Anda di halaman 1dari 14

Definisi

Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo vestibuler


perifer paling sering di temui. Vertigo ini diakibatkan perubahan posisi kepala secara
cepat dan tiba-tiba seperti saat bergulir di tempat tidur, membungkuk, atau
menengadah ke atas.

Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung hanya beberapa saat atau bisa
berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika
berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak
sama sekali. Dapat disertai rasa mual tetapi jarang sampai muntah, yang
mengakibatkan penderita menjadi sangat khawatir, dapat timbul lagi sehingga
penderita sangat berhati-hati dengan posisinya, sering berulang dan biasanya disertai
nistagmus.

Anatomi dan Fisiologi

Banyak sistem atau organ tubuh yang ikut terlibat dalam mengatur dan
mempertahankan keseimbangan tubuh. Keseimbangan diatur oleh integrasi berbagai
sistem. Di antara sistem ini yang banyak berperan adalah sistem vestibuler, sistem
visual, dan sistem somatosensorik2.

Aparatus vestibularis merupakan komponen khusus pada telinga dalam yang


memberikan informasi untuk sensasi keseimbangan serta koordinasi gerakan-gerakan
kepala dengan gerakan-gerakan mata dan postur tubuh. Sebagian besar informasi yang
dihasilkan oleh sistem vestibularis tidak mencapai tingkat kesadaran. Aparatus
vestibularis terletak dalam tulang temporalis di dekat koklea, terdiri dari 3 kanalis
semisirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior (superior), kss
posterior(inferior), dan organ otolit: utrikulus dan sakulus2.

Gambar 1. Aparatus vestibularis3

Letak geografi alat-alat keseimbangan terhadap kepala maupun terhadap permukaan


bumi4:
Bidang horizontal kepala ialah bidang yang melalui kedua sisi inferior orbita dan
kedua tengah-tengah liang telinga luar kanan dan kiri. Bidang yang melalui kedua kss
horizontal membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal kepala.

Letak bidang kss horizontal tegak lurus terhadap kedua bidang vertikal (bidang
vertikal adalah dua bidang yang masing-masing melalui kss anterior dan kss
posterior).  Kedua bidang vertikal juga saling tegak lurus sehingga ketiga bidang
tersebut seperti letak dinding sebuah kubus (saling tegak lurus)4.

Gambar 2. Posisi kanalis semisirkularis dalam kepala5

Semua komponen aparatus vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi


perilimfe. Masing-masing komponen vestibularis memiliki sel-sel rambut yang
berespon terhadap perubahan bentuk mekanis yang disebabkan oleh gerakan
endolimfe2.

Kanalis semisirkularis akan mendeteksi percepatan atau perlambatan anguler/rotasi


kepala dalam 3 aksis: mengangguk, menggeleng, dan posisi mendekatkan telinga pada
pundak6.

Sel-sel rambut reseptif ini terletak pada ampula, yakni pembesaran di pangkal kanalis.
Rambut-rambut ini terbenam dalam lapisan gelatinosa, yaitu kupula2.
Gambar 3. Sel rambut di dalam ampula kanalis semisirkularis7

Pada saat kepala bergerak, saluran serta bagian-bagian yang melekat pada tulang akan
ikut bergerak sesuai dengan arah rotasi. Namun cairan endolimfe memiliki sifat inersi
(lembam) sehingga awalnya cairan ini tertinggal di belakang. Gerakan ini
menyebabkan kupula condong ke arah berlawanan arah rotasi. Selanjutnya sel-sel
rambut terstimulasi dan meneruskan impuls ke saraf aferen untuk membuat refleks
pada otot leher, batang tubuh, dan ekstremitas untuk mencegah kehilangan
keseimbangan2.

Jika gerakan itu terus berlanjut dan kecepatannya konstan, endolimfe akan menyusul
dan bergerak bersama dengan kepala, sehingga posisi kupula tegak seperti semula.
Sel-sel rambut tidak lagi mengirim impuls ke medula dan serebelum. Saat gerakan
dihentikan, endolimfe akan terus bergerak sesuai dengan arah rotasi sehingga sel-sel
rambut bengkok ke arah rotasi2.

Rambut-rambut pada sel rambut vestibularis merupakan stereosilia, yaitu mikrovilus


yang diperkuat oleh aktin dan kinosilia. Sel-sel rambut tersusun sedemikian rupa
sehingga sel tersebut mengalami depolarisasi (muncul impuls) ketika stereosilia
membengkok ke satu arah dan hiperpolarisasi (muncul hambatan) ketika
membengkok ke arah berlawanan2.

Sel-sel rambut ini membentuk sinaps zat perantara kimiawi dengan ujung-ujung
terminal neuron aferen yang aksonnya menyatu dengan akson struktur vestibular lain
membentuk saraf vestibularis. Saraf ini bersatu dengan saraf auditoris untuk
membentuk saraf vestibulokoklearis2.
Gambar 4. Gerakan kepala menstimulasi sel rambut pada kupula, menghantarkan
sinyal ke saraf sensori8

Organ otolit memberikan informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi
dan juga mendeteksi perubahan dalam gerakan linear. Utrikulus dan sakulus adalah
struktur seperti kantung yang terletak dalam rongga tulang yang terdapat diantara
kanalis semisirkularis dan koklea. Rambut-rambut pada sel rambut reseptif di organ
ini juga menonjol ke dalam suatu lembar gelatinosa di atasnya. Terdapat banyak
kristal halus kalsium karbonat-otolit-otokonia-debu telinga yang terbenam di dalam
lapisan gelatinosa sehingga lapisan tersebut lebih berat dan lembam daripada cairan di
sekitarnya. Ketika seseorang berada dalam posisi tegak, rambut utrikulus berorientasi
secara vertikel (di lantai utrikulus) sementara rambut sakulus berjajar secara
horizontal (di dinding sakulus)2.

Sinyal-sinyal yang berasal dari berbagai komponen aparatus vestibularis dibawa


melalui saraf vestibulokoklearis ke nukleus vestibularis, suatu kelompok badan sel
saraf di batang otak, dan serebelum (pusat penerimaan dan integrasi). Selanjutnya
pusat motorik pada otak tengah dan medula spinalis akan menginisiasi gerakan refleks
otot mata, leher, dan kepala, batang tubuh dan ekstremitas untuk mencapai
keseimbangan2.

Informasi vestibular ini akan diintegrasikan dengan masukan dari permukaan kulit,
sendi, mata, dan otot untuk digunakan dalam 3 hal. Pertama ialah untuk mengontrol
otot-otot mata, sehingga pada saat perubahan posisi kepala, penglihatan mata dapat
terfiksasi di titik-titik yang diam. Sewaktu rotasi dimulai, mata bergerak lambat dalam
arah berlawanan dengan arah rotasi, untuk mempertahankan fiksasi penglihatan
(refleks vestibulookuler, VOR). Bila batas gerakan ini tercapai, mata dengan cepat
berputar kembali ke titik-titik fiksasi baru lalu kembali bergerak lambat ke arah lain.
Komponen lambat dicetuskan oleh impuls dari labirin; komponen cepat dicetuskan
oleh pusat di batang otak. Nistagmus ialah gerakan mata yang jelas, tersentak-sentak,
dan bolak-balik, yang dapat terjadi karena respon input vestibular yang tidak umum
atau patologis. Kedua ialah dalam mempertahankan keseimbangan dan postur yang
diinginkan. Ketiga ialah dalam mempersepsikan gerakan dan orientasi. Orientasi
dalam ruang bergantung pada masukan dari reseptor-reseptor vestibular, penglihatan,
dan juga dari impuls-impuls  propioreseptor di kapsula sendi, yang memberi data
mengenai posisi relatif berbagai bagian tubuh, dan impuls dari eksteroreseptor kulit,
terutama reseptor sentuh dan tekanan. Keempat masukan ini disatukan di tingkat
korteks menjadi gambaran terus-menerus mengenai orientasi seseorang dalam ruang2.
Patofisiologi

Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar. Tapi penyebabnya sudah diketahui
pasti yaitu debris ”otokonia” yang terdapat pada kanalis semisirkularis,  biasanya pada
kanalis posterior. Debris berupa kristal kalsium karbonat yang berasal dari struktur
utrikulus. Diduga debris itu menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi
kupula sehingga timbul gejala vertigo3.

Gambar 5. Debris otokonia pada kanalis semisirkularis9

Kerusakan utrikulus bisa disebabkan oleh cedera kepala, infeksi atau penyakit lain
yang ada di telinga dalam, atau degenerasi karena pertambahan usia. BPPV juga bisa
disebabkan kelainan idiopatik, trauma, otitis media, pembedahan telinga, perubahan
degeneratif karena usia tua dan kelainan pembuluh darah, obat-obat ototoksik seperti
gentamicin. Penyebab lain yang lebih jarang adalah labirinitis virus, neuritis
vestibuler, pasca stapedektomi, fistula perilimfa dan penyakit meniere. Kelompok
idiopatik merupakan kelompok yang paling banyak ditemukan. Perasaan berputar
terkadang sangat hebat yang menyebabkan seolah-olah mengalami blackout10.

Jenis Vertigo

BPPV terjadi karena adanya otokonia di dalam kanalis semisirkularis. Kanalis


semisirkularis terdiri atas kss horizontal (lateral), kss anterior (superior), dan kss
posterior (inferior). BPPV dibagi menjadi tiga berdasarkan kanal yang terlibat, yaitu
varian kanal posterior, kanal anterior, dan lateral.

Referensi:

1. Declan T. Walsh. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi, alih bahasa Caroline
Wijaya, Jakarta:EGC, 1997, hlm. 50, 54, 491.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Ed 2. Jakarta: EGC,
2001.hal:186-8
3. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at:
http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv/bppv.html (diakses
pada 22 September 2008)
4. J. Hadjar E. Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorokan kepala leher. Edisi keenam. 2008. Balai penerbit
FKUI. Jakarta. Halaman 94-101
5. Anonymous. Bipedal Locomotion and Semicircular Canal: One from the
Archives. Available at:
http://scienceblogs.com/afarensis/2006/05/16/bipedal_locomotion_and_semici
r/ (diakses pada 22 September 2008)
6. Ganong WF. Review of Medical Physiology. Ed 22. USA: McGraw Hill,
2005. hal:177-8
7. Anonymous. Vestibular Nuclei and Abducens Nucleus. Available at:
http://www.neuroanatomy.wisc.edu/virtualbrain/BrainStem/13VNAN.html
(diakses pada 22 September 2008)
8. Anonymous. Medical Encyclopedia: Vertigo. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19706.htm (diakses
pada 22 September 2008)
9. Hain TC. Debris Redistribution. Available at: http://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/bppv/movies/Debris-Redistribution.gif (diakses pada
22 September 2008)
10. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorokan kepala leher. Edisi keenam. 2008. Balai penerbit
FKUI. Jakarta. Halaman 104-10

Declan T. Walsh. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi, alih bahasa Caroline Wijaya,
Jakarta:EGC, 1997, hlm. 50, 54, 491.

2. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Ed 2. Jakarta: EGC,


2001.hal:186-8

3. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at:


http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv/bppv.html (diakses pada 22
September 2008)

4. Bashiruddin J. Hadjar E. Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Buku ajar ilmu


kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala leher. Edisi keenam. 2008. Balai
penerbit FKUI. Jakarta. Halaman 94-101

5. Anonymous. Bipedal Locomotion and Semicircular Canal: One from the Archives.
Available at:
http://scienceblogs.com/afarensis/2006/05/16/bipedal_locomotion_and_semicir/
(diakses pada 22 September 2008)

6. Ganong WF. Review of Medical Physiology. Ed 22. USA: McGraw Hill, 2005.
hal:177-8

7. Anonymous. Vestibular Nuclei and Abducens Nucleus. Available at:


http://www.neuroanatomy.wisc.edu/virtualbrain/BrainStem/13VNAN.html (diakses
pada 22 September 2008)

8. Anonymous. Medical Encyclopedia: Vertigo. Available at:


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19706.htm (diakses pada 22
September 2008)
9. Hain TC. Debris Redistribution. Available at: http://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/bppv/movies/Debris-Redistribution.gif (diakses pada 22
September 2008)

10. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorokan kepala leher. Edisi keenam. 2008. Balai penerbit FKUI. Jakarta.
Halaman 104-10

11. Anonymous. Available at:


http://www.neurology.org/cgi/content-nw/full/70/22/2067/F39 (diakses pada 22
September 2008)

12. Anonymous. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at:


http://www.merck.com/mmpe/sec08/ch086/ch086c.html (diakses pada 22 Septermber
2008)

13. Anonymous. Available at: http://hope-for-pandora.blogspot.com/2007/09/yall-


just-want-your-hugs.html (diakses pada 22 Septermber 2008)

14. Anonymous. Available at:


http://www.neurology.org/cgi/content-nw/full/70/22/2067/F39 (diakses pada 22
September 2008)

15. Anonymous. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at:


http://www.merck.com/mmpe/sec08/ch086/ch086c.html (diakses pada 22 Septermber
2008)

16. Anonymous. Brandt-Daroff Exercise for Home Treatment of BPPV. Available at:
http://www.capitolent.net/bd-exercises.htm (diakses pada 22 September 2008)

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, tes vestibular, dan


auditori. Anamnesis dan pemeriksaan fisik terkadang cukup untuk menegakkan
diagnosis1,2,3.

ANAMNESIS

Pasien BPPV akan mengeluh jika kepala berubah posisi pada suatu keadaan tertentu.
Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke tempat
tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari,
mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala digerakkan ke belakang. Biasanya
vertigo hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan muntah3.

PEMERIKSAAN FISIK10

Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi dan menilai
timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Kebanyakan  kasus BPPV saat ini
disebabkan oleh kanalitiasis bukan kupolitiasis. Perbedaan antara berbagai tipe BPPV
dapat dinilai dengan mengobservasi timbulnya nistagmus secara teliti, dengan
melakukan berbagai perasat provokasi menggunakan infrared video camera.

Dikenal tiga jenis perasat untuk memprovokasi timbulnya nistagmus yaitu : perasat
Dix Hallpike, perasat side lying, dan perasat roll. Perasat Dix Hallpike merupakan
perasat yang paling sering digunakan. Side lying test digunakan untuk menilai BPPV
pada kanal posterior dan anterior. Perasat Roll untuk menilai vertigo yang melibatkan
kanal horisontal.

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan cara
memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo
dari kanalis semi sirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-
Hallpike atau side lying. Perasat Dix-Hallpike lebih sering digunakan  karena pada
perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk Canalith Repositioning
Treatment (CRT) .

Pada saat perasat provokasi dilakukan, pemeriksa harus mengobservasi timbulnya


respon nistagmus pada kacamata Frenzel yang dipakai oleh pasien dalam ruangan
gelap, lebih baik lagi bila direkam dengan system video infra merah (VIM).
Penggunaan VIM memungkinkan penampakan secara simultan dari beberapa
pemeriksaan dan rekaman dapat disimpan untuk penayangan ulang.

Gambar 6. Kacamata Video Frenzel

Perasat Dix-Hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan. Perasat Dix-
Hallpike kanan pada bidang  kanalis semisirkularis (kss) anterior kiri dan kanal
posterior kanan dan perasat DixHallpike kiri pada bidang posterior kiri dan anterior
kanan. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja
pemeriksaan dengan kepala menoleh  450 ke kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan
dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20-30°
pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon abnormal timbul.
Penilaian respon pada monitor dilakukan selama + 1 menit atau sampai respon
menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini maka dapat langsung dilanjutkan
dengan  Canalith Repositioning Treatment (CRT) bila terdapat abnormalitas. Bila
tidak ditemukan respon abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT
maka pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan
dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu
maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon
abnormal, dapat di lanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal atau
bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan
didudukkan  kembali.

Gambar 6. Perasat Dix-Hallpike (samping)


Perasat side lying juga terdiri dari 2 gerakan yaitu perasat side lying kanan yang
menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri atau kanalis posterior
kanan pada bidang tegak lurus garis horisontal dengan kanal posterior pada posisi
paling bawah dan perasat side lying kiri yang menempatkan kepala pada posisi di
mana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis
horisontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.

Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja,
kemudian dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala ditolehkan 45° ke kiri
(menempatkan kepala pada posisi kanalis anterior kiri atau kanalis posterior kanan),
tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk
untuk diakukan perasat Sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri
dengan kepala ditolehkan 45° ke kanan (menempatkan kepala pada posisi kanalis
anterior kanan/kanalis posterior kiri). Tunggu 40 detik sampai timbul respon
abnormal.

Gambar 7. Perasat side lying kanan

Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan  nistagmus yang timbulnya lambat, +
40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya
kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya
serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.

Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat arah fase
cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke depan.

1. Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis


posterior kanan.
2. Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis posterior
kiri.
3. Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis
anterior kanan.
4. Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis
anterior kiri.

Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike atau side lying pada bidang
yang sesuai dengan kanal yang terlibat.

Perlu diperhatikan, bila respon nistagmus sangat kuat, dapat diikuti oleh nistagmus se-
kunder dengan arah fase cepat berlawanan dengan nistagmus pertama. Nistagmus
sekunder terjadi oleh karena proses adaptasi sistem vertibuler sentral.
Perlu dicermati bila pasien kembali ke posisi duduk setelah mengikuti pemeriksaan
dengan hasil respon positif, pada umumnya pasien mendapat serangan nistagmus dan
vertigo kembali. Respon tersebut menyerupai respon yang pertama namun lebih
lemah dan nistagmus fase cepat timbul dengan arah yang berlawanan. Hal tersebut
disebabkan oleh gerakan kanalith ke kupula.

Pada umumnya BPPV timbul pada kanalis posterior dari hasil penelitian terhadap 77
pasien BPPV. Terdapat 49 pasien (64%) dengan kelainan pada kanalis posterior, 9
pasien (12%) pada kanalis anterior, 18 pasien (23%) tidak dapat ditentukan jenis kanal
mana yang terlibat, serta didapatkan satu pasien dengan keterlibatan pada kanalis
horizontal. Kadang-kadang perasat Dix-Hallpike / side lying menimbulkan nistagmus
horizontal.

Nistagmus ini bisa terjadi karena nistagmus spontan, nistagmus posisi atau BPPV
pada kanalis horizontal. Bila timbul nistagmus horizontal, pemeriksaan harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan roll test.

Tatalaksana

Tiga macam perasat dilakukan untuk menanggulangi BPPV yaitu Canalith


Repositioning Treatment (CRT), perasat liberatory, dan  latihan Brandt-Daroff. CRT
sebaiknya segera dilakukan setelah hasil perasat Dix-Hallpike menimbulkan  respon
abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalitiasis pada kanal anterior
atau kanal posterior dari telinga yang terbawah. Pasien  tidak kembali ke posisi duduk,
namun  kepala pasien dirotasikan dengan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari
kanalis semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat di mana kanalith tidak lagi
menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan
tindakan CRT kanan. Perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan
respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2 menit,
kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan ke kiri dan dipertahankan
selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap
dipertahankan pada posisi menghadap ke kiri dengan sudut 450 sehingga kepala
menghadap kebawah melihat ke lantai. Akhirnya pasien kembali ke posisi duduk,
dengan kepala menghadap ke depan. Setelah terapi ini pasien di lengkapi dengan
menahan leher dan disarankan untuk tidak menunduk, berbaring, dan 
membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan
harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari.

Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalitiasis pada kanal
anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri dan kanal
posterior, CRT kiri merupakan metode yang dapat di gunakan, yaitu dimulai dengan
kepala menggantung kiri dan membalikan tubuh ke kanan sebelum duduk.
Gambar 8. Canalith Repositioning Treatment (CRT) atau Epley maneuver

Gejala-gejala remisi yang terjadi setelah CRT kemungkinan disebabkan oleh perasat
itu sendiri, bukan oleh perasat pada saat pasien duduk tegak. Kadang-kadang CRT
dapat menimbulkan komplikasi. Terkadang kanalith dapat pindah ke kanal yang lain.
Komplikasi yang lain adalah kekakuan pada leher, spasme otot akibat kepala di
letakkan dalam posisi tegak selama beberapa waktu setelah terapi. Pasien dianjurkan
untuk melepas penopang leher dan melakukan gerakan horisontal kepalanya secara
periodik. Bila dirasakan adanya gangguan leher, ekstensi kepala diperlukan pada saat
terapi dilakukan. Digunakan meja pemeriksaan yang bertujuan untuk menghindari
keharusan posisi ekstensi dari leher. Pada akhirnya beberapa pasien mengalami
vertigo berat dan merasa mual sampai muntah pada saat tes provokasi dan
penatalaksanaan. Pasien harus diminta untuk duduk tenang selama beberapa saat
sebelum meninggalkan klinis.

Perasat liberatory juga dibuat untuk memindahkan otolit (debris/kotoran) dari kanal
semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang
terlibat, apakah kanal anterior atau posterior.

Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, perasat liberatory kanan perlu
dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk  pada meja
pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap ke kiri 45°. Pasien yang duduk
dengan kepala menghadap ke kiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan
kepala menggantung ke bahu  kanan. Setelah 1 menit, pasien digerakan secara cepat
ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan  kepala menoleh 45°
ke kiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan
kembali ke posisi duduk. Penopang leher kemudian dikenakan dan diberi instruksi
yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT. Bila kanal anterior kanan yang
terlibat, perasat yang dilakukan sama, namun kepala diputar menghadap ke kanan.
Bila kanal  posterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri harus dilakukan,
(pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri kemudian posisi side lying kanan
dengan kepala menghadap ke kanan). Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat
liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri. Angka kesem-
buhan 70-84% setelah terapi tunggal perasat liberatory.

Gambar 9. Perasat liberatory

Latihan Brandt dan Daroff dapat di lakukan oleh pasien di rumah tanpa bantuan
terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan dari duduk ke samping yang dapat
mencetuskan vertigo (dengan kepala menoleh ke arah yang berlawanan) dan tahan
selama 30 detik, lalu kembali ke posisi duduk dan tahan selama 30 detik, lalu dengan
cepat berbaring ke sisi yang berlawanan (dengan kepala menoleh ke arah yang
berlawanan) dan tahan selama 30 detik, lalu secara cepat duduk kembali. Pasien
melakukan latihan secara rutin 10-20 kali, 3 kali sehari sampai vertigo hilang paling
sedikit 2 hari.

Gambar 10. Perasat Brand Daroff

Angka remisi 98% remisi timbul akibat latihan-latihan akan melepaskan otokonia dari
kupula dan keluar dari kanalis semirkularis, di mana mereka tidak akan menimbulkan
gejala. Remisi juga timbul akibat adaptasi sistem vestibuler sentral. Lebih baik,
kanalitiasis pada anterior dan posterior kanal diterapi dengan CRT. Bila terdapat
kupulolitiasis, kita dapat menggunakan perasat liberatory. Latihan Brandt Daroff
dilakukan bila masih terdapat gejala sisa ringan. Obat-obatan dilakukan untuk
menghilangkan gejala-gejala seperti mual, muntah. Terapi pembedahan, seperti
pemotongan n. vestibularis, n. Singularis, dan penutupan kanal yang terlibat jarang
dilakukan.

Modifikasi CRT digunakan untuk pasien dengan  kanalitiasis pada BPPV kanalis
horizontal, permulaan pasien dibaringkan dengan posisi supinasi, telinga yang terlibat
berada di sebelah bawah. Bila kanalith pada kanalis horizontal kanan secara perlahan
kepala pasien digulirkan ke kiri sampai ke posisi hidung di atas dan posisi ini
dipertahankan selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Kemudian kepala digulirkan
kembali ke kiri sampai telinga yang sakit berada di sebelah atas. Pertahankan posisi
ini selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Lalu kepala dan badan diputar bersamaan
ke kiri, hidung pasien menghadap ke bawah, tahan selama 15 detik. Akhirnya, kepala
dan badan diputar ke kiri ke posisi awal dimana telinga yang sakit berada di sebelah
bawah. Setelah 15 detik, pasien perlahan-lahan duduk, dengan kepala agak menunduk
30°. Penyangga leher dipasang dan diberi instruksi serupa dengan pasca CRT untuk
kanalis posterior dan kanalis anterior. Latihan Brandt-Daroff dapat dimodifikasi untuk
menangani pasien dengan BPPV pada kanalis horizontal karena kupulolitiasis. Pasien-
pasien tersebut diminta melakukan gerakan ke depan-belakang secara cepat pada
bidang kanalis horizontal pada posisi supinasi. Perasat ini bertujuan untuk melepaskan
otokonia dari kupula. Namun bukti menunjukan efektifitas perasat-perasat terapi
untuk kanalis horizontal masih dipertanyakan.

Perasat CRT, liberatory, dan Brandt Daroff merupakan latihan yang baik untuk pasien
BPPV.

CRT merupakan terapi standar di berbagai negara. CRT digunakan untuk terapi kanal
posterior and anterior akibat kanalithiasis. Perasat Liberatory digunakan untuk
kupolitiasis agar menggerakkan otokonia. Latihan Brandt Daroff digunakan untuk
pasien dengan gejala yang menetap.

Terapi Famakologi

Obat-obatan simptomatis yang biasa digunakan adalah supresor saraf misalnya


Betahistine dan Merislon.

Referensi:

1. Declan T. Walsh. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi, alih bahasa Caroline
Wijaya, Jakarta:EGC, 1997, hlm. 50, 54, 491.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Ed 2. Jakarta: EGC,
2001.hal:186-8
3. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at:
http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv/bppv.html (diakses
pada 22 September 2008)
4. Bashiruddin J. Hadjar E. Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala leher. Edisi keenam. 2008.
Balai penerbit FKUI. Jakarta. Halaman 94-101
5. Anonymous. Bipedal Locomotion and Semicircular Canal: One from the
Archives. Available at:
http://scienceblogs.com/afarensis/2006/05/16/bipedal_locomotion_and_semici
r/ (diakses pada 22 September 2008)
6. Ganong WF. Review of Medical Physiology. Ed 22. USA: McGraw Hill,
2005. hal:177-8
7. Anonymous. Vestibular Nuclei and Abducens Nucleus. Available at:
http://www.neuroanatomy.wisc.edu/virtualbrain/BrainStem/13VNAN.html
(diakses pada 22 September 2008)
8. Anonymous. Medical Encyclopedia: Vertigo. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19706.htm (diakses
pada 22 September 2008)
9. Hain TC. Debris Redistribution. Available at: http://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/bppv/movies/Debris-Redistribution.gif (diakses pada
22 September 2008)
10. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorokan kepala leher. Edisi keenam. 2008. Balai penerbit
FKUI. Jakarta. Halaman 104-10

Anda mungkin juga menyukai