Anda di halaman 1dari 51

FAKULTAS KEDOKTERAN

BLOK NEUROPSIKIATRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 15 Juni 2020

MODUL 2: PUSING BERPUTAR

Tutor : dr. Eny Arini Wello


Disusun Oleh : Kelompok 6
Annisa Tri Srilistiany 110 2018 0002
Andi Zahra Shafanisa Oddang 110 2018 0008
Rahmat Prayogi Niode 110 2018 0020
Muhammad Alief Harun 110 2018 0043
Muhammad Syahidul Haq Nurdin 110 2018 0061
Tasya Fitri Ramadanti 110 2018 0089
Wahyuni 110 2018 0090
Andi Auliyah Anugrah Rahman 110 2018 0092
Sitti Zhaharah Khairunnisah 110 2018 0103
Nawirah Labambe 110 2018 0108
Aqilla Fitrani Darul 1102018 0117

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020

1
SKENARIO B
Seorang perempuan berusia 50 tahun, dibawah ke IGD RS dengan pusing
berputar secara tiba-tiba sejak 1 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan pendengaran
menurun dan terasa penuh pada telinga kanan serta bersifat hilang timbul. Riwayat
keluhan berulang dan berkurang dengan sendirinya, serta memiliki menderita
hipertensi.

KATA SULIT
(-)

KATA KUNCI
1. Perempuan 50 thn.
2. Pusing berputar sejak 1 hari yang lalu.
3. Pendengaran menurun.
4. Rasa penuh pada telinga kanan serta bersifat hilang timbul.
5. riwayat Keluhan berkurang dengan sendirinya.
6. Menderita hipertensi.

PERTANYAAN
1. Jelaskan mengenai vertigo dan jelaskan klasifikasinya?
2. Tuliskan bagaimana patofisiologi vertigo?
3. Apa hubungan vertigo dengan pendengaran menurun?
4. Apakah ada hubungan vertigo dengan riwayat hipertensi?
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis dari scenario?
6. Apa diagnosis banding dari scenario?
7. Jelaskan tatalaksana awal pada scenario?
8. Apa perspektif islam yang sesuai dengan dengan scenario?

2
JAWABAN
1. Jelaskan mengenai vertigo dan jelaskan klasifikasinya?

Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari Bahasa latin, vertere, yang

artinya memutar. Vertigo didefinisikan berbagai macam, namun pada garis besarnya

terdapat dua kelompok aliran, yaitu kelompok yang menganggap vestibulum sebagai

dasar kelainan, dan kelompok yang menganggap alat keseimbangan tubuh sebagai

satu kesatuan sumber kelainan. Kelompok pertama mendefinisikan vertigo adalah

rasa berputar tubuhnya atau sekitarnya yang disebabkan oleh gangguan labirin.

Menurut kelompok kedua, vertigo adalah gerakan sebenarnya atau hanya rasa

gerakan yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh di tingkat perifer

atau sentral.

Sekitar 100 macam penyakit dapat memberi gejala vertigo. Yang paling

sederhana, membedakan vertigo sistematik dengan non sistematik. Pada vertigo

sistematik, gejala vertigo disertai gejala lain, misalnya muka pucat, peluh dingin,

mual dan muntah. Diduga vertigo ini bersumber dari kelainan telinga (perifer).

Vertigo non sistematik, mempunyai gejala yang beragam, misalnya rasa kepala

ringan, seperti diayun, rasa terapung, atau rasa bergoyang yang sulit dilukiskan

dengan kata-kata tanpa gejala penyerta. Diduga disebabkan oleh kelainan system

vestibuler sentral.

Vertigo sentral adalah vertigo akibat kelainan di sentral (batang otak,

serebelum, cerebrum). Penyebab vertigo sentral: stroke, neoplasma, migren basilar,

trauma, perdarahan serebelum. Vertigo perifer adalah vertigo akibat kelainan pada

3
labirin dan N. Vestibularis. Penyebab pada labirin: BPPV, post trauma, Meniere,

Labirintis, toksik, oklusi & fistula labirin. Penyebab pada N. VIII: infeksi, inflamasi,

neuroma akustik, tumor lain.

Berdasarkan kelainan yang mendasari, vertigo dibedakan menjadi beberapa

kelompok, sebagaimana tersaji pada gambar 1.

Berdasarkan gejala yang menonjol/klinis, vertigo dapat dibagi atas: vertigo

paroksismal, vertigo kronis, serta vertigo akut. Masing-masing kelompok tersebut

dibagi lagi menurut gejala penyertanya menjadi 3 kelompok yaitu: vertigo yang

disertai keluhan telinga, tanpa disertai keluhan telinga, dan timbulnya dipengaruhi

oleh perubahan posisi. Pengelompokan vertigo secara lengkap dapat dilihat pada tabel

1.[1]

4
2. Tuliskan bagaimana patofisiologi vertigo?

Gangguan keseimbangan dinyatakan sebagai pusing, pening, rasa berputar-

putar, sempoyongan, rasa seperti melayang atau merasakan badan atau dunia

sekelilingnya berputar-putar dan berjungkir balik. Istilah kedokteran yang mencakup

semua perasaan gangguan keseimbangan ialah vertigo.

Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular

yangmengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo sentral. Saluran

vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa mengirimkan

informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga keseimbangan. Vertigo

periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis

semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol keseimbangan.

a. Vertigo Vestibular

5
Vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa

mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga

keseimbangan. Adapun klasifikasi dari vertigo vestibular adalah vertigo

sentral dan vertigo perifer.

a) Vertigo Sentral.

Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di

dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah

percabangan otak dan serebelum (otak kecil). Gejala vertigo sentral

biasanya terjadi secara bertahap, penderita akan mengalami hal-hal

seperti:

1. penglihatan ganda.

2. sukar menelan.

3. kelumpuhan otot-otot wajah.

4. sakit kepala yang parah.

5. kesadaran terganggu.

6. tidak mampu berkata-kata.

7. hilangnya koordinasi.

8. mual dan muntah-muntah.

9. tubuh terasa lemah.

Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo sentral

termasuk antara lain stroke, multiple sclerosis (gangguan tulang

belakang dan otak), tumor, trauma di bagian kepala, migren,

6
infeksi, kondisi peradangan, neurodegenerative illnesses (penyakit

akibat kemunduran fungsi saraf) yang menimbulkan dampak pada

otak kecil. Penyebab dan Gejala Keluhan vertigo biasanya datang

mendadak, diikuti gejala klinis tidak nyaman seperti banyak

berkeringat, mual,dan muntah. Faktor penyebab vertigo adalah

Sistemik, Neurologik, Ophtalmologik, Otolaringologi, Psikogenik,

dapat disingkat SNOOP.

b) Vertigo Perifer

Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang

disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang

bertugas mengontrol keseimbangan. Vertigo jenis ini biasanya

diikuti gejala-gejala seperti: pandangan gelap

1. rasa lelah dan stamina menurun

2. jantung berdebar

3. hilang keseimbangan

4. tidak mampu berkonsentrasi

5. perasaan seperti mabuk

6. otot terasa sakit

7. mual dan muntah-muntah

8. memori dan daya pikir menurun

9. sensitif pada cahaya terang dan suara

10. berkeringat

7
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara

lain penyakit-penyakit seperti Benign Parozysmal Positional Vertigo atau

BPPV (gangguan keseimbangan karena ada perubahan posisi kepala),

meniere’s disease (gangguan keseimbangan yang sering kali

menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada

sel-sel saraf keseimbangan) dan labyrinthitis (radang di bagian dalam

pendengaran).[2]

b. Vertigo Non Vestibular

Vertigo sistemik adalah keluhan vertigo yang disebabkan oleh

penyakit tertentu, misalnya diabetes mellitus, hipertensi dan jantung.

Sementara itu, vertigo neurologik adalah gangguan vertigo yang

disebabkan oleh gangguan saraf. Keluhan vertigo yang disebabkan

oleh gangguan mata atau berkurangnya daya penglihatan disebut

8
vertigo ophtalmologis; sedangkan vertigo yang disebabkan oleh

berkurangnya fungsi alat pendengaran disebut vertigo otolaringologis.

Selain penyebab dari segi fisik,penyebab lain munculnya vertigo

adalah pola hidup yang tak teratur, seperti kurang tidur atau terlalu

memikirkan suatu masalah hingga stres. Vertigo yang disebabkan oleh

stres atau tekanan emosional disebut vertigo psikogenik.

Rasa pusing dan berputar disebabkan oleh gangguan alat

keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara

posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh

susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan

kejadian tersebut :

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation). Teori ini

berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan

menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga

fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus,

mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorik. Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan

masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik

perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan proprioceptif, atau

ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal dari

sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan

kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang

9
dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau

sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa

melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal). Berbeda

dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan

gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.

3. Teori neural mismatch Teori ini merupakan pengembangan teori

konflik sensorik, menurut teori ini otak mempunyai

memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada

suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola

gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf

otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan

berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga

berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

4. Teori otonomik Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan

saraf otonom sebagai usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi,

gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan,

sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.

5. 5. Teori neurohumoral Di antaranya teori histamin (Takeda),

teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin (Lucat) yang masing-

masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam

pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya

gejala vertigo.

10
6. Teori Sinap Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang

meninjai peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan

biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya

ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu

sekresi CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan kadar

CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang

selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa

meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat

meneangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat,

berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis,

yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi

setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf

parasimpatis.[3]

3. Apa hubungan vertigo dengan pendengaran menurun?

Macam macam gangguan pendengaran:

1. Tuli konduksi

Terjadi saat suara tidak tersampaikan dengan baik melalui saluran telinga

luar ke membrane timpani serta tulang-tulang pendengaran ke telinga tengah,

gangguan konduksi ini membuat suara terdengar lebih lembut dan sulit didengar.

2. Tuli sensori neural

11
Terjadi jika terdapat kerusakan pada telinga dalam (koklea) atau saraf dari

telinga dalam menuju otak. seringnya gangguan pendengaran ini sulit diobati

dengan obat-obatan. Gangguan ini menurunkan kemampuan telinga mendengar

suara yang lemah. Walaupun volume suara telah dinaikkan, namun, suara yang

terdengar tetap tidak jelas atau tidak terdengar.

Berdasarkan scenario, penurunan pendengaran kemungkinan disebabkan

oleh adanya hidrops endolimfa pada koklea dan vestibulum. Hidrops ini sifatnya

hilang timbul yang diduga disebabkan oleh peningkatan tekanan pada arteri

ditelinga, berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler, meningkatnya tekanan

osmotik ruang ekstrakapiler, dan adanya penyumbatan jalan keluar sakus

endolimfatikus sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfa. Pada pemeriksaan

histopatologi tulang temporal, ditemukan pelebaran dan perubahan morfologi

pada membrane Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibule, terutama

didaerah apeks koklea helicotrema. Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapat

menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari daerah

apeks koklea, kemudian meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea. Hal ini

yang dapat menjelaskan bagaiman munculnya tuli sensorineural [4,5]

Infeksi/autoimun
12

Inflamasi daerah
4. Apakah ada hubungan vertigo dengan riwayat hipertensi?

Aliran darah otak dipengaruhi terutama oleh 3 faktor yaitu tekanan untuk

memompakan darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, tahanan perifer

13
pembuluh darah otak dan faktor darah itu sendiri Tekanan darah arterial

fluktuatif, walaupun demikian tekanan arteriolar-kapiler otak konstan. Ketika

tekanan darah arterial meningkat, arteriole otak konstriksi, derajatnya

bergantung kenaikan tekanan darah. Jika berlangsung dalam periode singkat

dan tekanan tidak terlalu tinggi maka tidak berbahaya. Namun bila

berlangsung bulan sampai tahun dapat terjadi hialinisasi otot pembuluh darah

dan diameter lumen menjadi tetap. Hal ini merupakan salah satu bentuk

penyakit degeneratif yang merupakan salah satu penyebab penyakit saraf.

Pada gangguan ini, satu atau lebih komponen sistem saraf menjadi malfungsi

setelah berfungsi normal beberapa tahun serta bersifat kronis, difus dan

progresif. Hipertensi kronis dapat menimbulkan ketidakseimbangan ketika

terjadi lesi periventrikuler yang mempengaruhi serat sensoris dan motoris

yang menghubungkan area korteks dengan talamus, ganglia basalis,

serebelum dan medula spinalis. Dimana pengaturan keseimbangan merupakan

fungsi gabungan dari bagian serebelum, substansia retikuler dari medula,

pons, dan mesensefalon. [6,7]

5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis dari scenario?

a. Anamnesis

Pada anamnesis perlu digali penjelasan mengenai: Deskripsi jelas keluhan

pasien. Pusing yang dikeluhkan dapat berupa sakit kepala, rasa goyang,

pusing berputar, rasa tidak stabil atau melayang.

14
1) Bentuk serangan vertigo: Pusing berputar atau rasa goyang atau

melayang.

2) Sifat serangan vertigo: Periodik. kontinu, ringan atau berat.

3) Faktor pencetus atau situasi pencetus dapat berupa:

a) Perubahan gerakan kepala atau posisi.

b) Situasi: keramaian dan emosional

c) Suara

4) Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo: Mual, muntah, keringat

dingin ;

Gejala otonom berat atau ringan.

5) Ada atau tidaknya gejala gangguan pendegaran seperti : tinitus atau tuli.

6) Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti: streptomisin,

gentamisin, kemoterapi.

7) Tindakan tertentu: temporal bone surgery, transtympanal treatment.

8) Penyakit yang diderita pasien: DM, hipertensi, kelainan jantung.

9) Defisit neurologis: hemihipestesi, baal wajah satu sisi, perioral numbness,

disfagia, hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia serebelaris.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Pemeriksaan umum

15
Pemeriksaan system kardiovaskuler yang meliputi pemeriksaan tekanan

darah pada saat baring, duduk dan berdiri dengan perbedaan lebih dari 30

mmHg.

2) Pemeriksaan neurologis:

a) Kesadaran : kesadaran baik untuk vertigo vestibuler perifer dan

vertigo nonvestibuler, namun dapat menurun pada vertigo vestibuler

sentral.

b) Nervus kranialis : pada vertigo vestibularis sentral dapat mengalami

gangguan pada nervus kranialis III, IV, VI, V sensorik, VII, VIII, IX,

X, XI, XII.

c) Motorik : kelumpuhan satu sisi (hemiparesis)

d) Sensorik : gangguan sensorik pada satu sisi (hemihipestesi).

e) Keseimbangan (pemeriksaan khusus neuro-otologi)

Tes nistagmus: Nistagmus disebutkan berdasarkan komponen cepat,

sedangkan komponen lambat menunjukkan lokasi lesi: unilateral,

perifer, bidireksional, sentral.

Tes Rhomberg : Jika pada keadaan mata terbuka pasien jatuh,

kemungkinan kelainan pada serebelum. Jika pada mata tertutup pasien

cenderung jatuh ke satu sisi, kemungkinan kelainan pada system

vestibuler atau proprioseptif.

16
Tes rhomberg dipertajam (Sharpen Rhomberg): Jika pada keadaan

mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan kelainan pada serebelum. Jika

pada mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi, kemungkinan

kelainan pada system vestibuler atau proprioseptif.

Tes jalan tandem: pada kelainan serebelar, pasien tidak dapat

melakukan jalan tandem dan jatuh ke satu sisi. Pada kelaianan

vestibuler, pasien akan mengalami deviasi

Tes Fukuda, dianggap abnormal jika deviasi ke satu sisi lebih dari 30

derajat atau maju mundur lebih dari satu meter.

Tes past pointing, pada kelainan vestibuler ketika mata tertutup maka

jari pasien akan deviasi ke arah lesi. Pada kelainan serebelar akan

terjadi hipermetri atau hipometri.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan etiologi. Dapat

dipertimbangkan pemeriksaan sebagai berikut: [8]

a) Pemeriksaan darah rutin seperti elektrolit, kadar gula darah

direkomendasikan bila ada indikasi tertentu dari hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisis

b) CT Scan atau MRI Brain, untuk menentukan ada tidaknya lesi atau

tumor

c) EEG pada kasus vestibular epilepsi

17
d) EMG pada kasus neuropati

6. Apa diagnosis banding dari scenario?

Meniere Disease

DEFINISI

Meniere adalah kelainan pada telinga dalam dengan karakteristik vertigo

spontan episodik rekuren, ketulian fluktuatif dan tinitus, sering disertai dengan rasa

penuh pada telinga. Oleh AAO-NHS American Academy of Otolaryngology-Head

and Neck Surgery sebagai sindrom idiopatik hidrops endolimfatik. Kelainan ini dapat

dibagi menjadi 2 kategori, yaitu idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) yang disebut

sebagai Meniere's disease atau hidrops endolimfatik idiopatik sekunder oleh karena

berbagai kelainan pada telinga dalam yang disebut sebagai Meniere's syndrome.

ETIOLOGI

Penyebab pasti belum jelas. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan

penyakit ini:

1 Familial 5-20% mempunyai keluarga yang mempunyai gejala yang sama.

2 Faktor geografis/etnis : banyak terdapat di Eropa utara dan Amerika utara

3 Anomali dan malformasi fisik.

4 Genetik, akibat mutasi gen COCH

5 Autoimun

18
6 Otosklerosis

7 Gangguan vaskularisasi telinga dalam, terutama stria vaskularis

8 Gangguan regulasi otonom system endolymph

9 Alergi lokal telinga dalam, menyebabkan edema dan gangguan kontrol

otonom

10 Manifestasi lokal labirin akibat penyakit sistemik seperti gangguan tiroid

atau metabolisme glukosa.

11 Infeksi virus : ditemukan IgE spesifik untuk virus herpes simplex tipe I,II,

Epsten bar, citomegalo.

12 Trauma kapitis.

13 Faktor psikologis : kepribadian psikosomatik dan neurosis.

EPIDEMIOLOGI

Meniere's disease paling sering terdapat pada usia 40 dan 60 tahun, walaupun

usia lebih muda juga dapat terkena. Insiden diperkirakan antara 50-350 per 100000

per tahun (James&Burton, 2011). Di Amerika Serikat, prevalensi sekitar 200 per

100000 orang dan insidensi sekitar 15 per 100000 orang per tahun. Prevalensi

diperkirakan lebih rendah pada populasi di Jepang dan Skandinavia antara 20 sampai

45 per 100000 orang. Laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan. Sekitar ½-2/3

kasus menyerang hanya satu telinga. Pada kasus bilateral, telinga sebelahnya dapat

terserang dalam lima antara 20 tahun setelah onset penyakit.[9]

19
FAKTOR RISIKO

Pasien yang berisiko lebih besar termasuk orang-orang dengan penyakit virus

baru atau infeksi saluran pernapasan, mereka yang memiliki riwayat alergi, merokok,

stres, kelelahan, atau penggunaan alkohol, dan pasien yang memakai aspirin.

PATOFISIOLOGI

Penyebab pasti Meniere's disease tidak diketahui. Hidrops endolimfatik

diopatik sebagai akibat dari balans cairan yang abnormal di telinga dalam dapat

disebabkan oleh berbagai faktor. Serangan vertigo merupakan akibat dari peningkatan

volume akut dari kompartemen endolimfatik dengan ruptur labirin membranosa dan

melepaskan K eggi diruang perilimfatik. Ruptur berulang membran menyebabkan

destruksi progresif labirin dengan ditemukannya ketulian dan hilang timbulnya

serangan vertigo.

GEJALA KLINIS

Gejala Meniere sangat bervariasi, tidak semua penderita mengalami gejala

yang sama. Namun, yang disebut "Classic Meniere" dianggap memiliki empat gejala

berikut :

a) Episode periodik vertigo (pusing berputar).

b) Berfluktuasi, progresif, unilateral (pada satu telinga) bilateral (di kedua

telinga) kehilangan pendengaran, biasanya pada frekuensi rendah

20
c) Tinnitus unilateral atau bilateral

d) Sebuah sensasi penuh atau tekanan dalam satu atau kedua telinga

DIAGNOSIS

Kriteria diagnostik untuk Meniere's Disease menurut American Academy of

Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS, 1995), yaitu: [10]

1 Certain Meniere's disorder Definite Meniere's disorder disertai dengan

konfirmasi pemeriksaan histopatologi.

2 Definite Meniere's disorder

1) Dua atau lebih episode vertigo setidaknya >20 menit.

2) Setidaknya didapatkan adanya gangguan pendengaran pada 1 kali

pemeriksaan audiometri.

3) Tinnitus atau sensasi penuh dalam telinga.

4) Penyebab lain telah disingkirkan.

3 Probable Meniere's disorder

1) Satu episode definitif vertigo.

2) Setidaknya didapatkan adanya gangguan pendengaran pada 1 kali

pemeriksaan audiometri.

TERAPI

1. Terapi farmakologi

1) Anti vertigo : antara lain betahistine 48 mg/hari

21
2) Diuretik : Hdrochlorthiazide 50 mg/hari, acetazolamide 250 mg/hari

3) Steroid : predniso ne 80 mg/hari selama 7 hari kemudian diturunkan

bertahap.

4) Anti histamin

2. Terapi diet

1) Rendah garam (1,5-2 gram sehari)

2) Tinggi kalium, tinggi protein

3) Hidrasi

4) Hindari faktor pencetus

3. Terapi intervensi non destruktif:

1) Injeksi steroid intratimpanik

2) Endolymphatic sac-mastoid decompression and/or shunt

4. Terapi intervensi destruktif

Injeksi gentamisin intratimpanik (chemical labyrinthectomy)

5. Terapi rehabilitasi/adaptasi.

KOMPLIKASI

a. Pada tahap patologi selanjutnya, pasien mungkin mengalami tetes mendadak

yang tidak terduga tanpa kehilangan kesadaran (serangan Tumarkin). 

22
b. Satu tinjauan sistematis melaporkan keterlibatan bilateral organ vestibular

hingga 47% dari pasien dalam 20 tahun. 

c. Pasien dengan penyakit Meniere melaporkan gangguan kualitas hidup yang

signifikan dibandingkan dengan orang sehat. 

PROGNOSIS

Menurut Perrez-Garrigues et al. jumlah episode vertigo lebih tinggi pada tahun-

tahun pertama penyakit dan menurun pada tahun-tahun berikutnya terlepas dari

apakah pasien menerima pengobatan; kebanyakan pasien mencapai "fase tunak yang

bebas dari vertigo." 

Seperti halnya vertigo, kehilangan pendengaran adalah yang tertinggi pada tahun-

tahun awal penyakit dan stabil pada tahun-tahun berikutnya. Biasanya, tidak ada

pemulihan dari gangguan pendengaran. [11]

BPPV ( Benign Paroxysmal Positional Vertigo)

DEFINISI

BPPV merupakan suatu kondisi terjadinya gangguan dari sistem perifer

vestibular,ketika pasien merasakan sensasi pusing berputar dan berpindah yang

berhubungan dengan nistagmus ketika posisi kepala berubah terhadap gaya gravitasi

dan disertai gejala mual,muntah dan keringat dingin. Serangan biasa dipicu ketika

23
pasien merubah posisi kepala ke sisi yang terkena kemudian berguling ke sisi

berlawanan ataupun duduk dengan cepat.[12]

ETIOLOGI

Sekitar 50%, penyebab BPPV adalah idiopatik, selain idiopatik, penyebab

terbanyak adalah trauma kepala (17%) diikuti dengan neuritis vestibularis (15%),

migraine, implantasi gigi dan operasi telinga, dapat juga sebagai akibat dari posisi

tidur yang lama pada pasien post operasi atau bed rest total lama.[13]

EPIDEMIOLOGI

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu

gangguan neurotologi dimana 17% pasien datang dengan keluhan pusing. Pada

populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per 100.000 (prevalensi

2,4%).1,2,5,6 Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik di United

State dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42% pasien didiagnosis

BPPV. Dari segi onset, BPPV biasanya diderita pada usia 50-70 tahun. Proporsi

antara wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yaitu 2,2 : 1,5.[14]

FAKTOR RESIKO

Beberapa kasus BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau adanya trauma

pada kepala atau leher, adanya pada infeksi telinga tengah atau pernah melakukan

operasi stapedektomi dan adanya proses degenerasi pada telinga dalam juga

24
merupakan penyebab BPPV sehingga insiden BPPV meningkat dengan

bertambahnya usia. BPPV terjadi lebih umum pada usia lanjut dan pada orang yang

lebih tua akibat dari degenerasi sistem vestibular telinga bagian dalam, hal ini terjadi

akibat dari infeksi virus yang mempengaruhi telinga seperti yang menyebabkan

vestibular neurtitis dan penyakit Meniere adalah penyebab signifikan.[14]

PATOMEKANISME

Patofisiologi dari BPPV berhubungan dengan perpindahan dari otocnia

menuju kanalis semisirkularis (anterior,posterior atau lateral), yang mungkin tetap

mengambang di endolimfe dari kanalis semisirkularis (ductolithiasis atau

canalolithiasis) atau melekat pada cupula (cupulithiasis), yang merubah respon kepala

terhadap sudut kepala. Ketika ada perubahan posisi kepala dengan gravitasi,puing-

puing otolithic bergerak ke posisi baru dalam setengah lingkaran kanal,yang

mengarah ke rasa rotasi palsu, dimana BPPV biasanya paling sering diakibatkanoleh

kanalis semisirkular posterior sekitar 60-90% pada seluruh kasus.[12]

Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan oleh kalsium karbonat

yang berasal dari makula pada utrikulus lepas dan bergerak dalam lumen dari salah

satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali lipat lebih padat

dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan

pergerakan akseleratif lain. Ketika kalsium karbonat tersebut bergerak dalam kanal

semisirkular, akan terjadi pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada

kanal yang terkena, sehingga menyebabkan vertigo.[15]

25
GEJALA KLINIS

Gejala-gejala klinis dari BPPV adalah pusing, ketidakseimbangan, sulit untuk

berkonsentrasi, dan mual. Kegiatan yang dapat menyebabkan timbulnya gejala dapat

berbeda-beda pada tiap individu, tetapi gejala dapat dikurangi dengan perubahan

posisi kepala mengikuti arah gravitasi. Gejala dapat timbul dikarenakan perubahan

posisi kepala seperti saat melihat keatas, berguling, atau pun saat bangkit dari tempat

tidur.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo sendiri dapat dialami dalam durasi

yang cepat ataupun terjadi sepanjang hidup, disertai gejala yang terjadi dengan pola

sedang yang berbeda-beda tergantung pada durasi, frekuensi, and intensitas. BPPV

tidak dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan kehidupan penderita.

Bagaimanapun, BPPV dapat mengganggu perkerjaan dan kehidupan sosial penderita.


[15]

DIAGNOSIS

Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik.

Pasien biasanya melaporkan episode berputar ditimbulkan oleh gerakan-gerakan

tertentu, seperti berbaring atau bangun tidur, berguling di tempat tidur, melihat ke

atas atau meluruskan badan setelah membungkuk. Episode vertigo berlangsung 10

sampai 30 detik dan tidak disertai dengan gejala tambahan selain mual pada beberapa

pasien.

26
Beberapa pasien yang rentan terhadap mabuk (motion sickness) mungkin

merasa mual dan pusing selama berjam-jam setelah serangan vertigo, tetapi

kebanyakan pasien merasa baik-baik saja di antara episode vertigo. Jika pasien

melaporkan episode vertigo spontan, atau vertigo yang berlangsung lebih dari 1 atau

2 menit, atau jika episode vertigo tidak pernah terjadi di tempat tidur atau dengan

perubahan posisi kepala, maka kita harus mempertanyakan diagnosis dari BPPV.

1. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Posterior

Dokter dapat mendiagnosis BPPV tipe kanal posterior ketika nistagmus

posisional paroksismal dapat diprovokasi dengan manuver Dix-Hallpike. Manuver ini

dilakukan dengan memeriksa pasien dari posisi berdiri ke posisi berbaring (hanging

position) dengan kepala di posisikan 45 derajat terhadap satu sisi dan leher

diekstensikan 20 derajat. Manuver Dix-Hallpike menghasilkan torsional upbeating

nystagmus yang terkait dalam durasi dengan vertigo subjektif yang dialami pasien,

dan hanya terjadi setelah memposisikan Dix-Hallpike pada sisi yang terkena.

Diagnosis presumtif dapat dibuat dengan riwayat saja, tapi nistagmus posisional

paroksismal menegaskan diagnosisnya.

Nistagmus yang dihasilkan oleh manuver Dix-Hallpike pada BPPV kanal

posterior secara tipikal menunjukkan 2 karakteristik diagnosis yang penting. Pertama,

ada periode latensi antara selesainya manuver dan onset vertigo rotasi subjektif dan

nistagmus objektif. Periode latensi untuk onset nistagmus dengan manuver ini tidak

spesifik pada literatur, tapi berkisar antara 5 sampai 20 detik, walaupun dapat juga

27
berlangsung selama 1 menit pada kasus yang jarang. Yang kedua, vertigo subjektif

yang diprovokasi dan nistagmus meningkat, dan kemudian mereda dalam periode 60

detik sejak onset nistagmus.

2. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Lateral

BPPV tipe kanal lateral (horisontal) terkadang dapat ditimbulkan oleh Dix-

Hallpike manuver. Namun cara yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis

BPPV horisontal adalah dengan supine roll test atau supine head turn maneuver

(Pagnini-McClure maneuver). Dua temuan nistagmus yang potensial dapat terjadi

pada manuver ini, menunjukkan dua tipe dari BPPV kanal lateral.

a. Tipe Geotrofik. Pada tipe ini, rotasi ke sisi patologis menyebabkan

nistagmus horisontal yang bergerak (beating) ke arah telinga paling bawah. Ketika

pasien dimiringkan ke sisi lain, sisi yang sehat, timbul nistagmus horisontal yang

tidak begitu kuat, tetapi kembali bergerak ke arah telinga paling bawah.

b. Tipe Apogeotrofik. Pada kasus yang lebih jarang, supine roll test

menghasilkan nistagmus yang bergerak ke arah telinga yang paling atas. Ketika

kepala dimiringkan ke sisi yang berlawanan, nistagmus akan kembali bergerak ke sisi

telinga paling atas.

Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena diperkirakan adalah

telinga dimana sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling kuat. Di antara kedua

tipe dari BPPV kanal lateral, tipe geotrofik adalah tipe yang paling banyak.

28
3. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Anterior dan Tipe Polikanalikular

Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe kanal anterior berkaitan dengan

paroxysmal downbeating nystagmus, kadang-kadang dengan komponen torsi minor

mengikuti posisi Dix-Hallpike. Bentuk ini mungkin ditemui saat mengobati bentuk

lain dari BPPV. Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanal anterior kronis atau

persisten jarang. Dari semua tipe BPPV, BPPV kanal anterior tampaknya tipe yang

paling sering sembuh secara spontan. Diagnosisnya harus dipertimbangkan dengan

hati-hati karena downbeating positional nystagmus yang berhubungan dengan lesi

batang otak atau cerebellar dapat menghasilkan pola yang sama.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe polikanalikular jarang, tetapi

menunjukkan bahwa dua atau lebih kanal secara bersamaan terkena pada waktu yang

sama. Keadaan yang paling umum adalah BPPV kanal posterior dikombinasikan

dengan BPPV kanal horisontal. Nistagmus ini bagaimanapun juga tetap akan terus

mengikuti pola BPPV kanal tunggal, meskipun pengobatan mungkin harus dilakukan

secara bertahap dalam beberapa kasus.[14]

TATALAKSANA

-Farmakologi

Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin

dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-

gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV,

seperti setelah melakukan terapi PRM.

29
Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular

yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan

antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi

berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular

perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat

mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa

benzodiazepine dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada

kerusakan vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan.[14]

-Non Farmakologi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang

ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak

penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi

partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan

vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada

pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-

100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah,

vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang

tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari

ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien tetap

berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh.

30
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke

posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan

tergantung dari varian BPPV nya.

a. Manuver Epley

Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.

Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 450, lalu pasien

berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala

ditolehkan 900 ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral

dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada

pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.

b. Manuver Semont

Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior.

Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 450

ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan

selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien

pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk

lagi.

c. Manuver Lempert

Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral.

Pasien berguling 3600, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan

kepala 900 ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral

31
dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral

dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral

dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan

selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap

gravitasi.

d. Forced Prolonged Position

Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk

mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit

dan dipertahankan selama 12 jam.

e. Brandt-Daroff exercise

Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat

dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap

simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu

pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan.[14]

KOMPLIKASI

a. Canal Switch

Selama melakukan manuver untuk mengembalikan posisi kanal vertikal,

partikel-partikel yang berpindah tempat dapat bermigrasi hingga sampai ke kanal

lateral, dalam 6 sampai 7% dari kasus. Pada kasus ini, nistgamus yang bertorsional

menjadi horizontal dan geotropik.

b. Canalith Jam

32
Selama melakukan reposisi manuver, beberapa penderita akan merasakan

beberapa gejala, seperti vertigo yang menetap, mual, muntah dan nistagmus.[15]

PROGNOSIS

Pasien perlu untuk diedukasi tentang BPPV. Satu dari tiga pasien sembuh

dalam jangka waktu 3 minggu, tetapi kebanyakan sembuh setelah 6 bulan dari

serangan. Pasien harus diberitahu bahwa BPPV dapat dengan mudah ditangani, tetapi

harus diingatkan bahwa kekambuhan sering terjadi bahkan jika terapi manuvernya

berhasil, jadi terapi lainnya mungkin dibutuhkan. Beberapa studi menunjukkan bahwa

15% terjadi kekambuhan pada tahun pertama, kemudian 50% kekambuhan terjadi

pada 40 bulan setelah terapi.

Kekambuhan dari BPPV adalah masalah yang umum terjadi. Meniere’s

disease, CNS disease, migraine headaches,dan post-traumatic BPPV merupakan

faktor resiko yang lebih memungkinkan untuk terjadinya kekambuhan.[15]

33
Neuroma Akustik

Definisi

Schwannoma merupakan tumor jinak berkapsul yang berasal dari sel

Schwann. Sel Schwann menyelubungi setiap serabut saraf. Schwannoma tumbuh

lambat progresif pada serabut saraf perifer, saraf kranial, dan saraf otonom. Sebagian

besar Schwannoma tumbuh pada sistem saraf pusat, sekitar 25-45% terjadi pada

daerah kepala dan leher dengan lokasi utama adalah pada telinga dalam

(Schwannoma vestibular). Insiden Schwannoma aurikula ataupun kanalis auditorius

eksternus (KAE) sangat jarang. Saat ini sangat sedikit publikasi yang melaporkan

kasus tersebut.

Etiologi

Etiologi Schwannoma aurikula belum diketahui pasti, diduga akibat mutasi

dari gen Merlin. Fungsi gen Merlin adalah sebagai supresor tumor untuk mencegah

terjadinya Schwannoma vestibular. Dugaan lain adalah adanya kelainan bawaan yang

dinamakan neurofibromatosis tipe 2 (NF2).

Epidemiologi

Schwannoma dijumpai sekitar 8% dari tumor primer otak, frekuensi pada

wanita 2 kali lebih sering daripada pria dan pada usia pertengahan. Schwannoma

maligna juga berasal dari nervus periver, bersifat rekuren, dan metastase dapat terjadi

secara dini. Hilangnya lengan kromosom 1p dan penambahan pada lengan kromosom

11q dijumpai pada beberapa Schwannoma, juga dijumpai hilangnya kromosom 22q.

Faktor resiko

34
Factor resiko terjadinya Schwannoma aurikula adalah trauma seperti luka

tusuk pada aurikula, paparan kebisingan secara konsisten, paparan radiasi kepala dan

leher sebelumnya, dan riwayat yang bersamaan memiliki adenoma paratiroid dan

kondisi bawaan (NF2z),

Patofisiologi

Vestibular dari saraf vestibulocochlear yang superior dan inferior dengan

frekuensi yang sama tampaknya merupakan saraf asal lesi. Sangat jarang

Schwannoma muncul dari bagian koklea dari saraf vestibulocochlear. Karena

vestibular Schwannoma timbul dari sel schwann, pertumbuhan tumor umumnya

menekan serat vestibular ke permukaan. Penghancuran serat vestibular lambat dan

bertahap dan fungsi vestibular berkurang dikompensasikan melalui mekanisme

sentral dari otak. Konsekuensinya banyak pasien mengalami sedikit atau ada

ketidakseimbangan. Setelah tumor tumbuh dan cukup besar untuk mengisi internal

auditory canal, tumor terus tumbuh dengan mengikis atau memperluas tulang dan /

atau dengan memperluas sampai keluar ke cerebellopontine angle (CPA). Vestibular

Schwannoma, seperti space occupying lesion lainnya, menghasilkan gejala dengan

salah satu dari empat mekanisme yang dikenal seperti :

(1) penyumbatan ruang cairan cerebrospinal,

(2) displacement batang otak,

(3) kompresi pembuluh darah atau

(4) kompresi saraf .

35
Vestibular Schwannoma dapat terus tumbuh sampai mencapai 3-4 cm di

dalam intrakranial sebelum muncul gejala efek massa yang besar. Nervus facialis

cukup tahan terhadap peregangan yang dikenakan oleh pertumbuhan tumor tanpa

kerusakan fungsi klinis yang jelas sampai tumor telah mencapai ukuran yang sangat

besar. Saraf koklea dan vestibular jauh lebih sensitif terhadap peregangan dan

kompresi tumor sehingga tumor kecil yang terbatas pada internal auditory canal dapat

menghasilkan gejala awal berupa gangguan pendengaran atau gangguan vestibular.

Sebagian tumor mendekati diameter 1,5 cm dalam intrakranial, umumnya mulai

berbatasan dengan permukaan lateral batang otak. Pertumbuhan lebih lanjut dapat

terjadi hanya dengan penekanan atau mendorong batang otak menuju sisi

kontralateral. Sebuah tumor dengan ukuran 2,0 cm biasanya meluas cukup jauh ke

anterior dan superior untuk menekan saraf trigeminal dan kadang-kadang

menghasilkan hipoestesia wajah . Pertumbuhan lebih dari 4,0 cm pada umumnya

menghasilkan penipisan progresif cerebral aqueduct dan ventrikel keempat dengan

perkembangan akhir menjadi hidrosefalus.

Gejala klinis

Schwannoma intrakranial, seperti juga Schwannoma dari spinal, cenderung

memperlihatkan gejala gangguan dari saraf-saraf divisi sensoris. Schwannoma sring

muncul dari komponen vestibular nervus VIII (>90%), divisi sensori nervus

trigeminal (0.8%-8%), nervus fasialis (1.9%), nervus yang keluar dari foramen

jugularis (2.9%-4%), nervus hipoglosus, nervus ekstra okular, dan nervus olfaktorius.

Karena letak yang sangat dekat dengan area dari nervus kranialis, batang otak, dean

36
cerebelum, Schwannoma sudah menampakkan gejala bahkan ukuran tumor masih

kecil. Namun, sifat pertumbuhan yang lambat dapat mengaburkan gejala defisit

neurologi yang berkembang progresif. Hal ini menyebabkan tidak dijumpai adanya

defisit neurologi yang terjadi secara akut.

Diagnosis

Saat ini metode deteksi dini terbaik adalah pemeriksaan audiometri yang akan

menunjukkan gangguan pendengaran tuli sensorineural. Pada kecurigaan ke arah

schwannoma vestibular, dilakukan pemeriksaan MRI kepala potongan tipis dengan

kontras gadolinium. Jika dicurigai defek NF-2, dilakukan MRI neuroaksis untuk

menyingkirkan lesi di tempat lain

Penatalaksanaan

Farmakologi yaitu, kortikosteroid intratimpani (deksametason 10-24 mg/ml)

atau metilprednisolon 30 mg/ml.dapat mengurangi inflamasi dan edema pada telinga

dalam . direkomendasikan pemberian pengobatan prednisone oral dosis tunggal

(1mg/kg/hari max 60mg/hari selama 10-14 hari di ikuti dengan tapering 10mg tiap 2

hari.

Tata laksana schwannoma vestibular dilakukan dengan pendekatan

multidisiplin, yaitu observasi, pembedahan mikro, radiosurgery ataupun radioterapi,

agar tercapai kontrol tumor dengan preservasi fungsi pendengaran, saraf fasialis, dan

saraf trigeminus. Pada tumor berukuran <2cm atau tumor yang tidak bertambah besar

atau tumbuh pelan tanpa progresifitas gejala cukup dilakukan observasi berkala

berupa pemeriksaan MRI dan audiometri setiap 6-12 bulan.

37
Terapi bedah merupakan pengobatan terpilih karena memiliki angka

kekambuhan yang rendah. Pembedahan terutama pada schwannoma vestibular

berukuran >4cm, yang simtomatik dan tumor yang kambuh atau progresif

pascaradioterapi. Terdapat 3 pendekatan, yaitu retromastoid (sub-oksipital),

translabirin, dan fossa kranii media. Masing-masing pendekatan mempunyai

kelebihan dan kekurangan dalam hal kemudahan untuk reseksi total, preservasi fungsi

saraf fasialis dan pendengaran, serta komplikasi yang lain.

Komplikasi

Komplikasi dapat berupa meningitis, kebocoran cairan serebrospinalis, cedera

vaskuler, dan cedera saraf kranialis sekitarnya, yaitu saraf fasialis, diikuti dengan

gangguan pendengaran dan gangguan keseimbangan.3 Angka preservasi saraf fasialis

pascabedah adalah 80-90% pada tumor berukuran kecil (<1,5cm), namun menurun

menjadi 40-50% pada tumor berukuran besar (>4cm). Angka preservasi fungsi

pendengaran adalah 30-80%, namun dapat terjadi penurunan fungsi pendengaran

pada 3050% pasien yang berhasil menjalani preservasi pendengaran pada awalnya

Prognosis

Prognosis Schwannoma aurikula baik.1,2 Kekambuhan sangat jarang.

Beberapa kasus melaporkan tidak terdapat kekambuhan pada 3 bulan,14 6 bulan, 8

bulan, dan 9 bulan pasca operasi.1,3,6 Ekstirpasi Schwannoma yang tidak komplit

dapat menimbulkan kekambuhan setelah beberapa bulan atau beberapa tahun. Pasca

operasi dapat terjadi deformitas aurikula seperti cauliflower akibat iatrogenik. [16]

38
7. Jelaskan tatalaksana awal pada scenario?

Non Farmakologi

Perubahan gaya hidup lain seperti menghindari

kafein, merokok, dan alkohol. Klien sebaiknya menghindari stres, tidur secara

teratur, dan aktif tetapi menghindari kelelahan. Jika klien mengalami

vertigo tanpa peringatan, hindari menyetir. Keamanan perlu diperhatikan saat

naik tangga, berenang, dan menjalankan mesin.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit

yang ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun

telah banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan

manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara

efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan

mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang

ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan

manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini

terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen

yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal 19 bifurcasio.

Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk

minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh.

39
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke

posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat

dilakukan tergantung dari varian BPPV nya.

a. Manuver Epley

Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.

Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 450 ,

lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2

menit. Lalu kepala ditolehkan 900 ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi

berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu

pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi

duduk secara perlahan.

40
b. Manuver Semont

Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan

posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu

kepala dimiringkan 450 ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke

posisi berbaring dan dipertahankan 20 selama 1-3 menit. Ada nistagmus

dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi

berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.

41
c. Manuver Lempert

Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral.

Pasien berguling 3600 , yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien

42
menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan

tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan

tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh

lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke

posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik

untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap

gravitasi.

43
d. Forced Prolonged Position

Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah

untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi

telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam.

e. Brandt-Daroff exercise

Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat

dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang

tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga

dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat

menjadi kebiasaan.

44
Farmakologi

Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant

vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam,

clonazepam) dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines

dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral

pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif pada

pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion

45
sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamin dapat

mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga

penggunaannya diminimalkan.

Diazepam

Golongan : Diazides (diazos), halogenated, aromatic; benzodiazepin

Dosis :

Mula-mula berikan diazepam 0,1-0,2 mg/kg (dosis lazim anak > 5 tahun dan

dewasa adalah 2-10 mg; untuk anak > 30 hari hingga 5 tahun adalah 1-2 mg)

secara intravena (kecepatan pemberian tidak melebihi 5 mg/menit pada orang

dewasa; pemberian untuk anak lebih dari 3 menit), tergantung pada tingkat

keparahan (pada kasus tetanus diperlukan dosis yang lebih besar); dapat diulang

setiap 1-4 jam jika diperlukan.

Dosis oral adalah 0,1-0,3 mg/kg (dewasa 2-10 mg; pasien lanjut usia

(geriatrik) diperlukan dosis yang tidak melebihi 2,5 mg dengan interval yang

lebih kecil; anak > 6 bulan 1-2,5 mg).

Dosis harus disesuaikan dengan tingkat respons dan toleransi pasien. Peringatan:

Jangan diberikan secara intramuskular karena akan menimbulkan absorpsi eratik

dan nyeri pada tempat injeksi.

Terapi kausal : sesuai dengan penyebab

Terapi simptomatik : Pengobatan simptomatik vertigo :

46
1) Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan

pelepasan glutamat, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja

langsung dengan depressor labirin). Flunarisin 3x510 mg/hr.

2) Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory

monoaminergik dengan akibat inhibisi n.vestibularis). Demenhidrinat 3x

50 mhg/hr.

3) Histaminik (inhibisi neuron polisinaptik pada n.vestibularis lateralis).

Betahistine 3x80 mg.

4) Fenotiazine (pada kemoresptor trigger zone dan pusat muntah di

M.Oblongata). Chlorpromazine 3 x 25 mg/hr.

5) Benzoadiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron pada

n.vestibularis) 3x2-5 mg/hr.

6) Antiepileptik : carbamazepine 3x200 mg/hr, Fenintoin 3x100 mg.

Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik

dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah

melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur

dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang

biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV

biasa.

47
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih,

yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal

posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik

neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.[17,18,19]

8. Apa perspektif islam yang sesuai dengan dengan scenario?

َ ٰ ‫َوٱهَّلل ُ َأ ْخ َر َج ُكم ِّم ۢن بُطُو ِن ُأ َّم ٰهَتِ ُك ْم اَل تَ ْعلَ ُمونَ َش ْيـًٔا َو َج َع َل لَ ُك ُم ٱل َّس ْم َع َوٱَأْلب‬
َ‫ْص َر َوٱَأْل ْفـِٔ َدةَ ۙ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” QS. An-Nahl : 78

DAFTAR PUSTAKA

1. Pengurus IDI Cabang Kota Gorontalo. 2014. Bunga Rampai Kedokteran.

Gorontalo: IDI Cabang Kota Gorontalo.

2. Mardjono, Mahar & Sidharta, Priguna. (2012) Neurologi Klinis Dasar. Jakarta

: Dian Rakyat

48
3. Akbae, Muhammad. 2013. Diagnosis Vertigo. Makassar : Bagian Ilmu

Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

4. Referensi. : Irpan. Ulasan jurnal THT: gangguan pendengaran. 2015.

5. Putri Z. patofisiologi meniere. Synopsis ilmu Kesehatan THT-BU. Agustus

2016

6. Guyton, A. C, Hall, J. E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Ed 12,

Jakarta : EGC.

7. Amaliah. 2010. Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gangguan

Keseimbangan Di Poli Rawat Jalan Saraf RSUD dr. Moewardi Surakarta.

Universitas Sebelas Maret.

8. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2016. Acuan Panduan Praktis

Klinis Neurologi.

9. dr. Sri budhi Rianawati, Sp.S, dkk.2017. Buku Ajar Neurologi Kedokteran.

Jakarta : Sagung Seto. Laboratorium Neurologi Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya RS Saiful Anwar Malang. Halaman 259-265

10. Huppert D, Strupp M, Brandt T. Perjalanan jangka panjang penyakit Menière

ditinjau kembali. Acta Otolaryngol. 2010 Jun; 130 (6): 644-51. [ PubMed ]

11. Bahan Ajar Sistem Neuropsikiatri Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.2016

49
12. Threenesia, Atika. Nova Iyos, Rekha. 2016. Benign Paroxysmal Positional

Vertigo (BPPV). Majority, Vol. V No. V. Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung.

13. Edward, Yan. Roza, Yelvita. 2014. Diagnosis dan Tatalaksana Benign

Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll

Test. Jurnal Kesehatan Andalas. http://jurnal.fk.unand.ac.id

14. Prida Purnamasari, Putu. 2013. Diagnosis dan Tatalaksana Benign

Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Bagian Ilmu Penyakit Saraf,

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

15. Marpaung, Melissa S. E. 2015. Skripsi, Profil Karakteristik Pasien Benign

Paroxysmal Positional Vertigo Tahun 2011-2015 di Rumah Sakit Umum

Pusat Adam Malik Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Medan.

16. Sari, A. P., & Ruspita , D. A. (2017). Schwannoma aurikula dekstra yang

meluas ke kanalis auditorius eksternus. Journal Oto Rhinolaryngologica

Indonesian, 47(1), 74-80.

17. Melly Setiawati, dkk. 2016. Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. Bagian

Histologi Fakultas Kedokteran Lampung

18. Tiae. 2016. Veigo and Meniere Disease. Neurobavior 2

19. Badan POM. Diazepam. Diakses melalui :

http://ik.pom.go.id/v2016/katalog/DIAZEPAM.pdf

50
51

Anda mungkin juga menyukai