Pendahuluan
Vertigo adalah sensasi abnormal berupa gerakan berputar; ilusi bergerak, atau
halusinasi gerakan.Pada vertigo, penderita merasa atau melihat lingkungannya bergerak,
padahal lingkungannya diam, atau penderita merasa dirinya bergerak, padahal tidak. Gerakan
pada vertigo umumnya gerakan berputar, namun sesekali gerakan dapat bersifat linier (garis
lurus); tubuh seolah-olah didorong atau ditarik menjauhi bidang vertical.
Vertigo disebabkan oleh gangguan atau kelainan atau penyakit pada sistem
vestibular.Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan atau
gangguan orientasi di ruangan.Keseimbangan diatur oleh integrasi berbagai sistem,
diantaranya yang berperan banyak ialah sistem vestibular, sistem visual, dan sistem
somatosensorik.Untuk mempertahankan keseimbangan di ruangan, sedikitnya 2 dari 3 sistem
tersebut harus berfungsi baik.Bila seseorang menderita vertigo, maka ada gangguan pada
sistem vestibularnya.
Telinga dalam atau labirin terletak di bagian petrosa tulang temporal. Bangunan ini
cukup terlindung letaknya, namun ia masih rawan terhadap gangguan. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh fraktur tulang, infeksi bangunan yang terletak didekatnya, misalnya telinga
tengah dan selaput otak, dan oleh toksin yang dibawa oleh aliran darah. Labirin terdiri atas 2
bagian yang saling berhubungan:1
1. Labirin anterior yang terdiri atas koklea yang berperan dalam pendengaran.
Ganglion sensorik primer, disebut juga sebagai ganglion vestibular atau ganglion
Scarpa, terletak di liang akustik interna. Ganglion ini mengandung sel-sel neuron sensorik
primer.Sel-sel neuron ini bipolar, bagian perifer (dendrite) berakhir di sel rambut di macula
Page | 1
utikulus, sakulus, dan di Krista ampula bejana semisirkular.Bagian sentral (akson) membentuk
saraf vestibular memasuki batang otak di batas pons-medula oblongata dan berakhir di inti
vestibular. Sel-sel di inti vestibular di batang otak berhubungan dengan:
Serebelum
Akson sel inti vestibular ada yang bersinaps dengan inti saraf abdusen,
okulomotor, dan troklear. Hubungan ini penting dalam mengatur gerakan bola
mata, gerakan konjugasi bola mata sehubungan dengan gerakan kepala.
Medula spinalis
Daerah vestibular di korteks otak ialah di girus post sentral lobus parietal, di
dekat area sensorik untuk kepala. Mungkin juga ada daerah vestibular di korteks
lobus temporal berdekatan dengan daerah untuk pendengaran.
Fungsi korteks vestibular ini ialah untuk orientasi ruangan dan ikut mengatur sistem
motorik. Korteks ini mempunyai kemampuan untuk menyaring informasi mengenai
keseimbangan. Gangguan kemampuan ini dapat mengakibatkan disekuilibrium
(ketidakseimbangan) yang misalnya didapatkan pada trauma otak. Stimulasi daerah korteks ini
memberikan sensasi rotasi dan gerakan badan.
Page | 2
Penglihatan “vision” mensuplai informasi mengenai posisi dan gerakan objek, somato-
sensorik (rasa raba dan proprioseptif) memberikan masukan mengenai posisi dari tubuh serta
bagian – bagiannya; dan input dari vestibular memberikan informasi mengenai gerak kepala
dan posisi kepala sehubungan dengan gravitasi. Input sensorik ini kemudian diolah di otak
yang kemudian menciptakan tingkah yang dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan
dan orientasi sewaktu kita melakukan kegiatan atau aktivitas sehari-hari.
Proses serupa juga terjadi yaitu bimbingan serta koordinasi gerak mata dan kepala bila
kita mengikuti atau memfiksasi pandangan kita pada suatu objek. Informasi sensorik berbagai
sistem (vestibular, visual, dan proprioseptif) berkontribusi di dalam mengontrol keseimbangan.
Sistem vestibular berkembang khusus untuk keperluan ini.
Fungsi sistem vestibular ialah mensuplai otak dengan informasi mengenai gerak kepala
serta orientasi di ruangan. Reseptor akhir (end organ) terdiri atas labirin vestibular di telinga
dalam, terbungkus di dalam tulang temporal. Labirin vestibular terdiri atas 2 perangkat reseptor
mekanis, yaitu:
1. Bejana semi sirkular yang mendeteksi gerakan kepala yang berarah angular
2. Organ otolit yang mendeteksi gerakan kepala berarah linier serta orientasinya terhadap
gravitasi.
Tiap organ akhir memiliki epitel sensorik berisi sel rambut yang mengubah rangsang
mekanik menjadi rangsang listrik neuronal (rangsang neuronal) di serabut aferen saraf otak
VIII. Informasi ini kemudian didistribusikan ke beberapa bangunan di batang otak, terutama
ke inti vestibular yang memproses dan me-‘relay’ informasi vestibular ke berbagai bagian
susunan saraf pusat untuk menopang berbagai fungsi yang berasosiasi dengan keseimbangan.
Manusia merupakan makhluk yang simetrik bilateral. Demikian juga dengan labirin
yang pada sisi kiri dan kanan setangkup (ko-planar). Bagi tiap bejana ada bejana coplanar di
sisi lainnya. Bila gerakan kepala merangsang satu bejana, secara otomatis hal ini akan
menginhibisi pasangan ko-planarnya pada sisi lain.
Page | 3
Jadi, keenam bejana (3 pada tiap sisi) bertindak sebagai 3 pasang bejana yang
orthogonal, yaitu horizontal kanan dan kiri, anterior kiri dan posterior kanan, dan posterior kiri
dan anterior kanan.
Jadi, bila suatu neuron di inti vestibular dirangsang oleh suatu bejana, ia juga
akan diinhibisi oleh bejana kontralateral yang ko-planar. Hal ini dimungkinkan melalui
hubungan silang antara inti vestibular pada tiap sisi, komisur vestibular. Hal yang serupa
didapatkan juga pada organ otolit. Utrikulus dan sakulus kedua sisi adalah ko-planar.
Anamnesis
Dizziness merupakan gejala umum dan bisa disebabkan oleh kondisi neurologis atau
kardiovaskular yang serius.Bagaimanapun juga, dizziness memiliki variasi penyebab benign
dan meliputi variasi gejala pembanding, sehingga sulit untuk menegakkan diagnosis yang
tepat. Pada anamnesa dapat ditanyakan:2,3
Riwayat Penyakit Sekarang
Apa yang sebenarnya dimaksud dengan dizziness oleh pasien? Apakah pasien
mengartikannya sebagai ketidakseimbangan, true vertigo (sensasi keadaan
sekitar yang bergerak), perasaan ingin pingsan, pusing, dll ?
Apa yang pasien rasakan saat keluhan berlangsung? Rasanya seperti apa?
Berapa lama? Seberapa sering?
Apakah terdapat pengaruh perubahan sikap?
Apakah terdapat kondisi lain selain perubahan posisi yang dapat membuat
sensasi vertigo bertambah berat?
Apakah ada gangguan pendengaran, seperti telinga berdenging atau penurunan
pendengaran?
Apakah gangguan penglihatan hanya terjadi saat bergerak?
Apa yang memperberat keluhan? Apa yang meringankan?
Apakah terdapat gejala deficit neurologis fokal seperti penglihatan ganda,
gangguan menelan, disartri atau kelemahan motorik?
Adakah gejala yang menemani ketika keluhan timbul, seperti mual, muntah,
palpitasi, sakit kepala, nyeri dada, dll?
Adakah gejala lain, seperti gejala neurologis lainnya (misalnya kelemahan,
gangguan pendengaran, nistagmus, gangguan keseimbangan, gangguan fungsi
cerebellum) atau gejala kardiovaskular (misalnya nyeri dada)?
Page | 4
Riwayat Penyakit Dahulu
Adakah riwayat penyakit jantung atau penyakit saraf serius?
Adakah riwayat episode atau sinkop?
Riwayat Pengobatan
Apakah pasien minum obat yang mungkin menyebabkan timbulnya keluhan,
seperti diuretic yang menimbulkan hiportensi postural?
Apakah pasien sudah sempat mengobati keluhannya, misalnya dengan
vestibular sedative?
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Nistagmus
Page | 5
Bila didapatkan keluhan vertigo, perlu dicari adanya nistagmus dengan memeriksa
gerakan bola mata. Nistagmus memiliki ciri sesuai gerakannya, misalnya jerk dan pendular,
menurut bidang gerakannya (horizontal, rotatoar, vertical, campuran), arah gerakan, amplitude,
dan lamanya nistagmus berlangsung. Pengaruh sikap kepala perlu diperhatikan.
Sebagai pegangan sederhana gejala berikut dapat dianggap berasal dari susunan saraf
pusat (sentral), yaitu: nistagmus yang vertical murni, nistagmus yang berubah arah, nistagmus
yang sangat aktif namun tanpa vertigo. Nistagmus yang rotatoar umum didapatkan pada
gangguan vestibular perifer.4
Nistagmus dapat lebih mudah dievaluasi dengan menggunakan lensa Frenzel, yaitu
suatu kacamata dengan lensa positif 20 dioptri. Lensa ini membuat penderita tidak dapat
memfiksasi pandangannya, dan pemeriksa dapat menilai gerak mata penderita dengan lebih
mudah (kaca pembesar).4
Posturografi
Tes ini dapat mengevaluasi sistem visual, vestibular, dan somatosensorik. Tes ini
dilakukan dengan 6 tahap, yaitu sebagai berikut:4
Tahap 1. Pada tahap ini, tempat berdiri penderita terfiksasi dan pandangan pun dalam
keadaan biasa (normal).
Tahap 2. Pada tahap ini, pandangan dihalangi (mata ditutup) dan tempat berdiri
terfiksasi (serupa dengan tes Romberg).
Tahap 3. Pada tahap ini, pandangan melihat pemandangan bergoyang, dan ia berdiri
pada tempat yang terfiksasi. Dengan bergeraknya objek yang dipandang, maka input
visus tidak dapat digunakan sebagai patokan untuk orientasi ruangan.
Tahap 4. Pandangan yang dilihat biasa, namun tumpuan untuk berdiri digoyang.
Dengan bergoyangnya tumpuan, maka input somatosensoris dari badan bagian bawah
diganggu.
Tahap 5. Mata ditutup dan tempat berpijak digoyang.
Tahap 6. Pandangan melihat pemandangan yang bergoyang dan tumpuan berpijak juga
bergoyang.
Dengan menggoyang, maka informasi sensoris menjadi rancu (kacau; tidak akurat),
sehingga penderita harus menggunakan sistem sensoris lainnya untuk input (informasi).
Page | 6
Keadaan
sensoris
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5 Tahap 6
pada tiap
tahapan
Informas
i sensoris
Tak ada Tak ada Ada Ada Ada Ada
yang
rancu
Informas Vestibular
Vestibular Vestibular
i sensoris Visual Vestibular
Somatosensori Somatosensori Vestibular Vestibular
yang Somatosensori Visual
s s
akurat s
Informas
i sensoris Somatosensori
Somatosensori Somatosensori
yang Tak ada Tak ada Visual s
s s
tidak Visual
adekuat
Page | 7
Dilakukan untuk membangkitkan vertigo dan nistagmus posisional pada penderita
dengan gangguan sistem vestibular. Pada tes ini, penderita disuruh duduk di tempat tidur
periksa, kemudian direbahkan sampai kepala bergantung di pinggir tempat tidur dengan sudut
sekitar 30 derajat di bawah horizon.Setelah itu, kepala ditolehkan ke kiri.Tes kemudian
diulangi dengan kepala melihat lurus dan diulangi lagi dengan kepala menoleh ke kanan.
Penderita diminta tetap membuka mata agar pemeriksa dapat melihat jika muncul
nistagmus.Perhatikan kapan nistagmus mulai muncul, berapa lama berlangsung, serta tentukan
jenis nistagmus. Kepada penderita, tanyakan apa yang ia rasakan, apakah vertigo yang
dialaminya pada tes ini serupa dengan vertigo yang dialaminya.3-5
Pada lesi perifer, vertigo lebih berat dan didapatkan masa laten selama sekitar 2-30
detik. Masa laten di sini diartikan sebagai nistagmus yang tidak segara timbulbegitu kepala
mengambil posisi yang diberikan. Nistagmus baru muncul setelah beberapa detik berlalu, yaitu
sekitar 2-30 detik. Pada lesi vestibular perifer, didapatkan masa laten.
Past-Pointing Test
Pemeriksaan Penunjang
Page | 8
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan laboratorium
(darah lengkap, profil lipid, asam urat, dan hemostasis), foto rontgen cervical, EEG
(elektroensefalografi), ENG (elektronistagmografi), EMG (elektromiografi), BAEP
(Brainstem Auditory Evoked Potential), audiometric, CT scan, MRI, dan arteriografi.3
Tes pencitraan dilakukan pada pasien yang tidak memiliki karakteristik nistagmus,
berasosiasi dengan penemuan neurologis, atau tidak berespon terhadap terapi. Tes pencitraan
yang dipilih adalah MRI dengan kontras gadolinium untuk mengevaluasi sel otak, sudut
serebelum-pontin, dan arteri carotid interna. MRI merupakan modalitas yang paling sensitive
dan spesifik untuk mengidentifikasi tumor pada fossa posterior.6
ENG terdiri atas rekaman objektif yang diinduksi oleh nistagmus yang disebabkan
pergerakan kepala dan tubuh, serta stimulasi kalorik. ENG sangat membantu dalam mengukur
derajat hipofungsi vestibular dan mungkin membantu membedakan antara lesi sentral dan lesi
perifer.7
Diagnosis Banding
Neuritis Vestibular
Defisit vestibular unilateral yang akut (neuropati atau neuritis vestibular = kehilangan
fungsi, biasanya, sebuah organ vestibular atau nervus vestibularis secara akut) adalah penyebab
vertigo rotatorik tersering kedua. Meskipun pada sebagian besar kasus, tidak ada penyebab
yang dapat teridentifikasi secara pasti, banyak bukti menunjukkan bahwa episode tersebut
disebabkan oleh virus, dengan cara yang sama dengan kelumpuhan nervus fasialis idiopatik
(Bell’s Palsy) dan tuli tiba-tiba.8
Gejala utama adalah vertigo berputar yang hebat dengan onset akut dan berlangsung
hingga beberapa hari yang diperberat dengan pergerakan kepala.Keluhan ini disertai oleh
nistagmus torsional horizontal yang arahnya menjauhi sisi lesi, serta kecenderungan untuk
terjatuh ke sisi lesi, nausea, muntah, dan malaise hebat.Gejala prodromal ringan dalam bentuk
Page | 9
sensasi vertigo yang singkat dan sementara kadang-kadang mendahului serangan akut dalam
beberapa hari. Pendengaran umumnya tidak terpengaruh, tetapi jika ditemukan gangguan
pendengaran, diagnosis banding harus menyertakan penyakit infeksi seperti mumps, campak,
mononucleosis, boreliosis, neurosifilis, herpes zoster otikus, neuroma akustik, iskemia pada
teritori arteri labirinti, dan Meniere Disease. Neuritis vestibular cenderung mengenai individu
berusia antara 30 dan 60 tahun dan tidak menjadi lebih sering pada usia tua, yang menunjukkan
bahwa gangguan ini kemungkinan tidak disebabkan oleh iskemia. Diagnosis ditegakkan
dengan temuan gangguan eksitabilitas labirin yang terkena pada pemeriksaan kalori, tanpa
disertai oleh manifestasi neurologis lain (seperti deficit saraf kranialis lain, deficit serebelum,
atau deficit batang otak). Vertigo dan ketidakseimbangan membaik secara perlahan dalam 1 –
2 minggu, dan semua gejala umumnya pulih sempurna dalam 3 minggu setelah onset.8
Meniere Disease
Meniere disease ditandai oleh serangan vertigo yang berulang dan berlangsung dari
beberapa menit sampai beberapa hari, disertai oleh tinnitus dan pekak progresif. Pada ¾ kasus,
penyakit mulai pada usia 20 – 50 tahun dan pria lebih sering daripada wanita. Penyebabnya
mungkin oleh peningkatan volume endolimfe di labirin (endolymphatic hydrops), namun
mekanisme patogenesisnya belum terungkap dengan baik.Penumpukan endolimfe yang
berlebihan ini mungkin disebabkan oleh berkurangnya resorpsi oleh kantong
endolimfe.Endolimf berhubungan dengan bagian vestibular dan koklear dari telinga-dalam.
Pada penyakit ini diduga bahwa volume endolimf yang meningkat mengakibatkan
membrane labirin robek dan endolimf yang memiliki kadar kalium tinggi menjadi bercampur
dengan perilimf yang kadar kaliumnya rendah. Robekan ini mengakibatkan gejala berupa
tinnitus, pendengaran berkurang, vertigo, dan rasa tertekan atau rasa penuh di telinga.Pada fase
dini, menurunnya pendengaran berfluktuasi dan pendengaran pulih kembali setelah robekan
sembuh.Dengan berlanjutnya penyakit, penurunan pendengaran bertambah berat dan dapat
menetap.Dengan bertambah buruknya pendengaran, maka vertigo cenderung menjadi kurang
berat.Meniere disease biasanya melibatkan 1 sisi telinga. Oleh karena secara fisiologis manusia
mendengar dengan 2 telinga, sering penderita tidak mengeluhkan pendengaran yang
berkurang.4
Page | 10
hanya intensitasnya yang meningkat sewaktu serangan. Bunyi tinnitus bervariasi; sering
bernada rendah, bergemuruh, atau mendesis.
Gejala atau gangguan utama meniere disease adalah vertigo. Sewaktu serangan,
penderita merasa atau melihat ruangan di sekitarnya berputar, atau ia sendiri terasa berputar di
dalam ruangan yang diam. Sewaktu serangan, penderita tidak mampu duduk atau jalan karena
rasa berputar yang dialaminya. Ia terpaksa tidur diam dengan kepala difiksasi pada posisi yang
menyenangkan, menghindari segala gerakan kepala, sebab gerakan kepala dapat memperburuk
sensasi gerakan.
Gejala gangguan saraf otonom yang terkait dengan labirin, seperti pucat, keringat
dingin, nausea, dan muntah biasanya ditemukan.Bertambah berat vertigo, bertambah berat pula
gangguan saraf otonom. Frekuensi, berat, serta lamanya serangan berbeda-beda antar penderita
dan juga pada penderita yang sama. Vertigo dapat timbul mendadak tanpa gejala pemula atau
dapat didaului oleh gejala pemula (aura).Aura dapat berbentuk rasa penuh di telinga, tinnitus
yang meningkat, atau tuli yang bertambah.Aura kemudia diikuti oleh sensasi
berputar.Bergantung pada beratnya serangan, vertigo dapat berlangsung beberapa menit
sampai berjam-jam.Sering manifestasi akut serangan berlangsung 1 – 3 jam. Selain tinnitus,
vertigo, pekak, serta gangguan otonom terkait, biasanya tidak dijumpai gejala neurologi lain
pada penyakit ini. Pada permulaan serangan, gerak nistagmus biasanya ke arah telinga yang
terlibat (iritatif) dan pada tahap lebih lanjut dari serangan, maka arah nistagmus ialah menjauhi
telinga yang terlibat (paralitik). Bila serangan reda, nistagmus tidak dijumpai lagi.4
Bila dijumpai pula keluhan nyeri kepala yang mencolok atau ditemukan kesadaran
menurun atau serangan kejang, maka harus dipikirkan penyakit SSP lain yang lebih serius.
Neuroma Akustik
Page | 11
Neuroma akustik sebenarnya merupakan kesalah penamaan untuk schwannoma yang
muncul dari serabut vestibular nervus vestibulokoklearis. Pertama-tama tumor merusak serabut
ini, kemudian secara perlahan dan progresif merusak eksitabilitas organ vestibular sisi yang
terkena; pasien jarang mengalami vertigo karena deficit ini dapat dikompensasi dengan proses
vestibular pada tingkat yang lebih tinggi, tetapi eksitabilitas asimetris dapat terlihat pada tes
kalori. Bergantung pada kecepatan pertumbuhan tumor, iritasi dan/atau kompresi serabut
nervus koklearis cepat atau lambat akan menimbulkan tuli frekuensi tinggi yang terbukti secara
klinis. Diagnostic neuroma akustikus didukung oleh temuan tuli frekuensi tinggi pada
audiometric dan pemanjangan waktu konduksi dengan mengukur potensial cetusan auditorik
batak otak (BAEP: Brainstem Auditory Evoked Potentials); dan dapat dikonfirmasi dengan
MRI. Namun, tidak ada hubungan langsung dan tepat antara ukuran tumor dan keparahan tuli
yang disebabkannya.8
Tumor yang telah tumbuh lebih lanjut dapat menekan struktur di sekitarnya (batang
otak, nervus fasialis, nervus trigeminus), menyebabkan deficit saraf cranial lebih lanjut
(misalnya gangguan lakrimasi dan pengecapan akibat disfungsi korda timpani) dan akhirnya
terjadi gejala batang otak dan serebelum. Pasien dengan neuroma akustik bilateral
kemungkinan mengalami neurofibromatosis tipe II (disebut juga neuromatosis akustik
bilateral).8
Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja kasus tersebut adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
yang ditandai dengan pusing berputar yang hanya berlangsung beberapa detik dan timbul
akibat adanya perubahan posisi. Diagnosis dapat dibuat berdasarkan dari tanda dan gejala yang
ada, dan dari hasil pemeriksaan fisik terkait untuk menilai sistem keseimbangan.
Etiologi
Sekitar 50% kasus penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus BPPV
dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah atau
operasi stapedektomi.Banyak BPPV yang timbul spontan disebabkan oleh kelainan di
otokonial berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit ini
menyebabkan bejana menjadi sensitive terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan
posisi kepala yang berubah.4
Page | 12
Epidemiologi
Prevalensi angka kejadian BPPV di Amerika Serikat adalah 64 dari 100.000 orang
dengan kecenderungan terjadi pada wanita (64%). BPPV diperkirakan sering terjadi pada usia
rata-rata 51 – 57,2 tahun dan jarang pada usia di bawah 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala.3
Patofisiologi
Page | 13
Manifestasi Klinis
BPPV merupakan vertigo yang timbul bila kepala mengambil posisi atau sikap tertentu.
BPPV adalah kelainan perifer yang paling sering dijumpai. Pada kelainan ini, perubahan posisi
kepala, terlebih bila telinga yang terlibat di tempatkan di sebelah bawah, menimbulkan vertigo
yang berat yang berlangsung singkat.Sindrom ini ditandai dengan episode vertigo yang berat
yang berlangsung singkat (beberapa detik atau menit) yang disertai oleh nausea dan muntah.
Serangan vertigo dapat dicetuskan oleh perubahan sikap, misalnya bila penderita
berguling di tempat tidur, menolehkan kepala, melihat ke bawah, menengadah.Vertigo dapat
muncul pada tiap perubahan kepala namun biasanya paling berat pada sikap berbaring pada
sisi dengan telinga yang terlibat berada di sebelah bawah.Vertigo disertai oleh rasa tidak
seimbang yang berat, namun penderita jarang sampai kehilangan control dari sikapnya dan
jatuh.
Vertigo akan mereda bila penderita terus mempertahankan sikap atau posisi yang
mencetuskannya, namun penderita umumnya segera mengubah sikap atau posisinya untuk
menghindari sensasi yang tidak menyenangkan ini. Sekiranya penderita terus mempertahankan
sikapnya pada sikap yang memicu vertigo (misalnya menoleh ke kiri), intensitas vertigo akan
berkurang, kemudian mereda.
Bila maneuver ini diulang berturut, misalnya menoleh ke kiri, respon semakin
berkurang, vertigo semakin melemah dan kemudian mereda. Lain halnya dengan vertigo
posisional yang disebabkan oleh kelainan sentral (misalnya di batang otak atau serebelum)
tidak didapatkan respon yang berkurang atau habituasi. Jawaban vertigo ayau nistagmus
hampir sama atau tidak berubah.
Pada vertigo posisional yang perifer, vertigo tidak segera muncul begitu diambil posisi
yang memicu. Didapatkan waktu laten yang berlangsung beberapa detik. Pada vertigo posisi
yang berasal dari kelainan sentral, vertigo atau nistagmus langsung timbul begitu posisi
diubah.Namun, keluhan subjektif mungkin lebih ringan pada vertigo posisional yang sentral.
Page | 14
mengalaminya.Sesekali dijumpai penderita yang kepekaannya terhadap vertigo posisional
berlangsung lama.
Penatalaksanaan
Vertigo yang berat yang kadang-kadang sampai membangunkan penderitanya dari tidur
membuat mereka menjadi cemas dan takut dan sering memikirkan bahwa ia mungkin
menderita penyakit berat, seperti tumor, stroke, atau penyakit jantung. Meskipun BPPV suatu
kelainan benigna, gejala yang ditimbulkan dapat terasa berat dan menakutkan atau
mencemaskan.Sepertiga dari penderita melaporkan bahwa serangan masih muncul sampai
Page | 15
kurun waktu lebih dari satu tahun. Kemungkinan bahwa serangan akan berulang akan berulang
perlu diinformasikan kepada penderita, sehingga mereka tidak perlu takut atau cemas.
Fisioterapi
Latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada sebagian besar penderita
BPPV.Latihan ini dilakukan pada pagi hari dan merupakan kegiatan yang pertama pada hari
itu. Penderita duduk di pinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada sisinya
untuk membangkitkan vetigo posisionalnya. Setelah vertigo mereda, ia kembali ke posisi
duduk semula. Gerakan ini diulangi lagi sampai vertigo melemah atau mereda.Biasanya sampai
2 atau 3 kali. Kegiatan latihan ini dapat diulangi 2 – 3 kali dalam sehari, tiap hari sampai tidak
didapatkan lagi respons vertigo.4
Medika Mentosa
Obat-obat anti vertigo seperti meklisin, betahistin, atau fenergan dapat digunakan
sebagai terapi simtomatik sewaktu melakukan latihan atau bila muncul eksaserbasi atau
serangan akut. Obat ini berkhasiat menekan nausea dan dizziness.4
Biasanya obat anti vertigo seperti meklisin, efektif dalam meredakan vertigo.Namun
ada penderita yang merasakan bahwa efek samping obat lebih buruk dari vertigonya
sendiri.Bila dokter meyakinkan pasien bahwa kelainan ini tidak berbahaya dan dapat mereda
sendiri, mungkin pasien tidak membutuhkan obat dengan efek samping terkait. Mmbatasi
perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.4
Terapi Bedah
Terapi bedah diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat diredakan oleh obat
atau oleh tindakan konservatif lainnya dan penderita menjadi invalid, tidak dapat bekerja dan
ada kemungkinan kehilangan pekerjaannya.4
Komplikasi
Page | 16
Vertigo hebat juga dapat menyebabkan penderitanya mengalami muntah. Oleh karena
itu, penderita vertigo, terutama usia lanjut, rentan mengalami dehidrasi jika mengalami vertigo
dengan disertai muntah berlebihan.
Prognosis
Prognosis umumnya baik karena biasanya vertigo berlangsung hanya beberapa detik
dan dapat terjadi remisi spontan, meskipun eksaserbasi sering terjadi.
Pencegahan
Tidak ada pencegahan spesifik untuk vertigo, mengingat vertigo juga dapat dialami
oleh orang normal.Vertigo dapat disebabkan oleh trauma servikal atau kepala, meskipun
etiologi ini berperan kecil dalam menimbulkan vertigo. Namun, trauma dapat dihindari, seperti
misalnya memakai pelindung kepala (helm) saat mengendarai motor, memakai safety belt saat
mengendarai mobil, tidur dengan posisi yang tepat, dan sebagainya.
Daftar Pustaka
Page | 17
1. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC; 2006.
2. Gleadle J. History and examination at a glance. 2nd ed. UK: Blackwell Publishing; 2007.
3. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis & tata
laksana penyakit saraf. Jakarta: EGC; 2009.
4. Lumbantobing SM. Vertigo tujuh keliling. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
5. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2006.
6. Johnson J, Lalwani AK. Vestibular disorders. In: Lalwani AK. Current diagnosis &
treatment in otolaryngology-head & neck surgery. US: McGraw-Hill; 2008.
7. Lustig LR, Schindler J. Ear, nose, & throat disorders. In: Mcphee SJ, Papadakis MA.
Current medical diagnosis & treatment 2010. 49th ed. US: McGraw-Hill; 2010.
8. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topic neurologi duus anatomi, fisiologi, tanda, gejala.
ed 4. Jakarta: EGC; 2010.
9. Li JC, Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo [internet]. 2013 [updated Dec
5; cited Dec 9 2013]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/884261-
overview#a0101.
Page | 18