Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN SISTEM ENDOKRIN

(DIABETES MELITUS) DI RSUD Dr RUBINI MEMPAWAH

Disusun oleh :

LULU NOHARIA NIM :201133039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATANPOLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB I
KONSEP DASAR

1. Definisi
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolit yang ditandai
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikimia) akibat kerusakan pada sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya (smeltzer dan bare, 2015 ). diabetes melitus merupakan
suatu kelimpok penyakit atau gangguan metabolit dengan karakteristik hiperglikimia
yang terjadi karna kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua duanya.
Hiperglikimia kronik pada diabetes melitus berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf,
jatung dan pembulu darah (PERKENI, 2015 Dan ADA, 2017).
Diabetes melitus adalah sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemi
kronik akibat defisiensi skresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari
imsulin yang disertai berbagai kelainan metabolit lain akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin, hal tersebut dapat
disebabkan oleh gangguan atau difisiensi produksi insulin oleh sel beta langerhans
kelenjar panpreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel tubuh terhadap insulin.
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas
insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, dan
neuropati (NANDA NIC-NOC, 2017)
2. Etiologi
melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari sel sel beta
dari pulau pulau langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin,
akibatnya tejadi kekurangan insulin. Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi
karna gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa kedalam sel.
Gangguan dapat terjadi karna kegemukan atau sebab lain yang belum di ketahui.
(smeltzer dan bare, 2015). Diabetes melitus atau labih dikenal dengan istilah penyakit
kencing manis mempunyai beberapa penyebab , antara lain:
a. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Kosumsi makanan berlebihan dan tidak
di imbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan
kadar gula dalam darah meningkat dan pasitnya akan menyebabkan diabetes melitus.
b. Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90kg cenderung memiliki peluang lebih
besar untuk trkena penkit diabetes melitus.Sebilan dari sepuluh orang gemuk
bepotensi untuk teserang diabets melitus.
c. Faktor genetis
Diabetes melitus dapat diariskan orang tua kepada anak. Gan penyebab diabetes
melitus akan dibawa oleh anak jika orangtuanya menderitadiabetes nelitus.
Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucu cucunya bahkan cicit wa[aupun resikonya
sangat kecil.
d. Bahan-bahan kimia dan obat obatan
Bahan bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pangkreas, radang pada pangkreas akan mengakibatkan fungsi pankres menurun
sehingga tidak ada sekresi hormon hormon untuk pross metabolism tubuh termasuk
insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat
mengiritasi pankreas.
e. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Infeksi mikro organisme dana virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang
pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada
sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit
seperti kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan resiko terkena
diabetes melitus
f. Pola Hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi fakor penyebab diabetes melitus. Jika orang
malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes
melitus karena olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang tertimbun didalam
tubuh, kalori yang tertimbun didalam tubuh merupakan faktor utama penyebab
diabetes melitus selain disfungsi pankreas.
1) Kadar Kortikosteroid YangTinggi. Kehamilan gestasional.
2) Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
3) Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
3. Manifestasi Klinis
Adanya penyakit diabetes mellitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan
dan tidak disadari oleh penderita. Manifestasi klinis Diabetes Melitus dikaitkan
dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Jika hiperglikemianya berat dan
melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria)
jika melewati ambang ginjal untuk ekskresi glukosa yaitu ± 180 mg/dl serta
timbulnya rasa haus (polidipsia). Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin
akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori (Price dan Wilson, 2012).
Pasien dengan diabetes tipe I sering memperlihatkan awitan gejala yang
eksplosif dengan polidipsia, pliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah,
somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat
menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak
mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk
mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya
pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala
apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium
dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat pasien
tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya
mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara
absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk
menghambat ketoasidosis (Price dan Wilson, 2012).
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu gejala akut
dan gejala kronik (PERKENI, 2015) :
a. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap penderita, bahkan mungkin
tidakmenunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. Permulaan gejala yang
ditunjukkan meliputi serba banyak (poli) yaitu banyakmakan (poliphagi),
banyak minum (polidipsi), dan banyak kencing (poliuri). Keadaan tersebut,
jika tidak segera diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak
kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat
(turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas
diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015).
b. Gejala kronik penyakit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah kesemutan, kulit
terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah
mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti kacamata, gatal di sekitar
kemaluan terutama pada wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun, dan para ibu hamil sering mengalami keguguran
atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4
kg (PERKENI, 2015)
4. Patofisiologi
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama
adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya belum jelas,
faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM
tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya
hidup, obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan tingginya kadar asam lemak
bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Mekanisme terjadinya DM tipeII umunya
disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait
dengan reseptor khusus pada permukaan sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut,terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin DM tipe II disertai denganpenurunan reaksi intra sel. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah,harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015).Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkatyang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel B tidak mampu
mengimbangipeningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadinya DM tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang tidak terkontrol
akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom Hiperglikemik Hiporosmolar
Non-Ketotik(HHNK). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015)Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat(selama bertahun tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejalatersebut sering bersifat
ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit yang lama
sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi.).
(Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
5. Klasifikasi
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan kedalam empat kategori klinis (SmeltZer dan
Bare. 2015), yaitu :
a. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe satu atau Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM), dapat
terjadi disebabkan karena adanya kerusakan sel-B, biasanya menyebabkan
kekurangan insulin absolut yang disebabkan oleh proses autoimun atau idiopatik.
Umumnya penyakit ini berkembang kearah ketoasidosis diabetik yang
menyebabkan kematian.Diabetes melitus tipe 1 terjadi sebanyak 5-10 % dari
semua diabetes melitus. Diabetes melitus tipe 1 dicirikan dengan onset yang akut
dan biasanya terjadi pada usia 30 tahun (SmeltZer dan Bare. 2015).
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 atau Non Insulin Dependen Diabetes Melitus
(NIDDM), dapat terjadi karena kerusakan progresif sekretorik insulin akibat
resistensi insulin. Diabetes melitus tipe 2 juga merupakan salah satu gangguan
metabolik dengan kondisi insulin yang diproduksi oleh tubuh tidak cukup
jumlahnya akan tetapi reseptor insulin dijaringan tidak berespon terhadap insulin
tersebut. Diabetes melitus tipe 2
mengenai 90-95 % pasien dengan diabetes melitus. Insidensi terjadi lebih
umum pada usia 30 tahun, obesitas, herediter, dan faktor lingkungan. Diabetes
melitus tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi (SmeltZer dan Bare.
2015).
c. Diabetes Melitus Tipe Tertentu
Diabetes melitus tipe ini dapat terjadi karena penyebab lain misalnya, defek
genetik pada fungsi sel-B, defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas (Seperti fibrosis kistik dan pankreatitis), penyakit metabolik endokrin,
infeksi, sindrom genetik lain dan karena disebabkan oleh obat atau kimia
(seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ (Smeltzer
dan Bare,2015).
d. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus ini merupakan diabetes melitus yang didiagnosis selama masa
kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa
kehamilan.Terjadi pada 2-5% semua wanita hamil tetapi hilang saat melahirkan
(Smeltzer dan Bare, 2015).
6. Tanda dan Gejala
Dari sudut pasien diabetes militus sendiri, hal yang seringpasien keluhan Beberapa
gejala penyakit diabetes menurut Shanty (2011);Fady (2015), adalah :.
a. Sering kencing/miksi atau menigkatnya frekuensi buang air kecil (poliauria).
Adanya hiperglekimia menyebabkan sebagian glukosa dikeluarkan oleh ginjal
bersama urine karna keterbatasan kemampuan filtrasi ginjal dan kemampuan
reabsorps dari tubulus ginja. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka
diperlukan banyak air, sehingga frekuensi miksi meningkat.
b. Meningkatnya rasa haus (polidipsia). Banyaknya miksi menyebabkan tubuh
kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini merangsang pusat haus, yang mengakibatkan
peningkatan rasa haus.
c. Minangkatkan rasa lapar (polipagia). Meningkatkan untuk matabolisme, pemecahan
glikoge untuk energi menyebabkan cadangan energi berkurang keadaan ini
menstimulasi pusat lapar.
d. Penurunan berat badan. Penurunan berat badan disebabkan karena banyaknya
kehilngan cairan, glikogen dan cadangan triglesirida serta massa otot.
e. Kelainan pada mata, mata kabur. Pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia
menyebabkan aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler menjadi tidak
lancar, termasuk pada mata yang merusak retinaserta kekeruhan pada lensa.
f. Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina peningkatan glukosa
darah mengakibatkan penumpukan gula pada kulit sehingga menjadi gatal, jamur
dan bakteri mudah menyerang kulit
g. Ketonuria. Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, maka digunakan asam
lemak untuk energi, asam lemak akan di pecah menjadi keton yang kemudian
berada dalam darah dan dikeluarakan melalui ginjal.
h. Kelemahan dan keletihan. Kurangnya cadangan energi, adnya kelaparan sel,
kehilangan potassium menjadi akibat pasien menjadi mudah lemah dan letih.
i. Terkadang tanpa kejala.Pada keadaan tertentu, tubuh mudah beradaptasi dengan
peningkatan glukosa darah
7. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada diabetes melitus tipe 2 akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi diabetes melitus tipe 2 terbagi dua
berdasarkan nama terjadinya, yaitu : komplikasi akut dan komplikasi kronik (Smeltzer
dan Bare, 2015).
a) Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan
adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap (PERKENI.
2015).
2) Hiperosmolar non ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200
mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat
(330-380 mOs/mL), plasmaketon (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat
(PERKENI. 2015).
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah mg/dL. Pasien
diabetes melitus yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan
hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari berdebar-debar, banyak keringat,
gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma
(PERKENI. 2015)
b) Komplikasi Kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien diabetes melitus
saat ini sejaan dengan penderita diabetes melitus yang bertahan hidup lebih lama.
Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya komplikasi kronik. Kategori umum komplikasi jangka
panjang terdiri dari :
1) Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular pada diabetes melitus terjadi akibat akteros
leorosis dari pembulu-pembulu darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plat
ateroma.Makroangiopati tidak spesifik pada diabetes mellitus namun dapat timbul
lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebihserius.Berbagai studi epidemiologis
menunjukan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita
diabetes mellitus meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal.
Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungan dengan control
kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa
hiperinsulinemia merupakan suatu factor resiko mortalitas kardiovaskular dimana
peninggian kadar insulin dapat menyebabkan terjadinya resiko kardiovaskular
menjadi semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan
resiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati, mengenai
pembuluh darah besar antara lain adalah pembulu darah jantung atau penyakit
jantung koroner, pembuluh darah otak atau strok, dan penyakit pembuluh darah.
Hiperinsulinemia juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan
penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular (Smeltzer dan Bare. 2015).
2) Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh
darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan neprovati
diabetik.Retinopati diabetic dibagi dalam dua kelompok, yaitu retinopati non-
proliveratif dan retinopati pro-liveratif.Retinopati non-proliveratif merupakan
stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneorisma, sedangkan retinopati pro-
liveratif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan
ikat dan adanya
hipoksiaretina.Seterusnya, neprovati diabetik adalah gangguan fungsi
ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Nefrovati diabetic ditandai
dengan adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan
hipertensi. Kerusakan ginjal yang spesifik pada diabetes mellitus mengakibatkan
perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein
dapat masuk kedalam kemih (albuminoria). Akibat dari neprovatik diabetic
tersebut dapat menyebabkan kegagalan ginjal progresif dan upaya preventif pada
nepropati adalah control metabolism dan control tekanan darah (Smeltzer dan
Bare. 2015).
c) Neuropati
Diabtes neurovatik adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius
akibat diabetes mellitus.Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah
neuropati terifer, berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki
terlebih dahulu, lalu kebagian tangan.Neuropati beresiko tinggi untuk terjadinya
ulkus kaki dan amputasi.Gejala yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar
dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit dimalam hari.
Setelah diagnosis diabetes mellitus ditegakan, pada setiap pasien perlu
dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal. Apabila
ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan
menurunkan resiko amputasi. Semua penyandang diabetes mellitus yang disertai
neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi
resiko ulkus kaki (PERKENI. 2015).
8. PemeriksaanDiagnostik
Menurut Smeltzer, 2012 adapun pemeriksaan penunjang pada penyakit Diabetes
Melitus, yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan darah
1) Glukosa darah puasa ( GDP ) : lebih dari 120 mg/dl
2) Glukosa darah 2 jam PP ( post prandial ) : lebih dari 200 mg/dl
3) Glukosa darah acak : lebih dari 200 mg/dl
b. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan reduksi biasanya 3 x sehari dilakukan 30 menit sebelum makan, dapat
juga 4 x sehari, tapi lebih lazim dilakukan 3 x sehari.Urine reduksi normal
umumnya biru bila terdapat glukosa dalam urine
1) Warna hijau ( + )
2) Warna kuning ( ++ )
3) Warna merah bata ( +++ )
4) Warna coklat ( ++++ )
c. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan fehling benedict dan ansipatik
( paper strip ).
d. Pemeriksaan penunjang
Perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk diabetes melitus yaitu
1) Kelompok usia dewasa tua ( > 40 tahun )
2) Kegemukan
3) Tekanan darah tinggi
4) Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gr
5) Riwayat keluarga diabetes melitus
6) Riwayat diabetes melitus pada kehamilan
7) Dislipidemia
9. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penderita
diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
a. Tujuan Jangka Pendek : menghilangkan keluhan diabetes mellitus, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi resiko komplikasi akut.
b. Tujuan Jangka Panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunya morbiditas dan mortalitas diabetes
mellitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lifid (mengukur kadar lemak dalam
darah), melalui pengelolaan pasien secra komprehensif. Pada dasarnya,
pengelolaan diabetes mellitus dimulai dengan pengaturan makan disertai dengan
latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 Minggu). Bila setelah itu
kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran metabolikyang
diinginkan, baru dilakukan intervensi farmakologik dengan obat-obat anti diabetes
oral atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekomvensasi
metabolic berat, misalya ketoasidosis, diabetes mellitus dengan stress berat, berat
badan yang menurun dengan cepat, insulin dapat segra diberikan. Pada keadaan
tertentu obat-obat anti diabetes juga dapat digunakan sesuai dengan indikasi dan
dosis menurutpetunjuk dokter.
Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan
sendiri dirumah, setalah mendapat pelatihan khusus untuk itu (PERKENI. 2015).
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada
diabetes mellitus adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah.
Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Tatalaksana diabetes terangkum kedalam empat pilar pengendalian
diabetes. Empat pilar pengendalian diabetes, yaitu :
1) Edukasi
Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit diabetes. Dengan
mengetahui faktor resiko diabetes, proses terjadinya diabetes, gejala diabetes,
komplikasi penyakit diabetes, serta pengobatan diabetes, penderita
diharapkan dapat menyadari pentingnya pengendalian diabetes,
meningkatkan kepatuhan gaya hidup sehat dan pengobatan diabetes.Penderita
perlu menyadari bahwa mereka mampu menanggulangi diabetes, dan
diabetes bukan lah suatu penyakit diluar kendalinya.Terdiagnosis sebagai
penderita diabetes bukan berarti akhir dari segalanya.Edukasi (penyuluhan)
secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah
merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil.
2) Pengaturan makan (diit)
Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan untuk mengendalikan
gula darah, tekanan darah, kadar lemak darah, sertaberat badan ideal. Dengan
demikian, komplikasi diabetes dapat dihindari, sambil tetap mempertahankan
kenikmatan proses makan itu sendiri.Pada prinsipnya, makanan perlu
dikonsumsi teratur dan disebar merata dalam sehari. Seperti halnya prinsip
sehat umum, makanan untuk penderita diabetes sebaiknya rendah lemak
terutama lemak jenuh, kaya akan karbohidrat kompleks yang berserat
termasuk sayur dan buah dalam porsi yang secukupnya, serta seimbang
dengan kalori yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari penderita.
3) Olahraga/ latihan jasmani
Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga membutuhkan
aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga memiliki efek sangat baik
meningkatkan sensitivitas insulin pada tubuh penderita sehingga
pengendalian diabetes lebih mudah dicapai. Porsi olahraga perlu
diseimbangkan dengan porsi makanan dan obat sehingga tidak
mengakibatkan kadar gula darah yang terlalu rendah. Panduan umum yang
dianjurkan yaitu aktivitas fisik dengan intensitas ringan-selama 30 menit
dalam sehari yang dimulai secara bertahap.Janis olahraga yang dianjurkan
adalah olahraga aerobik seperti berjalan, berenang, bersepeda, berdansa,
berkebun. Penderita juga perlu meningkatkan aktivitas visik dalam kegiatan
sehari-hari, seperti lebih memilih naik tangga ketimbang naik lift. Sebelum
olahraga, sebaiknya penderita diperiksa dokter sehingapenyulit seperti
tekanan darah yang tinggi dapat diatasi sebelum olah raga dimulai.
4) Obat/Terapi Farmakologi
Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila gula darah tetap
tidak terkendali setelah 3 bulan penderita mencoba menerapkan gaya hidup
sehat di atas. Obat juga digunakan atas pertimbangan dokter pada keadaan-
keadaan tertentu seperti pada komplikasi akut diabetes, atau pada keadaan
kadar gula darah yang terlampau tinggi.
d. pendidikan kesehatan
hal penting yang harus dilakukan pada pasien dengan diabetes melitus adalah
pendidikan kesehatan, beberapa hal penting yang perlu disampaikan pada pasien
diabetes melitus adalah :
1) penyakit diabetes melitus (pengertian, tanda dan gejala, penyebab,
patofisiologi, dan test diagnosis)
2) diet atau managemen diet pada pasien diabetes melitus
3) aktivitas sehari-hari termasuk latihan dan olahraga
4) pencegahan terhadap komplikasi diabetes melitus
5) pemberian obat-obatan diabetes melitus dan cara injeksi insulin
6) cara monitoring dan pengukuran glukosa darah secara mandiri
e. monitoring glukosa darah
pasien dengan diabetes melitus perlu dikenalkan tanda dan gejala
hiperglikemia dan hipoglikemia serta paling penting adalah bagaimana
memonitor glukosa darah secara mandiri. Pemeriksaan glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri dengan menggunakan glucometer. Pemeriksaan ini
penting untuk memastikan glukosa darah dalam keadaan stabil.
BAB II
WOC

WOC DIABETES MELLITUS

Etiologi
 Genetik (herediter)
 Reaksi Autoimun
 Infeksi virus
 Mutasi gen
Faktor Resiko
 Obesitas

Infeksi virus Obesitas Mutasi gen pada


kromosom 19

Kerusakan pankreas Peningkatan


timbunan lemak Disfungsi GLUT 10
pada sel adiposit
Penghancuran
sel2 beta Asam lemak bebas
RBP 4 meningkat Hormon resistin
meningkat
meningkat
Defisiensi insulin Resistensi insulin Menghambat
penyerapan glukosa Resistensi insulin
oleh otot,
Daya kerja insulin Peningkatan sekresi Kerja insulin tidak
menurun gula darah sempurna

Hiperglikemia

DIABETES MELITUS
BAB III
PROSES KEPERAWATAN

A. Asuhan keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik
hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon
manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan
untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat
berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses
keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi
masalah-masalah kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu :
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan
yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
1) Anamnese
a) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak - sembuh dan berbau, adanya nyeri pada
luka.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
2) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda – tanda vital.
b) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
d) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
e) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
3) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan
dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
2. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta
sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif.
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang
masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk
diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.

3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga
atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan
kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah
tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien diabetes melitus adalah
sebagai berikut :
a. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan Disfungsi
Pankreas/Resistensi insulin (D.0027)
b. Perfusi Parifer Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hiperglikemia (D.0009)
c. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan neuropati parifer (D.0129)
d. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (mis, Diabetes melitus atau
tindakan invasif) (D.0142)
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendera biologis (D.0077)
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054)
g. Ganguan pola tidur berhubungan dengan nyeri (D.0055)
Aktual
Resiko
Kemungkinan
kesejaheraan
4. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa
Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan (I.03115)
Kadar Glukosa keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
Darah berhubungan diharapkan Ketidakstabilan - Identifkasi kemungkinan
dengan Disfungsi Kadar Glukosa Darah penyebab hiperglikemia
Pankreas/Resistensi teratasi dengan kriteria - Identifikasi situasi yang
insulin hasil: menyebabkan kebutuhan insulin
- Kadar gula dalam meningkat (mis. penyakit kambuhan)
darah membaik - Monitor kadar glukosa darah,
- Jumlah urin membaik jika perlu
- Pusing menurun - Monitor tanda dan gejala
- Lesu menurun hiperglikemia (mis. poliuri, polidipsia,
polivagia, kelemahan, malaise,
pandangan kabur, sakit kepala)
- Monitor intake dan output
cairan
- Monitor keton urine, kadar
analisa gas darah, elektrolit, tekanan
darah ortostatik dan frekuensi nadi
2. Terapeutik
- Berikan asupan cairan oral
- Konsultasi dengan medis jika
tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
- Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
3. Edukasi
- Anjurkan olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
- Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri
- Anjurkan kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
- Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian keton urine, jika
perlu
- Ajarkan pengelolaan diabetes
(mis. penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan professional
kesehatan)
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian insulin,
jika perlu
- Kolaborasi pemberian cairan
IV, jika perlu
- Kolaborasipemberian kalium,
jika perlu

2 Perfusi Parifer tidak Setelah dilakukan tindakan (I.02079)


efektif berhubungan keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
dengan diharapkan perfusi parifer - Periksa sirkulasi perifer(mis.
hiperglikemia tidak efektif teratasi Nadi perifer, edema, pengisian kalpiler,
dengan kriteria hasil: warna, suhu, angkle brachial index)
- Denyut nadi sedang - Identifikasi faktor resiko
- Penyembuhan luka gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,
meningkat perokok, orang tua, hipertensi dan kadar
- Sensasi menurun kolesterol tinggi)
- Nekrosismenurun - Monitor panas, kemerahan,
- Edemaparifer menurun nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
- Akral sedang 2. Terapeutik
- Tekanan darah - Hindari pemasangan infus
diaistolik sedang atau pengambilan darah di area
- Tekanan darah sistolik keterbatasan perfusi
sedang - Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas pada keterbatasan
perfusi
- Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet pada area yang
cidera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan
kuku
- Lakukan hidrasi
3. Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
- Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
- Anjurkan minum obat pengontrol tekakan
darah secara teratur
- Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
- Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan kulit kering pada
kaki)
- Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
- Anjurkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. Rendah lemak jenuh,
minyak ikan, omega3)
- Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan( mis. Rasa sakit
yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)

3 Resiko infeksi Setelah dilakukan I.14564)


berhubungan dengan tindakan keparawatan 1. Observasi
penyakit kronis selama 3x24 jam - Monitor karakteristik luka
(mis, Diabetes diharapkan Resiko infeksi (mis: drainase,warna,ukuran,bau
mellitus atau dapat teratasi dengan - Monitor tanda –tanda inveksi
tindakan invasif) kriteria hasil: 2. Terapiutik
- Kebersihan badan - lepaskan balutan dan plester secara
meningka perlahan
- Demam menurun - Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika
- Kemerahan menurun perlu
- Bengkak menurun - Bersihkan dengan cairan NACL atau
- Nyeri menurun pembersih non toksik,sesuai kebutuhan
- Kadar sel darah putih - Bersihkan jaringan nekrotik
normal - Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika
- Kulur luka membaik perlu
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahan kan teknik seteril saaat
perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
- Jadwalkan perubahan posisi setiap dua
jam atau sesuai kondisi pasien
- Berika diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
- Berikan suplemen vitamin dan mineral
(mis vitamin A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
- Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
3. Edukasi
- Jelaskan tandan dan gejala infeksi
- Anjurkan mengonsumsi makan tinggi
kalium dan protein
- Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
4. Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur
debridement(mis: enzimatik biologis
mekanis,autolotik), jika perlu
- Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
perlu

4 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan (I. 08238)


berhubungan dengan keparawatan selama 3x24 1. Observasi
agen pencendera jam diharapkan nyeri akut - lokasi, karakteristik, durasi,
biologis dapat teratasi dengan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
kriteria hasil: - Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri - Identifikasi respon nyeri non
menurun verbal
- Meringis menurun - Identifikasi faktor yang
- Gelisah menurun memperberat dan memperingan nyeri
- Kesulitan tidur - Identifikasi pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang nyeri
- Tekanandarah normal - Identifikasi pengaruh budaya
- Frekuensi nadi sedang terhadap respon nyeri
- Pola nafas sedang - Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
2. Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
3. Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

5 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan (1.06171)


fisik berhubungan keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
dengan nyeri diharapakan gangguan - Identifikasi adanya nyeri atau
mobilitas fisik dapat keluhan fisik lainnya
teratasi dengan kiteria - Identifikasi toleransi fisik
hasil: melakukan ambulasi
- Pergerakan ekstermitas - Monitor frekuensi jantung dan
meningkat tekanan darah sebelum memulai
- Nyeri menurun ambulasi
- Gerakan terbatas - Monitor kondisi umum
menurun selama melakukan ambulasi
2. Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
- Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
3. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi
dini
- Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis. berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi

7 Ganguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan l.09265


berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam 1. observasi
nyeri diharapakan gangguan - identifikasi pola aktifitas dan tidur
pola tidur dapat teratasi - identifikasi faktor pengganggu tidur
dengan kriteria Hasil: (fisik/psikolog)
- Keluhan sulit tidur - identifikasi makanan dan minuman
menurun yang mengganggu tidur
- Keluhan tidak puas (mis.kopi,teh,alkohol, makan
tidur menurun mendekati waktu tidur, minum banyak
- Kemampuan aktivitas air sebelum tidur
meningkat 2. terapeutik
- modifikasi lingkungan (mis.
Pencahayaan, kebisingan, suhu, matras,
dan tempat tidur)
- batasi waktu tidur siang, jika perlu
- fasilitasi menghilangkan stres sebelum
tidur
- tetapkan jadwal tidur rutin
- lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan(mis.pijat, pengaturan
posisi)
- sesuaikan jadwal pemberian obat
dan/atau tindakan untuk menunjang
siklus tidur terjaga
3. edukasi
- jelaskan pentingnya tidur cukup selama
sakit
- anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
- anjurkan menghindari makanan dan
minuman yang mengganggu tidur
- ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur (mis.psikolog, gaya hidup)
- ajarkan relaksasi otot autogenik atau
cara non farmakologi lainyya

5. Aplikasi Pemikiran Kritis


Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang ditandai dengan ciri-ciri berupa
tingginya kadar gula (glukosa) darah. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel
tubuh manusia.Glukosa yang menumpuk di dalam darah akibat tidak diserap sel tubuh
dengan baik dapat menimbulkan berbagai gangguan organ tubuh. Jika diabetes tidak
dikontrol dengan baik, dapat timbul berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa
penderita. Kadar gula dalam darah dikendalikan oleh hormon insulin yang diproduksi oleh
pankreas, yaitu organ yang terletak di belakang lambung. Pada penderita diabetes, pankreas
tidak mampu memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tanpa insulin, sel-sel tubuh
tidak dapat menyerap dan mengolah glukosa menjadi energy.
Jenis-Jenis Diabetes Secara umum, diabetes dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
diabetes tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1 terjadi karena sistem kekebalan tubuh penderita
menyerang dan menghancurkan sel-sel pankreas yang memproduksi insulin. Hal ini
mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah, sehingga terjadi kerusakan pada organ-
organ tubuh. Diabetes tipe 1 dikenal juga dengan diabetes autoimun. Pemicu timbulnya
keadaan autoimun ini masih belum diketahui dengan pasti. Dugaan paling kuat adalah
disebabkan oleh faktor genetik dari penderita yang dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan.
Gejala Diabetes Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa
minggu, bahkan beberapa hari saja. Sedangkan pada diabetes tipe 2, banyak penderitanya
yang tidak menyadari bahwa mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun,
karena gejalanya cenderung tidak spesifik. Beberapa ciri-ciri diabetes tipe 1 dan tipe 2
meliputi: (Sering merasa haus, Sering buang air kecil terutama di malam hari, Sering merasa
sangat lapar, Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas, Berkurangnya massa otot,
Terdapat keton dalam urine. Keton adalah produk sisa dari pemecahan otot dan lemak akibat
tubuh tidak dapat menggunakan gula sebagai sumber energi, Lemas, Pandangan kabur, Luka
yang sulit sembuh, Sering mengalami infeksi)
Metode tes gula darah yang dapat dijalani oleh pasien, antara lain: Tes gula darah
sewaktu, Tes gula darah puasa,Tes toleransi glukosa, Tes HbA1C (glycated haemoglobin
test). Pengobatan Diabetes Pada diabetes tipe 1, pasien akan membutuhkan terapi insulin
untuk mengatur gula darah sehari-hari. Selain itu, beberapa pasien diabetes tipe 2 juga
disarankan untuk menjalani terapi insulin untuk mengatur gula darah. Insulin tambahan
tersebut akan diberikan melalui suntikan, bukan dalam bentuk obat minum. Dokter akan
mengatur jenis dan dosis insulin yang digunakan, serta memberitahu cara menyuntiknya.
Pada pasien diabetes tipe 2, dokter akan meresepkan obat-obatan, salah satunya adalah
metformin, obat minum yang berfungsi untuk menurunkan produksi glukosa dari hati.
Selain itu, obat diabetes lain yang bekerja dengan cara menjaga kadar glukosa dalam darah
agar tidak terlalu tinggi setelah pasien makan, juga dapat diberikan.
Komplikasi Diabetes Sejumlah komplikasi yang dapat muncul akibat diabetes tipe 1
dan 2 adalah: Penyakit jantung, Stroke, Gagal ginjal kronis, Neuropati diabetik, Gangguan
penglihatan, Katarak, Depresi, Demensia, Gangguan pendengaran, Luka dan infeksi pada
kaki yang sulit sembuh, Kerusakan kulit akibat infeksi bakteri dan jamur, termasuk bakteri
pemakan daging.
Pencegahan Diabetes. Diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah karena pemicunya belum
diketahui. Sedangkan, diabetes tipe 2 dan diabetes gestasional dapat dicegah, yaitu dengan
pola hidup sehat. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah diabetes, di antaranya
adalah: Mengatur frekuensi dan menu makanan menjadi lebih sehat, Menjaga berat badan
ideal, Rutin berolahraga, Rutin menjalani pengecekan gula darah, setidaknya sekali dalam
setahun.\
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan. Nanda Nic-Noc. Jilid 1. Yogyakarta:
Mediaction.
Andarmayo S. (2012). Keperawatan Keluarga. Konsep teori, proses, dan praktikkeperawatan.
Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Depkes. (2013). Pusat Data Diabetes Melitus 2013.
http://www.depkes.go.id/article/view/414/tahun-2030-prevalensi-diabetes-melitus-di-
indonesia-mencapai-213-juta-orang.html. 27/05/2017. 19.00.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:
Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014). Medical surgical
Nursing. Mosby: ELSIVER
Riskesdas. (2013). Prevalensi Diabetes Melitus 2013
http://www.depkes.go.id.resources/download/general/hasil%20Riskesdas%202013. 03/02/2017.
13.10.
Depkes (2013). Prevalensi Diabetes Melitus 2013http://indodiabetes.com/data-statistik-
jumlah-penderita-diabetes-di-dunia-versi-who.html?fdxswitcher=true. 09/02/2017. 15.00
Susan C. Smeltzer. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta: EGC.
Tarwoto, Ns, S.Kep, M.Kep. (2012). Keperawatan Medikal Bedah.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia\
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai