1.1
Latar Belakang
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar mengelilingi pasien
atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar. Vertigo tidak selalu sama dengan
dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalam 4
subtipe tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien.1
Terdapat empat tipe dizziness
disequilibrium. Yang paling sering adalah vertigo yaitu sekitar 54% dari keluhan dizziness yang
dilaporkan pada primary care. 2
Diagnosis banding vertigo meliputi penyebab perifer vestibular (berasal dari system saraf
perifer), dan sentral vestibular (berasal dari system saraf pusat) dan kondisi lain. 93% pasien
pada primary care mengalami BPPV, acute vestibular neuronitis, atau menire disease. 2
Karena pasien dengan dizziness seringkali sulit menggambarkan gejala mereka, menetukan
penyebab akan menjadi sulit. Penting untuk membuat sebuah pendekatan menggunakan
pengetahuan dari kunci anamnesis, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis akan membantu
dokter unutk menegakkan diagnosis dan member terapi yang tepat untuk pasien.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Dan Fisiologi Alat Keseimbangan Tubuh
2.1.1 Anatomi Alat Keseimbangan Tubuh
Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh yaitu : sistem
vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem vestibular meliputi labirin (aparatus
vestibularis), nervus vestibularis dan vestibular sentral. Labirin terletak dalam pars petrosa os
temporalis dan dibagi atas koklea (alat pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat
keseimbangan). Labirin yang merupakan seri saluran, terdiri atas labirin membran yang berisi
endolimfe dan labirin tulang berisi perilimfe, dimana kedua cairan ini mempunyai komposisi
kimia berbeda dan tidak saling berhubungan. 1,2
Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga pasang kanalis
semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut sakulus dan utrikulus.
Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai suatu penebalan atau makula sebagai
mekanoreseptor khusus. Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel penyokong. Kanalis
semisirkularis
adalah
saluran
labirin
tulang
yang
berisi
perilimfe,
sedang
duktus
semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga duktus semisirkularis
terletak saling tegak lurus. 1,2
Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus kranialis kedelapan
(yaitu,nervus vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan nuklei vestibularis di
bagian otak, dengan koneksi sentralnya. Labirin terletak di dalam bagian petrosus os
tempolaris dan terdiri dari utrikulus, sakulus, dan tigan kanalis semisirkularis. Labirin
membranosa terpisah dari labirin tulang oleh rongga kecil yang terisi dengan perilimf; organ
membranosa itu sendiri berisi endolimf. Urtikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis
yang melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang berfungsi untuk mempertahankan
keseimbangan. 2
yang
kemudian
melintasi
kanalis
auditorius
internus,
menmbus
ruang
kedalam sel (influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan juga
merangsang pelepasan NT eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya akan
meneruskan
impul
sensoris
ini
lewat
saraf
aferen
(vestibularis)
ke
pusat-pusat
dengan
dizziness.
Diziness
adalah
sebuah
istilah
non
spesifik
yang
dapat
dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien. Dizziness
dapat berupa vertigo, presinkop (perasaan lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi
cerebral),
berdiri). 1
Vertigo - berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar - merujuk pada
sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh
gangguan pada sistim keseimbangan. 3
2.3 Epidemiologi
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan prevalensi
sebesar 7%. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki epidemiologi dizziness, yang
meliputi vertigo dan non vestibular dizziness. Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan
yang paling sering diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari
keempat jenis dizziness vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah
studi mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita disbanding pria (2:1),
sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren. 3
2.3.1. Frekuensi
Di Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang menderita stroke setiap tahunnya. Dari stroke
yang terjadi, 85% merupakan stroke iskemik, dan 1,5% diantaranya terjadi di serebelum.
Rasio stroke iskemik serebelum dibandingkan dengan stroke perdarahan serebelum adalah 3-5:1.
Sebanyak 10% dari pasien infark serebelum, hanya memiliki gejala vertigo dan
ketidakseimbangan. Insidens sklerosis multiple berkisar diantara 10-80/ 100.000 per tahun.
Sekitar 3000 kasus neuroma akustik didiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat. 3
2.3.2. Jenis kelamin
Insidens penyakit cerebrovaskular sedikit lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Dalam
satu seri pasien dengan infark serebelum, rasio antara penderita pria dibandingkan wanita
adalah 2:1. Sklerosis multiple dua kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria. 2
2.3.3. Usia
Vertigo sentral biasanya diderita oleh populasi berusia tua karena adanya faktor resiko yang
berkaitan, diantaranya hipetensi, diabetes melitus, atherosclerosis, dan stroke. Rata-rata pasien
dengan infark serebelum berusia 65 tahun, dengan setengah dari kasus terjadi pada mereka yang
berusia 60-80 tahun. Dalam satu seri, pasien dengan hematoma serebelum rata-rata berusia 70
tahun. 3
2.4 Etiologi
Vertigo merupakan suatu gejala, sederet penyebabnya antara lain akibat kecelakaan,stres,
gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran darah
ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui
organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang
berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam
telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri. 3
Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang posisi
tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Penyebab umum dari vertigo: 3
1. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.
2. Obat-obatan : alkohol, gentamisin.
3. Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam
telinga bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal positional
4. Vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere,
5. Peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
6. Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis, sklerosis
multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin, persyarafannya atau
keduanya.
7. Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah
ke salah satu bagian otak (transient ischemic attack) pada arteri vertebral dan arteri
basiler.
2.5. Pemeriksaan Keseimbangan
Pemeriksaan fungsi keseimbangan dapat dilakukan mulai dari pemeriksaan
yang sederhana yaitu:
a. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali
lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada
kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka
maupun pada mata tertutup. Tentang gangguan keseimbangan karena
gangguan vestibuler, maka input visual diganggu dengan menutup mata dan
input proprioseptif dihilangkan dengan berdiri di atas tumpuan yang tidak
stabil.1
b. Uji Berjalan (Stepping Test)
Berjalan di tempat 50 langkah, bila tempat berubah melebihi jarak 1
meter dan badan berputar lebih dari 30 derajat berarti sudah terdapat
gangguan.
c. Pemeriksaan fungsi serebelum
Seperti : Past Pointing Test, dilakukan dengan merentangkan tangan
diangkat tinggi, kemudian telunjuk menyentuh telunjuk yang lain dengan
mata tertutup. Tes jari hidung dilakukan dengan posisi duduk pasien diminta
menunjuk hidung dengan jari dalam keadaan mata tertutup.
Pemeriksaan keseimbangan
Posturografi dan ENG.
secara
objektif
dapat
dilakukan
dengan
d. Posturografi
Posturografi adalah pemeriksaan keseimbangan yang dapat menilai secara obyektif dan
kuantitatif kemampuan keseimbangan postural seseorang. Untuk mendapatkan gambaran yang
8
benar tentang gangguan keseimbangan karena gangguan vestibuler, maka input visual diganggu
dengan menutup mata dan input proprioseptif dihilangkan dengan berdiri diatas alas tumpuan
yang tidak stabil. Dikatakan terdapat gangguan keseimbangan bila terlihat ayun tubuh
berlebihan, melangkah atau sampai jatuh sehingga perlu berpegangan.1
Pemeriksaan Posturografi dilakukan dengan menggunakan alat yang terdiri dari alas
sebagai dasar tumpuan yang disebut Force platform, komputer graficoder, busa dengan
ketebalan 10 cm, untuk mengganggu input proprioseptif, disket data digunakan untuk
menyimpan data hasil pengukuran.1
Teknik pemeriksaan :
Pasien diminta berdiri tenang dengan tumit sejajar di atas alat, mata memandang ke satu
titik di muka, kemudian dilakukan perekaman pada empat kondisi, masing-masing selama 60
detik. (1) Berdiri di atas alas dengan mata terbuka memandang titik tertentu, dalam pemeriksaan
ini ketiga input sensori bekerja sama, (2) Berdiri di atas alas dengan mata tertutup, dalam
keadaan ini input visual diganggu, (3) Berdiri di atas alas busa 10 cm dengan mata terbuka,
memandang titik tertentu, dalam keadaan ini input proprioseptif diganggu, (4) Berdiri tenang di
atas alas busa 10 cm dengan mata tertutup, dalam keadaan ini input visual dan proprioseptif
diganggu, jadi hanya organ vestibuler saja yang bekerja, bila terdapat pemanjangan ayun tubuh
berarti terjadi gangguan keseimbangan.
2.6. Nistagmus
Nistagmus adalah gerak bola mata kian kemari yang terdiri dari dua fase, yaitu fase
lambat dan fase cepat. Fase lambat merupakan reaksi sistem vestibuler terhadap rangsangan,
sedangkan fase cepat merupakan reaksi kompensasinya. Nistagmus merupakan parameter yang
akurat untuk menentukan aktivitas sistem vestibuler. Nistagmus dan vertigo adalah gejala yang
berasal dari satu sumber, meskipun nistagmus dan vertigo tidak selalu timbul bersama.1
Nistagmus merupakan parameter penting dalam tes kalori. Ia dapat menentukan normal
tidaknya sistem vestibuler, dan dapat juga menduga adanya kelainan vestibuler sentral.
Nistagmus yang juga penting sebagai pegangan dalam menentukan diagnosis adalah dengan tes
nistagmus posisi.1
2.7. Rangsangan Kalori
Rangsangan kalori adalah suatu tes yang menggunakan perbedaan temperature untuk
mendiagnosa adanya kerusakan saraf ke delapan yang menyebabkan vertigo.Pada tes ini, subyek
ditempatkan sedemikian rupa sehingga bidang salah satu kanalis semisirkularis (biasanya
horisontal) menjadi sejajar dengan suatu bidang yang vertikal terhadap bumi yaitu dengan cara
posisi pasien tidur terlentang, dengan kepala fleksi 30, atau duduk dengan kepala ekstensi 60.
Tes ini terdiri dari dua cara, yaitu tes kalori cara Kobrak dan tes kalori bitermal.
spuit
atau
10
mL,
ujung
jarum
disambung
dengan
dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga kemudian telinga kiri dialirkan air
panas, lalu telinga kanan.Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air
dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan pusingnya).
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Perifer Dan Vertigo Sentral 3
Ciri-ciri
Vertigo Perifer
Vertigo Sentral
Lesi
Penyebab
Tidak ada
Masa laten
3-40 detik
Tidak ada
Habituasi
Ya
Tidak
Intensitas vertigo
Berat
Ringan
Kadang-kadang
Tidak ada
Nistagmus spontan
adalah gangguan keseimbangan perifer yang banyak dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah
vertigo yang dating tiba-tiba pada perubahan posisi kepala, beberapa pasien dapat mengatakan
11
dengan tepat posisi tertentu yang dapat menyebabkan keluhan vetigo. Vertigo biasanya dirasakan
sangat berat dan berlangsung singkat hanya beberapa detik, walaupun penderita merasakan lebih
lama. 1,3
BPPV merupakan penyakit degenerative yang idiopatik yang sering ditemukan, kebanyakan
diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut. Trauma kepala merupakan penyebab kedua.
Penyebab lain yang jarang adalah labirinitis virus, neuritis vestibularis, pasca stapedectomi,
fistula perilimfe, dan penyakit Meniere.
Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi dan menilai
timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Dikenal tiga perasat untuk memprovokasi timbulnya
nistagmus yaitu: Perasat Dix Hallpike, perasat Side Lying, dan perasat Roll Dix Hallpike.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit dalan
kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior
dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis anterior dan horizontal.
Otoli mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang berasal dari utrikulus telinga
dalam. Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi
klinik vertigo dan nistagmus.9
Diagnosis
Diagnosis BPPV pada kanalis anterior dan posterior dapat ditegakkan dengan cara
memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari kanalis
semisirkularis yang terlibat. Peeriksaan dapat memilih perasat Dix Hallpike atau side lying.
Perasat Dix Hallpike lebih sering digunakan karena perasat terebut posisi kepala sangat
sempurna untuk Canalith Repotitioning Treatment.
1.
Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat Dix-Hallpike secara
garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat Dix-Hallpike kanan pada bidang kanal anterior
kiri dan kanal posterior kanan dan perasat Dix- Hallpike kiri pada bidang posterior kiri. Untuk
melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan
12
kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring
450 ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20-300 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu
40 detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama 1
menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini dapat langsung
dilanjutkan dengan canalith repositioning treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon yang
abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan
didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan kepala
pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila
ditemukan adanya respon abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon
abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan
didudukkan kembali.4
2.
Perasat Sidelying
Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang menempatkan kepala pada
posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan pada bidang tegak lurus garis
horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah, dan perasat sidelying kiri yang
menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada
bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.4
Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja , kepala
ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. Pasien kembali ke
posisi duduk untuk untuk dilakukan perasat sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi
kiri dengan kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. 4,5
Respon abnormal
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang,
nmun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien VPPJ setelah
provokasi ditemukan nistagmus yang timbul lambat, 40 detik, kemudian nistagmus
menghilang kurang dari 1 menit jika penyebabnya kanalitiasis, pada kupololitiasis nistagmus
13
dapat terjadi lebih dari 1 menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan
nistagmus. 4,5
Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat arah fase
cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke depan.
Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior kanan
Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior kiri
Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis anterior kanan.
Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis anterior kiri
Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying pada bidang yang
sesuai dengan kanal yang terlibat. 1,4,5
Penatalaksanaan
Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT (Canalith
repositioning Treatment ) , perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff. Reposisi kanalit
dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur sederhana dan tidak invasif.
Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan setelah pasien menjalani 1-2 sesi terapi.
CRT sebaiknya dilakukan setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal.
Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau kanal posterior
dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun kepala pasien
dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke
utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi menimbulka gejala. Bila kanalis posterior kanan
yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan.perasat ini dimulai pada posisi DixHallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut
selama 1-2menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan kekiri dan
dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap
dipertahankan pada posisi menghadap kekiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap
kebawah melihat lantai . akhirnya pasien kembali keposisi duduk dengan menghadap kedepan.
Setelah terapi ini pasien dilengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak merunduk,
14
berbaring, membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan
harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari. 1,4,5
Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalithiasis pada kanal
anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri dan kanal posterior, CRT
kiri merupakan metode yang dapat di gunakan yaitu dimulai dengan kepala menggantung kiri
dan membalikan tubuh kekanan sebelum duduk.
Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat untuk memindahkan
otolit ( debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari
jenis kanal mana yang terlibat. Apakah kanal anterior atau posterior. 1,4,5
Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat liberatory kanan perlu
dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja pemeriksaan
dengan kepala diputar menghadap kekiri 450. pasien yang duduk dengan kepala menghadap
kekiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu kanan.
Setelah 1 menit pasien digerakkan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side
lying kiri dengan kepala menoleh 450 kekiri.Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1
menit dan perlahan-lahan kembali keposisi duduk. Penopang leher kemudian dikenakan dan
diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT. 1,4,5
Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama , namun kepala
diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri harus
dilakukan (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri kemudian posisi sidelying kanan)
dengan kepala menghadap ke kanan. Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri
dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri. 1,4,5
Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh pasien sendiri
tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi duduk dengan kepala menoleh
450 , lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan. Posisi ini dipertahankan selama 30 detik.
Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk 30 detik. Setelah itu pasien menolehkan kepalanya
15
450 ke sisi yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan selama 30 detik. Latihan ini
dilakukan secara rutin 10-20 kali. 3 seri dalam sehari. 1,4,5
2.
Mnires disease
Gejala klinis penyakit Meniere terdiri dari tiga trias yang utama, yaitu vertigo, tinitus, dan
tuli sensorineural. Biasanya serangan pertama dirasa sangat berat, yaitu vertigo disertai muntah.
Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, meskipun keadaannya berangsur
baik. Pada serangan kedua kalianya biasanya dirasakan lebih ringan. Gejala lain yang menjadi
tanda khusus adalah perasaan penuh di dalam telinga.3
Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa pada koklea dan
vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan oleh : 1.
meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri, 2. berkurangnya tekanan osmotik di dalam
kapiler, 3. meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler, 4. jalan keluar sakus
endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfa. Penyakit ini bisa
sembuh tanpa obat dan gejala penyakit bisa hilang sama sekali.3
3.
Vestibular Neuritis
Suatu bentuk penyakit organik yang terbatas pada apparatus vestibular dan terlokalisir pada
perjalanan saraf ke atas mencakup nuklei vestibular pada batang otak. Pada pasien ini muncul
vertigo dengan spektrum luas disertai sakit kepala yang bermula dari pandangan gelap sesaat
sampai ketidakseimbangan yang kronis, nistagmus spontan, disertai kelainan tes kalori unilateral
maupun bilateral. Dapat terjadi akibat infeksi herpes simplex atau iskemia pada pembuluh darah
yang memperdarahi bagian telinga. Penyakit ini adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri.
4.
pendengaran. Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid,
derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina.
vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih
16
bersifat ototoksik. Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik; penggunaan
obat supresan vestibuler tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi
vestibluer.
5.
Vertigo sentral
Terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf
keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil). Gejala vertigo sentral
biasanya terjadi secara bertahap, penderita akan mengalami hal-hal seperti: penglihatan ganda,
sukar menelan, kelumpuhan otot-otot wajah, sakit kepala yang parah, kesadaran terganggu, tidak
mampu berkata-kata, hilangnya koordinasi, mual dan muntah-muntah, tubuh terasa lemah.
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo sentral termasuk antara lain stroke,
multiple sclerosis, tumor, trauma dibagian kepala, dan infeksi. Gejala vertigo biasanya bertahap,
diikuti gejala klinis tidak nyaman seperti banyak berkeringat,mual, dan muntah.3
6.
Vertigo Psikogenik
Selain penyebab dari segi fisik, penyebab lain munculnya vertigo adalah pola hidup yang
tak teratur, seperti kurang tidur atau terlalu memikirkan suatu masalah hingga stress. Vertigo
yang disebabkan oleh stress atau tekanan emosional disebut vertigo psikogenik.5
2.9. Prinsip umum terapi Vertigo
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa sangat terganggu
dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya
pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu.
Beberapa golongan yang sering digunakan :
1.
Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin yang dapat
17
antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo
yang berat efek samping ini memberikan dampak yang positif.6
a. Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan sirkulasi di telinga
dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan
di lambung, rasa enek, dan sesekali rash di kulit.
Betahistin Mesylate (Merislon)
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) 12 mg, 3 kali sehari per oral.
Betahistin di Hcl (Betaserc)
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagi dalam
beberapa dosis.
b. Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral (suntikan
intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25 mg 50 mg (1 tablet), 4 kali
sehari. Efek samping ialah mengantuk.6
c. Difhenhidramin Hcl (Benadryl)
Lama aktivitas obat ini ialah 4 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) 50 mg, 4
kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan parenteral. Efek samping mengantuk.
2. Antagonis Kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium Cinnarizine dan
Flunarizine sering digunakan. Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular
mengandung banyak terowongan kalsium. Sampai dimana sifat yang lain ini berperan dalam
mengatasi vertigo belum diketahui.
Cinnarizine mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi respons
terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75
mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi), rasa lelah, diare atau konstipasi, mulut
rasa kering, dan rash di kulit.
18
Flunarizine mempunyai fungsi untuk mengurangi semua serangan dalam bentuk migraine
dan mengurangi gejala neurologis dengan dizziness atau vertigo. Dosis 10 mg sekali sehari. Efek
samping flunarizine adalah rasa lelah, mengantuk, dan berat badan naik.
3. Anti Kolinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem vestibular,
meningkatkan toleransi gerakan yang membuat vertigo, dan dapat mengurangi gejala vertigo
seperti Skopolamin. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg 0,6 mg, 3 4 kali sehari. Efek samping
adalah mulut kering, dilatasi pupil, dan sedasi.6
4. Benzodiazepine
Obat ini berfungsi untuk mengobati ansietas, insomnia, depresi, serangan panik dengan
cara bekerja mempengaruhi antikolinergik di dalam otak, salah satunya adalah GABA
(gamma-aminobutyric acid). Efek samping obat ini adalah sedasi, mengantuk, dan rasa
lemah pada tubuh. Salah satu obat benzodiazepine adalah Diazepam (2-10 mg, 2-4 kali
per hari), Alprazolam (0,25-0,5 mg, 3 kali sehari).
2.10. Prognosis
Prognosis pasien dengan vertigo vestibuler tipe perifer umumnya baik dan dapat terjadi
remisi sempurna. Sebaliknya pada tipe sentral prognosisnya tergantung dari penyakit yang
mendasarinya.
19
BAB III
PENUTUP
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan
oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit. Perasaan seolaholah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau
berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa
berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita
kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun
penderita tidak bergerak sama sekali. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakan diagnosis
antara lain pemeriksaan neurologis.
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran).
20
LAMPIRAN
21
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala dan leher. Edisi 6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2010.h.94-110.
2. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran.
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2
3. Sherwood L. Fisiologi manusia; dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012.h.176-89.
4. Dewanto G, Wita SJ, R Budi, Yuda T. Panduan praktis dan tatalaksanan penyakit
saraf. Jakarta: EGC; 2009.h.111-5.
5. Broek PVD, Debruyne, Feenstra, Marees. Alih Bahasa: Hartono Arif, Iskandar
Nurbiti. Ilmu kesehatan tenggorok, hidung, dan telinga. Edisi 12. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007
6. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that
Needed for establish of Vetigo. The Practitioner Journal September 2010 - 254
(1732): 19-23.
23