Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

VERTIGO

Disusun Oleh :

Ceci Indriani

1810105006

Keperawatan Va

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

Tahun Ajaran

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

VERTIGO

A. Konsep Dasar

1. Definisi

Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan atau
gangguan orientasi di ruangan. Banyak system atau organ tubuh yang ikut terlibat dalam
mengatur dan mempertahankan keseimbangan tubuh kita. Keseimbangan diatur oleh integrasi
berbagai sistem diantaranya sistem vestibular, system visual dan system somato sensorik
(propioseptik). Untuk memperetahankan keseimbangan diruangan, maka sedikitnya 2 dari 3
sistem system tersebut diatas harus difungsikan dengan baik. Pada vertigo, penderita merasa atau
melihat lingkunganya bergerak atau dirinya bergerak terhadap lingkungannya. Gerakan yang
dialami biasanya berputar namun kadang berbentuk linier seperti mau jatuh atau rasa ditarik
menjauhi bidang vertikal. Pada penderita vertigo kadang-kadang dapat kita saksikan adanya
nistagmus. Nistagmus yaitu gerak ritmik yang involunter dari pada bolamata. (Lumban Tobing.
S.M, 2003).

Vertigo adalah sensasi berputar atau pusing yang merupakan suatu gejala, penderita
merasakan benda-benda disekitarnya bergerak gerak memutar atau bergerak naik turun karena
gangguan pada sistem keseimbangan. (Arsyad Soepardi efiaty dan Nurbaiti, 2002).

2. Etiologi

a. Otologi 24-61% kasus

 Benigna Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)


 Meniere Desease
 Parese N VIII Uni/bilateral
 Otitis Media

b. Neurologik 23-30% kasus

 Gangguan serebrovaskuler batang otak/ serebelum


 Ataksia karena neuropati
 Gangguan visus
 Gangguan serebelum
 Gangguan sirkulasi LCS
 Multiple sklerosis
 Vertigo servikal

c. Interna kurang lebih 33% karena gangguan kardiovaskuler

 Tekanan darah naik turun


 Aritmia kordis
 Penyakit koroner
 Infeksi
 glikemia
 Intoksikasi Obat: Nifedipin, Benzodiazepin, Xanax,

d. Psikiatrik > 50% kasus

 Depresi
 Fobia
 Anxietas
 Psikosomatis

e. Fisiologik

 Melihat turun dari ketinggian.

3. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu Perasaan berputar yang kadang-kadang
disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu
makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness),
nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah,
lidah merah dengan selaput tipis.

Pasien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu keadaan tertentu.
Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke tempat tidur,
berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu
yang tinggi atau jika kepala digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10
detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa cemas.Penderita biasanya
dapat mengenali keadaan ini dan berusaha menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan
yang dapat menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar
secara aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang dan
akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang
dapat juga sampai beberapa tahun.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan kepala terasa pusing berputar pada perubahan
posisi kepala dengan posisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada perubahan posisi kepala
dan akan berkurang serta akhirnya berhenti secara spontan setelah beberapa waktu. Pada
pemeriksaan THT secara umum tidak didapatkan kelainan berarti, dan pada uji kalori tidak ada
paresis kanal.

Uji posisi dapat membantu mendiagnosa vertigo, yang paling baik adalah dengan
melakukan manuver Hallpike : penderita duduk tegak, kepalanya dipegang pada kedua sisi oleh
pemeriksa, lalu kepala dijatuhkan mendadak sambil menengok ke satu sisi. Pada tes ini akan
didapatkan nistagmus posisi dengan gejala :

1. Penderita vertigo akan merasakan sensasi gerakan seperti berputar, baik dirinya sendiri
atau lingkungan

2. Merasakan mual yang luar biasa

3. Sering muntah sebagai akibat dari rasa mual

4. Gerakan mata yang abnormal

5. Tiba - tiba muncul keringat dingin

6.Telinga sering terasa berdenging

7. Mengalami kesulitan bicara

8. Mengalami kesulitan berjalan karena merasakan sensasi gerakan berputar

9. Pada keadaan tertentu, penderita juga bisa mengalami ganguuan penglihatan

4. Patofisiologi

Vertigo disebabkan dari berbagai hal antara lain dari otologi seperti meniere, parese N
VIII, otitis media. Dari berbagai jenis penyakit yang terjadi pada telinga tersebut menimbulkan
gangguan keseimbangan pada saraf ke VIII, dapat terjadi karena penyebaran bakteri maupun
virus (otitis media).

Selain dari segi otologi, vertigo juga disebabkan karena neurologik. Seperti gangguan
visus, multiple sklerosis, gangguan serebelum, dan penyakit neurologik lainnya. Selain saraf ke
VIII yang terganggu, vertigo juga diakibatkan oleh terganggunya saraf III, IV, dan VI yang
menyebabkan terganggunya penglihatan sehingga mata menjadi kabur dan menyebabkan
sempoyongan jika berjalan dan merespon saraf ke VIII dalam mempertahankan keseimbangan.

Hipertensi dan tekanan darah yang tidak stabil (tekanan darah naik turun). Tekanan yang
tinggi diteruskan hingga ke pembuluh darah di telinga, akibatnya fungsi telinga akan
keseimbangan terganggudan menimbulkan vertigo. Begitupula dengan tekanan darah yang
rendah dapat mengurangi pasokan darah ke pembuluh darah di telinga sehingga dapat
menyebabkan parese N VIII.

Psikiatrik meliputi depresi, fobia, ansietas, psikosomatis yang dapat mempengaruhi


tekanan darah pada seseorang. Sehingga menimbulkan tekanan darah naik turun dan dapat
menimbulkan vertigo dengan perjalanannya seperti diatas. Selain itu faktor fisiologi juga dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan. Karena persepsi seseorang berbeda-beda.

5. Klasipikasi

Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok

1.  Vertigo paroksismal Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa
menitatau hari, kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebutdapat
muncul lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan.Vertigo jenis ini dibedakan
menjadi :

 Yang disertai keluhan telinga : Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere,
Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa
cranii posterior, kelainan gigi/ odontogen.
 Yang tanpa disertai keluhan telinga : Termasuk di sini adalah : Serangan iskemi
sepintas arteriavertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak
(Vertigode L’enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
 Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi :Termasuk di sini adalah :
Vertigo posisional paroksismal laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.

2. Vertigo kronis Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa (Cermin
DuniaKedokteran No. 144, 2004: 47) serangan akut, dibedakan menjadi:

 Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb,labirintitis kronis,
Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.
 Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pascakomosio,
pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainanokuler, intoksikasi
obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainanendokrin.
 Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.

3.      Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur mengurang,


dibedakan menjadi :

 Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitisakuta,


perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditivainterna/arteria
vestibulokoklearis.
 Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteriavestibularis anterior,
ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosismultipleks, hematobulbi,
sumbatan arteria serebeli inferior posterior.

6.  Pemeriksaan Penunjang

Meliputi uji tes keberadaan bakteri melalui laboratorium, sedangkan untuk pemeriksaan
diagnostik yang penting untuk dilakukan pada klien dengan kasus vertigo antara lain:

1.  Pemeriksaan fisik

a.       Pemeriksaan mata

b.      Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh

c.       Pemeriksaan neurologik

d.      Pemeriksaan otologik

e.       Pemeriksaan fisik umum

2. Pemeriksaan khusus

a.         ENG

b.        Audiometri dan BAEP

c.         Psikiatrik

3. Pemeriksaan tambahan

a.         Radiologik dan Imaging

b.        EEG, EM

7.  Penatalaksanaan

a.  Penatalaksanaan Medis

Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah terapi dengan obat-obatan seperti :

1.      Anti kolinergik


 Sulfas Atropin : 0,4 mg/im
 Scopolamin : 0,6 mg IV bisa diulang tiap 3 jam

2.      Simpatomimetika

 Epidame 1,5 mg IV bisa diulang tiap 30 menit

3.      Menghambat aktivitas nukleus vestibuler

 Golongan antihistamin

Golongan ini, yang menghambat aktivitas nukleus vestibularis adalah:

a.       Diphenhidramin: 1,5 mg/im/oral bisa diulang tiap 2 jam

b.      Dimenhidrinat: 50-100 mg/ 6 jam.

Jika terapi di atas tidak dapat mengatasi kelainan yang diderita dianjurkan untuk terapi
bedah. Terapi menurut (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 48) Terdiri dari :

 Terapi kausal

sebagian besar kausa vertigo tidak diketahui penyebabnya, sehingga terapi biasanya bersifat
simtomatik. Terapi kausal disesuaikan dengan faktor penyebabnya.

 Terapi simtomatik

ditujukan kepada 2 gejala utama yaitu rasa berputar dan gejala otonomnya. Pemilihan obat-
obat anti vertigo tergantung pada efek obat bersangkutan, berat ringan vertigo dan fasenya.
Misalnya pada fase akut dapat diberikan obat penenang untuk menghilangkan rasa cemas,
disamping anti vertigo lainnya.

 Terapi Rehabilitasi

Bertujuan untuk membangkitkan dan meningkatkan kompensasi sentral dan habituasi pada
pasien dengan gangguan vestibuler. Beberapa bentuk latihan yang dapat dilakukan adalah latihan
vestibuler, latihan visual vestibuler atau latihan berjalan.

b.  Penatalaksanaan Keperawatan

a.  Karena gerakan kepala memperhebat vertigo, pasien harus dibiarkan berbaring diam dalam
kamar gelap selama 1-2 hari pertama.

b.  Fiksasi visual cenderung menghambat nistagmus dan mengurangi perasaan subyektif vertigo
pada pasien dengan gangguan vestibular perifer, misalnya neuronitis vestibularis. Pasien dapat
merasakan bahwa dengan memfiksir pandangan mata pada suatu obyek yang dekat, misalnya
sebuah gambar atau jari yang direntangkan ke depan, temyata lebih enak daripada berbaring
dengan kedua mata ditutup.

c. Karena aktivitas intelektual atau konsentrasi mental dapat memudahkan terjadinya vertigo,
maka rasa tidak enak dapat diperkecil dengan relaksasi mental disertai fiksasi visual yang kuat.

d. Bila mual dan muntah berat, cairan intravena harus diberikan untuk mencegah dehidrasi.

e. Bila vertigo tidak hilang. Banyak pasien dengan gangguan vestibular perifer akut yang belum
dapat memperoleh perbaikan dramatis pada hari pertama atau kedua. Pasien merasa sakit berat
dan sangat takut mendapat serangan berikutnya. Sisi penting dari terapi pada kondisi ini adalah
pernyataan yang meyakinkan pasien bahwa neuronitis vestibularis dan sebagian besar gangguan
vestibular akut lainnya adalah jinak dan dapat sembuh. Dokter harus menjelaskan bahwa
kemampuan otak untuk beradaptasi akan membuat vertigo menghilang setelah beberapa hari.

f. Latihan vestibular dapat dimulai beberapa hari setelah gejala akut mereda. Latihan ini untuk
rnemperkuat mekanisme kompensasi sistem saraf pusat untuk gangguan vestibular akut

8. Komplikasi

1. Cidera fisik

Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat terganggunya


saraf VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu mempertahankan diri untuk tetap berdiri
dan berjalan.

2. Kelemahan otot

Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas. Mereka lebih sering
untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring yang terlalu lama dan gerak yang terbatas dapat
menyebabkan kelemahan otot.
B.   konsep Keperawatan

1.    Pengkajian

a.  Pengumpulan Data

1. Anamnesa

a. Identitas Klien

Identitas biasanya berisi tentang nama, umur, alamat, pendidikan, agama, pekerjaan, dll

b. Keluhan Utama

Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian. Biasanya pada pasien
vertigo keluhan utama yang dirasakan yaitu nyeri kepala hebat serta pusing.

c.  Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit. Pada
pasien vertigo tanyakan adakah pengaruh sikap atau perubahan sikap terhadap
munculnya vertigo, posisi mana yang dapat memicu vertigo.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Adakah riwayat trauma kepala, penyakit infeksi dan inflamasi dan penyakit tumor otak.
Riwayat penggunaan obat vestibulotoksik  missal antibiotik, aminoglikosid, antikonvulsan dan
salisilat

e.Riwayat Penyakit keluarga

Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga lain atau riwayat
penyakit lain baik bersifat genetic maupun tidak.

f. Riwayat Psikososial

Di kaji emosi klien, body image klien, harga diri, interaksi klien terhadap keluarga dan
data spiritual klien.

g. Pola-Pola fungsi Kesehatan

 Pola Fungsi dan tata laksana kesehatan

Adakah kecemasan yang dia lihatkan oleh kurangnya pemahaman pasien dan keluarga
mengenai penyakit, pengobatan dan prognosa.

 Pola nutrisi dan metabolism


Adakah nausea dan muntah

 Pola eliminasi

Bagaimana BAK dan BABnya, lancar atau tidak

 Pola tidur dan istirahat

Dikaji bagaimana tidur klien nyenyak atau tidak, berapa lama tidur klien, pada pasien
vertigo biasanya pasien mengalami gangguan tidur.

 Aktivitas

Biasanya pada pasien vertigo aktivitasnya kurang, klien sering mengalami Letih, lemah,
Keterbatasan gerak, Ketegangan mata, kesulitan membaca, Insomnia, bangun pada pagi hari
dengan disertai nyeri kepala, Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas
(kerja) atau karena perubahan cuaca.

 Pola hubungan peran

Meliputi hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat sekitar

 Pola presepsi dan konsep diri

Bagaimana klien menggambarkan dirinya terkait dengan penyakitnya.

 Pola sensori dan kognitif

Bagaimana klien menghadapi rasa sakit ? apakah mengalami penurunan panca indra?

 Pola reproduksi seksual

Dikaji bagaimana hubungan seksual klien dengan pasangannya, apakah ada gangguan
atau tidak

 Pola penanggulangan stress

Meliputi penyebab stress, koping terhadap stress.

 Pola tata nilai dan keyainan

Di kaji tentang agama yang di anut klien


b.    Pemeriksaan Fisik

1. Gambaran Umum

 Kesadaran

Compos mentis, apatis, somnolen, stupor atau koma

 Penampilan

Tidak tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang atau sakit berat

 TPRS

Meliputi BB, TB, Tekanan darah, suhu, nadi RR

2.      Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

 Sistem integument

Inspeksi : Di lihat warna kulit.

Palpasi : kelembaban kulit, turgor kulit (normalnya kembali dalam 2detik)

 Kepala

Inspeksi : Bentuk kepala, warna rambut,

Palpasi : kekuatan rambut (rontok/tidak), ada nyeri tekan

 Leher

Palpasi : ada pembesaran kelenjar getah beting dan kelenjar tyroid atau tidak

 Muka

Inspeksi :Bentuk muka, ekspresi muka

 Mata

Inspeksi : Biasanya pada pasien vertigo Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak

 Telinga

Inspeksi : Bentuk telinga simetris atau tidak, ada kotoran atau tidak

Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak


 Hidung

Inspeksi: Bentuk hidung, adanya secret atau tidak

Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak

 Mulut dan Faring

Inspeksi : mulut simetris atau tidak, kebersihannya

Palpasi : ada nyeri tekan tidak, ada benjolan tidak

 Thorax

Inspeksi : ada retraksi dinding dada atau tidak

Palpasi : pergerakan dinding dada simetris atau tidak

Perkusi : bagaimana suara ketukannya

 Paru

Inspeksi : simetris atau tidak

Palpasi : ada benjolan atau tidak

Auskultasi : biasanya pada pasien vertigo Tidak ada weezing,  rhonki

 Jantung

Auskultasi : Pada pasien vertigo S1 dan S2 tunggal

 Abdomen

Inspeksi : Dilihat bentuk abdomen,

Palpasi : pembesaran hati dan limpanya di kaji

Auskultasi : bising usus

3.    Sistem neurologi

a.    Test nervus I (Olfactory)

 Fungsi penciuman
 Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya mudah
dikenal seperti sabun, tembakau, kopi
 Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
b.   Test nervus II ( Optikus)

 Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang


 Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi
untuk satunya.
 Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung
pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut,
informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata
kedua.

c.    Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)

 Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).


 Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai
menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya),
perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
 Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata,
gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
 Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.

d.   Test nervus V (Trigeminus)

 Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan
bawah.

-        Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.

-        Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.

 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada
otot temporal dan masseter.

e.    Test nervus VII (Facialis)

 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit.
Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh
menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk : tersenyum,
mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya

f.    Test nervus VIII (Acustikus)

 Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga
lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.

 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat


melakukan atau tidak.

g.   Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)

 N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di
test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi
M. Salivarius inferior.
 N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi
pharynx, tonsil dan palatum lunak.
 Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan tertarik
keatas.
 Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong spatel,
akan terlihat klien seperti menelan.

h.   Test nervus XI (Accessorius)

 Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus


dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya.
 Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan -test otot trapezius.

i.     Nervus XII (Hypoglosus)

 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan


 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
 Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk
menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

c.       Pemeriksaan Diagnostik

a.       Pemeriksaan Radiologi

X-foto kepala posisi Stenver dan Towne, foto mastoid, foto vertebra servikal, CT scan,
MRI dsb (atas indikasi).

b.      Pemeriksaan Laboratorium dan EKG

c.       Pemeriksaan lain-lain

 Pemeriksaan audiologi: tes garpu tala, audiometrik nada murni, audiometrik nada tutur,
SISI tes, Tone Deccay tes, timpanometri, reflek stapedius, dan apabila ada fasilitas dapat
dilakukan BERA (atas indikasi).
 Tes kalori, elektronistagmografi, posturografi (atas indikasi).

2.    Diagnosa Keperawatan

a.      Resiko jatuh b.d kerusakan keseimbangan (N. VIII)

b.      Intoleransi aktivitas b.d tirah baring

c.       Resiko kurang nutrisi b.d tidak adekuatnya input makanan

d.      Gangguan persepsi pendengaran b.d tinitus

e.       Koping individu tidak efektif b.d metode koping tidak adekuat

3. Intervensi

No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1 Resiko jatuh b.d Setelah dilakukan 1.    Kaji tingkat 1.   Energi yang
Kerusakan tindakan energi yang besar dapat
keseimbangan keperawatan selama dimiliki klien memberikan
1x24 jam masalah 2.    Berikan keseimbangan
risiko jatuh dapat terapi ringan pada tubuh saat
teratasi. untuk istirahat
Kriteria Hasil : mempertahankan 2.   Salah satu
 Klien dapat kesimbangan terapi ringan
mempertaha 3.    Ajarkan adalah
nkan penggunaan alat- menggerakan bola
keseimbanga alat alternatif dan mata, jika sudah
n tubuhnya atau alat-alat terbiasa dilakukan,
 Klien dapat bantu untuk pusing akan
mengantisipa aktivitas klien. berkurang.
si resiko 4.    Berikan 3.   Mengantisipasi
terjadinya pengobatan nyeri dan
jatuh (pusing) sebelum meminimalkan
aktivitas resiko jatuh
4.   Nyeri yang
berkurang dapat
meminimalisasi
terjadinya jatuh.

2 Intoleransi aktivitas b.d setelah dilakukan 1.  Kaji respon


tirah baring tindakan emosi, sosial,
keperawatan selama dan spiritual
3x24 jam masalah terhadap
intoleransi aktivitas aktivitas
dapat teratasi
 Meyadari
keterbatasan
energi
 Klien dapat
termotivasi
dalam
melakukan
aktivitas

Anda mungkin juga menyukai