Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Pertama dijelaskan oleh Barany pada tahun 1921, Benign Paroxysmal


Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan vestibular 1. Sebuah studi baru-baru ini
melaporkan kejadian setinggi 600 kasus/ 100.000 populasi dengan lebih dari 50% dari
semua kasus merupakan kasus idiopatik 2. Namun, BPPV juga sering dilihat pada
labirinitis, trauma kepala atau bahkan penyakit Meniere. Kebanyakan pasien dengan
gangguan ini mengeluh vertigo episodik, biasanya diprovokasi oleh gerakan kepala
individu dari segala usia, sangat jarang terlihat pada anak-anak, tetapi menjadi
semakin lebih sering pada usia dewasa muda dan usia tua.
Diagnosa dibuat dengan anamnesis dan temuan klinis yang memerlukan
tindakan untuk memprovokasi gejala vertigo dan mengamati karakteristik nistagmus
yang menyertai vertigo. Nistagmus klasik (torsi dan geotropik untuk posterior dan
anterior kanal) diproduksi sebagai respon terhadap dislokasi otokonial pada kanalis
semi sirkularis ketika kepala bergerak.
Uji Dix-Hallpike digunakan untuk memperoleh nistagmus klasik ini. Dimasa
lalu, lebih sulit untuk membedakan jenis nistagmus hanya menggunakan pengamatan
langsung dari mata atau bahkan kacamata Frenzel. Seringkali nistagmus telah hilang
sebelum benar-benar bisa diperiksa dan dikelompokkan. Selain itu, pemeriksa akan
menemukan bahwa hal ini sedemikian rupa sulitnya untuk mengamati mata pasien.
Bagi banyak pasien yang mengalami gejala vertigo, dilakukan usaha untuk
menghindar dari sensasi berputar dengan meminta menutup mata mereka, sehingga
tidak mengizinkan pemeriksa untuk memvisualisasikan setiap gerakan mata. Dengan
munculnya kacamata video IR, pasien tetap subyektif dalam kegelapan dan memiliki
lebih sedikit kesulitan dalam menjaga mata mereka untuk tetap terbuka. Paling sering
nistagmus seragam dalam waktu kurang dari 10-20 detik. Dengan memanfaatkan
fungsi perekaman dari kacamata IR, rekaman video dari gerakan mata yang abnormal
dapat dilakukan oleh pemeriksa. Hal ini memungkinkan untuk pemeriksaan
menyeluruh dan melihat lebih dekat, sehingga membantu dalam diagnosis mengenai
saluran yang terlibat, secara benar yang memungkinkan untuk terapi pengobatan yang
tepat.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I DEFINISI
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo
vestibuler perifer paling sering di temui. Vertigo ini diakibatkan perubahan posisi
kepala secara cepat dan tiba-tiba seperti saat berubah posisi di tempat tidur,
membungkuk, atau menengadah ke atas.
Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung hanya beberapa saat
atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan beberapa hari. Penderita kadang
merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut
meskipun penderita tidak bergerak sama sekali. Dapat disertai rasa mual tetapi
jarang sampai muntah, yang mengakibatkan penderita menjadi sangat kuatir,
dapat timbul lagi sehingga penderita sangat berhati-hati dengan posisinya, sering
berulang dan biasanya disertai nistagmus.

II ANATOMI DAN FISIOLOGI2, 4, 6


Banyak sistem atau organ tubuh yang ikut terlibat dalam mengatur dan
mempertahankan keseimbangan tubuh. Keseimbangan diatur oleh integrasi
berbagai sistem. Di antara sistem ini yang banyak berperan adalah sistem
vestibuler, sistem visual, dan sistem somatosensorik.
Aparatus vestibularis merupakan komponen khusus pada telinga dalam
yang memberikan informasi untuk sensasi keseimbangan serta koordinasi
gerakan-gerakan kepala dengan gerakan-gerakan mata dan postur tubuh.
Sebagian besar informasi yang dihasilkan oleh sistem vestibularis tidak mencapai
tingkat kesadaran. Aparatus vestibularis terletak dalam tulang temporalis di dekat
koklea, terdiri dari 3 kanalis semisirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral),
kss anterior (superior), kss posterior (inferior), dan organ otolit: utrikulus dan
sakulus.

2
Gambar 1. Aparatus vestibularis
Sumber : http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv/bppv.html

Letak geografi alat-alat keseimbangan terhadap kepala maupun terhadap


permukaan bumi :
Bidang horizontal kepala ialah bidang yang melalui kedua sisi inferior
orbita dan kedua tengah-tengah liang telinga luar kanan dan kiri. Bidang yang
melalui kedua kss horizontal membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal
kepala.
Letak bidang kss horizontal tegak lurus terhadap kedua bidang vertikal
(bidang vertikal adalah dua bidang yang masing-masing melalui kss anterior dan
kss posterior).  Kedua bidang vertikal juga saling tegak lurus sehingga ketiga
bidang tersebut seperti letak dinding sebuah kubus (saling tegak lurus).

Gambar 2. Posisi kanalis semisirkularis dalam kepala


Sumber : http://scienceblogs.com/afarensis/2006/05/16

3
Semua komponen aparatus vestibularis mengandung endolimfe dan
dikelilingi perilimfe. Masing-masing komponen vestibularis memiliki sel-sel
rambut yang berespon terhadap perubahan bentuk mekanis yang disebabkan oleh
gerakan endolimfe.
Kanalis semisirkularis akan mendeteksi percepatan atau perlambatan
rotasi kepala dalam 3 aksis: mengangguk, menggeleng, dan posisi mendekatkan
telinga pada pundak.
Sel-sel rambut reseptif ini terletak pada ampula, yakni pembesaran di
pangkal kanalis. Rambut-rambut ini terbenam dalam lapisan gelatinosa, yaitu
kupula.

Gambar 3. Sel rambut di dalam ampula kanalis semisirkularis


Sumber : http://www.neuroanatomy.wisc.edu/virtualbrain/BrainStem/13VNAN.html

Pada saat kepala bergerak, saluran serta bagian-bagian yang melekat pada
tulang akan ikut bergerak sesuai dengan arah rotasi. Namun cairan endolimfe
memiliki sifat inersi sehingga awalnya cairan ini tertinggal di belakang. Gerakan
ini menyebabkan kupula condong ke arah berlawanan arah rotasi. Selanjutnya
sel-sel rambut terstimulasi dan meneruskan impuls ke saraf aferen untuk
membuat refleks pada otot leher, batang tubuh, dan ekstremitas untuk mencegah
kehilangan keseimbangan.
Jika gerakan itu terus berlanjut dan kecepatannya konstan, endolimfe
akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala, sehingga posisi kupula

4
tegak seperti semula. Sel-sel rambut tidak lagi mengirim impuls ke medula dan
serebelum. Saat gerakan dihentikan, endolimfe akan terus bergerak sesuai dengan
arah rotasi sehingga sel-sel rambut bengkok ke arah rotasi.
Rambut-rambut pada sel rambut vestibularis merupakan stereosilia, yaitu
mikrovilus yang diperkuat oleh aktin dan kinosilia. Sel-sel rambut tersusun
sedemikian rupa sehingga sel tersebut mengalami depolarisasi (muncul impuls)
ketika stereosilia membengkok ke satu arah dan hiperpolarisasi (muncul
hambatan) ketika membengkok ke arah berlawanan.
Sel-sel rambut ini membentuk sinaps antara zat perantara kimiawi dengan
ujung-ujung terminal neuron aferen yang aksonnya menyatu dengan akson
struktur vestibular lain membentuk saraf vestibularis. Saraf ini bersatu dengan
saraf auditoris untuk membentuk saraf vestibulokoklearis.

Gambar 4. Gerakan kepala menstimulasi sel rambut pada kupula, menghantarkan


sinyal ke saraf sensori
Sumber : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19706.htm

Organ otolith memberikan informasi mengenai posisi kepala relatif


terhadap gravitasi dan juga mendeteksi perubahan dalam gerakan linear.
Utrikulus dan sakulus adalah struktur seperti kantung yang terletak dalam rongga
tulang yang terdapat diantara kanalis semisirkularis dan koklea. Rambut-rambut
pada sel rambut reseptif di organ ini juga menonjol ke dalam suatu lembar
gelatinosa di atasnya. Terdapat banyak kristal kalsium karbonat halus - otolith –
otokonia - debu telinga yang terbenam di dalam lapisan gelatinosa sehingga
lapisan tersebut lebih berat dan lembam daripada cairan di sekitarnya. Ketika
seseorang berada dalam posisi tegak, rambut utrikulus berorientasi secara vertikel

5
(di dasar utrikulus) sementara rambut sakulus berjajar secara horizontal (di
dinding sakulus).
Sinyal-sinyal yang berasal dari berbagai komponen aparatus vestibularis
dibawa melalui saraf vestibulokoklearis ke nukleus vestibularis, suatu kelompok
badan sel saraf di batang otak, dan serebelum (pusat penerimaan dan integrasi).
Selanjutnya pusat motorik pada otak tengah dan medula spinalis akan
menginisiasi gerakan refleks otot mata, leher, dan kepala, batang tubuh dan
ekstremitas untuk mencapai keseimbangan.
Informasi vestibular ini akan diintegrasikan dengan masukan dari
permukaan kulit, sendi, mata, dan otot untuk digunakan dalam 3 hal. Pertama
ialah untuk mengontrol otot-otot mata, sehingga pada saat perubahan posisi
kepala, penglihatan mata dapat terfiksasi di titik-titik yang diam. Sewaktu rotasi
dimulai, mata bergerak lambat dalam arah berlawanan dengan arah rotasi, untuk
mempertahankan fiksasi penglihatan (refleks vestibulookuler, VOR). Bila batas
gerakan ini tercapai, mata dengan cepat berputar kembali ke titik-titik fiksasi
baru lalu kembali bergerak lambat ke arah lain. Komponen lambat dicetuskan
oleh impuls dari labirin; komponen cepat dicetuskan oleh pusat di batang otak.
Nistagmus ialah gerakan mata yang jelas, tersentak-sentak, dan bolak-balik, yang
dapat terjadi karena respon input vestibular yang tidak umum atau patologis.
Kedua ialah dalam mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan.
Ketiga ialah dalam mempersepsikan gerakan dan orientasi. Orientasi dalam ruang
bergantung pada masukan dari reseptor-reseptor vestibular, penglihatan, dan juga
dari impuls-impuls  propioreseptor di kapsula sendi, yang memberi data
mengenai posisi relatif berbagai bagian tubuh, dan impuls dari eksteroreseptor
kulit, terutama reseptor sentuh dan tekanan. Keempat masukan ini disatukan di
tingkat korteks menjadi gambaran terus-menerus mengenai orientasi seseorang
dalam ruang.

III EPIDEMIOLOGI
BPPV adalah penyebab umum gejala pusing. Sekitar 20% dari pusing
semua adalah karena BPPV. Semakin tua usia seseorang, semakin besar
kemungkinan seseorang menderita rasa pusing karena BPPV, karena sekitar 50%
dari keadaan pusing pada orang tua adalah karena BPPV.

6
Dalam penelitian terbaru, 9% dari kelompok orang tua tinggal perkotaan
ditemukan memiliki terdiagnosis BPPV (Oghalai, JS, et al, 2000).

IV FAKTOR RISIKO 6,7


Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) terjadi paling sering pada orang
usia 60 dan lebih tua namun dapat terjadi pada semua usia. Selain penuaan, tidak
ada faktor-faktor tertentu yang dapat meningkatkan risiko Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). Namun, cedera kepala atau gangguan lain dari organ
keseimbangan telinga mungkin membuat lebih rentan terhadap BPPV.

V ETIOLOGI 5, 6, 8
Ada 2 etiologi umum yang dapat menjadi penyebab BPPV, baik yang
melibatkan gerakan partikel otolith dari makula atau utrikulus, ke salah satu
kanalis semi-sirkularis. Untuk cupulolithiasis, diyakini partikel-partikel ini
sebenarnya melampirkan kupula, membuat ampula sensitif terhadap gravitasi.
Kepadatan yang meningkat dari lampiran partikel-partikel ini untuk kupula,
menghasilan defleksi berlebihan jika kepala pasien tersebut akan dipindahkan,
membawa serta gejala. Teori kanalitiasis, yang sekarang diyakini sejauh ini yang
paling umum, bahwa otolith bebas-mengambang di kanal dan ketika kepala
digerakkan dalam hubungannya dengan gravitasi, rumpun mengerakan partikel,
menyebabkan defleksi dari kupula. Gerakan kupular menyebabkan gejala-gejala
vertigo dan nistagmus

Sementara salah satu dari tiga kanal yang terlibat, saluran posterior sejauh
ini merupakan situs yang paling umum untuk gangguan ini. Pengobatan untuk

7
berbagai jenis BPPV ini berbeda, dan diagnosis spesifik untuk masing-masing
varian dibuat dengan mengamati nistagmus dengan erat, tugas yang lebih
sederhana dengan menggunakan inframerah (IR). Beberapa kondisi medis
lainnya, termasuk vertigo posisi baik pusat maupun perifer, insifisiensi
vertibrobasiler, dan neoplasma interkranial tidak hanya seperti BPPV, tetapi
dapat salah mendiagnosa sebagai BPPV.

VI PATOGENESIS 3, 10
Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih belum jelas. Tetapi
penyebabnya sudah diketahui secara pasti yaitu debris ”otokonia” yang terdapat
pada kanalis semisirkularis,  biasanya pada kanalis posterior. Debris berupa
kristal kalsium karbonat yang berasal dari struktur utrikulus. Diduga debris itu
menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi kupula sehingga timbul
gejala vertigo.

Gambar 5. Debris otokonia pada kanalis semisirkularis


Sumber : http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv/movies/Debris

Kerusakan utrikulus bisa disebabkan oleh cedera kepala, infeksi atau


penyakit lain yang ada di telinga dalam, atau degenerasi karena pertambahan
usia. BPPV juga bisa disebabkan kelainan idiopatik, trauma, otitis media,
pembedahan telinga, perubahan degeneratif karena usia tua dan kelainan
pembuluh darah, obat-obat ototoksik seperti gentamicin. Penyebab lain yang
lebih jarang adalah labirinitis virus, neuritis vestibuler, pasca stapedektomi,
fistula perilimfa dan penyakit meniere. Kelompok idiopatik merupakan

8
kelompok yang paling banyak ditemukan. Perasaan berputar terkadang sangat
hebat yang menyebabkan seolah-olah mengalami blackout.
Yang umum menyebabkan sebagian besar BPPV pada orang dibawah
usia 50 adalah cedera kepala. Ada juga hubungan dengan migren (Ishiyama et al,
2000). Pada orang tua, penyebab paling umum adalah degenerasi dari sistem
vestibular dalam telinga. BPPV menjadi jauh lebih umum dengan usia lanjut
(Froeling et al, 1991).
Dalam setengah dari semua kasus, BPPV disebut "idiopatik," yang berarti
terjadi tanpa alasan yang diketahui. Virus mempengaruhi telinga seperti yang
menyebabkan neuritis vestibular, stroke ringan seperti yang melibatkan arteri
serebelar anterior inferior (sindrom aica), dan penyakit Meniere adalah penyebab
signifikan.
Kadang-kadang BPPV terjadi karena operasi, dimana penyebabnya
adalah dirasakan kombinasi dari posisi terlentang yang lama, atau trauma telinga
ketika operasi ini adalah untuk telinga bagian dalam (Atacan et al 2001).
Dalam Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), pusing dianggap
karena otolith yang telah terkumpul di dalam bagian dari telinga bagian dalam.
Otolith ini dapat dianggap sebagai "batu telinga", meskipun nama resmi adalah
"otoconia". Batu telinga adalah kristal kecil kalsium karbonat yang berasal dari
struktur di telinga yang disebut "utricle".

Gambar 6. Otoconia
Sumber : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19706.htm

9
Sementara sakulus juga mengandung otoconia, itu tidak dapat bermigrasi
ke dalam sistem kanal. Utrikulus mungkin telah rusak oleh cedera kepala, infeksi,
atau gangguan lain dari telinga bagian dalam, atau degenerasi karena usia lanjut.
Biasanya otoconia tampaknya memiliki omset lambat. Hal ini mungkin terlarut
alami serta aktif diserap kembali oleh "sel gelap" dari labirin (Lim, 1973, 1984),
yang ditemukan berdekatan dengan utrikulus dan krista, meskipun hal ini tidak
diterima oleh semua (Zucca, 1998 , dan Buckingham, 1999).

JENIS VERTIGO
BPPV terjadi karena adanya otokonia di dalam kanalis semisirkularis.
Kanalis semisirkularis terdiri atas kss horizontal (lateral), kss anterior (superior),
dan kss posterior (inferior). BPPV dibagi menjadi tiga berdasarkan kanal yang
terlibat, yaitu varian kanal posterior, kanal anterior, dan lateral.

VII MANIFESTASI KLINIS 6,7


Gejala BPPV termasuk pusing atau vertigo, ketidakseimbangan, dan
mual. Gejala-gejala akan berbeda-beda pada tiap orang, tetapi gejala hampir
selalu dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gravitasi. Bangun dari tempat
tidur atau berguling di tempat tidur adalah masalah gerakan yang umum terjadi.
Pola BPPV intermiten mungkin hadir selama beberapa minggu, kemudian
berhenti dan kemudian muncul kembali.

VIII DIAGNOSIS1, 2, 3, 10
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang (misalnya tes vestibular dan tes auditorik). Anamnesis dan
pemeriksaan fisik terkadang cukup untuk menegakkan diagnosis.

ANAMNESIS
Pasien yang menderita BPPV akan mengeluh jika kepala berubah posisi
pada suatu keadaan tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa
sekelilingnya berputar jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi
lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau
jika kepala digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10
detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan muntah.

10
PEMERIKSAAN FISIK
Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi
dan menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Kebanyakan  kasus BPPV
saat ini disebabkan oleh kanalitiasis bukan kupolitiasis. Perbedaan antara
berbagai tipe BPPV dapat dinilai dengan mengobservasi timbulnya nistagmus
secara teliti, dengan melakukan berbagai perasat provokasi menggunakan
infrared video camera.
Dikenal tiga jenis perasat untuk memprovokasi timbulnya nistagmus yaitu
: perasat Dix Hallpike, perasat side lying, dan perasat roll. Perasat Dix Hallpike
merupakan perasat yang paling sering digunakan. Side lying test digunakan untuk
menilai BPPV pada kanal posterior dan anterior. Perasat Roll untuk menilai
vertigo yang melibatkan kanal horisontal.
Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan
dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan
respon vertigo dari kanalis semi sirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat
memilih perasat Dix-Hallpike atau side lying. Perasat Dix-Hallpike lebih sering
digunakan  karena pada perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk
Canalith Repositioning Treatment (CRT) .
Pada saat perasat provokasi dilakukan, pemeriksa harus mengobservasi
timbulnya respon nistagmus pada kacamata Frenzel yang dipakai oleh pasien
dalam ruangan gelap, lebih baik lagi bila direkam dengan sistem video infra
merah (VIM). Penggunaan VIM memungkinkan penampakan secara simultan
dari beberapa pemeriksaan dan rekaman dapat disimpan untuk penayangan ulang.

Gambar 7. Kacamata Video Frenzel


Sumber : http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv/movies

11
Gambar 7. Pembacaan Kacamata inframerah
Sumber : http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv/movies

Perasat Dix-Hallpike secara garis besar terdiri dari dua gerakan. Perasat
Dix-Hallpike kanan pada bidang  kanalis semisirkularis (kss) anterior kiri dan
kanal posterior kanan dan perasat Dix-Hallpike kiri pada bidang posterior kiri
dan anterior kanan. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk
tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh  450 ke kanan. Dengan
cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala
pasien menggantung 20-30° pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik
sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama
+ 1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini
maka dapat langsung dilanjutkan dengan  Canalith Repositioning Treatment
(CRT) bila terdapat abnormalitas. Bila tidak ditemukan respon abnormal atau
bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT maka pasien secara perlahan-lahan
didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike kiri
dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai
respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon abnormal, dapat di lanjut-
kan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila tidak
dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan 
kembali.

12
Gambar 8. Perasat Dix-Hallpike
Sumber : http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv/movies

Perasat side lying juga terdiri dari 2 gerakan yaitu perasat side lying kanan
yang menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri atau kanalis
posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horisontal dengan kanal posterior
pada posisi paling bawah dan perasat side lying kiri yang menempatkan kepala
pada posisi di mana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang
tegak lurus garis horisontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.
Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi
meja, kemudian dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala ditolehkan 45° ke kiri
(menempatkan kepala pada posisi kanalis anterior kiri atau kanalis posterior
kanan), tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. Pasien kembali ke
posisi duduk untuk diakukan perasat Side lying kiri, pasien secara cepat
dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 45° ke kanan (menempatkan
kepala pada posisi kanalis anterior kanan/kanalis posterior kiri). Tunggu 40 detik
sampai timbul respon abnormal.

13
Gambar 9. Perasat side lying kanan
Sumber : http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv/movies

Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan  nistagmus yang


timbulnya lambat + 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu
menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih
dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan
nistagmus.
Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan
mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap
lurus ke depan.
1. Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis
posterior kanan.
2. Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis
posterior kiri.
3. Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis
anterior kanan.
4. Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis
anterior kiri.

Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike atau side lying


pada bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. Perlu diperhatikan, bila
respon nistagmus sangat kuat, dapat diikuti oleh nistagmus sekunder dengan arah
fase cepat berlawanan dengan nistagmus pertama. Nistagmus sekunder terjadi
oleh karena proses adaptasi sistem vertibuler sentral.

14
Perlu dicermati bila pasien kembali ke posisi duduk setelah mengikuti
pemeriksaan dengan hasil respon positif, pada umumnya pasien mendapat
serangan nistagmus dan vertigo kembali. Respon tersebut menyerupai respon
yang pertama namun lebih lemah dan nistagmus fase cepat timbul dengan arah
yang berlawanan. Hal tersebut disebabkan oleh gerakan kanalith ke kupula.
Pada umumnya BPPV timbul pada kanalis posterior dari hasil penelitian
terhadap 77 pasien BPPV. Terdapat 49 pasien (64%) dengan kelainan pada
kanalis posterior, 9 pasien (12%) pada kanalis anterior, 18 pasien (23%) tidak
dapat ditentukan jenis kanal mana yang terlibat, serta didapatkan satu pasien
dengan keterlibatan pada kanalis horizontal. Kadang-kadang perasat Dix-
Hallpike / side lying menimbulkan nistagmus horizontal.
Nistagmus ini bisa terjadi karena nistagmus spontan, nistagmus posisi
atau BPPV pada kanalis horizontal. Bila timbul nistagmus horizontal,
pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pemeriksaan roll test.

IX PEMERIKSAAN PENUNJANG 11, 12, 13


Pemeriksaan Keseimbangan
1. Uji Romberg : Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita
akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata
terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler
badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata
tertutup.
2. Tandem Gait : Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.Pada kelainan
vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh.

15
Gambar 10. Uji Romberg
Sumber : Otolaryngology Head and Neck Surgery

3. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan
vestibuler posisi penderita akan menyimpang atau berputar ke arah lesi
dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar
ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi
turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase
lambat ke arah lesi.

Gambar 11. Uji Unterberger


Sumber : Otolaryngology Head and Neck Surgery

16
4. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh
telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata
terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan
lengan penderita ke arah lesi.
5. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan
dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan
vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis (pemeriksaan ini terutama untuk


menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer)
1. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing
selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul
dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus
tersebut (normal 90-150 detik).Dengan tes ini dapat ditentukan adanya
canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal
paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah
rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional
preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang
sama di masing-masing telinga.Canal paresis menunjukkan lesi perifer di
labirin atau nervus vestibulokoklearis, sedangkan directional preponderance
menunjukkan lesi sentral.
2. Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang
dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis
horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini
dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.

17
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah
periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan
berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih
dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

Gambar 12. Uji Dix Hallpike


Sumber : Otolaryngology Head and Neck Surgery

3. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus
tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.

Laboratorium
- Pemeriksaan cairan serebrospinal untuk menegakkan kasus meningitis.
- Melakukan kultur dan tes sensitivitas pada cairan telinga tengah untuk
menetukan terapi antibiotik yang tepat.

18
Pemeriksaan CT-Scan
- CT-Scan lumbalis untuk kasus meningitis.
- CT-Scan juga berguna untuk membantu menyingkirkan mastoiditis sebagai
penyebab potensial.
- CT-Scan os temporal dapat membantu dalam manajemen pasien dengan
cholesteatoma dan labirintitis.
- CT-Scan nonkontras untuk memvisualisasikan fibrosis dan kalsifikasi pada
pasien yang menderita labirinitis kronis.

X VARIAN 4,6
Atipikal BPPV
(Lateral Canal BPPV, Anterior Canal BPPV, Cupulolithiasis, Vestibulolithiasis,
pola Multicanal)

Ada beberapa varian BPPV yang jarang mungkin terjadi secara spontan serta
setelah manuver Brandt-Daroff/manuver Epley Semont. Ini terutama diduga
disebabkan oleh migrasi dari puing-puing otoconial ke kanal selain kanal
posterior, anterior atau saluran lateral. Hampir semua kasus, dengan pengecualian
cupulolithiasis, varian dari BPPV ini dapat berhenti dalam waktu seminggu tanpa
ada perlakuan khusus. Tetapi tidak ada prosedur tersedia untuk mengobati itu.
Dalam praktek klinis, BPPV atipikal yang timbul secara spontan pertama kali
diperlakukan dengan manuver seperti BPPV yang khas, dan perawatan khusus
seperti diuraikan di bawah ini dilakukan hanya setelah kegagalan pengobatan.

19
BPPV Kanal Lateral
adalah varian BPPV atipikal yang paling umum, terjadi sekitar 3-9 persen kasus
(Korres et al, 2002). Kebanyakan kasus sebagai akibat dari manuver Epley. Hal
ini didiagnosis dengan adanya nistagmus horizontal.

BPPV Kanal Anterior


Jarang ditemukan, dan sebuah studi baru-baru ini menyarankan bahwa ini
merupakan sekitar 2% dari kasus BPPV (Korres et al, 2002). Hal ini didiagnosis
dengan adanya nistagmus dengan komponen downbeating dan gerakan torsional
pada posisi Dix-Hallpike, atau nistagmus yang upbeating dan torsi ketika duduk
pada posisi Dix-Hallpike. Nistagmus selama Dix-Hallpike pada satu sisi
kemungkinan besar disebabkan eksitasi dari kanal anterior pada sisi yang
berlawanan. Ini harus menyebabkan nistagmus downbeating serta nistagmus torsi
dengan fase cepat ke arah telinga yang terganggu. Dengan demikian arah
komponen torsi selama fase down dari Dix-Hallpike menginformasikan telinga
yang terganggu. BPPV kanal anterior bisa terprovokasi dari telinga berlawanan
dengan sisi manuver Dix-Hallpike, jika mendapatkan pusing ke sisi kanan,
telinga mungkin masalah kiri.
Nistagmus upbeating ini pada posisi duduk mungkin sangat mempengaruhi
sebagai otolith yang mengendap di cupula dari kanal anterior. BPPV kanal
anterior mungkin jarang terjadi karena saluran anterior biasanya merupakan
bagian tertinggi dari telinga. Otolith alami akan cenderung jatuh dari setengah
bagian belakang saluran anterior. BPPV kanal anterior kadang-kadang mungkin
timbul sebagai komplikasi dari manuver Epley.
Otolith mungkin juga akan sementara berada di daerah crus umum, yang
merupakan kanal bersama antara kanal anterior dan posterior.

Cupulolithiasis
adalah suatu kondisi di mana puing melekat di cupula dari sebuah kanal setengah
lingkaran, bukannya longgar dalam kanal. Cupulolithiasis bukanlah komplikasi
pengobatan, melainkan merupakan bagian dari spektrum BPPV. Cupulolithiasis
menghasilkan nistagmus yang konstan. Cupulolithiasis secara teoritis mungkin
terjadi di saluran manapun - horizontal, anterior atau vertikal, masing-masing
yang mungkin memiliki pola sendiri itu dari nistagmus.

20
Vestibulolithiasis
adalah kondisi di mana otolith ada di sisi depan cupula, bukan di sisi kanal.
Untuk teori ini, ada otolith-otolith yang longgar, dekat tapi tidak terikat kepada
cupula saluran posterior, mungkin di ruang depan. Untuk mekanisme
vestibulolithiasis, ketika kepala tersebut akan gerakan, otolith atau yang lainnya
mungkin beralih dari ruang depan ke ampula, atau dalam ampula tersebut.
Mekanisme ini menyerupai cupulolithiasis, memiliki nistagmus yang terus-
menerus karena otolith yang bergerak.

Pola multikanal
Secara umum dapat menemukan sejumlah kecil nistagmus horisontal atau
nistagmus downbeating kontralateral pada orang dengan BPPV kanal klasik
posterior. Sementara penjelasan lain yang mungkin, yang paling mungkin adalah
bahwa ada otolith di beberapa kanal.

XI KOMPLIKASI14
Meskipun Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak nyaman, jarang
menyebabkan komplikasi. Dalam kasus yang jarang terjadi, jika parah, BPPV
persisten menyebabkan sering muntah, sehingga mungkin beresiko dehidrasi.

XII PENATALAKSANAAN 6, 9, 10
BPPV telah sering disebut sebagai "self limited" karena gejala sering hilang
dalam waktu enam bulan onset. Gejala cenderung berkurang. Obat kadang-
kadang membantu dalam mengontrol rasa mual yang terkait dengan BPPV tetapi
sebaliknya jarang menguntungkan. Namun, berbagai macam manuver dan latihan
fisik telah terbukti efektif.

TERAPI KONSERVATIF
Tiga macam perasat dilakukan untuk menanggulangi BPPV yaitu Canalith
Repositioning Treatment (CRT), perasat liberatory, dan  latihan Brandt-Daroff.
1. CRT (Canalith Repositioning Treatment)
CRT sebaiknya segera dilakukan setelah hasil perasat Dix-Hallpike
menimbulkan  respon abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya
kanalitiasis pada kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang

21
terbawah. Pasien  tidak kembali ke posisi duduk, namun  kepala pasien
dirotasikan dengan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis
semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat di mana kanalith tidak lagi
menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus
dilakukan tindakan CRT kanan. Perasat ini dimulai pada posisi Dix-
Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan
pada posisi tersebut selama 1-2 menit, kemudian kepala direndahkan dan
diputar secara perlahan ke kiri dan dipertahankan selama beberapa saat.
Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan
pada posisi menghadap ke kiri dengan sudut 450 sehingga kepala
menghadap kebawah melihat ke lantai. Akhirnya pasien kembali ke posisi
duduk, dengan kepala menghadap ke depan. Setelah terapi ini pasien di
sarankan untuk menahan leher dan disarankan untuk tidak menunduk,
berbaring, dan  membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur
pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari.
Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan
kanalitiasis pada kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada
kanal anterior kiri dan kanal posterior. CRT kiri merupakan metode yang
dapat digunakan, yaitu dimulai dengan kepala menggantung kiri dan
membalikan tubuh ke kanan sebelum duduk.

Gambar 13. Canalith Repositioning Treatment (CRT)


Sumber : http://scienceblogs.com/afarensis/2006/05/16/bipedal_
locomotion_and_semicir

22
Gambar 14. Epley maneuver
Sumber : http://scienceblogs.com/afarensis/2006/05/16/bipedal_
locomotion_and_semicir

Gejala-gejala remisi yang terjadi setelah CRT kemungkinan


disebabkan oleh perasat itu sendiri. Kadang-kadang CRT dapat
menimbulkan komplikasi. Terkadang kanalith dapat pindah ke kanal yang
lain. Komplikasi yang lain adalah kekakuan pada leher, spasme otot akibat
kepala di letakkan dalam posisi tegak selama beberapa waktu setelah terapi.
Pasien dianjurkan untuk melepas penopang leher dan melakukan gerakan
horisontal kepalanya secara periodik. Bila dirasakan adanya gangguan
leher, ekstensi kepala diperlukan pada saat terapi dilakukan. Digunakan
meja pemeriksaan yang bertujuan untuk menghindari keharusan posisi
ekstensi dari leher. Pada akhirnya beberapa pasien mengalami vertigo berat
dan merasa mual sampai muntah pada saat tes provokasi dan
penatalaksanaan. Pasien harus diminta untuk duduk tenang selama beberapa
saat sebelum meninggalkan klinis.

23
2. Perasat Liberatory
Perasat liberatory juga dibuat untuk memindahkan otolit (debris/kotoran)
dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari jenis
kanal mana yang terlibat, apakah kanal anterior atau posterior.
Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, perasat liberatory kanan
perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk 
pada meja pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap ke kiri 45°.
Pasien yang duduk dengan kepala menghadap ke kiri secara cepat dibaring-
kan ke sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu  kanan. Setelah 1
menit, pasien digerakan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke
posisi side lying kiri dengan  kepala menoleh 45° ke kiri. Pertahankan
penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali ke
posisi duduk. Penopang leher kemudian dikenakan dan diberi instruksi
yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT. Bila kanal anterior
kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama, namun kepala diputar
menghadap ke kanan. Bila kanal  posterior kiri yang terlibat, perasat
liberatory kiri harus dilakukan, (pertama pasien bergerak ke posisi
sidelying kiri kemudian posisi side lying kanan dengan kepala menghadap
ke kanan). Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri
dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri. Angka kesembuhan
70-84% setelah terapi tunggal perasat liberatory.

Gambar 15. Perasat liberatory


Sumber : http://www.neuroanatomy.wisc.edu/virtualbrain
/BrainStem/13VNAN.html

24
3. Latihan Brandt dan Daroff
Latihan Brandt dan Daroff dapat di lakukan oleh pasien di rumah tanpa
bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan dari duduk ke samping
yang dapat mencetuskan vertigo (dengan kepala menoleh ke arah yang
berlawanan) dan tahan selama 30 detik, lalu kembali ke posisi duduk dan
tahan selama 30 detik, lalu dengan cepat berbaring ke sisi yang berlawanan
(dengan kepala menoleh ke arah yang berlawanan) dan tahan selama 30
detik, lalu secara cepat duduk kembali. Pasien melakukan latihan secara
rutin 10-20 kali, 3 kali sehari sampai vertigo hilang paling sedikit 2 hari.

Gambar 16. Jadwal Harian Latihan


Sumber : http://www.neuroanatomy.wisc.edu/virtualbrain
/BrainStem/13VNAN.html

25
Gambar 17. Latihan Brand Daroff
Sumber : http://www.neuroanatomy.wisc.edu/virtualbrain
/BrainStem/13VNAN.html

Angka remisi 98% timbul akibat latihan-latihan akan melepaskan otokonia


dari kupula dan keluar dari kanalis semirkularis, di mana mereka tidak akan
menimbulkan gejala. Remisi juga timbul akibat adaptasi sistem vestibuler sentral.
Lebih baik, kanalitiasis pada kanal anterior dan posterior diterapi dengan CRT.
Bila terdapat kupulolitiasis, kita dapat menggunakan perasat liberatory. Latihan
Brandt Daroff dilakukan bila masih terdapat gejala sisa ringan. Obat-obatan
dilakukan untuk menghilangkan gejala-gejala seperti mual, muntah. Terapi pem-
bedahan, seperti pemotongan n. vestibularis, n. Singularis, dan penutupan kanal
yang terlibat jarang dilakukan.
Modifikasi CRT digunakan untuk pasien dengan  kanalitiasis pada BPPV
kanalis horizontal, permulaan pasien dibaringkan dengan posisi supinasi, telinga
yang terlibat berada di sebelah bawah. Bila kanalith pada kanalis horizontal
kanan secara perlahan kepala pasien digulirkan ke kiri sampai ke posisi hidung di
atas dan posisi ini dipertahankan selama 15 detik sampai vertigo berhenti.
Kemudian kepala digulirkan kembali ke kiri sampai telinga yang sakit berada di -
sebelah atas. Pertahankan posisi ini selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Lalu
kepala dan badan diputar bersamaan ke kiri, hidung pasien menghadap ke bawah,
tahan selama 15 detik. Akhirnya, kepala dan badan diputar ke kiri ke posisi awal
dimana telinga yang sakit berada di sebelah bawah. Setelah 15 detik, pasien
perlahan-lahan duduk, dengan kepala agak menunduk 30°. Penyangga leher di-
pasang dan diberi instruksi serupa dengan pasca CRT untuk kanalis posterior dan
kanalis anterior. Latihan Brandt-Daroff dapat dimodifikasi untuk menangani

26
pasien dengan BPPV pada kanalis horizontal karena kupulolitiasis. Pasien-pasien
tersebut diminta melakukan gerakan ke depan-belakang secara cepat pada bidang
kanalis horizontal pada posisi supinasi. Perasat ini bertujuan untuk melepaskan
otokonia dari kupula. Namun bukti menunjukan efektifitas perasat-perasat terapi
untuk kanalis horizontal masih dipertanyakan. Perasat CRT, liberatory, dan
Brandt Daroff merupakan latihan yang baik untuk pasien BPPV.
CRT merupakan terapi standar di berbagai negara. CRT digunakan untuk
terapi kanal posterior and anterior akibat kanalithiasis. Perasat Liberatory
digunakan untuk kupolitiasis agar menggerakkan otokonia. Latihan Brandt
Daroff digunakan untuk pasien dengan gejala yang menetap.

TERAPI FARMAKOLOGI
Obat-obatan simptomatis yang biasa digunakan adalah supresor saraf misalnya
Betahistine dan Merislon.

TERAPI BEDAH
Jika latihan yang dijelaskan di atas tidak efektif dalam mengendalikan gejala, dan
gejala berlangsung selama satu tahun atau lebih, dan diagnosis sudah sangat
jelas, prosedur pembedahan yang disebut "posterior kanal plugging" mungkin
dianjurkan. Prosedur ini menimbulkan risiko kecil pada proses pendengaran,
tetapi efektif dalam sekitar 90% dari orang yang tidak memiliki respon terhadap
perawatan lainnya.

Gambar 18. Canal Posterior Plugging


Sumber : http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv

27
Labirintektomi dan sacculotomi juga baik, tetapi umumnya tidak tepat karena
kehilangan pendengaran dapat terjadi pada prosedur ini.

XIII PROGNOSIS 8
Pasien harus dijelaskan tentang BPPV. Sepertiga dari pasien remisi pada 3
minggu dan mayoritas pasien pada 6 bulan mulai dari awal. Pasien harus
diyakinkan bahwa BPPV dapat diobati, tetapi harus mengingatkan bahwa BPPV
dapat kambuh bahkan setelah pengobatan yang berhasil dengan manuver
reposisi, sehingga perawatan yang lebih lanjut mungkin diperlukan. Literatur
bervariasi tentang tingkat kekambuhan, satu studi observasional jangka panjang
menunjukkan tingkat kekambuhan 18% lebih dari 10 tahun. Penelitian lain
menunjukkan tingkat kekambuhan 15% per tahun, dengan tingkat kekambuhan
50% pada 40 bulan setelah pengobatan.
Kambuhnya BPPV adalah masalah yang sering. Penyakit Meniere
(hidrops endolymphatic), penyakit SSP, migrain, dan pasca trauma, semuanya
telah dikaitkan dengan risiko yang lebih besar pada kekambuhan. Beberapa
pasien dapat diajarkan manuver reposisi untuk digunakan di rumah ketika
kambuh gejala mereka.
Tindakan bedah pada BPPV dapat dilakukan pada kasus dimana terjadi
berulang kali setelah upaya dengan manuver reposisi dan latihan rehabilitasi
vestibular telah gagal. Kurang dari 1% dari pasien BPPV memerlukan operasi.

BAB III

28
KESIMPULAN

Gejala BPPV termasuk vertigo berputar, mual, dan disekuilibrium mungkin


tampak subyektif parah untuk pasien yang menderita gangguan ini, relative sederhana
untuk mendiagnosa dan strategi pengobatannya sangat efektif. Baik diagnose dan
terapi sangat dibantu dengan menggunakan kacamata inframerah, memungkinkan
untuk perbaikan significan dalam rekaman, pengamatan, dan penilaian dari nistagmus
klasik dilihat pada penyakit ini. BPPV tidak hanya adalah masalah yang paling umum
terjadi, namun juga paling resnponsif dalam pengobatannya.

DAFTAR PUSTAKA

29
1. Declan T. Walsh. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi, alih bahasa Caroline
Wijaya, Jakarta:EGC, 1997, hlm. 50, 54, 491.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Ed 2. Jakarta: EGC,
2001.hal:186-8
3. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at:
http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv/bppv.html (diakses pada
22 September 2008)
4. J. Hadjar E. Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorokan kepala leher. Edisi keenam. 2008. Balai penerbit
FKUI. Jakarta. Halaman 94-101
5. Anonymous. Bipedal Locomotion and Semicircular Canal: One from the
Archives. Available at:
http://scienceblogs.com/afarensis/2006/05/16/bipedal_locomotion_and_semicir/
(diakses pada 22 September 2008)
6. Ganong WF. Review of Medical Physiology. Ed 22. USA: McGraw Hill, 2005.
hal:177-8
7. Anonymous. Vestibular Nuclei and Abducens Nucleus. Available at:
http://www.neuroanatomy.wisc.edu/virtualbrain/BrainStem/13VNAN.html
(diakses pada 22 September 2008)
8. Anonymous. Medical Encyclopedia: Vertigo. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19706.htm (diakses pada
22 September 2008)
9. Hain TC. Debris Redistribution. Available at: http://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/bppv/movies/Debris-Redistribution.gif (diakses pada 22
September 2008)
10. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorokan kepala leher. Edisi keenam. 2008. Balai penerbit
FKUI. Jakarta. Halaman 104-10
11. Labyrinthitis: A Medical Dictionary, Bibliography, and Annotated Research
Guide to Internet References. San Diego, CA: Icon Group International, 2004.

30
12. Schraff SA, Schleiss MR, Brown DK, Meinzen-Derr J, Choi KY, Greinwald JH,
et al. Macrophage inflammatory proteins in cytomegalovirus-related inner ear
injury. Otolaryngol Head Neck Surg. Oct 2007.
13. Aboe Amar Joesoef. Neuro-Otologi klinis Vertigo. Surabaya. Airlangga
University Press; 2002. Hal xxiv-xxvi.
14. http://www.mayoclinic.com/health/vertigo/DS00534/DSECTION=complications

31

Anda mungkin juga menyukai