang

hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan.

16
2. Labirinitis

Merupakan suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme

telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinins dan patologik yang

berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif.

Secara keseluruhan pada labirinitis mengalami gangguan pendengaran

lebih dari 50% dari kasus penderita. Sering muncul 10-14 hari setelah

penyakit morbili, parotitis, varicella, herpes, dan bias juga muncul

akibat komplikasi dari otitis media kronis atau mastoiditis.

3. Meniere Disease

Suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan

mempunya trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran,

tinnitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.

Manifestasi klinis vertigo disertai muntah, penurunan pendengaran,

tinnitus yang kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Dapat

disertai gejala vegetatif.

4. Vertebrobasiler Insufisiensi (VBI)

Merupakan penyakit penting dari vertigo dan disekuilibrium pada usia

lanjut, karena memberi kontribusi baik komponen perifer maupun

sentral darii sistem vestibuler. Sindroma insufisiensi vertebrobasiler

mempunyai karakteristik episode serangan vertigo yang berkombinasi

dengan gejala lainnya berupa dipoplia, ilusi, halusinasi visual, defek

lapang pandang, drop attack, gangguan koordinasi, ataksia, kelemahan

17
motorik, rasa bingung, nyeri kepala, disartria, disfagia, tinnitus, hilang

pendengaran.

2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan

fungsi vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar

pemilihan tata laksana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami

resolusi sendiri dalam waktu mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian

ahli hanya menyarankan observasi. Akan tetapi selama waktu observasi tersebut

pasien tetap menderita vertigo. Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan

terjatuh bila vertigo tercetus pada saat ia sedang beraktivitas.1,2,6

Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak

menghilangkan vertigo. Istilah “vestibulosuppresant” digunakan untuk obat-

obatan yang dapat mengurangi timbulnya nistagmus akibat ketidakseimbangan

sistem vestibuler. Pada sebagian pasien pemberian obat-obat ini memang

mengurangi sensasi vertigo, namun tidak menyelesaian masalahnya. Obat-obat ini

hanya menutupi gejala vertigo. Pemberian obat-obat ini dapat menimbulkan efek

samping berupa rasa mengantuk. Obat-obat yang diberikan diantaranya diazepam

dan amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin

adalah golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah ditelinga

dalam dan mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor H3. 2,3,4

Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT

(Canalith repositioning Treatment ) , perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff.

18
Reposisi kanalit dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur

sederhana dan tidak invasif. Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat

disembuhkan setelah pasien menjalani 1-2 sesi terapi. CRT sebaiknya dilakukan

setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat

mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau kanal posterior

dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun kepala

pasien dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis

semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi menimbulka

gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan

CRT kanan.perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan

respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2menit,

kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan kekiri dan

dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan

kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap kekiri dengan sudut 450

sehingga kepala menghadap kebawah melihat lantai . akhirnya pasien kembali

keposisi duduk dengan menghadap kedepan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi

dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak merunduk, berbaring,

membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk

dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari. 1,3,4

Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalithiasis

pada kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri

dan kanal posterior, CRT kiri merupakan metode yang dapat di gunakan yaitu

19
dimulai dengan kepala menggantung kiri dan membalikan tubuh kekanan sebelum

duduk. 2,3,4

Gambar 5. CRT kanan

20
Gambar 6. Epley maneuver

Gambar 7. Liberatory kanan

Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat untuk

memindahkan otolit (debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang

dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat. Apakah kanal anterior

atau posterior. 1,3,4

21
Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat

liberatory kanan perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk

duduk pada meja pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap kekiri 450.

pasien yang duduk dengan kepala menghadap kekiri secara cepat dibaringkan ke

sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit pasien

digerakkan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri

dengan kepala menoleh 450 kekiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama

1 menit dan perlahan-lahan kembali keposisi duduk. Penopang leher kemudian

dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan

CRT. 1,3,4

Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama ,

namun kepala diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat,

perasat liberatory kiri harus dilakukan (pertama pasien bergerak ke posisi

sidelying kiri kemudian posisi sidelying kanan) dengan kepala menghadap ke

kanan. Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan

dengan kepala diputar menghadap ke kiri. 1,3,4

Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh

pasien sendiri tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi

duduk dengan kepala menoleh 450 , lalu badan dibaringkan ke sisi yang

berlawanan. Posisi ini dipertahankan selama 30 detik. Selanjutnya pasien kembali

ke posisi duduk 30 detik. Setelah itu pasien menolehkan kepalanya 450 ke sisi

yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan selama 30 detik.

Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali. 3 seri dalam sehari. 1,3,4

22
Gambar 8. Latihan Brandt-Daroff

Tindakan bedah hanya dilakukan bila prosedur reposisi kanalit gagal

dilakukan. Terapi ini bukan terapi utama karena terdapat risiko besar terjadinya

komplikasi berupa gangguan pendengaran dan kerusakan nervus fasialis.

Tindakan yang dapat dilakukan berupa oklusi kanalis semisirkularis posterior,

pemotongan nervus vestibuler dan pemberian aminoglikosida transtimpanik.2,6

2.9. Prognosis

Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositionung procedure)

biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa

kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%.

CRP/Epley maneuver terbukti efektif dalam mengontrol gejala BPPV dalam

waktu lama.

23
Pada beberapa kasus dapat terjadi adanya remisi dan rekurensi yang tidak

dapt diprediksi dan rata-rata rekurensi 10-15% per tahun. Jika terdapat rekurensi,

maka dilakukan maneuver reposisi ulang.

24
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah gangguan

keseimbangan perifer yang datang tiba-tiba akibat perubahan posisi

kepala.

2. Patofisiologi dari BPPV terdiri dari dua teori yaitu teori kupulolitiasis

dan kanalitiasis.

3. Diagnosis dari BPPV ditegakkan bila ditemukan gejala berupa pusing

berputar yang dicetuskan oleh perubahan posisi kepala, timbul

nistagmus, terdapat masa laten sebelum nistagmus muncul, lama

serangan terbatas, arah nistagmus berubah bila posisi kepala

dikembalikan ke posisi awal dan nistagmus melemah bila dirangsang

terus-menerus (fatigue).

4. Penatalaksanaan dari BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk

menekan fungsi vestibuler (vestibulosuppresant), reposisi kanalit dan

pembedahan.

3.2. Saran

Perlunya pembelajaran lebih lanjut mengenai benign paroxysmal

positional vertigo (BPPV).

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Bashiruddin J, vertigo posisi paroksisimal jinak. dalam : Soepardi EA, Iskandar

N editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.

Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.2007. hal 104-109

2. Li J, Benign paroxysmal positioning vertigo. Diakses dari : www.emedicine.com.

Pada tanggal 5 Januari 2018.

3. Lumbantobing SM. Vertigo Tujuh Keliling. Edisi pertama. Jakarta:Balai Penerbit

FK-UI.1996

4. Riyanto B. Vertigo: Aspek Neurologi Jakarta: Cermin dunia Kedokteran

no.144.2014. hal 41-46

5. Anderson JH, Levine SC, sistem vestibulari. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler

PA, editor. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi keenam. Jakarta: EGC.1997.Hal

39-44

6. Hain, Timothy C. Benign Paroxismal Positioning Vertigo. Diakses dari :

www.entgr.com/bppv.htm. pada tanggal 5 Januari 2018

7. Nurimaba N, Patofisiologi. Dalam : PERDOSSI editor. Vertigo Patofisiologi,

Diagnosis, dan Terapi. Jakarta:Jansen Pharmaceutica.1999 Hal 29-31

26

Anda mungkin juga menyukai