Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH NEUROLOGI

VERTIGO

KELOMPOK I

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2013
KELOMPOK I

KETUA : NADYA YOSELIN (10-008)

SEKRETARIS : MILA PERMANA SARI (10-006)

ANGGOTA : ANNE RAMADHANTI (10-002)

WAHYUNI MEYZA (10-004)

ADE NUR RAHMI (10-010)

PARLINDUNGAN (10-012)

RIZKI PUTRI O. (10-014)

CUT NELLYA M. (10-016)

MITTRI YULANDARI (10-018)

RAHMA SAFRA WILDA (10-020)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis
dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang turut serta dalam membantu menyelesaikan makalah ini. Bimbingan dari Dosen
mengenai topik mata kuliah yang bersangkutan telah memberikan pemahaman-
pemahaman yang sangat dibutuhkan dalam penyelesaian makalah.

Kami menyadari dengan sepenuh hati bahwa tanpa bantuan dari semua pihak
makalah ini tidak akan selesai. Kami pun sadar bahwa dalam makalah ini mungkin masih
terdapat kesalahan dalam penyusunan kata-kata maupun penguasaan materi atau
permasalahan yang diperlukan.

Oleh karena itu kami dengan senang hati menerima dan mengharapkan kritikan
dan saran demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata, kami berharap semoga
makalah ini dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

Padang, Januari 2013

Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek; yang sering
digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau
rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan
dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut
(pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.

Vertigo – berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar – merujuk pada
sensasi berputar sehingga meng-ganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan.

Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang stabil


dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga lebih
memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu diper-lukan juga
informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi dengan perubahan sekelilingnya. Informasi
tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan tubuh yang melibatkan kanalis semisirkularis
sebagai reseptor, serta sistim vestibuler dan serebelum sebagai pengolah infor-masinya;
selain itu fungsi penglihatan dan proprioseptif juga berperan dalam memberikan informasi
rasa sikap dan gerak anggota tubuh. Sistim tersebut saling berhubungan dan
mempengaruhi untuk selanjutnya diolah di susunan saraf pusat
1.2 Rumusan Masalah

Seorang wanita umur 56 tahun mengeluh mengamai pusing berputar disertai mual
muntah 1 jam yang lalu. Di IGD menurut pasien pusing berkurang. Pasien juga mengeluh
gangguan pendengaran pada telingan kanan sejak 5 hari yang lalu. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit hipertensi maupun DM.

a. Jelaskan diagnosa klinis, diagnosa topik, diagnosa etiologi !


b. Pada pemeriksaan neurologi keluhan apa saja yang ditemukan ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui diagnosa klinis, topik dan etiologi


2. Untuk mengetahui pemeriksaan neurologi
3. Untuk mengetahui keluhan yang ditemukan pada pasien

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Istilah “vertigo” berasal dari bahasa Latin “verto” yang artinya memutar atau
gerakan berputar. Vertigo adalah suatu bentuk gangguan orientasi berupa ilusi atau
halusinansi gerakan diamana perasaan dirinya bergerak berputar atau bergelombang
terhadap ruangan di sekitarnya atau ruangan sekitarnya yang bergerak terhadap dirinya.
Dizziness adalah gangguan perasaan kesimbangan tubuh terhadap ruang sekitarnya.

2.2EPIDEMIOLOGI
Vertigo dan dizziness merupakan salah satu keluhan tersering pasien datang ke
dokter. Insiden vertigo secara umum beragam yaitu 5 sampai 30% dari populasi dan
mencapai 40% pada orang yang berumur di atas 40 tahun. Vertigo meningkatkan resiko
cedera akibat trauma sampai 25% pada penderita yang berumur diatas 65 tahun. Di
Amerika, dari data pada tahun 1999 sampai 2005 didapatkan bahwa vertigo merupakan
2,5% dari diagnosis pasien yang datang ke ruang gawat darurat.

2.3 PATOFISIOLOGI
Keseimbangan dan kemampuan menyadari posisi dan kedudukan terhadap ruangan
sekitarnya diatur oleh integrasi berbagai sistem yaitu:
1. Sistem vestibular. Impuls pada labirin yang berfungsi sebagai proprioseptor
spasial spesifik sangat sesitif terhadap perubahan kecepatan pergerakan dan
posisi tubuh.
2. Sistem visual, impuls visual yang berasal dari retina dan impuls proprioseptif
yang berasal dari otot bola mata berguna dalam menetapkan jarak suatu objek
dari tubuh. Impuls ini judikoordinasikan dengan impuls dari sistem vestibuler.
3. Sistem proprioseptif. Impuls proprioseptif yang berasal dari otot dan tendon
berhubungan dengan reflek postural dan gerakan yang disadari.

Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya vertigo antara lain :
1. Reseptor alat keseimbangan tubuh yang berperan dalam proses tranduksi yaitu
mengubah rangsangan menjadi bioelektrokimia yang terdiri dari reseptor mekanis
di vestibulum, reseptor cahaya di retina, reseptor mekanik di kulit.
2. Saraf aferen yang berperan dalam proses transmisi menghantarkan impuls ke
pusat keseimbangan di otak. Terdiri dari : Nervus vestibularis, nervus optikus
dan spinovestibuloserebelaris pathway.
3. Pusat keseimbangan yang berperan dalam proses modulasi, komparasi, integrasi /
koordinasi dan presepsi.

Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual dan proprioseptif. Dari ketiga reseptor tersebut informasi terbesar masuk
melalui reseptor vestibuler (lebih dari 50%). Arus informasi berlangsung intensif apabila
terjadi gerakan atau perubahan posisi kepala atau tubuh. Gerakan ini akan menyebabkan
perpindahan cairan endolimfe di labirin dan selanjutnya silia dari sel rambut akan
menekuk. Tekukan ini akan menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel yang
mengakibatkan depolarisasi sel saraf yang selanjutnya berjalan sebagai impuls sensorik
melalui nervus vestubularis ke pusat keseimbangan di otak. Impuls tersebut selanjutnya
dihantarkan ke serebelum, kortek serebri, hipothalamus dan pusat otonomik di formasio
retikularis. Neurotransmitter yang berperan dalam impuls aferen vestibuler adalah bersifat
eksitator, antara lain glutamate, aspartat, asetilkolin, histamine dan substansi P. Sedangkan
neurotransmiter yang berperan dalam impuls eferen vestibuler adalah bersifat inhibitor,
yaitu GABA, glisin, noradrenalin, dopamine, dan serotonin. Pengetahuan mengenai
neurotransmitter ini berguna dalam prinsip terapi medikamentosa dari vertigo
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat.
2.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologi, vertigo dapat dikategorikan ke dalam empat jenis; otologik,
sentral, medikal dan tak terlokalisir.

A. Vertigo otologik disebabkan oleh disfungsi telinga bagian dalam. Vertigo otologik
merupakan sepertiga dari semua pasien dengan vertigo. Vertigo otologik terdiri dari
komponen substansial:

1. Benign paroksismal posisional vertigo (BPPV) adalah jenis yang paling umum
dari vertigo otologik, terhitung sekitar 20% dari vertigo dari semua penyebab dan
50% dari semua kasus otologik. Pada BPPV terjadi serangan singkat vertigo yang
dipicu oleh perubahan orientasi kepala terhadap gravitasi. BPPV disebabkan oleh
lepasnya otolith yang terdiri dari kristak kalsium karbonat dalam kanalis
semisirkularis, biasanya kanal posterior telinga bagian dalam.
2. Neuritis vestibular, gejalanya vertigo, mual, ataksia, dan nistagmus. Hal ini
berhubungan infeksi virus pada nervus vestibular dengan gejala bersifat akut dan
prolong. Jika disertai berkurangnya pendengaran, berarti melibatkan labirin dan
disebut labyrinithis. neuritis vestibular dan labyrinthitis merupakan 15% dari
semua kasus vertigo otologik.
3. Penyakit Meniere terdiri dari gejala vertigo intermiten yang disertai oleh tinnitus
dan gangguan pendengaran. Penyakit ini diduga disebabkan oleh overdistensi
kompartemen endolimfatik. Penyakit Meniere sekitar 15% kasus vertigo otologik.

4. Paresis vestibular bilateral ditandai dengan oscilopsia dan ataksia, biasanya


disebabkan oleh hilangnya sel-sel rambut vestibular. Terjadi karena pengobatan
selama beberapa minggu dengan antibiotik ototoksik intravena atau intraperitoneal
(gentamisin). Jauh lebih jarang, paresis vestibular bilateral terjadi karena gangguan
autoimun seperti Sindrom Cogan (disertai dengan gangguan pendengaran
bilateral)
5. Sindrom superior canal dehiscence (SCD) dan fistula Perilimfe (PLF) ditandai
dengan vertigo yang disebabkan oleh suara (fenomena Tullio). Diagnosis SCD
telah meningkat pesat pada tahun terakhir karena temuan alat vestibular evoked
myogenic potensials(VEMP). Pada PLF, terjadi ruptur antara telinga bagian dalam
yang berisi cairan dan telinga tengah yang berisi udara. Barotrauma, seperti pada
scuba diving, adalah penyebab yang sering. Operasi otosklerosis atau
cholesteatoma juga merupakan penyebab PLF yang sering. Sangat jarang PLF
yang terjadi secara spontan.
6. Tumor yang mengkompresi saraf kranial VIII mempunyai gejala gangguan
pendengaran asimetris dikombinasikan dengan ataksia ringan. Tumor jaringan
saraf sangat jarang pada populasi vertigo.

B. Vertigo sentral merupakan vertigo yang disebabkan oleh disfungsi struktur


sistem saraf pusat. Vertigo sentral terdiri dari 2% sampai 23% dari keseluruhan
vertigo. Pada sebagian besar kasus, vertigo sentral disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah seperti stroke, TIA dan migrain vertebrobasilar.

1. Stroke dan TIA melibatkan batang otak atau serebelum menyebabkan sekitar
sepertiga dari seluruh kasus vertigo sentral. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh
emboli. Vertigo murni kadang hanya merupakan gejala tunggal stroke pada fossa
posterior sehingga sulit membedakan TIA yang mengenai nukleus vestibular atau
cerebellum dari proses lain yang berpengaruh terhadap nervus vestibular atau end
organ.
2. Migrain basilar muncul gejala vertigo dan sakit kepala, tetapi juga dapat muncul
sebagai vertigo terisolasi. Migrain menyebabkan sekitar 15% kasus vertigo
sentral. Migrain sering terjadi pada wanita di usia tiga puluhan.
3. Kejang dengan gejala munculan vertigo dengan gejala motorik atau konfusi.
Sekitar 5% kasus vertigo sentral disebabkan oleh kejang. Dizziness sering
merupakan salah satu gejala pada epilepsi.
4. Multiple sclerosis (MS) menggabungkan vertigo dengan tanda sentral lainnya,
seperti disfungsi serebelum. MS merupakan penyakit demielinisasi pada saraf
pusat. Gejala penyakit ini bermacam-macam. Sekitar 2 - 5% dari penyakit ini
bergejala sebagai vertigo sentral. Dalam menegakkan diagnosis MS terkait vertigo
perlu dipertimbangkan penyebab perifer umum yang mungkin muncul bersamaan,
seperti BPPV.
5. Vertigo servikal masih tetap menjadi sindrom yang kontroversial. Diagnosis
paling sering ditegakkan setelah cedera whiplash dengan gejala biasannya
vertigo, tinitus, dan nyeri leher. Pemeriksaan biasanya menunjukkan gejala
spesifik kompleks termasuk gerakan leher terbatas oleh nyeri dan vertigo atau
mual pada posisi leher tetentu. Secara umum, tidak ada nistagmus. Tidak ada uji
klinis atau laboratorium definitif untuk vertigo cervikal. MRI vetebre servikal
pada pasien ini sering menunjukkan diskus cervikal menyempit tapi tidak
mengompresi saraf cervikal.

C. Vertigo Medikal diduga disebabkan oleh perubahan tekanan darah, gula darah
rendah, dan / atau perubahan metabolik yang terkait dengan pengobatan atau
infeksi sistemik. Vertigo medikal sebagian besar ditemui di ruang darurat dan
merupakan sekitar 33% dari semua kasus vertigo. Vertigo medikal jarang di praktek
subspesialisasi (2% sampai 5%).

1. Hipotensi postural sering muncul dengan keluhan pusing, kepala ringan, atau
sinkop. Pusing terjadi hanya sementara ketika pasien berdiri
2. Aritmia jantung bergejala dengan sinkop atau drop attack. Seperti hipotensi
postural, gejala yang khas hanya jika pasien berdiri
3. Hipoglikemia dan perubahan metabolik terkait dengan diabetes bergejala dengan
pusing atau kepala terasa ringan. Hipoglikemia sering disertai dengan gejala-gejala
otonom seperti jantung berdebar, berkeringat, tremor atau pucat. Kelainan ini
mencapai sekitar 5% dari kasus dizziness.
4. Efek Pengobatan atau penyalahgunaan obat biasanya bergejala dengan kepala
terasa ringan, tetapi juga dapat muncul sebagai vertigo. Diagnosis ini mencapai
sekitar 16% dari pasien dengan vertigo pada unit gawat darurat. Kelainan ini
biasanya terkait obat antihipertensi, terutama alpha bloker seperti terazosin,
blocker kanal kalsium seperti nifedipin dan sedatif. Benzodiazepin, seperti
alprazolam dapat menyebabkan dizziness sebagai bagian dari sindrom putus obat.
Intoksikasi alkohol dapat bergejala nystagmus posisional transien dan gejala
serebelar. Obat-obat yang mendepresi system vestibular seperti meclizine dan
scopolamine dapat menyebabkan vertigo karena efek langsung terhadap jaras
vestibular sentral.
5. Infeksi virus yang tidak melibatkan telinga dilaporkan menyebabkan dizziness
pada sekitar 4% - 40% dari seluruh kasus. Sindrom ini termasuk gastroenteritis,
dan influenza.

D. vertigo yang tidak terlokalisir. Yang termasuk ke dalamnya adalah pasien dengan
gejala yang berhubungan dengan gangguan psikiatri, dimana gejalanya
berhubungan dengan kejadian tanpa makna lanjut (seperti trauma kepala), dan
vertigo dengan penyebab yang tidak jelas. Tipe tersering dari vertigo yang tidak
terlokalisasi termasuk vertigo psikogenik, sindrom hiperventilasi, vertigo post
trauma, dan rasa pusing yang tidak spesifik. Antara 15% dan 50% dari seluruh
pasien dengan keluhan dizziness atau vertigo berada pada kategori ini.

1. Unknown (dizziness yang tidak spesifik).Prosedur diagnostik tidak sensitif, dan


pada evaluasi pusing, sering tidak ditemukan kelainan dengan pemeriksaan klinis
dan laboratorium.
2. Psikogenik. Pasien dengan gangguan cemas, gangguan panik, dan stress pasca
trauma dapat mengeluhkan rasa pusing, ataksia, gejala autonomik. Pada gangguan
somatik gejala dapat muncul tanpa kecemasan.
3. Vertigo post trauma. Pasien mengeluh vertigo setelah mengalami trauma kepala
tetapi sering tidak ditemukan apapun pada pemeriksaan atau tes vestibular. BPPV
disingkirkan oleh hasil maneuver Dix-Hallpike yang negatif. Vertigo paska trauma
sering ditemukan.
4. Sindroma hiperventilasi. Pasien ini mengalami vertigo setelah hiperventilasi, tanpa
ada temuan klinis atau nistagmus. Gejala yang diinduksi hiperventilasi sering
ditemukan pada kelainan struktural seperti neuroma akustik.
5. Ketidakseimbangan multisensoris pada usia lanjut. Sebagian besar orang lanjut
usia memiliki kelainan multisensoris yang terkait usia. Seperti diagnosis
psikogenik vertigo, diagnosis ini sering digunakan pada situasi dimana hasil
pemeriksaan dalam batas normal.
6. Malingering. Karena vertigo muncul intermiten, sering mengikuti trauma kepala,
vertigo dapat dituntut dalam usaha untuk mendapatkan kompensasi.

Pendekatan klasifikasi vertigo berdasarkan waktu. Kategori ini memudahkan untuk


diagnosa dan dapat di gunakan ketika pasien tidak masuk kepada beberapa kategori di atas.

1. Serangan singkat (1-3 detik). Vertigo sebagai gejala tunggal. Sebaiknya diperiksa
EEG dan BAER.
a. Iritasi nervus vestibular seperti kaitannya dengan sindrom mikrovaskuler
atau residual dari neuritis vestibular. Frekuensi serangan yang ekstrim.
Hiperventilasi dapat menginduksi nistagmus. Jika EEG normal, respon
bagus terhadap oxcarbamazepin mendukung diagnosis.
b. Variasi penyakit meniere. Pasien mengeluhkan sensasi shock atau seperti
terasa gempa. Frekuensi serangan sering berulang. Pendengaran sering
berpengaruh dalam diagnosis.
c. Varian BPPV. Frekuensi serangan tidak lebih dari satu hari. Debris
otokonial biasanya mengalir dan kembali mengendap ke dinding kanal.
Diagnosis ditegakkan dengan tes Dix hallpike.
d. Epilepsi. Frekuensi serangan sering(20 kali/hari) dan sering mempunyai
riwayat trauma kepala.

2. Kurang dari 1 menit. Ini merupakan vertigo postural


a. BPPV klasik. Diagnosa didukung dengan manuver Dix-Halpike.
b. Aritmia kardiak. Serangan vertigo biasanya tampak di saat berdiri dan rasa
kepala ringan adalah gejala yang utama.
c. Varian penyakit meniere.
3. 3.Menit-jam
a. TIA, dapat berupa vertigo selama 2-30 menit. Pada pasien dengan faktor
risiko vaskular yang signifikan didiagnosa sebagai vertebrobasiler. MRA
pada sirkulasi vertebrobasiler merupakan tes yang paling berguna.
b. Penyakit meniere. Serangan meniere tipikal berlangsung 2 jam. Kadang-
kadang istilah penyakit meniere vestibular digunakan untuk menandakan
vertigo episodik.
c. Serangan panik, ansietas situasional dan hiperventilasi dapat menyebabkan
gejala vertigo. Pasien ini biasanya tidak bergejala selama pemeriksaan.
Anamnesa yang tajam sangat berguna dalam menegakkan diagnosis. Jika
hiperventilasi menunjukkan gejala seperti ini tanpa adanya gejala lain,
maka diagnosisnya adalah sindroma hiperventilasi. Jika hiperventilasi juga
disertai dengan nistagmus, maka dianjurkan MRI
d. Aritmia jantung dan ortostatik
4. Jam sampai hari
a. Penyakit meniere
b. Miagrain basilar. Migrain sangat sering terjadi pada populasi umum dengan
variasi yang beragam seperti aura vertigo. Diagnosis tergantung umur, jenis
kelamin, riwayat familial dan serangan yang diprovokasi oleh pencetus
migrain.
5. Dua minggu atau lebih
a. Neuritis vestibular. Diagnostik ditegakkan dengan ditemukannya nistagmus
spontan dalam jangka waktu lama atau hasil ENG abnormal. Pada ENG
bisa tampak nistagmus atau paresis vestibular. Vertigo selama 2 bulan yang
mirip vertigo sentral dianjurkan untuk dilakukan MRI. Pada labirinitis,
diagnosis ditegakkan dengan adanya neuritis vestibular dengan gangguan
pendengaran. Dianjurkan pemeriksaan audiometri, FTA-ABS serum, laju
sedimentasi eritrosit dan gula darah puasa.
b. Vertigo sentral dengan lesi struktural SSP. Diagnosis harus dikaji lebih
dalam jika ditemukan defisit neurologis fokal yang menyertai vertigo.
Diagnosis vertigo sentral ditegakkan terakhir. Sebagai contoh, gabungan
gejala vestibular perifer dan lesi serebelar dapat muncul setelah operasi
neuroma akustik. Meskipun demikian, gejala neuroma akustik merupakan
penyebab vertigo perifer atau sentral yang jarang dibandingkan BPPV. MRI
merupakan pemeriksaan anjuran yang paling penting untuk vertigo sentral.
Sukar untuk membedakan vertigo perifer dengan vertigo sentral dengan
gejala sentral yang minimal.
c. Ansietas. Biasanya pasien mengeluhkan vertigo dengan durasi gejala
selama 2 minggu atau lebih. Jika pasien mengeluhkan vertigo, tapi tidak
ditemukan nistagmus dan dapat disimpulkan sebagai vertigo fungsional.
Menariknya, mengingat hampir semua pasien dengan ganguan telinga
melaporkan keluhan psikologis memperberat gejala yang diderita dan
banyak pasien ansietas mengeluhkan stress mencetuskan vertigo. Respon
positif dari trial tentang benzodiazepine mendukung hal ini namun masih
belum pasti karena beberapa gangguan vestibular organik juga berespon
terhadap obat ini.
d. Malingering. Pasien malingering tetap mengeluhkan gejala vertigo sesuai
dengan keinginannya. Tes posturografi dan neuropsikologi biasanya
abnormal. Tes fungsi vestibular objektif seperti VEMP dan ENG biasanya
normal.
e. Parese vestibuler bilateral. Pasien ini secara umum mengalami gannguan
pada tes membaca E dan tes Romberg dengan mata tertutup. Ataksia
memburuk dalam ruangan gelap. Pada pemeriksaan audiometri, hanya
pendengaran frekuensi tinggi yang berpengaruh. Tes VEMP dan kursi
barany adalah tes konfirmasi yang terbaik untuk diagnosis penyakit ini.
f. Disequilibrium multisensorik pada orang tua secara esensial merupakan
gejala vertigo tak terlokalisir. Gangguan ini biasanya bersifat permanen.
g. Intoksikasi obat. Diagnosis tergantung riwayat penggunaan obat.

2.5 DIAGNOSIS

Gejala
A. Gejala primer.5,16
Gejala primer yang merupakan akibat utama dari gangguan sensorik.
1. Sensasi berputar baik dirinya sendiri maupun lingkungannya. Vertigo dapat
horizontal, vertikal atau melingkar.
2. Sensasi pergerakan, biasanya digambarkan sebagai perasaan didorong atau miring
yang singkat. Perasaan ini menunjukkan adanya disfungsi dari apparatus otolith di
telinga dalam atau proses sentral yang merangsang otolith.
3. Osilopsia adalah ilusi pergerakan lingkungan sekitar yang dipicu oleh pergerakan
kepala. Pasien dengan gangguan vestibuler bilateral tidak dapat melihat apabila
kepalanya sedang bergerak karena osilopsia. Pasien dengan gangguan vestibuler
unilateral selalu mengeluhkan “lingkungan sekitar berputar” apabila mereka
memutar kepalanya berlawanan dengan telinga yang sakit.
4. Ataksia, cara berjalan yang tidak stabil, hampir secara universal terdapat pada
pasien dengan vertigo sentral atau perifer.
5. Gangguan pendengaran. Vertigo sering diikuti oleh tinnitus, reduksi atau distorsi
pendengaran, dan aura.
B. Gejala sekunder, termasuk mual, gejala otonom, lelah, sakit kepala, dan
penglihatan yang sensitif.
C. Perasaan kepala terasa ringan seperti hampir pingsan. Biasanya disebabkan
oleh kelainan yang berhubungan dengan gangguan kardiovaskuler
D. Pusing dan perasaan ringan yang tidak spesifik. Istilah ini tidak memiliki
arti yang tepat dalam penggunaan umum. Sering ditemukan pada pasien
dengan ganguan psikologis.

2.6 Pemeriksaan fisik

Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab;


apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat
korteks serebri, serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik;
selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari
keluhan vertigo tersebut. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan
bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi
kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.7,12
1. Pemeriksaan umum. Ukur tekanan darah dan nadi dengan posisi pasien berdiri.
Apabila tekanan darah saat berdiri rendah, periksa tekanan darah dengan posisi
berbaring dan duduk. Auskultasi arteri karotis dan subklavia Faktor sistemik yang
juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal
jantung kongestif, anemi, hipoglikemi, infeksi dan trauma kepala.12
2. Pemeriksaan neurologis
a. Tes menulis vertikal :
Pasien duduk di depan meja, tubuh tidak menyentuh meja dan tangan yang satu
berada diatas lutut, penderita disuruh menulis selajur huruf dari atas ke bawah,
mula-mula dengan mata terbuka lalu tertutup. Pada kelainan labirin satu sisi akan
terjadi deviasi dari tulisan dari atas kebawah sebesar 10 derajad atau lebih.
Sedangkan Penderita kelainan serebelum maka tulisannya menjadi semakin besar
(macrographia) atau tulisan menjadi kacau.
b. Tes Romberg
Pasien berdiri tegak kedua kaki sejajar bersentuhan dan mata lalu dipejamkan.
Apabila gangguan vestibuler pasien tidak dapat mempertahankan posisinya, ia
akan bergoyang menjauhi garis tengah dan akan kembali ke posisi duduk dan
berdiri seketika, jika ada lesi pasien akan jatuh ke sisi lesi. Test Romberg sangat
berguna. Kemampuan normal minimal dengan mata tertutup selama sekitar 6 detik.
Dewasa muda seharusnya dapat melakukannya sekitar 30 detik, dan kemampuan
menurun seiring usia. Pasien dengan gangguan vestibuler bilateral secara moderat
mengalami ataksia menjadi sangat tergantung terhadap penglihatan dan merasa
tidak seimbang apabila mata tertutup. Tidak ada pasien dengan gangguan bilateral
yang dapat berdiri dengan mata tertutup pada test Romberg selama 6 detik.
c. Tes Tandem Gait
Pasien kaki saling menyilang dan tangan menyilang didada. Pasien di suruh
berjalan lurus, pada saat melangkah tumit kaki kiri djiletakkan pada ujung jari kaki
kanan dan seterusnya. Adanya gangguan vestibuler akan menyebabkan arah
jalanannya menyimpang.
d. Stepping test
Berjalan di tempat dengan mata terbuka dan lalu tertutup sebanyak 50 langkah.
Test dianggap abnormal ada kelainan vestibuler jika pasien berjalan beranjak
miring sejauh 1 meter atau badan berputar lebih 30 derajat. Jika penderita stabil
test diulang dengan tangan terentang. Juga berjalan diatas kasur. Penderita dengan
kelainan vestibular bilateral yang di sebabkan intoksikasi obat – obatan dapat
berjalan dengan mata terbuka akan tetapi sulit dengan mata tertutup
e. Past pointing test
Dengan mata terbuka pasien di minta untuk mengangkat lengannya lurus keatas
dengan telunjuk ekstensi. Kemudian lengan tersebut di turunkan sampai
menyentuh telunjuk pemeriksa. Selanjutnya dengan mata tertutup pasien di minta
untuk mengulang gerakan tersebut. Adanya gangguan vestibuler menyebabkan
penyimpangan tangan pasien sebhingga telunjuknya tidak dapat menyentuh
telunjuk pemeriksa.
f. Pemeriksaan Quik : Pasien berdiri di depan pemeriksa. Kedua lengan
direntangkan ke depan setinggi bahu, dan kedua jari telunjuk menunjukkan
ke telunjuk pemeriksa. Selanjutnya pasien disuruh menutup mata.
Perhatikan timbulnya penyimpangan arah pada kedua tangan pasien.
g. Finger to finger test : bila kelainan labirin satu / dua sisi maka kelainan test
ini selalu pada kedua jari kiri dan kanan, bila sumber kelainannya dari
serebelum satu sisi maka jari yang menunjukkan kelainan hanya pada sisi
maka jari yang menunjukkan kelainan hanya pada sisi yang sesuai dengan
sisi kelainan serebelum.

3. Pemeriksaan mata untuk menilai nistagmus. Nistagmus menunjukkan gangguan


telinga bagian dalam, otak, dan otot okuler. Evaluasi nistagmus yang optimal
memerlukan kacamata Frenzel, dimana kacamata ini dipakai oleh pasien dan
mngaburkan penglihatan pasien, namun memeperjelas munculan nistagmus. Dari
dua jenis kacamata Frenzel yang ada, optikal dan video, kacamata frenzel video
jauh lebih unggul.
 Nistagmus Spontan. Dengan kacamata frenzel mata diamati untuk nistagmus
spontan selama 10 detik. Nistagmus tipikal yang dihasilkan oleh disfungsi telinga
dalam adalah nistagmus posisi primer, mata secara perlahan deviasi dari tengah
dengan kemudian terdapat sentakan cepat yang membawa bola mata kembali ke
posisi tengah. Banyak nistagmus dengan pola–pola lain (seperti sinusoidal, gaze
evoked dan saccadic) bersumber dari sentral.
 Bila kacamata frenzel tidak tersedia, tanda- tanda serupa tentang nistagmus spontan
biasanya didapat dari pemeriksaan optalmoskop yaitu dengan memonitor gerakan
balik bola mata seperti bola mata belakang bergerak ke depan, untuk gerakan
horizontal dan vertikal. Seseorang harus mengingatkan untuk membalikkan arah
nistagmus ketika membuat catatan. Fiksasi dapat dihilangkan dengan menutup
mata sebelahnya. Nistagmus yang berasal dari telinga dalam meningkat dengan
menghilangkan fiksasi.12
 Tes Posisi Dix Hallpike. Pasien diposisikan di meja pemeriksaan yang datar, kepala
diekstensikan melalui ujung meja. Jika kacamata Frenzel tersedia, gunakan, tapi
biasanya tidak digunakan. Pasien kemudian digerakkan dengan cepat dengan posisi
kepala tergantung. Jika pasien tidak pusing atau nistagmus yang terjadi setelah 20
detik, pasien didudukkan. Kepala kemudian diposisikan 45o ke kanan dan pasien
ditidurkan dengan posisi supinasi dengan kepala ke kanan. Setelah 20 detik, pasien
duduk kembali dan prosedur diulang ke kiri ( posisi kepala ke kiri). Serangan
nistagmus dapat diprovokasi dengan posisi kepala ke kanan dan ke kiri. Nistagmus
tipe BPPV (kanal posterior) bergerak ke atas dan mempunyai komponen berputar,
gerakan bola mata ke bawah ketika pasien duduk. Ada beberapa jenis BPPV
dengan arah berbeda. Jenis BPPV kanal lateral dikaitkan dengan nistagmus
horizontal yang kuat yang berubah arah kepala kiri dan kanan. Jenis kanal anterior
dihubungkan dengan nistagmus ke bawah degan Dix Hallpike. Selanjutnya tes
nistagmus membutuhkan kacamata frenzel video.12,14
1. Tes Gelengan Kepala. Tes ini dilakukan jika tidak ada nistagmus spontan atau
nistagmus posisi. Dengan kacamata Frenzel, kepala pasien diputar oleh pemeriksa
dengan arah horizontal dan seterusnya sebanyak 20 x putaran. Dilakukan dengan
deviasi kepal 45o ke sisi lain untuk 2 x putaran per detik. Nistagmus berlangsung 5
detik atau lebih adalah indikasi adanya gangguan organik telinga atau sistem saraf
pusat dan membantu pemeriksaan lebih lanjut.
2. Tes Arteri Vertebre untuk Vertigo servikal. Dengan posisi pasien tegak lurus dan
memakai kacamata. Kepala diputar maksimal ke satu sisi dan biarkan selama 10
detik. Mata tetap di tengah. Tes positif bila nistagmus terjadi dengan posisi kepala
sejajar tubuh.
3. Tes Valsava. Dilakukan jika ada gejala tekanan sensitif kompleks dalam riwayat
penyakit. Ketika memakai kacamata frenzel, pasien diminta bernafas dalam dan
menahan nafas selama 10 detik sambil diamati nistagmus dengan kacamata
frenzel. Tes positif bila nistagmus pada saat onset berkurang.
4. Tes Hiperventilasi. Dilakukan jika pemeriksaan semuanya normal. Pasien diminta
bernafas dalam selama 30 x. Segera setelah hiperventilasi, mata dilihat apakah ada
nistagmus dengan menggunakan kacamata dan pasien ditanya bila tes
menimbulkan gejala. Tes positif tanpa nistagmus menunjukkan gejala
hiperventilasi. Nistagmus yang dipicu oleh hiperventilasi dapat berupa tumor
nervus cranial VIII atau medulla spinalis.
5. Tes fungsi pendengaran. Biasanya dengan menggunakan garpu tala. Tes ini
digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes
Rinne, Weber dan Schwabach.

2. 7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Audiologik, tidak dibutuhkan untuk untuk setiap pasien dengan keluhan
pusing, tapi mungkin lebih tepat jika ada masalah pendengaran.
a. Audiogram, menilai pendengaran. Abnormalitas memberikan kesan vertigo
otologik. Sering cukup untuk penegakkan diagnosis. Upaya untuk
memisahkan otologik dari sumber vertigo lain.
b. Brainstem Auditory Evoked Potensial (BAEP). Test nurofisiologi ini
dipergunakan bila diduga adanya carebello pontine tumor, terutama
neuroma akus tikus atau multiple sklerosis. Kombinasi pemeriksaan BERA
dan CT Scan dapat menunjukkan konfirmasi diagnostik tumor.2
c. Otoacoustic Emission (OAE) menilai suara oleh telinga pasien sendiri.
Cara ini cepat dan sederhana. OAE berguna dalam mendeteksi malingering,
gangguan pendengaran sentral dan orang- orang dengan neuropati
auditorik. Dalam situasi ini, OAE dapat dilakukan bahkan bila pendengaran
subjektif berkurang. Ketika ada potensi malingering, sering audiologist
melakukan beberapa tes untuk uji pendengaran objektif, tes dapat
mendeteksi kehilangan pendengaran psikogenik. OAE biasanya tidak
membantu padang orang- orang usia > 60 tahun karena OAE menurun
dengan usia.
d. Electrocochleografi (ECOG) adalah sebuah potensi bangkitan yang
menggunakan electrode perekam yang diposisikan dalam gendang telinga.
ECOG membutuhkan frekuensi pendengaran yang tinggi. ECOG yang
abnormal memberi kesan penyakit Meniere. ECOG itu sulit dan interpretasi
dari hasil harus memnuhi penilaian bentuk gelombang.

2. Tes Vestibular tidak dibutuhkan untuk setiap pasien dengan keluhan pusing.
Penelitian primer- Tes Elektronystagmography (ENG), membantu bila diagnosis
masih belum jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan. ENG secara bertahap
digantikan dengan tes VEMP.
a. ENG merupakan prosedur beruntun yang dapat mengidentifikasi vestibular
asimetris (seperti yang disebabkan oleh neuritis vestibular) dan
membuktikan nistagmus spontan dan posisi (seperti yang disebabkan oleh
BPPV). ENG adalah tes yang panjang dan sulit. Jika ada hasil yang
abnormal dan tidak sesuai dengan gejala klinis sebaiknya dikonfirmasi
denga tes kursi putar dan dikombinasi dengan tes VEMP.
b. VEMP merupakan tes vestibular dasar karena ini memberikan
keseimbangan yang baik untuk keperluan diagnostic dan toleransi pasien.
Tes ini sensitif terhadap sindrom dehiscence kanal superior. Kehilangan
vestibular bilateral dan neuroma kaustik. VEMP secara umum normal pada
neuritis dan penyakit Menier.
c. Posturografi adalah sebuah instrument dari tes Romberg. Ini sangat
berguna untuk malingering dan juga mempunyai kegunaan melihat
perkembangan orang- orang yang menjalani pengobatan.

3. Pemeriksaan labor darah, dilakukan bila ada gejala spesifik kompleks dan tidak
ada pemeriksaan rutin untuk pasien denga keluhan pusing. Dalam faktanya
pemeriksaan kimia, hitung jenis , tes toleransi glukosa, tes alergi tidak secara rutin
diperiksa.
4. Pemeriksaan Radiologi, foto tengkorak, foto vertebrae servikal, CT scan kepala
dan sinus tidak direkomendasikan secara rutin dalam evaluasi vertigo.
a. MRI kepala, mengevaluasi kesatuan struktural batang otak, serebelum,
periventrikuler substansia putih, dan kompleks nervus VIII. MRI tidak
secara rutin dibutuhkan untuk evaluasi vertigo tanpa penemuan neurologis
yang lain berkaitan.
b. CT Scan tulang temporal memberikan resolusi tinggi dari struktur telinga
daripada MRI dan juga lebih baik untuk evaluasi lesi yang melibatkan
tulang. CT tulang temporal mutlak dibutuhkan untuk diagnosis dehiscence
canal superior. Jenis koronal langsung resolusi tinggi adalah yang terbaik
untuk diagnosis ini. CT Scan tulang temporal banyak memancarkan radiasi
dan untuk alasan ini, tes VEMP direkomendasikan sebagai tes awal untuk
dehiscence canal superior.
5. Pemeriksaan lainnya
a. EEG digunakan untuk diagnosis kejang. Hasilnya sangat rendah untuk
pasien dengan keluhan pusing.
b. Ambulatory Monitor atau Holter Monitoring digunakan untuk mendeteksi
aritmia atau sinus arrest.
2.8 TERAPI
Tujuan umum penatalaksanaan vertigo adalah untuk mengeliminasi gejala vertigo,
meningkatkan kompensasi sistem vestibuler dan mengontrol gejala neurovegetatif dan
psikoafektif yang menyertai vertigo.8
Secara umum prinsip penatalaksaan vertigo terdiri dari:
1. Terapi kausal
Kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui penyebabnya. Walaupun demikian jika
penyebabnya ditemukan, maka terapi kausal merupakan pilihan utama. Terapi kausal
disesuaikan dengan penyebab yang bersangkutan

1. Terapi medikamentosa
Penggunaan obat-obatan pada vertigo bersifat simptomatik. 8 Prinsip utama
pengobatan pada vertigo mengacu kepada peran neurotransmitter pada vestibular pathway.
Ada beberapa neurotransmitter utama yang berperan dalam proses ini. Glutamate
merupakan neurotransmitter eksitator primer pada sel-sel rambut, sinap nervus vestibuler
dan nucleus vestibuler. Reseptor muskarinik asetilkolin merupakan selain memiliki
peranan secara perifer, tapi juga memiliki pengaruh untuk terjadinya vertigo pada tingkat
pons, medulla oblongata dan kompleks nucleus vestibuler.8,9 Gamma aminobutyric
acid(GABA) dan glisin merupakan neurotransmitter inhibitor utama yang ditemukan pada
jalur koneksi system okulomotor dengan sistem vestibuler. Histamin secara umum
ditemukan pada stuktur vestibuler sentral. Norepinefrin berfungsi memodulasireaksi
stimulasi vestibuler secara sentral dan dopamine mempengaruhi kompensasi vestibuler,
sedangkan serotonin berkaitan dengan gejala nausea.7,8,9

Vestibular supresan dan antiemetic memainkan peranan penting dalam terapi


medikamentosa vertigo.
a. Antikolinergik bekerja mempengaruhi reseptor muskarinik dan memiliki efek
kompensasi. Peranan obat antikolinergik sentral menjadi penting karena tidak
semua obat dapat menembus sawar darah otak. Pemberian obat antihistamin
lebih efektif jika diberikan lebih awal. Contoh obat ini adalah scopolamine dan
atropin. Semua obat antikolinergik memiliki efek samping mulut kering,
dilatasi pupil dan sedasi.
b. Antihistamin memiliki efek sentral dalam mengurangi severitas gejala vertigo.
Secara umum, antihistamin juga memiliki efek antikolinergik dan blok kanal
kalsium. Dalam hubungannya dengan vertigo, obat antihistamin bekerja pada
reseptor H2.
c. Benzodiazepin adalah modulator GABA yang secara sentral bekerja
mensupresi respon vestibuler. Zobat ini memiliki efek terapi pada dosis kecil
dan masa kerja singkat.
d. Antiemetik bekerja mempercepat pengosongan lambung. Jika gejala mual dan
muntah menonjol, dapat diberikan secara supositoria atau injeksi.
e. Calcium channel blocker seperti flunarizin dan sinarizin adalah terapi yang
pada saat ini sering digunakan di eropa untuk vertigo akut. Sinarizin juga
memiliki efek antihistamin, antinorefinefrin, antinikotindan anti angiotensin.
Obat ini memiliki efek samping sedasi, menigkatkan berat badan, depresi dan
parkinsonism.
f. Agonis histamine juga memiliki efek antivertigo. Mekanismenya diduga
dengan menigkatkan volume vena dn arteriol dan sebagai regulator
mikrosirkulasi.
g. Steroid dianjurkan pada pengobatan vertigo yang didasari kelainan autoimun
seperti penyakit meniere dan neuritis vestibular.
h. Asetil-leusin. Obat ini juga termasuk vestibular supresan dan cukup banyak
digunakan di prancis.
i. Gingko biloba. Meskipun sudah banyak digunakan, namun efektifitas obat ini
belum terbukti secara klinis dan mekanisme kerjanya belum jelas.

3. Terapi rehalibitatif
Terapi rehalibitasi vestibular merupakan terapi fisik yang menggunakan latihan
khusus dengan tujuan untuk meningkatkan kompensasi organ vestibular terhadap
gangguan keseimbangan.7,17

Mekanisme kerja terapi ini adalah:


a. Adaptasi terhadap sistem visual dan somatosensori terhadap fungsi
vestibular yang terganggu.
b. Kompensasi dengan mengaktifkan kendali tonus pada inti vestibular di
serebelum, system visual dan somatosensori.
c. Habituasi terhadap posisi yang merangsang munculnya vertigo secara
bertahap akan mengurangi beratnya gejala.
BAB III

PEMBAHASAN

1. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Subjektif
i. Identitas pasien :
 Umur : 56 tahun
 Jenis kelamin : wanita
ii. Keluhan utama :
pasien mengalami pusing berputar disertai mual muntah
iii. Keluhan tambahan
Gangguan pendengaran pada telinga kanan
iv. Riwayat penyakit sistemik
Tidak ada

b. Pemeriksaan objektif

 Pemeriksaan klinisnya dapat mengungkapkan nistagmus atau gerakan yang


tidak terkendali mata.
 Dalam vertigo karena penyebab dalam batin telinga nistagmus biasanya sisi ke
sisi dan mengurangi ketika pasien berfokus pandangan.
 Nistagmus yang disebabkan oleh penyakit sistem saraf pusat biasanya sisi ke
sisi atau naik dan turun dan tidak berhenti ketika pasien berfokus pandangan
dan berlangsung lebih lama.
 Dokter biasanya melakukan pemeriksaan neurologis rinci untuk mendeteksi
penyebab.
c. Pemeriksaan Neurologi

1. Fungsi vestibuler/serebeler

a. Uji Romberg (Gb. 5) :


penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata
terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus
dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan
bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata
tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali
lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada
mata tertutup.
b. Tandem Gait:
penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari
kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan
menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger. :
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler
posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti
orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan
bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik.
Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)(Gb. 7)


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk
tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup.
Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

e. Uji Babinsky-Weil (Gb. 8)


Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima
langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral,
pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis

Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.

1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike (Gb. 9)
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan
cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian
kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan
hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya
perifer atau sentral.Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul
setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan
berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1
menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis semisirkularis
lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin
(30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi
5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai
hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Dengan tes ini dapat
ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke
kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah
rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah
jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing
telinga.Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan
directional preponderance menunjukkan lesi sentral.

c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam
gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis
secara kuantitatif

2. Fungsi Pendengaran

a. Tes garpu tala


Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-
tes Rinne, Weber dan Schwabach.
Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan
Schwabach memendek.

b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI,
Bekesy Audiometry, Tone Decay.
d. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai
indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik)

3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG), Brainstem


Auditory Evoked Pontential (BAEP).

4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI).

2. Diagnosa

a. Klinis : Vertigo Vestibular Periferal


b. Topik :
c. Etiologi : Meniere

Gejala yang timbul akibat gangguan pada komponen sistem keseimbangan tubuh
itu berbeda-beda.

Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non Vestibular


Gejala Vertigo Vestibular Vertigo Non Vestibular
Sifat vertigo rasa berputar melayang, hilang
keseimbangan
Serangan episodik
kontinu
Mual/muntah +
-
Gangguan pendengaran +/-
-
Gerakan pencetus gerakan kepala
gerakan obyek visual
Situasi pencetus -
keramaian, lalu lintas
Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral

Gejala Vertigo Vestibular Perifer Vertigo Vestibular Sentral


Bangkitan vertigo lebih mendadak lebih lambat

Derajat vertigo berat ringan

Pengaruh gerakan kepala ++ +/-

Gejala otonom (mual, muntah, ++ +


keringat)

Gangguan pendengaran
(tinitus, tuli) + -
BAB IV

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai