Disusun oleh :
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolit yang ditandai
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikimia) akibat kerusakan pada sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya (smeltzer dan bare, 2015 ). diabetes melitus merupakan
suatu kelimpok penyakit atau gangguan metabolit dengan karakteristik hiperglikimia
yang terjadi karna kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua duanya.
Hiperglikimia kronik pada diabetes melitus berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf,
jatung dan pembulu darah (PERKENI, 2015 Dan ADA, 2017).
Diabetes melitus adalah sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemi
kronik akibat defisiensi skresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari
imsulin yang disertai berbagai kelainan metabolit lain akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin, hal tersebut dapat
disebabkan oleh gangguan atau difisiensi produksi insulin oleh sel beta langerhans
kelenjar panpreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel tubuh terhadap insulin.
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas
insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, dan
neuropati (NANDA NIC-NOC, 2017)
2. Etiologi
melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari sel sel beta
dari pulau pulau langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin,
akibatnya tejadi kekurangan insulin. Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi
karna gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa kedalam sel.
Gangguan dapat terjadi karna kegemukan atau sebab lain yang belum di ketahui.
(smeltzer dan bare, 2015). Diabetes melitus atau labih dikenal dengan istilah penyakit
kencing manis mempunyai beberapa penyebab , antara lain:
a. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Kosumsi makanan berlebihan dan tidak
di imbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan
kadar gula dalam darah meningkat dan pasitnya akan menyebabkan diabetes melitus.
b. Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90kg cenderung memiliki peluang lebih
besar untuk trkena penkit diabetes melitus.Sebilan dari sepuluh orang gemuk
bepotensi untuk teserang diabets melitus.
c. Faktor genetis
Diabetes melitus dapat diariskan orang tua kepada anak. Gan penyebab diabetes
melitus akan dibawa oleh anak jika orangtuanya menderitadiabetes nelitus.
Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucu cucunya bahkan cicit wa[aupun resikonya
sangat kecil.
d. Bahan-bahan kimia dan obat obatan
Bahan bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pangkreas, radang pada pangkreas akan mengakibatkan fungsi pankres menurun
sehingga tidak ada sekresi hormon hormon untuk pross metabolism tubuh termasuk
insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat
mengiritasi pankreas.
e. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Infeksi mikro organisme dana virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang
pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada
sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit
seperti kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan resiko terkena
diabetes melitus
f. Pola Hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi fakor penyebab diabetes melitus. Jika orang
malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes
melitus karena olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang tertimbun didalam
tubuh, kalori yang tertimbun didalam tubuh merupakan faktor utama penyebab
diabetes melitus selain disfungsi pankreas.
1) Kadar Kortikosteroid YangTinggi. Kehamilan gestasional.
2) Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
3) Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
3. Manifestasi Klinis
Adanya penyakit diabetes mellitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan
dan tidak disadari oleh penderita. Manifestasi klinis Diabetes Melitus dikaitkan
dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Jika hiperglikemianya berat dan
melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria)
jika melewati ambang ginjal untuk ekskresi glukosa yaitu ± 180 mg/dl serta
timbulnya rasa haus (polidipsia). Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin
akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori (Price dan Wilson, 2012).
Pasien dengan diabetes tipe I sering memperlihatkan awitan gejala yang
eksplosif dengan polidipsia, pliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah,
somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat
menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak
mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk
mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya
pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala
apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium
dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat pasien
tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya
mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara
absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk
menghambat ketoasidosis (Price dan Wilson, 2012).
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu gejala akut
dan gejala kronik (PERKENI, 2015) :
a. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap penderita, bahkan mungkin
tidakmenunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. Permulaan gejala yang
ditunjukkan meliputi serba banyak (poli) yaitu banyakmakan (poliphagi),
banyak minum (polidipsi), dan banyak kencing (poliuri). Keadaan tersebut,
jika tidak segera diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak
kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat
(turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas
diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015).
b. Gejala kronik penyakit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah kesemutan, kulit
terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah
mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti kacamata, gatal di sekitar
kemaluan terutama pada wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun, dan para ibu hamil sering mengalami keguguran
atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4
kg (PERKENI, 2015)
4. Patofisiologi
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama
adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya belum jelas,
faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM
tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya
hidup, obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan tingginya kadar asam lemak
bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Mekanisme terjadinya DM tipeII umunya
disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait
dengan reseptor khusus pada permukaan sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut,terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin DM tipe II disertai denganpenurunan reaksi intra sel. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah,harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015).Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkatyang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel B tidak mampu
mengimbangipeningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadinya DM tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang tidak terkontrol
akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom Hiperglikemik Hiporosmolar
Non-Ketotik(HHNK). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015)Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat(selama bertahun tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejalatersebut sering bersifat
ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit yang lama
sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi.).
(Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
5. Klasifikasi
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan kedalam empat kategori klinis (SmeltZer dan
Bare. 2015), yaitu :
a. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe satu atau Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM), dapat
terjadi disebabkan karena adanya kerusakan sel-B, biasanya menyebabkan
kekurangan insulin absolut yang disebabkan oleh proses autoimun atau idiopatik.
Umumnya penyakit ini berkembang kearah ketoasidosis diabetik yang
menyebabkan kematian.Diabetes melitus tipe 1 terjadi sebanyak 5-10 % dari
semua diabetes melitus. Diabetes melitus tipe 1 dicirikan dengan onset yang akut
dan biasanya terjadi pada usia 30 tahun (SmeltZer dan Bare. 2015).
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 atau Non Insulin Dependen Diabetes Melitus
(NIDDM), dapat terjadi karena kerusakan progresif sekretorik insulin akibat
resistensi insulin. Diabetes melitus tipe 2 juga merupakan salah satu gangguan
metabolik dengan kondisi insulin yang diproduksi oleh tubuh tidak cukup
jumlahnya akan tetapi reseptor insulin dijaringan tidak berespon terhadap insulin
tersebut. Diabetes melitus tipe 2
mengenai 90-95 % pasien dengan diabetes melitus. Insidensi terjadi lebih
umum pada usia 30 tahun, obesitas, herediter, dan faktor lingkungan. Diabetes
melitus tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi (SmeltZer dan Bare.
2015).
c. Diabetes Melitus Tipe Tertentu
Diabetes melitus tipe ini dapat terjadi karena penyebab lain misalnya, defek
genetik pada fungsi sel-B, defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas (Seperti fibrosis kistik dan pankreatitis), penyakit metabolik endokrin,
infeksi, sindrom genetik lain dan karena disebabkan oleh obat atau kimia
(seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ (Smeltzer
dan Bare,2015).
d. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus ini merupakan diabetes melitus yang didiagnosis selama masa
kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa
kehamilan.Terjadi pada 2-5% semua wanita hamil tetapi hilang saat melahirkan
(Smeltzer dan Bare, 2015).
6. Tanda dan Gejala
Dari sudut pasien diabetes militus sendiri, hal yang seringpasien keluhan Beberapa
gejala penyakit diabetes menurut Shanty (2011);Fady (2015), adalah :.
a. Sering kencing/miksi atau menigkatnya frekuensi buang air kecil (poliauria).
Adanya hiperglekimia menyebabkan sebagian glukosa dikeluarkan oleh ginjal
bersama urine karna keterbatasan kemampuan filtrasi ginjal dan kemampuan
reabsorps dari tubulus ginja. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka
diperlukan banyak air, sehingga frekuensi miksi meningkat.
b. Meningkatnya rasa haus (polidipsia). Banyaknya miksi menyebabkan tubuh
kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini merangsang pusat haus, yang mengakibatkan
peningkatan rasa haus.
c. Minangkatkan rasa lapar (polipagia). Meningkatkan untuk matabolisme, pemecahan
glikoge untuk energi menyebabkan cadangan energi berkurang keadaan ini
menstimulasi pusat lapar.
d. Penurunan berat badan. Penurunan berat badan disebabkan karena banyaknya
kehilngan cairan, glikogen dan cadangan triglesirida serta massa otot.
e. Kelainan pada mata, mata kabur. Pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia
menyebabkan aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler menjadi tidak
lancar, termasuk pada mata yang merusak retinaserta kekeruhan pada lensa.
f. Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina peningkatan glukosa
darah mengakibatkan penumpukan gula pada kulit sehingga menjadi gatal, jamur
dan bakteri mudah menyerang kulit
g. Ketonuria. Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, maka digunakan asam
lemak untuk energi, asam lemak akan di pecah menjadi keton yang kemudian
berada dalam darah dan dikeluarakan melalui ginjal.
h. Kelemahan dan keletihan. Kurangnya cadangan energi, adnya kelaparan sel,
kehilangan potassium menjadi akibat pasien menjadi mudah lemah dan letih.
i. Terkadang tanpa kejala.Pada keadaan tertentu, tubuh mudah beradaptasi dengan
peningkatan glukosa darah
7. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada diabetes melitus tipe 2 akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi diabetes melitus tipe 2 terbagi dua
berdasarkan nama terjadinya, yaitu : komplikasi akut dan komplikasi kronik (Smeltzer
dan Bare, 2015).
a) Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan
adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap (PERKENI.
2015).
2) Hiperosmolar non ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200
mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat
(330-380 mOs/mL), plasmaketon (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat
(PERKENI. 2015).
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah mg/dL. Pasien
diabetes melitus yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan
hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari berdebar-debar, banyak keringat,
gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma
(PERKENI. 2015)
b) Komplikasi Kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien diabetes melitus
saat ini sejaan dengan penderita diabetes melitus yang bertahan hidup lebih lama.
Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya komplikasi kronik. Kategori umum komplikasi jangka
panjang terdiri dari :
1) Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular pada diabetes melitus terjadi akibat akteros
leorosis dari pembulu-pembulu darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plat
ateroma.Makroangiopati tidak spesifik pada diabetes mellitus namun dapat timbul
lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebihserius.Berbagai studi epidemiologis
menunjukan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita
diabetes mellitus meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal.
Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungan dengan control
kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa
hiperinsulinemia merupakan suatu factor resiko mortalitas kardiovaskular dimana
peninggian kadar insulin dapat menyebabkan terjadinya resiko kardiovaskular
menjadi semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan
resiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati, mengenai
pembuluh darah besar antara lain adalah pembulu darah jantung atau penyakit
jantung koroner, pembuluh darah otak atau strok, dan penyakit pembuluh darah.
Hiperinsulinemia juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan
penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular (Smeltzer dan Bare. 2015).
2) Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh
darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan neprovati
diabetik.Retinopati diabetic dibagi dalam dua kelompok, yaitu retinopati non-
proliveratif dan retinopati pro-liveratif.Retinopati non-proliveratif merupakan
stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneorisma, sedangkan retinopati pro-
liveratif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan
ikat dan adanya
hipoksiaretina.Seterusnya, neprovati diabetik adalah gangguan fungsi
ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Nefrovati diabetic ditandai
dengan adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan
hipertensi. Kerusakan ginjal yang spesifik pada diabetes mellitus mengakibatkan
perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein
dapat masuk kedalam kemih (albuminoria). Akibat dari neprovatik diabetic
tersebut dapat menyebabkan kegagalan ginjal progresif dan upaya preventif pada
nepropati adalah control metabolism dan control tekanan darah (Smeltzer dan
Bare. 2015).
c) Neuropati
Diabtes neurovatik adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius
akibat diabetes mellitus.Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah
neuropati terifer, berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki
terlebih dahulu, lalu kebagian tangan.Neuropati beresiko tinggi untuk terjadinya
ulkus kaki dan amputasi.Gejala yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar
dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit dimalam hari.
Setelah diagnosis diabetes mellitus ditegakan, pada setiap pasien perlu
dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal. Apabila
ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan
menurunkan resiko amputasi. Semua penyandang diabetes mellitus yang disertai
neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi
resiko ulkus kaki (PERKENI. 2015).
8. PemeriksaanDiagnostik
Menurut Smeltzer, 2012 adapun pemeriksaan penunjang pada penyakit Diabetes
Melitus, yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan darah
1) Glukosa darah puasa ( GDP ) : lebih dari 120 mg/dl
2) Glukosa darah 2 jam PP ( post prandial ) : lebih dari 200 mg/dl
3) Glukosa darah acak : lebih dari 200 mg/dl
b. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan reduksi biasanya 3 x sehari dilakukan 30 menit sebelum makan, dapat
juga 4 x sehari, tapi lebih lazim dilakukan 3 x sehari.Urine reduksi normal
umumnya biru bila terdapat glukosa dalam urine
1) Warna hijau ( + )
2) Warna kuning ( ++ )
3) Warna merah bata ( +++ )
4) Warna coklat ( ++++ )
c. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan fehling benedict dan ansipatik
( paper strip ).
d. Pemeriksaan penunjang
Perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk diabetes melitus yaitu
1) Kelompok usia dewasa tua ( > 40 tahun )
2) Kegemukan
3) Tekanan darah tinggi
4) Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gr
5) Riwayat keluarga diabetes melitus
6) Riwayat diabetes melitus pada kehamilan
7) Dislipidemia
9. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penderita
diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
a. Tujuan Jangka Pendek : menghilangkan keluhan diabetes mellitus, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi resiko komplikasi akut.
b. Tujuan Jangka Panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunya morbiditas dan mortalitas diabetes
mellitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lifid (mengukur kadar lemak dalam
darah), melalui pengelolaan pasien secra komprehensif. Pada dasarnya,
pengelolaan diabetes mellitus dimulai dengan pengaturan makan disertai dengan
latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 Minggu). Bila setelah itu
kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran metabolikyang
diinginkan, baru dilakukan intervensi farmakologik dengan obat-obat anti diabetes
oral atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekomvensasi
metabolic berat, misalya ketoasidosis, diabetes mellitus dengan stress berat, berat
badan yang menurun dengan cepat, insulin dapat segra diberikan. Pada keadaan
tertentu obat-obat anti diabetes juga dapat digunakan sesuai dengan indikasi dan
dosis menurutpetunjuk dokter.
Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan
sendiri dirumah, setalah mendapat pelatihan khusus untuk itu (PERKENI. 2015).
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada
diabetes mellitus adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah.
Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Tatalaksana diabetes terangkum kedalam empat pilar pengendalian
diabetes. Empat pilar pengendalian diabetes, yaitu :
1) Edukasi
Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit diabetes. Dengan
mengetahui faktor resiko diabetes, proses terjadinya diabetes, gejala diabetes,
komplikasi penyakit diabetes, serta pengobatan diabetes, penderita
diharapkan dapat menyadari pentingnya pengendalian diabetes,
meningkatkan kepatuhan gaya hidup sehat dan pengobatan diabetes.Penderita
perlu menyadari bahwa mereka mampu menanggulangi diabetes, dan
diabetes bukan lah suatu penyakit diluar kendalinya.Terdiagnosis sebagai
penderita diabetes bukan berarti akhir dari segalanya.Edukasi (penyuluhan)
secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah
merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil.
2) Pengaturan makan (diit)
Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan untuk mengendalikan
gula darah, tekanan darah, kadar lemak darah, sertaberat badan ideal. Dengan
demikian, komplikasi diabetes dapat dihindari, sambil tetap mempertahankan
kenikmatan proses makan itu sendiri.Pada prinsipnya, makanan perlu
dikonsumsi teratur dan disebar merata dalam sehari. Seperti halnya prinsip
sehat umum, makanan untuk penderita diabetes sebaiknya rendah lemak
terutama lemak jenuh, kaya akan karbohidrat kompleks yang berserat
termasuk sayur dan buah dalam porsi yang secukupnya, serta seimbang
dengan kalori yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari penderita.
3) Olahraga/ latihan jasmani
Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga membutuhkan
aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga memiliki efek sangat baik
meningkatkan sensitivitas insulin pada tubuh penderita sehingga
pengendalian diabetes lebih mudah dicapai. Porsi olahraga perlu
diseimbangkan dengan porsi makanan dan obat sehingga tidak
mengakibatkan kadar gula darah yang terlalu rendah. Panduan umum yang
dianjurkan yaitu aktivitas fisik dengan intensitas ringan-selama 30 menit
dalam sehari yang dimulai secara bertahap.Janis olahraga yang dianjurkan
adalah olahraga aerobik seperti berjalan, berenang, bersepeda, berdansa,
berkebun. Penderita juga perlu meningkatkan aktivitas visik dalam kegiatan
sehari-hari, seperti lebih memilih naik tangga ketimbang naik lift. Sebelum
olahraga, sebaiknya penderita diperiksa dokter sehingapenyulit seperti
tekanan darah yang tinggi dapat diatasi sebelum olah raga dimulai.
4) Obat/Terapi Farmakologi
Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila gula darah tetap
tidak terkendali setelah 3 bulan penderita mencoba menerapkan gaya hidup
sehat di atas. Obat juga digunakan atas pertimbangan dokter pada keadaan-
keadaan tertentu seperti pada komplikasi akut diabetes, atau pada keadaan
kadar gula darah yang terlampau tinggi.
d. pendidikan kesehatan
hal penting yang harus dilakukan pada pasien dengan diabetes melitus adalah
pendidikan kesehatan, beberapa hal penting yang perlu disampaikan pada pasien
diabetes melitus adalah :
1) penyakit diabetes melitus (pengertian, tanda dan gejala, penyebab,
patofisiologi, dan test diagnosis)
2) diet atau managemen diet pada pasien diabetes melitus
3) aktivitas sehari-hari termasuk latihan dan olahraga
4) pencegahan terhadap komplikasi diabetes melitus
5) pemberian obat-obatan diabetes melitus dan cara injeksi insulin
6) cara monitoring dan pengukuran glukosa darah secara mandiri
e. monitoring glukosa darah
pasien dengan diabetes melitus perlu dikenalkan tanda dan gejala
hiperglikemia dan hipoglikemia serta paling penting adalah bagaimana
memonitor glukosa darah secara mandiri. Pemeriksaan glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri dengan menggunakan glucometer. Pemeriksaan ini
penting untuk memastikan glukosa darah dalam keadaan stabil.
BAB II
WOC
Etiologi
Genetik (herediter)
Reaksi Autoimun
Infeksi virus
Mutasi gen
Faktor Resiko
Obesitas
Hiperglikemia
DIABETES MELITUS
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. Asuhan keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik
hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon
manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan
untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat
berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses
keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi
masalah-masalah kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu :
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan
yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
1) Anamnese
a) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak - sembuh dan berbau, adanya nyeri pada
luka.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
2) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda – tanda vital.
b) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
d) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
e) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
3) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan
dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
2. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta
sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif.
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang
masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk
diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga
atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan
kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah
tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien diabetes melitus adalah
sebagai berikut :
a. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan Disfungsi
Pankreas/Resistensi insulin (D.0027)
b. Perfusi Parifer Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hiperglikemia (D.0009)
c. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan neuropati parifer (D.0129)
d. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (mis, Diabetes melitus atau
tindakan invasif) (D.0142)
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendera biologis (D.0077)
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054)
g. Ganguan pola tidur berhubungan dengan nyeri (D.0055)
Aktual
Resiko
Kemungkinan
kesejaheraan
4. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa
Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan (I.03115)
Kadar Glukosa keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
Darah berhubungan diharapkan Ketidakstabilan - Identifkasi kemungkinan
dengan Disfungsi Kadar Glukosa Darah penyebab hiperglikemia
Pankreas/Resistensi teratasi dengan kriteria - Identifikasi situasi yang
insulin hasil: menyebabkan kebutuhan insulin
- Kadar gula dalam meningkat (mis. penyakit kambuhan)
darah membaik - Monitor kadar glukosa darah,
- Jumlah urin membaik jika perlu
- Pusing menurun - Monitor tanda dan gejala
- Lesu menurun hiperglikemia (mis. poliuri, polidipsia,
polivagia, kelemahan, malaise,
pandangan kabur, sakit kepala)
- Monitor intake dan output
cairan
- Monitor keton urine, kadar
analisa gas darah, elektrolit, tekanan
darah ortostatik dan frekuensi nadi
2. Terapeutik
- Berikan asupan cairan oral
- Konsultasi dengan medis jika
tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
- Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
3. Edukasi
- Anjurkan olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
- Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri
- Anjurkan kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
- Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian keton urine, jika
perlu
- Ajarkan pengelolaan diabetes
(mis. penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan professional
kesehatan)
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian insulin,
jika perlu
- Kolaborasi pemberian cairan
IV, jika perlu
- Kolaborasipemberian kalium,
jika perlu
Amin Huda Nurarif. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan. Nanda Nic-Noc. Jilid 1. Yogyakarta:
Mediaction.
Andarmayo S. (2012). Keperawatan Keluarga. Konsep teori, proses, dan praktikkeperawatan.
Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Depkes. (2013). Pusat Data Diabetes Melitus 2013.
http://www.depkes.go.id/article/view/414/tahun-2030-prevalensi-diabetes-melitus-di-
indonesia-mencapai-213-juta-orang.html. 27/05/2017. 19.00.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:
Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014). Medical surgical
Nursing. Mosby: ELSIVER
Riskesdas. (2013). Prevalensi Diabetes Melitus 2013
http://www.depkes.go.id.resources/download/general/hasil%20Riskesdas%202013. 03/02/2017.
13.10.
Depkes (2013). Prevalensi Diabetes Melitus 2013http://indodiabetes.com/data-statistik-
jumlah-penderita-diabetes-di-dunia-versi-who.html?fdxswitcher=true. 09/02/2017. 15.00
Susan C. Smeltzer. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta: EGC.
Tarwoto, Ns, S.Kep, M.Kep. (2012). Keperawatan Medikal Bedah.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia\
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia