Anda di halaman 1dari 17

Refrat Ilmu Penyakit Saraf

Vertigo Non-Vestibular

Pembimbing: dr. Linda Suryakusuma, Sp. S., MA.

Disusun oleh:
William Djauhari (2014-061-050)

Departemen Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Atma Jaya


Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya
2015
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebanyak 5% pasien datang ke petugas kesehatan dengan keluhan
pusing, baik itu oleh pasien dewasa muda maupun lansia. 1 Istilah pusing
dapat disalah artikan oleh pasien sebagai vertigo, pasien dapat
mendeskripsikan perasaan pusing seakan berputar atau pusing yang
menyebabkan perasaan seperti pingsan atau rasa tidak stabil. Pusing
merupkakan istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalam 4
subtipe yang tergantung gambaran gejala yang digambarkan oleh pasien,
terbagi dalam 2 kelompok besar berdasarkan etiologi patologisnya, yaitu
true vertigo yang meliputi vertigo sentral dan perifer dan false vertigo yang
meliputi pusing psikogenik, presinkop dan disekuilibrium.1,2
Vertigo sendiri merupakan sensasi abnormal yang dirasakan pasien
berupa gerakan lingkungan sekitar seakan berputar mengelilingi pasien atau
pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar. Vertigo berasal dari
bahasa latin yaitu vertere yang berarti berputar dan igo yang berarti kondisi.
Perbedaan patologis dari true vertigo dan false vertigo adalah tempat
terjadinya kelainan, kelainan pada true vertigo terjadi di sistem
keseimbangan (vertigo vestibular) sedangkan kelainan pada false vertigo
terjadi di luar sistem keseimbangan (vertigo non-vestibular). Vertigo non-
vestibularis adalah gejala vertigo yang tidak disebabkan karena disfungsi
organ vestibular, melainkan kelainan sistemik atau organ lain.2
Pasien dengan pusing seringkali sulit untuk menggambarkan gejala
mereka dengan jelas, sehingga menjadi sulit untuk menentukan
penyebabnya. Penting untuk membuat sebuah pendekatan menggunakan
pengetahuan dari kunci anamnesis, pemeriksaan fisik dan temuan radiologis
untuk membantu dokter menegakan diagnosis dan memberi terapi yang tepat
kepada pasien. Makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai vertigo
non-vestibular mulai dari penyebab, perjalanan penyakit, pemeriksaan
anamnesis, pemeriksaan fisik sampai pemeriksaan penunjang yang
digunakan untuk memberikan terapi yang tepat kepada pasien.2
3

1.2 Perumusan Masalah


Bagaimana cara menentukan diagnosis dan tata-laksana vertigo non
vestibular?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Memahami fisiologi keseimbangan tubuh.
2. Mengetahui definisi vertigo non-vestibular.
3. Mengetahui etiologi dan patofisiologi vertigo non-vestibular.
4. Mengetahui cara menegakan diagnosis vertigo non-vestibular.
5. Mengetahui tatalaksana vertigo non-vestibular.
6. Dapat membuat algoritma dalam menegakan diagnosis vertigo non-
vestibular.
7. Dapat membuat algoritma dalam penatalaksanaan vertigo non-vestibular.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Keseimbangan Tubuh2-4


Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi
tubuh dan bagian-bagian tubuh dalam hubungannya dengan lingkungan
sekitarnya. Keseimbangan tergantung pada input terus-menerus dari 3 sistem
yaitu sistem vestibular, visual dan proprioseptif yang terintegrasi dengan
batak otak dan serebelum. Kelainan pada salah satu dari 3 sistem ini akan
menyebabkan sensasi pusing dengan karakteristik masing-masing.
Jalur sensori visual didapat dari pantulan cahaya dari objek ke mata
dan diproyeksikan ke retina yang mengandung sel batang dan kerucut,
kemudian selanjutnya diteruskan ke nervus optikus (nervus kranialis 2) kiri
dan kanan. Nervus optikus kanan dan kiri akan bergabung menjadi satu di
kiasma optikum, disini serabut nervus optikus yang menghantar impuls
visual dari belahan nasal dari retina menyilang garis tengah, sedangkan
serabut nervus optikus yang menghantarkan impuls dari belahan temporal
dari retina tetap pada sisi yang sama (Gambar 2.1.).

Gambar 2.1. Lintasan impuls visual.


5

Serabut nervus optikus selanjutnya bersinaps di korpus genikulatum


laterale merupakan jaras visual sedangkan yang bersinaps di kolikulus
superior menghantar impuls visual yang membangkitkan refleks
optosomatik (gerakan reflektorik terhadap rangsang visual).
Impuls proprioseptif berasal dari rangsang yang bersifat penekanan,
penarikan dan peregangan terhadap alat perasa proprioseptif pada otot,
tendon dan persendian. Ujung saraf proprioseptif ini dikenal sebagai saraf
pacini. Impuls tersebut diteruskan ke ganglion spinale dan disampaikan
kepada nukleus Go ll serta Burdach dan sebagian ke funikulus grasilis dan
kuneatus yang terletak di kolumna posterior. Inti Goll dan Burdach akan
mengirim rangsangan tersebut ke ventro-posterior medial di diensefalon.
Penataan topik dari kolumna posterior yang terdiri dari funikulus grasilis dan
funikulus kuneatus secara berturut-turut menyalurkan impuls proprioseptif
dari kaki, tungkai bawah, tungkai atas dan selanjutnya dari toraks, tangan,
lengan bawah, lengan atas dan leher, dilanjutkan pula di lemnikus medialis.
Di tingkat medulla oblongata daerah lemniskus bawah dan lateral berasal
dari jaras fasikulus grasilis sedangkan lemniskus medialis bagian tengah dan
bawah berasal dari jaras fasikulus kuneatus. Selanjutnya di daerah pons
lemniskus medial juga mendapat persarafan dari fasikulus kuneatus dan
serabut-serabut saraf fasikulus grasilis. Selanutnya diteruskan ke nukleus
ventro-postero-medialis talami yang mencetuskan impuls untuk
diproyeksikan ke daerah somatosensorik talami primer.
Sistem vestibular terdiri dari labirin (aparatus vestibularis), nervus
vestibularis, dan nuklei vestibularis (batang otak). Labirin terletak di dalam
pars petrosa os temporalis yang terdiri dari utrikulus, sakulus, dan tiga
kanalis semisirkularis. Utrikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis
yang melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang befungsi untuk
mempertahankan keseimbangan. Masing-masing dari ketiga kanalis
semisirkularis berhubungan dengan utrikulus. Setiap kanalis semisirkularis
melebar pada salah satu ujungnya untuk membentuk ampula, yang berisi
organ reseptor sistem vestibular, krista ampularis. Rambut-rambut sensorik
krista tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa yang memanjang
yang disebut kupula, yang tidak mengandung otolit. Pergerakan endolimfe
di kanalis semisirkularis menstimulasi rambut-rambut sensorik krista, yang
6

dengan demikian, merupakan reseptor kinetik (reseptor pergerakan).


Pergerakan dari sel rambut stereosilia kearah kinosilia akan memberikan
efek depolarisasi dan melepaskan neurotransmiter yang akan diteruskan ke
serabut sraf vestibularis, thalamus dan sampai di nukleus nervus
vestibulokoklearis (N VIII).
Organisasi dari sistem 3 sistem keseimbangan diatas terjadi di
kompleks nukleus vestibular dan serebelum yang akan disampaikan ke
motor neuron untuk mengadaptasi posisi tubuh dan posisi mata sehingga
dapat mencapai keseimbangan.

2.2. Definisi Vertigo Non-Vestibular2,5


Secara umum Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan
seseorang atau lingkungan sekitarnya, persepsi gerakan ini dapat berupa rasa
berputar yang disebut dengan vertigo vestibularis, dimana letak gangguan
ada pada sistem vestibularis dan rasa goyang, melayang atau mengambang
yang disebut dengan vertigo non-vestibularis dimana letak gangguan ada
pada sistem proprioseptif atau sistem visual. Selain gangguan pada sistem
proprioseptif dan visual terdapat satu gangguan yang dapat mengakibatkan
salahnya persepsi seseorang terhadap lingkungannya yaitu kelainan pada
leher atau biasa disebut dengan vertigo servikal.
Terdapat beberapa perbedaan dari vertigo vestibular dan non-
vestibular diantaranya adalah sensasi yang ditimbulkan, onset serangan,
mual/muntah, gangguan pendengaran dan gerakan pencetusnya (Tabel 2.1.)

Tabel 2.1. Perbedaan vertigo vestibularis dengan vertigo non-


vestibularis
Gejala Vertigo vestibularis Vertigo non-
vestibularis
Sensasi Rasa berputar Melayang, goyang
Onset Episodik Kontinu/konstan
Mual/muntah + -
Gangguan +/- -
pendengaran
Gerakan pencetus Gerakan kepala Gerakan objek visual
7

2.3. Etiologi dan Patofisiologi Vertigo Non-Vestibular


Penyebab dari vertigo non-vestibular adalah kelainan visual,
proprioseptif dan otot-otot paravertebra servikal.

2.3.1. Gangguan Fungsi Visual2


Vertigo visual adalah suatu keadaan gangguan keseimbangan yang
diduga disebaban oleh gangguan mekanisme kompensasi sentral atau bahkan
perifer, yang diakibatkan oleh adanya stimulus visual yang diterima oleh
penderita. Biasanya terdapat gejala sistem saraf pusat seperti strabismus
yang dapat mengakibatkan konflik stimulus visual. Vertigo visual
merupakan gangguan keseimbangan yang diprovokasi oleh lingkungan
visual dengan pola berulang atau bergerak.
Reaksi postural yang disebabkan oleh stimulus visual dipicu oleh
gerakan visual eksternal. Kondisi-kondisi yang menyebabkan perasaan
kehilangan keseimbangan pada pasien vertigo visual adalah suasana
keramaian, lalu lintas, gerakan awan. Alasan mengapa pasien dengan vertigo
visual sensitif terhadap lingkungan visual tertentu tidak diketahui dengan
jelas tetapi mungkin terdapat peranan efek idiosinkrasi individual, dimana
toleransi stimulus visual sangat bervariasi pada orang-orang normal. Contoh
yang relevan adalah kecenderungan seseorang terhadap mabuk kendaraan,
mabuk laut dan tes kalorik dimana reaksi subjektif terhadap stimulus fisik
yang sama dapat bervariasi dari perasaan mabuk ringan hingga sensasi
mengancam jiwa yang tidak dapat ditoleransi.
Gangguan posisi okular dapat berperan dalam gangguan
pengendalian postural karena adanya perbedaanrasa gerakan akibat diploplia
atau gangguan sinyal proprioseptif okular. Pada stimulasi optik, arah respon
visuopostural ditentukan oleh posisi bola mata di dalam orbita. Bila terjadi
kombinasi deviasi mata dan kepala maka akan menimbulkan sensasi rasa
melayang.

2.3.2. Postural Vertigo6


Postural vertigo dapat disebabkan karena gangguan vestibural atau
gangguan proprioseptif, dalam bab ini akan diperdalam mengenai vertigo
postural karena penyebab kelainan proprioseptif, kelainan proprioseptif yang
8

dibahas lebih kepada yang tidak berhubungan dengan penyakit


kardiovaskular atau serebrovaskular, melainkan karena adanya
ketidakseimbangan input sensoris antara posisi-posisi tubuh. Vertigo sangat
berhubungan dengan ketidakstabilan postural karena adanya gangguan pada
persepsi ruang yang konstan. Pada keadaan normal tubuh kita tidak
mengalami goyangnya tubuh dan kepala pada saat berdiri tegak, jadi dengan
terjadinya ketidakseimbangan postural terdapat sensasi gerak atau
percepatan namun pada rangsangan visual tampak tidak bergerak. Pada
gambar 2.3. dijelaskan skema bagaimana sensasi pusing ini dihasilkan, yaitu
karena adanya kegagalan mekanisme konstan ruang saat terjadi gerakan
aktif. Karena adanya pergerakan kepala atau tubuh secara involunter maka
aka nada mekanisme ekspektasi, apabila postural tubuh dapat dipertahankan
maka mekanisme konstan ruang akan tetap dipelihara.

Gambar 2.2. Skema terbentuknya sensasi pusing pada postural vertigo

2.3.3. Vertigo Servikal6-11


Vertigo servikal adalah vertigo yang diinduksi oleh pergerakan leher
pada posisi apapun, tidak bergantung pada orientasinya terhadap gravitasi.
Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan input proprioseptif di daerah
servikal sehingga terjadi gangguan pada orientasi spasial. Selain keluhan
pusing pasien juga mungkin mengeluhkan adanya kesulitan menelan, nyeri
9

sendi temporomandibular (TMJ), nyeri pada lengan atau tangan dan nyeri
leher.
Persarafan proprioseptif terdapat pada otot dan sendi dan tidak
terkecuali pada otot dan sendi pada bagian servikal yang akan mengirimkan
rangsangan proprioseptif untuk dicocokan dengan rangsang visual dan
vestibular. Khususnya pada reseptor proprioseptif di servikal adalah untuk
member signal tentang posisi kepala dan oritentasinya terhadap tubuh.
Beberapa literature menyebutkan bahwa vertigo servikogenik disebabkan
karena peregangan reseptor paravertebra, namun hal tersebut masih
merupakan kontroversi. Pada pergerakan kepala terdapat stabilisasi okular
untuk menyeimbangkan gambaran visual dengan gerakan kepala.
Terdapat 3 refleks yang penting dalam konteks ini, yaitu refleks
vestibulo-okular (VOR), refleks optokinetik (OKR) dan refleks serviko-
okular (COR). Saat terjadi pergerakan kepala
kearah kiri dengan batang tubuh yang statis, atau pergerakan batang tubuh
dengan kepala yang statis, atau kepala dan batang tubuh yang bergerak
berlawanan, maka otak akan membedakan gerakan-gerakan ini melalui
petunjuk visual, vestibular dan proprioseptif servikal. COR bekerja-sama
dengan VOR dan OKR untuk mencegah ketidakseimbangan rangsang visual
saat pergerakan kepala. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kelders
et al, COR akan meningkat seiring dengan pertambahan usia sedangkan
VOR dan OKR akan menurun, sehingga COR menjadi lebih penting pada
usia tua untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.
Penyebab dari vertigo servikogenik adalah kelainan pada medulla
spinalis daerah servikal bisa karena herniasi atau kompresi nervus dari
pembuluh darah sekitar. Ketegangan otot juga dapat mengakibatkan hal
yang serupa karena ketidak seimbangan input proprioseptif kanan-kiri.

2.4. Diagnosis Vertigo Non-vestibular5


Pendekatan dalam menentukan klasifikasi pusing diatas dapat
digunakan algoritma yang dibuat oleh Robert et al (Gambar 2.5.).
10

Gambar 2.5. Algoritma pendekatan pusing

Dalam menentukan diagnosis, selain tipe pusing terdapat beberapa


pemeriksaan untuk mengonfirmasi etiologi dari pusing tersebut, yang akan
dijelaskan dibawah

2.4.1. Vertigo Visual2


Terdapat 4 cara untuk memeriksa gejala vertigo visual yaitu dengan
Vertigo Visual Analogue Scale (VVAS), Situational Characteristic
Quetionaire (SCQ), Rod and Frame Test (RFT) dan Computerized Dynamic
Posturography.
Pemeriksaan VVAS terdiri dari 9 skala analog visual, dimana pasien
yang harus menilai. Setiap skala berhubungan dengan situasi spesifik yang
memprovokasi vertigo visual pada kehidupan sehari-hari. Pasien akan
menilai secara kuantitatif vertigo yang dihasilkan oleh setiap situasi spesifik
yang memprovokasi vertigo dengan member tanda pada garis sepanjang 10
cm. Hasil pemeriksaan VVAS dapat diinterpretasikan dengan 2 cara yaitu
11

VVAS positif jika terdapat 2 atau lebih situasi spesifik yang dinilai diatas 0
atau VVAS severity yang dihitung dengan cara:

Jumlah items skala analog yang dinilai


×10
Jumlahitems yang dijawab

VVAS severity 0 menunjukan bahwa pasien tidak mengalami vertigo


visual, sedangkan VVAS severity 90 – 100 menunjukan vertigo visual yang
berat.
SCQ merupakan kuesioner berisi informasi tentang frekuensi dari
keluhan spesifik atau sensasi pada saat dan di antara serangan. Kuesioner ini
berisi sub-skala pada saat pasien mengalami gejala did ala serangan dan di
antara serangan (gejala vestibular dan non-vestibular). Kuesioner ini terdiri
dari 19 pertanyaan mengenai apakah serangan vertigo dipengaruhi
lingkungan sekitar dan memiliki skala antar 0 (tidak pernah ) – 4 (selalu).
SCQ terdiri dari 2 subskala parallel untuk penilaian ketidaknyamanan ruang
dan gerak. Skala ini digunakan untuk membedakan gangguan pendengaran
dengan gangguan keseimbangan (kuesioner terlampir).
Pada pemeriksaan Rod and Frame dagu ditempatkan secara nyaman
didepan sebuah alat test dengan jarak 80 cm dari alat pemeriksaan. Alat
pemeriksaan terdiri dari batang berukuran 40 x 0,5 cm diletakan pada
bingkai berukuran 90 x 90 cm dengan ketebalan 2,4 cm. Alat pemeriksaan
diatur sehingga titik tengah batang sejajar dengan mata pasien. Pemeriksaan
dilaukan dalam ruangan gelap sehingga hanya alat pemeriksaan yang dapat
terlihat. Posisi batang dapat dikendalikan oleh pasien dan pemeriksa,
sedangkan bingkai hanya dapa dikendalikan oleh pemeriksa. Pada setiap
pasien dilakukan 10 kali pemeriksaan. Pada saat dilakukan tes, pemeriksa
memiringkan bingkai dan batang secara bersamaan, kemudian pasien
diminta untuk mengubah posisi batang sehingga dalam posisi vertical sesuai
bidang gravitasi. Pasien yang memiliki kelainan tidak dapat memposisikan
ulang batang di tengah.
Pemeriksaan Computerized Dynamic Posturography memeriksan
perpindahan anterior-posterior pada 6 lingkunan sensorik yang berbeda-beda
sehingga penilaian sinyal input visual, vestibular dan somatisensori masing-
12

masing dapat dinilai. Dengan mendapatkan nilai performa pasien pada


masing-masing kondisi sensorik, preferensi rasio sensorik dapat
dikomputerisasi. Sesuai dengan nilai penelitian, pemeriksaan ini dapat
menilai adanya gangguan keseimbangan.

2.4.2. Vertigo Postural6


Pasien dengan vertigo postural akibat kelainan proprioseptif yang
tidak berhubungan dengan kelainan kardiovaskular atau serebrovaskular
biasanya adalah kelainan akibat psikogemnik atau biasa dikenal sebagai
postural vertigo fobik. Hasil anamnesis pada pasien dengan vertigo fobik
meliputi:
 Pasien mengeluhkan adaya ketidakseimbangan postural tanpa disertai
gangguan postural pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan gait.
 Pusing dimulai saat adanya kelemahan tubuh lalu keluhan
dideskripsikan seperti takut jatuh dan hanya dalam waktu yang
singkat.
 Keluhan muncul pada situasi tertentu.
 Pasien menghindari faktor pencetus, dan apabila terjadi saat atau
setelah kejadian pasien mengeluhkan adanya rasa cemas dan
gangguan vegetatif.
 Biasanya gangguan dimulai dengan pencetus gangguan vestibular
yang sudah sembuh.

2.4.3. Vertigo Servikogenik7


Vertigo servikogenik merupakan kriteria eksklusi. Diagnosis dari
vertigo servikogenik adalah dengan manifestasi klinis pada leher seperti
kaku pada leher, ROM (range of motion) terbatas akibat akumulasi stress
atau karena kesalahan gerak dan trauma, herniasi diskus.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapati nystagmus spontan namun
dapat ditemukan nystagmus posisional. Pasien dengan BPPV juga dapat
didapati nystagmus posisional namun pada BPPV tipe nystagmusnya adalah
keatas pada posisi supinasi. Selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan Head-
turning upright, pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk menoleh kearah
13

yang sakit hingga range akhir, ditunggu 30 detik apakah muncul nystagmus.
Pada vertigo servikogenik didapatkan vertigo yang berubah arah menurut
arah gerakan leher dan bukan arah gravitasi.

2.5. Tatalaksana Vertigo Non-Vestibular


2.5.1. Vertigo Visual2
Pendekatan terapi vertigo visual adalah melalui terapi adaptasi, yaitu
Virtual reality (VR), terapi berbasis simulasi dan DVD gerakan visual. Dari
namanya terapi adaptasi bertujuan untuk membiasakan pasien dengan
vertigo visual terhadap rangsang visual yang sering memicu timbulnya
sensasi vertigo sehingga pada rangsang visual yang biasanya menimbulkan
vertigo diharapkan tidak lagi menimbulkan vertigo.
Pada terapi VR digunakan treadmill yang telah dimodifikasi dengan
kecepatan 1,2 m/detik. Di ujung treadmill terdapat layar berisi model
suasana lorong toko 3 dimensi, dimana lingkungan toko terdiri dari 16
lorong dengan 8 tingkat kompleksivitas visual tergantung dari frekuensi
spasial dan kontras dari tekstur produk yang ada dalam toko. Pasien
memakai alat pengaman yang mencegah terjadinya jatuh apabila kehilangan
keseimbangan. Dilakukan pula pengukuran tingkat keparahan gejala dengan
VAS/VVAS. Dengan memberikan stimulus yang berulang maka akan timbul
usaha tubuh untuk mengurangi gejala melalui kompensasi susunan saraf
pusat.
Terapi berbasis simulasi dilakukan dengan menggunakan optokinetik
disk yang diputar dan diharapkan adanya reaksi kompensasi dari pasien
sampai pada akhirnya pasien melihat optokinetik disk dan tidak
menimbulkan gangguan keseimbangan.
DVD gerakan visual bisa dilakukan sendiri di rumah tanpa supervisi
dari pemeriksa, hanya diberikan keterangan saja. DVD biasanya yang
dipakai adalah yang memberikan gambar yang bergerak. Ini dilakukan 1
minggu 1 kali dan berhasil setelah diberikan 8 kali.

2.5.2. Vertigo Postural6


Tatalaksana vertigo postural fobik adalah dengan penjelasan
psikoedukasi, desentisasi dengan paparan sendiri dan latihan, dilakukan pula
14

terapi sikap pada pasien dengan gejala persisten dengan atau tanpa
farmakoterapi.
Tataklaksana terpenting adalah memastikan tidak ada kelainan
organik pada pasien dengan vertigo postural fobik dan edukasi pasien untuk
menjelaskan bahwa kelainannya bukan kelainan organik. Terapinya adalah
dengan desentisasi dengan tidak menghindari kegiatan-kegiatan yang
memprovokasi sensasi vertigo, apabila belom berhasil dianjurkan terapi
medikamentosa yaitu dengan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
(missal paroxetine 10–40 mg/hari) atau dengan antidepresan tetrasiklik untuk
3–6 bulan.

2.5.3. Vertigo Servikogenik7


Fisioteraopi adalah tatalaksana yang paling dianjurkan pada vertigo
servikogenik, Fisioterapi meliputi mobilisasi aktif, latihan serta edukasi
postur tubuh dan leher. Beberapa refrensi menyebutkan bahwa traksi dapat
memperingan gejala vertigo servikogenik.
Terapi medikamentosa meliputi pemberian pelemas otot, anti nyeri
dan antidepresan. Pelemas otot yang digunakan seperti Tizanidine,
Cyclobenzaprine dan Baclofen, dan obat nyeri seperti tramadol atau NSAID.
Pemberian NSAID biasa digunakan apabila penyebabnya adalah arthritis.
Obat antidepresan berguna sebagai terapi adjuvan terutama pada pasien
dengan nyeri kronis karena pasien nyeri kronis biasa disertai dengan
gangguan mood depresif.
15

2.6. Algoritma Diagnosis Vertigo Non-Vestibular


16

2.7. Algoritma Tatalaksana Vertigo Non-Vestibular


17

BAB III
KESIMPULAN

Gangguan keseimbangan dapat disebabkan oleh penyebab vestibular atau


non-vestibular yang dapat dibedakan melalui anamnesis, manifestasi klinis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gangguan keseimbangan karena
penyebab non-vestibular dapat disebabkan oleh kelainan vaskular, degeneratif,
psikogenik, postural dan visual, dengan klinis yang berbeda satu dengan yang
lainnya. Diagnosis dari gangguan keseimbangan non-vestibular merupakan kriteria
eksklusi, yaitu dengan menyingkirkan berbagai diagnosis banding dari klinis yang
ditemukan pada pasien. Penatalaksanaan pada kelainan vascular dan degenerative
lebih kepada penatalaksanaan etiologis, demikian pula dengan gangguan
keseimbangan vestibularis, sedangkan pada gangguan keseimbangan non-vestibular
penatalaksanaan meliputi edukasi, fisioterapi dan terapi adjuvant medikamentosa.

Anda mungkin juga menyukai