(VERTIGO)
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
KELAS : 2B
DOSEN PENGAMPU :
PRODI D3 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022/2023
A. KONSEP TEORI PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Vertigo berasal dari bahasa latin ,vertere, artinya memutar merujuk pada sensasi
berputar sehingga menganggu rasa keseimbangan seseorang,umunya disebabkan oleh
gangguan pada sistem keseimbangan. Derajat yang lebih ringan dari vertigo disebut
dizziness yang lebih ringan lagi disebut giddiness dan unsteadiness (finestone,1982).
Pengertian vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau
lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul terutama dari sistem
otonom,yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai
keadaan atau penyakit (Misbach dkk.,2006). Dengan demikian,vertigo bukan suat
gejala pusing berputar saja ,tetapi merupakan suatu kumpulan gejala atau satu
sindrom yang terdiri dari gejala somatic (nistagmus,unstable) otonomik (pucat,peluh
dingin,mual dan muntah),pusing dan gejala psikatrik. Dizziness lebih mencerminkan
keluhan rasa gerakan yang umum,tidak spesifik,rasa goyah,kepala ringan dan
perasaan yang sulit dilukiskan sendiri oleh penderitanya.Pasien sering menyebutkan
sensasi ini sebagai nggilyer Sedangkan giddiness berarti dizziness atau vertigo yang
berlangsung singkat (PARDOSSI,2012).
3. ETIOLOGI
Etiologi vertigo dapat dibagi menjadi (Kelompok studi vertigo PERDOSSI ,2012)
a. Otologi
Ini merupakan 24-61% kasus vertigo (paling sering),dapat disebabkan oleh
BPPV(benign paroxysmal positional Viertigo) penyakit Miniere,Parese N.VIII
(vestibulokoklearis),maupun otitis media.
b. Neurologis
Merupakan 23-61% kasus,berupa:
- Gangguan serebrovaskular batang otak,serebelum
- Ataksia karena neuropati
- Gangguan visus
- Gangguan serebelum
- Sklerosis multipel
- Vertigo servikal
c. Interna
Kurang lebih 33% dari keseluruhan kasus terjadi karena gangguan
kardiovaskuler.Penyebabnya bisa berupa tekanan darah yang naik atau
turun,aritma kordis,penyakit jantung koroner,infeksi,hipogli- kemi,serta
intoksikasi obat,misalnya:nifedipin,benzodiazepine dan xanax.
d. Psikiatrik
Terdapat pada lebih dari 50 % kasus vertigo.Biasanya pemerik- saan klinis dan
laboratoris menunjukan dalam batas normal. Penyebabnya bisa berupa
depresi,fobia,anxietas,serta psikosomatis
e. Fisiologis
Misalnya,vertigo yang timbul ketika melihat ke bawah saat kita berada di tempat
tinggi.
4. KLASIFIKASI
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo vestibular dan non-
vestibular. vertigo vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh gangguan sistem
vestibular, sedangkan vertigo non-vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh
gangguan sistem visual dan somatosensori.
6. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Menurut Price, S.A (2007) Vertigo timbul jika terdapat
ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan
aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau
keseimbangan, yang secara terus menerus menyampai kan impulsnya ke pusat
keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro prioseptik,
jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan
VI. susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
7. MANIFESTASI KLINIS
a. Gejala Umum
Secara garis besar, gejala vertigo dimulai dengan sensasi rasa pusing yang disertai
dengan kondisi kepala yang berputar-putar atau kliyengan. Selain itu, biasanya
penderita juga akan merasakan sensasi lain saat kepala mereka terasa berputar-
putar, seperti:
1) Pusing
2) Kepala terasa sakit disertai dengan berputar-putar atau kliyengan
3) Mual
4) Rasa ingin muntah
5) Berkeringat
6) Pergerakan arah pandangan yang tidak normal
7) Hilangnya pendengaran
8) Tinnitus atau telinga berdenging
b. Gejala Tambahan:
1) Anggota tubuh yang mulai terasa lemas
2) Penglihatan yang mulai ada bayang-bayangnya
3) Kesulitan untuk bicara
4) Disertai demam
5) Kesulitan untuk berdiri atau bahkan berjalan
6) Respon yang lambat g. Penurunan kesadaran
7) Pergerakan mata yang mulai tidak normal
8. KOMPLIKASI
Komplikasi menurut (Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI. 2012):
a. Stoke
b. Obstruksi peredaran darah di labirin
c. Penyakit meniere
d. Infeksi dan inflamasi
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Uji Romberg, Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-
30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya
(misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan
vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi
garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap
tegak. Sedangkan pada kelainan serebral badan penderita akan bergoyang baik.
pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem Gait, Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler, perjalanannya
akan menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger, Penderita berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan
dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit.
Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang atau berputar ke arah
lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram yaitu kepala dan badan
berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi
lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase
lambat ke arah lesi.
d. Uji Tunjuk Barany (past-ponting test). Penderita diinstruksikan mengangkat
lengannya ke atas dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke
depan,kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan
vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
e. Uji Babinsky-Weil, Penderita berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke
belakang selama setengan menit dengan mata tertutup berulang kali. Jika ada
gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk
bintang.
Adapun pemeriksaan yang lain yaitu :
1) Laboratorium pada stroke dan infeksi
2) EEG pada kasus vestibular epilepsi
3) EMG pada kasus neuropati
4) EKG pada kasus serebrovaskular
5) TCD pada kasus serebrovaskular
6) CT Scan/MRI pada kasus stroke, infeksi dan tumor
10. PENATALAKSANAAN
a. Vertigo posisional Benigna (VPB)
1) Latihan latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada sebagian
besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari dan merupakan
kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk dipinggir tempat tidur,
kemudian ia merebahkan dirinya pada posisinya untuk membangkitkan vertigo
posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali keposisi duduk semula.
Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah atau mereda. Biasanya
sampai didapatkan lagi respon vertigo. atau 3 kali sehari, tiap hari sampai
tidak
2) Obat-obatan: obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat
digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan atau jika
muncul eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini menekan rasa enek (nausea)
dan rasa pusing. Namun ada penderita yang merasa efek samping obat lebih
buruk dari vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien bahwa kelainan
ini tidak berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan membatasi
perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.
b. Neurotis Vestibular
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian anti biotika
dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitisvestibuler lebih
meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan
nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual pada suatu tempat atau
benda.
c. Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere. Tujuan
dari terapi medik yang diberi adalah:
1) Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo dapat dilakukan
upaya tirah baring, obat untuk sedasi, anti muntah dan anti vertigo. Pemberian
penjelasan bahwa serangan tidak membahayakan jiwa dan akan mereda dapat
lebih membuat penderita tenang atau toleransi terhadap serangan berikutnya.
2) Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh menjadi lebih
jarang. Untuk mencegah kambuh kembali, beberapa ahli ada yang
menganjurkan rendah garam diberi diuretic.obat anti histamin dan vasodilator
mungkin pula menberikan efek tambahan yang baik.
3) Terapi bedah: diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat diredakan
oleh obat atau tindaka konservatif dan penderita menjadi infalid tidak dapat
bekerja atau kemungkinan kehilangan pekerjaannya.
d. Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat supresan
vestibular dengan dosis rendah dengan tujuan meningkatkan mobilisasi. Misalnya
Dramamine, prometazin, diazepam, pada enderita ini latihan vertibuler dan latihan
gerak dapat membantu. Bila perlu beri tongkat agar rasa percaya diri meningkat
dan kemungkinan jatuh dikurangi.
f. Aktivitas/ Istirahat
Letih, lemah, malaise
Keterbatasan gerak
Ketegangan mata, kesulitan membaca
Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala. • Sakit kepala
yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena
perubahan cuaca.
g. Sirkulasi
Riwayat hypertensi
Denyutan vaskuler, misal daerah temporal.
Pucat, wajah tampak kemerahan.
h. Integritas Ego
Faktor-faktor stress emosional lingkungan tertentu
Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik).
i. Makanan dan cairan
Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang keju,
alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus.hotdog,
MSG(pada migrain).
Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri) Penurunan berat badan.
j. Neurosensons
Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
Aura; fasialis, olfaktorius, tinitus
Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis
Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
Perubahan pada pola bicara pola pikir • Mudah terangsang, peka terhadap
stimulus. Penurunan refleks tendon dalam
k. Nyeri kenyamanan
Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal
migrain ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis.
Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah. . Fokus menyempit
Fokus pada diri sendiri
Respon emosional/perilaku tak terarah seperti menangis. gelisah.
Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal
l. Keamanan
Riwayat alergi atau reaksi alergi
Demam (sakit kepala) . Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus).
m. Interaksi sosial
Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan
dengan penyakit.
n. Penyuluhan pembelajaran
Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga
Penggunaan alcohol/obat lain termasuk kafein. Kontrasepsioral/hormone,
menopause.
o. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Pemeriksaan Persistem
1) Sistem persepsi sensori
Adakah rasa tidak stabil, disrientasi, osilopsia yaitu suatu ilusi bahwa benda
yang diam tampak bergerak maju mundur.
2) Sistem Persarafan
Adakah nistagmus berdasarkan beberapa pemeriksaan baik manual maupun
dengan alat.
3) Sistem Pemafasan
Adakah gangguan pernafasan
4) Sistem Kardiovaskuler
5) Sistem pendengaran : klien mengatakan sulit mendengar,distorsi
sensori,konsentrasi buruk
6) Eliminasi : Gejala riwayat perawatan dirumah sakit sebelumnya karena
perdarahan, gatrointestinal, atau masalah yang berhubungan dengan
gastrointestinal.
7) Makanan/cairan : Gejala anoreksia, mual, muntah, tidak ada masalah
menelan ,tidak adanya nyeri ulu hati, tidak terjadi penurunan berat
badan,penurunan nafsu makan.
8) Neurologi : Gejala rasa denyutan, pusing/sakit kepala, kelemahan.
9) Nyeri atau kenyamanan : Gejala nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal,
tertusuk- tusuk.
10) Pola tidur : klien mengatakan tidurnya tidak puas, terdapat kantung mata,klien
mengatakan tidak bisa tidur,klien mengatakan pola tidur berubah.
11) Pengetahuan : klien selalu menanyakan tentang penyakitnya
2. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pancedera fisiologis
2) Risiko jatuh b.d gangguan keseimbangan
3) Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran
3. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri :
agen pancedera keperawatan 1 x 24 Jam Observasi :
fisiologis diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi,
menurun, dengan kriteria hasil karakteristik, durasi,
: frekuensi, kualitas,
1. keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
2. meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. gelisah menurun kesulitan 3. Identifikasi respons nyeri
tidur menurun non verbal
4. muntah menurun 4. Identifikasi faktor yang
5. mual menurun memperberat dan
6. nafsu makan membaik memperingan nyeri
Terapuetik :
1. Berikan teknin non
farmakologis
2. Kontrol lingkungan ya
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangan faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
3. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Anjurkan teknik non
farmakologi
Kolaborasi:
1. Kolaborasikan pemberian
analgetik
2 Risiko jatuh b.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan jatuh
gangguan keperawatan 1 x 24 Jam Observasi :
keseimbangan diharapkan tingkat jatuh 1. Identifikasi risiko jatuh
menurun, dengan kriteria hasil 2. Identifikasi faktor
: lingkungan yang
1. jatuh dari tempat tidur meningkatkan risiko jatuh
menurun 3. Hitung resiko jatuh
2. jatuh saatberdiri menurun menggunakan skala
3. jatuh saat duduk menurun 4. Monitor kemampuan
4. jatuh saat berjalan berpindah dari tempat tidur
menurun kekursi roda dan sebaliknya
5. jatuh saat dipindahkan Terapuetik :
menurun 1. Orientasikan ruangan pada
6. jatuh saat dikamar mandi pasien dan keluarga
menurun 2. Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam
kondisi terkunci
3. Pasang handrail tempat
tidur
4. Gunakan alat bantu jalan
Edukasi :
1. Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan
alas kakai yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Terapi sensori
persepsi sensori keperawatan 1 x 24 Jam Observasi :
b.d gangguan diharapkan persepsi sensori 1. Periksa status mental, status
pendengaran membaik, dengan kriteria sensori, dan tingkat
hasil : kenyamanan
1. verbalisasi mendengar Terapeutik :
bisikan meningkat 1. Diskusikan tingkat toleransi
2. distorsi sensori meningkat terhadap beban sensori
3. verbalisasi melalui inera 2. batasi stimulus lingkungan
meningkat 3. Jadwalkan aktivitas harian
4. respon sesuai stimulus dan waktu istirahat
membaik 4. Kombinasikan
prosedur/tindakan dalam
suatu waktu, sesuai
kebutuhan
Edukasi :
1. Ajarkan cara
meminimalkan
prosedur/tindakan
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah satatus kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan krikteria hasil yang diharapkan
(Suarni dan Apriyani 2017).
5. Evaluasi keperawatan
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dilakukan,berkesinambung-an dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya.Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan,untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Suarni dan
Apriyani,2017).
DAFTAR PUSTAKA
Edward, Y., & Rosa, Y. (2014). Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).
Jurnal kesehatan Andalas
Setiawati, M., & Susianti. (2016). Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. Majority, 91-95.
Sielski, G., Sielski, M., Podhorecka, M., Gebka, D., Szymkowiak S Marta.,Cieselka, N.,
Rolka, L., Porzych, K dan Kornatowska S Kornelia. 2015.Dizziness In Older
People. Diakses: 28 Desember 2016. http://dx.doi.org/10.12775/MBS.2015.02
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia ‘Defenisi dan
indikator Diagnostik’. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia ‘Defenisi dan
Tindakan Keperawatan’ Jakarta Selatan DPP PPNI.