A. DEFINISI
Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan embel –
embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan. (kedaruratan medik. 2000)
Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma, penyakit, tumor
atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum diperbaiki kembali untuk
memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan protetik (Standart Perawatan Pasien Vol.
3. 1998)
Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh. Untuk amputasi
tertutup, dokter bedah menutup luka dengan klap kulit yang terbuat dengan memotong tulang
kira-kira dua inci lebih pendek dari pada kulit dan otot.
B. ETIOLOGI
Penyebab amputasi adalah kelainan ekstremitas yang disebabkan oleh penyakit DM,
Gangren, cedera, dan tumor ganas. Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
a. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
b. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
c. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
d. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
e. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
f. Deformitas organ.
C. PATOFISIOLOGI
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan dua metode :
1. Metode terbuka (guillotine)
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-
benar terbuka dan di pasang drainase agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah tidak
terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap amputasi)
Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang di
amputasi, tidak semua amputasi di operasi dengan terencana, klasifikasi yang ada karena
trauma amputasi.
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh darah,
cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, Amputasi harus dilakukan karena dapat
mengancam jiwa manusia. Adapun pengaruhnya meliputi :
a. Kecepatan metabolism
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan
kecepatan metabolisme basal.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian
tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan
sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan
rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga
terjadi peningkatan diuresis.
c. Sistem respirasi
1. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta
relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan
ekspirasi paksa.
2. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi
dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan
metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
3. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi
mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris
normal.
d. Sistem Kardiovaskuler
1. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme
pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan
immobilisasi.
2. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu
pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
3. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana arteriol dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi
sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi
menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke
otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun
tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
e. Sistem Muskuloskeletal
1. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan
nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa
metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
2. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
3. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan
gerak.
4. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
f. Sistem Pencernaan
1. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
2. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus
menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces
lebih keras dan orang sulit buang air besar.
g. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada
dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi dan pelvis
renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman
dan dapat menyebabkan ISK.
h. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong
akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke
jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali
jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
D. MANIFESTASI KLINIS
a) Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah)
b) Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf
yangdekat dengan permukaan.
c) Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa
dengankeronitis.
d) Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
e) Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
f) Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
g) Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan
F. TINGKATAN AMPUTASI
a. Estremitas atas. Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan
atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum,
mandi, berpakaian danaktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan. Ekstremitas
atas, terdiri dari : telapak, pergelangan tangan, lengan bawah, siku dan lengan
atas.
b. Ekstremitas bawah. Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau
sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan penurunan seminimal mungkin
kemampuannya. Ekstremitas bawah terdiri dari : jari kaki dan kaki, proksimal
sendi pergelangan kaki, tungkai bawah, tungkai atas, sendi panggul, lutut,
hemipeivektomi. Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi
menjadi dua letak amputasi yaitu :
1) Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).Ada 2 metode pada
amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limbdan inschemic
limb.
2) Amputasi diatas lutut Amputasi ini memegang angka penyembuhan
tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
c. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila
tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
d. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump
amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi
karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
e. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah
sehinggamelengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan
memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
f. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih
utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-
obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Perdarahan
dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi masif. Infeksi
dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk atau adanya
kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi penggunaan protesis.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Foto rontgen : Mengidentifikasi abnormalitas tulang.
Scan CT : Mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis,
pembentukan hematoma
LED : Mengindikasikan respons inflamasi
Kultur luka : Mengidentifikasi adanya luka / infeksi dan organisme
penyebab.
Biopsy : Mengkonfirmasikan diagnosa masa benigna / maligna.
I. PENATALAKSANAAN AMPUTASI
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi
dan menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat .
pada lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk
dan masalah kesehatan lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan
penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan
balutan kompres lunak (rigid) dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk
menghindari infeksi.
a. Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah
penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang
ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan
untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan
mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril
dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian
dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang
merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14
hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus
segara diganti.
b. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi
berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan
pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk
meminimalkan infeksi.
c. Amputasi bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan
amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka
didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah
terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan
kulit.
d. Protesis
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat
dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien
menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan
setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah
proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti
bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi,
temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat
dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan
tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan
triseps.
ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
1. Identitas Klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, no register
dan tanggal MRS.
2. Keluhan Utama
Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila digerakkan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah mengalami tindakan
operasi apa tidak.
4. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
5. Riwayat Penyakit Keluarga.
Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur / penyakit menular.
b. Pola – Pola Fungsi
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : keterbatasan actual atau antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi/amputasi
2. Integritas ego
Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri, keceriaan berdaya
Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial, reaksi orang lain
perasaan putus asa, tidak berdaya.
3. Seksualitas
Gejala : masalah tentang keintiman hubungan
4. Interaksi social
Gejala : masalah hubungan dengan penyakit atau kondisi.
.
A. Pengkajian Riwayat Kesehatan.
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat
mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit
jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan
rokok dan obat-obatan.
B. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien
secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan
amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi
tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
D. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi otot dan pergerakan
akibat gangren.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif.
d. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan kehilangan
akibat amputasi.
Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap
amputasi.
b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah arteri/ vena
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan/anoreksia.
d. Resiko kerusakan Integritas kulit b.d adanya dekubitus akibat tirah baring lama.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot akibat tirah baring
lama post amputasi.
f. Kurang perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, berdandan berhubungan dengan
kehilangan bagian tubuh
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya salah satu anggota badan akibat
amputasi.
E. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
No. Analisa Data Diagnosa keperawatan NOC NIC
1. Ds: Nyeri (akut) Setelah dilakukan Mandiri
Pasien mengatakan berhubungan dengan asuhan keperawatan
1. Catat lokasi,
nyeri pada daerah cedera fisik/jaringan selama 3x24 jam frekwensi dan
luka. dan trauma saraf. pasien dapat intensitas nyeri (skala
Do: mentoleransi nyeri 0-10). Amati
- Wajah meringis dan nyeri berkurang. perubahan
- Nadi: 120x/mnt Dengan kriteria hasil: karakteristik nyeri,
- RR: 25x/mnt -Px. Tampak rileks misalnya kebas dan
TD: 170/90mmHg Nadi: 60-100x/mnt kesemutan.
RR:16-24x/mnt 2. Tinggikan bagian
TD:120/80mmHg yang sakit dengan
Skala nyeri berkurang meninggikan tempat
0-2. tidur atau bantalguling
sebagai penyangga.
3. Tingkatkan
kenyamanan klien
(rubah posisi sesering
mungkin, dan beri
pijatan punggung).
Dotong penggunaan
teknik manajemen
stres (napas dalam,
visualisasi).
4. Berikan pijatan
lembut pada sisa
tungkai (puntung)
sesuai toleransi bila
balutan telah dilepas.
5. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
Post Operasi
No. Analisa Data Diagnosa keperawatan NOC NIC
1. Ds: Pasien Gangguan rasa Setelah 1. Evaluasi nyeri :
mengatakan nyeri nyaman:Nyeri dilakukanasuhan berasal dari sensasi
pada bagian tubuh berhubungan dengan keperawatan selama panthom limb atau
yang diamputasi. insisi bedah sekunder 3x24 jam pasien dapat dari luka insisi. Bila
Do: terhadap amputasi. mentoleransi nyeri terjadi nyeri panthom
- Wajah meringis dan nyeri berkurang. limb
- nadi: 120x/mnt Dengan kriteria hasil: 2. Ajarkan klien
- RR: 25x/mnt -Px. Tampak rileks memberikan tekanan
- TD: 170/90mmHg Nadi: 60-100x/mnt lembut dengan
RR:16-24x/mnt menempatkan puntung
TD:120/80mmHg pada handuk dan
Skala nyeri berkurang menarik handuk
0-2. dengan berlahan.
3. Ajarkan teknik
distraksi relaksasi
untuk menanggulangi
nyeri.
4. Beri analgesic
( kolaboratif )
2. Ds: - Resiko tinggi Setelah dilakukan
1. Pantau tanda vital,
Do: perubahan perfusi asuhan keperawatan palpasi nadi perifer,
- Terdapat sianosis jaringan perifer selama 1x24 jam perhatikan kekuatan
- Suhu Ekstremitas berhubungan dengan menunjukkan perfusi dan kesamaan.
dingin penurunan aliran jaringan yang baik
2. Lakukan pengkajian
- Denyut proksimal darah arteri/ vena dengan kriteria hasil: neurovascular periodic
dan perifer distal - Sianosis (-) misalnya sensasi,
lemah - Suhu ekstermitas gerakan, nadi, warna
- N: 50x/mnt hangat kulit dan suhu.
- Warna kulit pucat - Denyut proksimal
3. Inspeksi
dan perifer distal kuat balutan/drainase,
- N: 60-100x/mnt perhatikan jumlah dan
- Warna kulit karakteristik balutan.
normal. 4. Berikan tekanan
langsung pada sisi
perdarahan, bila
terjadi perdarahan
segera hubungi dokter.
5. Evaluasi tungkai
bawah yang tidak
dioperasi dari adanya
inflamasi
6. Kolaborasi
Berikan cairan
IV/darah sesuai order
Gunakan kaoskaki
antiembolitik untuk
kaki yang tidak
dioperasi.
Pantau pemeriksaan
laboratorium :
- Hb/Ht
- Pt/APTT.
DAFTAR PUSTAKA
Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi
Indonesia, EGC: Jakarta.
Wilkinson, Judith.M. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. EGC: Jakarta
Price, silvia A, and lorraine M. Wilson. 1995. patofisiologi : konsep klinis